ANALISIS DESKRIPTIF ILMU SOSIAL DASAR TERHADAP ANOMALI PERILAKU KPOP FANS

Share Embed


Descrição do Produto

Analisis Deskriptif Ilmu Sosial Dasar Terhadap Anomali Perilaku KPop Fans Aditya Pradana Prodi Geografi dan Ilmu Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.

Abstrak — Berkembangnya budaya Korea Selatan ke berbagai penjuru dunia telah membuat banyak akademisi tertarik untuk membuat berbagai studi terkait dengan hal tersebut. Budaya musik Korea (KPop) menjadi salah satu yang paling diminati dalam fenomena hallyu. Adanya KPop memunculkan fans secara global diseluruh dunia, dimana fans pada umumnya memiliki perilaku yang cenderung seragam. Namun, melalui penelitian ini diidentifikasi terdapat empat perilaku anomali yang dilakukan fans KPop, diantaranya ; fans fanatik, sasaeng fans, pairing member, dan fansfiction. Metode penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif terhadap data kualitatif, yang didapatkan dari observasi, wawancara, serta studi literatur. Hasil dari penelitian berupa analisa ilmu sosial dasar secara deksriptif, disertai studi kasus penulis serta penelitian lain dalam mengkaitkan fenomena perilaku anomali fans. Kata Kunci— KPop Fans, Perilaku Anomali, Ilmu Sosial Dasar

I. PENDAHULUAN Fenomena globalisasi berdampak pada tersebarnya nilai dan budaya suatu negara, yang kemudian menjadi budaya dunia atau wolrd culture [1]. Korea Selatan telah berhasil menyebarkan produk budaya populernya ke dunia internasional. Proses penyebaran budaya Pop Korea secara global dikenal dengan istilah korean wave atau Hallyu, dengan media massa dan media sosial sebagai penggerak utamanya [2]. Data Korean Tourism Organization menyebutkan sebagian besar peminat hallyu tertarik oleh budaya musik KPop (53,3%), dengan responden terbanyak berumur 20 tahunan (49 %), seperti yang dapat dilihat dalam gambar 1. Bahkan penonton video KPop di situs youtube tercatat telah mencapai 2,3

miliar yang tersebar di 235 negara pada Januari, 2012.

Gambar 1. Diagram Peminatan Budaya Korea Sumber : Korean Tourism Organization

Konsumsi budaya KPop telah melahirkan fans di seluruh dunia. KPop mampu membentuk sebuah dunia baru, menghasilkan nilai baru, dan juga melahirkan trend baru yang diikuti oleh banyak orang [3]. Para fans memiliki berbagai perilaku dalam mengidolakan idolanya. Dari analisa dan observasi, KPop Fans di identifikasi memiliki beberapa perilaku anomali. Perilaku tersebut kemudian menjadi hal biasa dalam komunitas penggemar KPop. Diantaranya adalah adanya fans fanatik, sasaeng fans, perilaku pairing member, dan fansfiction. Perilaku fans fanatik biasanya banyak ditemui diberbagai kasus, tidak hanya KPop. Namun, ketiga perilaku anomali lain sejauh ini baru teridentifikasi di kalangan KPop fans. II.

KERANGKA TEORI

Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah yang dipergunakan dalam mendeskripsikan permasalahan, diantaranya ;









Fanatisme berarti pengabdian luar biasa untuk sebuah subjek, di mana "pengabdian" terdiri dari gairah, keintiman, dan dedikasi, dan melampaui rata-rata biasa yang biasa [4]. Fanatik cenderung bersikeras terhadap ide-ide yang menganggap diri sendiri atau kelompok mereka benar, mengabaikan semua fakta atau argumen yang bertentangan dengan keyakinan [5]. Sasaeng Fans merupakan sebutan untuk penggemar yang sangat terobsesi kepada idolanya, bukan hanya kegiatan diatas panggung tetapi tertarik pada kehidupan pribadi sang idola mereka sampai rela melakukan apapun. Sasaeng dalam bahasa Korea berasal dari huruf “sa”, yang berarti pribadi dan “saeng” yang berarti kehidupan, mengarah pada fans dengan segala obsesinya tentang idola mereka [6]. Pairing member merupakan perilaku menjodohkan idola dengan idola lainnya, biasanya dilakukan oleh para fans. Pairing member cenderung dilakukan kepada member (anggota grup) dengan member lain dalam satu grup, biasanya boyband. Fanfiction merupakan karya fiksi yang ditulis oleh penggemar (fans), dengan menjadikan personel boyband atau girlband sebagai tokoh dalam ceritanya [7]. Situs fanfiction adalah situs yang memuat kumpulan cerita yang bukan ditulis oleh penulis professional melainkan ditulis oleh seorang penggemar [8].

melalui media sosial, seperti dalam salah satu grup KPop Fans UGM, yaitu KPop ‘14. Subjek wawancara penelitian adalah remaja usia 18-19 tahun sebanyak tiga orang informan dari Fakultas MIPA, UGM dan satu informan dari salah satu sekolah menengah atas di Yogyakarta. Seluruh informan merupakan KPop Fans, yang dalam penelitian ini kemudian di sebut informan A, B, dan C (FMIPA, UGM), serta infroman D (SMA). Data sekunder didapatkan dari studi literatur berbagai buku sebagai kerangka teori, serta beberapa penelitian terkait fans sebagai bahan acuan dan pembanding atas fenomena yang di kaji. Analisis yang digunakan adalah analisa deksriptif yang berarti menjelaskan keterkaitan antar fenomena berbasis satu disiplin ilmu, yaitu ilmu sosial dasar. IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN FANS FANATIK

Salah satu perilaku anomali KPop Fans adalah memiliki fanatisme yang terkadang berlebihan, walaupun tidak seluruh fans bersikap demikian. Mereka dipandang sebagai penyebab menguatnya perilaku kelompok yang tidak jarang dapat menimbulkan perilaku agresi [4]. Dari hasil observasi peneliti diketahui bahwa terdapat banyak hal yang mengindikasikan fanatisme KPop fans, diantaranya dalam penggunaan bahasa, percakapan sehari-hari, gaya berpenampilan, hingga dalam berbagai penyelengaraan event yang terkait dengan KPop.

III. METODOLOGI Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif berbentuk studi kasus. Pendekatan ini hanya menggambarkan, meringkas kondisi atau situasi [2]. Lokasi penelitian dilakukan di Yogyakarta, selama bulan November hingga Desember 2014. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan studi literatur. Data primer didapatkan dari hasil observasi yang di fokuskan pada berbagai posting yang dilakukan administrator website KPop Fans, komentar para fans di website serta grup KPop Fans, baik di facebook dan twitter. Selain itu, dilakukan pula wawancara mendalam baik secara langsung maupun

Dalam penelitian studi kasus website : www.asianfansclub.wordpress.com oleh Aulia Dwi Nastiti, 2010 dijelaskan bahwa interaksi sesama fans banyak ditemukan melalui penggunaan bahasa korea [9]. Misalnya ; “Saranghae” yang berarti “Aku cinta kamu”, “Oppa” yang berarti sebutan kakak laki-laki, “Figthing” merupakan istilah “Semangat “ yang sangat populer dikalangan remaja Korea Selatan, dan sebagainya. Hal ini dipahami lebih lanjut dengan melihat komentar fans seperti dalam gambar 2., para fans mengomentari fakta terkait postingan kebiasaan dan rahasia member salah satu boyband Korea, yaitu Super Junior.

menganggap idola mereka selayaknya pasangan mereka sendiri. Hasil wawancara dengan informan A (salah satu orang yang berkomentar) menghasilkan sebuah kesimpulan, bahwa apa yang dilakukan mereka merupakan hal biasa yang dilakukan antar fans untuk saling berinteraksi, selain itu hal ini juga dilakukan untuk menimbulkan kepuasan dalam berinteraksi. Sementara, kaitan isi komentar terhadap idola mereka yang juga sesama pria, dianggap sebagai suatu yang wajar yang dilakukan para fans.

Gambar 2. Sebagian Posting dan Komentar dalam Website asian fans club Sumber : Aulia Dwi Nastiti, 2010

Hasil observasi dalam penelitian ini terkait percakapan para KPop Fans juga menunjukan perilaku anomali akibat fanatisme berlebihan. Dalam percakapan fans ( subjek termasuk salah satu informan), memperlihatkan isu yang dibahas adalah hal tidak wajar. Kedua fans yang saling berinteraksi melalui media sosial (facebook) adalah pria, dan dalam hal ini mengidolakan salah satu personil boyband EXO yaitu Chanyeol. Percakapan yang penulis dapat perlihatkan ditampilkan dalam gambar 3. Dalam percakapan dapat dipahami bahwa kedua fans beragumen memperebutkan idola mereka (dalam hal ini Chanyeol, EXO). Mereka

Gambar 3. Sebagian Percakapan Facebook KPop Fans Sumber : Dokumentasi Penulis

Selain berinteraksi dengan sesama fans, kebanyakan mereka juga menduplikasi gaya

berpenampilan idola. Hasil wawancara dengan keempat informan membuktikan bahwa mereka mengikuti berbagai trend Korea, terutama seperti persis yang dikenakan idola mereka, misalnya terkait gaya rambut, gaya berpakaian, serta penggunaan berbagai aksesori. Hingga banyak diantara mereka yang harus membeli pakaian di toko online overseas ( luar negeri) dengan biaya yang tidak murah. Kaitannya dengan ilmu sosial dasar, permasalahan tersebut dapat dipandang melalui teori Interaksionis Simbolik oleh George Herbert. Para fans saling berkomunikasi atau berinteraksi melalui simbol-simbol, seperti ; bahasa korea, penggunaan subjek atau topik pembicaraan berkaitan dengan idola mereka, serta berpenampilan ala korea. Hal ini untuk menunjukan simbol sebagai seorang penggemar Kpop. Selain itu dapat dipahami sebagai alasan manusia bertindak berdasarkan makna atas simbol yang dijumpai, sebagaimana diasumsikan oleh Blumer dalam Asumsi Sederhana Interaksionis Simbolik [10]. Berkaitan dengan sikap fanatik, dalam hal ini dianggap sebagai konsekuensi atas kemajemukan sosial atau heterogenitas dunia, karena sikap fanatik tidak akan muncul jika tidak ada pertemuan dua kelompok sosial, yaitu fans dan idolanya. Fanatisme cenderung merusak persepsi individu, seperti; seorang fans fanatik boy band Korea, pasti akan merasa bahwa idolanya selalu benar, dan jika ada yang menyalahkan maupun mengkritik, pasti fans merasa tidak terima dan melakukan aksi menentang karena merasa idolanya dihina. Dilihat berdasarkan paradigma realitas sosial, perilaku fans fanatik (fanatisme) merupakan penekanan terhadap ego yang lebih kuat dari pada id dan super ego dalam diri seseorang seperti yang dijelaskan oleh Freud dalam teori yang mengkaji di tingkat individu. Ego merupakan diferensiasi naluri bawaan akibat kontak dengan dunia luar. Ego seseorang dipengaruhi oleh kontruksi lingkungan, pandangan orang lain (ikut-ikutan), dan sesuatu yang melatar belakangi kehidupan orang tersebut [10]. Awalnya, fans fanatik K-Pop muncul karena adanya lingkungan yang

mendukung akses informasi. Kemudian hal tersebut mendorong individu dapat melihat dan meniru apapun yang dilakukan idolanya, mulai dari bahasa, budaya, cara berpakain, dan sebagainya. Sementara, secara sosio-psikologis seseorang yang fanatik dianggap tidak mampu memahami apa-apa yang ada di luar dirinya, tidak paham terhadap masalah orang atau kelompok lain, serta tidak mengerti paham atau filsafat selain yang mereka yakini [11]. Sehingga, bagi mereka apa yang dilakukan adalah suatu hal yang wajar, kemudian hal ini memunculkan komunitas KPop Fans yang dapat diibaratkan sebagai suatu subkultur baru dalam masyarakat. SASAENG FANS

Sasaeng fans ditemukan di Korea Selatan, karena fans di sanalah yang memiliki akses untuk mengikuti berbagai aktivitas idolanya dengan leluasa. Menurut data OneKPop, Sasaeng fans didominasi perempuan berusia 13-22 tahun dan memiliki tujuan hidup untuk memastikan mereka diakui oleh para idola dengan cara apapun. Kebanyakan sasaeng fans diketahui melakukan tindakan ekstrim dengan menguntit dan melanggar hak privasi idola mereka serta tindakan lain yang tidak masuk akal. Setelah mereka melakukan tindakan, mereka akan mempostingnya di internet dan membuat sasaeng fans lain iri. Pemberitaan oleh OneKPop, menyebutkan bahwa sasaeng fans akan mencuri jika mereka kekurangan uang untuk membayar transportasi, sehingga mereka dapat mengikuti kegiatan idolanya kemanapun. Selain itu mereka juga senang mencuri barangbarang yang dimiliki oleh idolanya. Bahkan yang terparah adalah melakukan tindakan kriminal terhadap idolanya atau menyakiti dirinya sendiri. Perilaku sasaeng fans berawal dari rasa suka terhadap sang idola dan berakhir dengan rasa kepemilikan yang kuat, apa yang mereka lakukan hanya untuk membuat dirinya sendiri merasa puas tanpa memikirkan kerugian yang diterima oleh sang idola akibat perilakunya. Sebenarnya kerugian bukan hanya diterima oleh sang idola, seorang sasaeng fans juga

mengalami kerugian waktu karena harus mengikuti idolanya sampai melupakan kewajibannya untuk sekolah atau bekerja dan membuat mereka merugi secara finansial karena harus mengikuti apa yang dilakukan idolanya. Dalam penelitian ini telah diobservasi beberapa perilaku sasaeng fans melalui media sosial dan website terkait, termasuk grup sasaeng fans. Melalui website OneKPop ditemukan banyak perilaku sasaeng, diantaranya; perilaku sasaeng fans yang berdemo menolak pernikahan idolanya ( Sungmin- Member Super Junior), selain itu ada fans yang diketahui melalui CCTV sedang merekam Tao (Member EXO) saat mandi di hotel. Terdapat pula sasaeng yang rela menulis surat disertai tetesan darahnya sendiri, surat tersebut dikirim ke G-Dragon (Member Bigbang). Sebelum mengirim, sang fans juga memposting surat tersebut terlebih dahulu melalui akun media sosialnya, seperti yang terdapat dalam gambar 4. Tidak kalah serius, dari observasi seperti dalam gambar 5., diketahui bahwa salah satu sasaeng fans berhasil mengambil underwear salah satu member EXO, yaitu Do Kyungsoo. Dalam tulisan di akunnya, sang fans menjual barang tersebut dengan harga 10 USD, serta berniat mengambil celana dalam member lainnya.

Gambar 4. Sasaeng Fans yang Menulis Surat Berdarah Sumber : www.OneKPop.com (Diakses Rabu, 26 November 2014 pukul 19:35 WIB).

Gambar 5. Sasaeng Fans yang Memposting Foto Barang Curiannya Sumber : Dokumentasi Penulis

Berdasarkan analisis ilmu sosial dasar, maka perilaku sasaeng fans yang berusaha menunjukan kehebatannya melalui simbol foto yang diunggah ke internet merupakan perwujudan Interaksionis Simbolis antar sasaeng fans. Dalam hal ini, sasaeng yang mengambil barang dari sang idola, untuk dipamerkan juga dapat diartikan sebagai tindakan rasionalitas menurut sasaeng itu sendiri, dimana tindakan tersebut selalu dipenuhi dengan kepentingan-kepentingan berkaitan dengan peningkatan citra satu sasaeng dimata sasaeng lainnya. Selanjutnya, proses integrasi antara saseng fans dengan idolanya diawali konflik akibat perbedaan pandangan, hal ini sesuai dengan pemaparan teori konflik oleh Mark. Bahkan kebanyakan idola memilih untuk tidak menjumpai para sasaeng, sebagian diantaranya harus dibawa ke psikiater guna menyembuhkan sindrom ketakutan akibat selalu diikuti sasaeng fans. Perbedaan pemahaman, antara kedua pihak membuat proses interaksi dibarengi dengan serangkaian konflik.

PAIRING MEMBER

Pairing member merupakan kebiasaan fans di Korea menjodohkan idolanya dengan idola lain. Perilaku pairing kebanyakan dilakukan antar member laki-laki. Pairing member laki-laki dan wanita dilakukan hanya dibeberapa kasus saja. Para fans (wanita) dalam hal ini lebih rela jika idolanya (laki-laki) dijodohkan dengan sesama laki-laki ketimbang wanita. Dalam penelitian ini, melalui wawancara dengan informan B,C, dan D yang kesemuanya adalah wanita, maka diketahui beberapa alasan mengapa mereka menyukai perilaku pairing member, diantaranya ;  Pairing member dianggap sebagai FANS SERVICES, yang harus didapatkan oleh para fans dari setiap idola. Maka hal ini pula yang menyebakan para artis Korea dengan percaya diri melakukan berbagai hal romantis, seperti berpelukan bahkan berciuman di berbagai acara televisi Korea dan saat melakukan perform di panggung.  Bagi informan B dan C, pairing member merupakan hal wajar dan mereka sangat setuju jika pairing dilakukan sesama jenis. Mereka menganggap para boyband selayaknya suami mereka.  Bagi informan D, pairing member hanya dinikmatinya sebagai hiburan. Informan tidak menganggap serius hal yang dilakukan oleh idolanya, namun sebagian besar teman sesama KPop fans, menganggap itu sangat menyenangkan. Dari wawancara dengan ketiga informan diketahui pula bahwa pairing memiliki sistem tersendiri. Tiap member dalam satu grup memiliki pasangan masing-masing, misalnya ; Kyumin Couple (Kyuhyun dan Sungmin) dalam Superjunior, Jungjin (Jungkook dan Sungjin) Couple dalam BTS, Leobin (Leo dan Hongbin) dalam VIXX dan lain sebagainya. Dari observasi terhadap acara reality show korea di youtube, dapat dilihat fenomena pairing member juga dilakukan dalam berbagai hal, misalnya ; dalam siaran TV atau radio, dalam game ( pepero stick dan card kissing game), hingga saat di panggung. Fenomena tersebut salah satunya dapat dilihat dalam gambar 6.

Gambar 6. Adegan pairing member Jungjin Couple dalam reality show Sumber : www.OneKPop.com (Diakses Rabu, 26 November 2014 pukul 19:30 WIB).

Berdasarkan analisis Ilmu Sosial Dasar, diketahui bahwa para fans memiliki paradigma tersendiri dalam menanggapi suatu kebiasaan. Perilaku individu yang cenderung menyukai pairing terutama yang sesama jenis mengarah pada dukungan mereka atas perilaku homoseksual di kalangan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung yang secara sistem menyimpang dari norma kolektif. Fenomena ini semakin booming di Korea Selatan, hal ini mendukung studi berjudul “South Korea Opinion : Justifable Homosexuality.”, didalamnya dipaparkan perbedaan proporsi kesetujuan masyarakat terhadap perilaku homoseksual dari tahun 1981 hingga 2014. Hasil menunjukan ada penurunan penolakan terhadap homoseksual dan ada anggapan bahwa masyarakat Korea semakin toleran terhadap hal tersebut [12]. Hasil studi tersebut dapat dilihat dalam gambar 7.

Gambar 7. Grafik Justifikasi Homoseksual Dalam Opini Masyarakat Korea Selatan Sumber : Petter Fairfax, 2014

FANS FICTION

Dalam kasus fansfiction, kebanyakan penulis membuat pasangan sesama jenis. Karena, untuk fans K-pop sendiri ada paham bahwa idol adalah milik para fans sehingga para fans tidak akan rela jika idol dipasangkan dengan lawan jenis. Tindakan yang dilakukan para Kpop fans dalam menulis fansfiction seringkali untuk memenuhi kesenangan individu karena fans dapat membuat idol menjadi apapun dalam tulisan mereka [8]. Fansfiction biasanya ditulis dan diunggah dalam suatu forum yang dibuat oleh sesama penggemar. Beberapa fansfiction bahkan sudah dibukukan. Melalui observasi media sosial dalam penelitian ini diketahui bahwa selain untuk memenuhi kesenangan, fansfiction dilakukan pula untuk kebutuhan akan penghargaan melalui komentar fans lain terhadap tulisan pembuat fansfiction. Lalu, kebutuhan untuk mencari identitas serta kebutuhan akan pemenuhan diri para fans. Penelitian oleh Putri Selvia, 2013 membuktikan bahwa sebagian besar individu yang terlibat dalam fansfiction adalah remaja dan wanita. Dari delapan informan yang di wawancarai dalam penelitian tersebut, tujuh diantaranya mengetahui fansfiction dari teman, satu diantaranya dari sang kakak. Beberapa fansfiction tidak hanya sebatas kisah antara dua tokoh sesama jenis, namun tidak jarang juga terdapat unsur seks, cerita semacam ini dikenal sebagai korean idol rated fanfiction. Setelah membaca korean idol rated fanfiction, dari penelitian tersebut diketahui para pembacanya mengaku mendapat pengetahuan mengenai seksualitas dan juga reproduksi ( lima informan). Ada pula pembaca yang mengaku mendapat kepuasan seksual (tiga informan). Hal tersebut merupakan tindakan yang dapat membawa emosi baik pada pembaca maupun penulis [13]. Sementara dari wawancara dalam penelitian ini, didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penelitian lain. Empat informan mengaku sering membaca fansfiction. Informan A ( pria) dan C (wanita) merupakan pembuat fansfiction bergenre sesama jenis. Keempat

informan menyatakan bahwa dengan membaca fansfiction pengetahuan seksualitas mereka bertambah, bahkan ada yang membuat mereka berfantasi terhadap sang idola saat membacanya. Hasil observasi terhadap website fansfiction juga membuktikan bahwa sebagian genre bertemakan seksualitas. Hal ini dapat dilihat dari teks yang digunakan, alur cerita, serta judul seperti dalam gambar 8.

Gambar 8. Teks berisi tema seksualitas dalam bacaan fansfiction Sumber : www.KPopFanfic.wordpress.com (Diakses Rabu, 26 November 2014 pukul 19:25 WIB).

Dari wawancara juga diketahui supaya menarik pembaca dan menambah banyak “like” dalam fanspagenya maka diperlukan desain cover yang bagus untuk tiap fansfiction. Cover mencakup judul dan gambar tokoh, sehingga dapat menimbulkan lebih banyak imajinasi dan bayangan terhadap cerita, seperti dalam gambar 9. Keempat informan juga menjelaskan bahwa mereka mengetahui fansfiction dari teman sesama fans. Dalam analisis ilmu sosial dasar, tindakan fans membaca fansfiction dapat dipahami melalui Teori Tindakan oleh Weber [14]. Dalam hal ini, tindakan fans dibagi menjadi dua tipe, yaitu ;  Tindakan rasionalitas nilai, dimana dalam tindakan ini pembaca selalu menyandarkan

tindakannya yang rasional pada suatu keyakinan terhadap suatu nilai tertentu (ada alasan rasional dibalik setiap tindakan).  Tindakan rasional instrumental, dimana dalam tindakan ini pembaca tidak hanya sekedar menilai cara yang baik untuk mencapai tujuannya tapi juga menentukan nilai dan tujuan sendiri. Dalam kaitannya dengan alasan fans tersebut membaca korean idol rated fanfiction disaat usia mereka belum mencukupi untuk membaca bacaan untuk orang dewasa, mereka memiliki alasan yang bervariasi mengenai hal tersebut. Sementara, peran teman dalam introduksi fansfiction kepada para informan dapat dijelaskan sebagai proses sosialisasi antar individu dengan segala daya imitasi dan identitasnya [10]. Hal ini pula yang akan menentukan pribadi seseorang fans dengan berbagai tindakan serta perilakunya. Tindakan sosialisasi berbagai hal berkaitan dengan reproduksi ( sekdsalitas), menjadikan fansfiction dapat dianggap sebagai agen tersendiri dalam menyelenggarakan fungsi reproduksi, layaknya keluarga terkait pengetahuan seksualitas. Namun, hal ini perlu seleksi lebih lanjut dan internalisasi lebih dalam oleh tiap individu ( pembacanya).

Gambar 9. Variasi cover fansfiction dengan berbagai macam genre Sumber : www.KPopFanfic.wordpress.com (Diakses Rabu, 26 November 2014 pukul 19:45 WIB).

V. KESIMPULAN Budaya K-pop mampu membentuk sebuah dunia baru , sebuah komunitas baru layaknya masyarakat yang dalam hal ini dianggap sebagai subkultur yang menghasilkan nilai-nilai baru serta melahirkan trend baru yang diikuti oleh banyak orang. Dalam suatu komunitas maka berlaku nilai-nilai dan orientasi nilai yang

bersifat kolektif, sehingga berbagai anomali perilaku seperti ; fans fanatik, sasaeng fans, pairing member, dan fansfiction merupakan bagian dari komunitas yang sudah dianggap sebagai perilaku dan nilai yang wajar. Hal tersebut juga dilakukan sebagai upaya saling berinteraksi dan bersosialisasi antar fans, dalam rangka internalisasi fans ke dalam suatu komunitas baru. REFERENSI

[1] Puspitasari, Wulan dan Yosafat Hermawan. (2013). The Lifestyle Of The K-Pop Lovers (Korean Culture) In Expressing Their Life Case Study Of The K-Pop Lovers In Surakarta. Surakarta, Indonesia : FKIP UNS. Halaman 2-3. [2] Ayu, Sella Pertiwi. (2013). Konformitas dan Fanatisme Pada Remaja Korean Wave (Penelitian pada Komunitas Super Junior Fans Club ELF “Ever Lasting Friend”) di Samarinda. Samarinda, Indonesia : UNMUL. Dalam eJournal Psikologi, Volume 1, Nomor 2, 2013: 157-166. [3] Cheonsa, Choi. 2011. Hallyu: Korean Wave. Klaten, Indonesia : Cable Book, Halaman 9-11. [4] Chung, E., Beverland, M.B., Farrelly. F., dan et al. (2008). Exploring Consumer Fanaticism: Extraordinary Devotion in The Consumption Context. California, USA : California University. Dalam Journal of Advances in Consumer Research. 35 (4), pp 333-340. [5] Sears, David. O., Freedman, Jonathan, L., dan Peplau, L. A. (1985). Psikologi Sosial Jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Halaman 35-36. [6] Wijayanti, Ardiani. A. (2012). Hallyu: Youngstres Fanaticism of Korean Pop Culture (Study of Hallyu Fans Yogyakarta City. Yogyakarta, Indonesia : UNY. Dalam Journal of Sociology. 3 (3), pp 1-24. [7] Hasby, Fadhilah. (2013). Fanbase Boyband Korea : Identifikasi Aktivitas Penggemar Indonesia. Jakarta, Indonesia : UI. Dalam Journal and Prosiding The 5th International Conference on Indonesian Studies : Ethnicity and Globalization, pp 161-163.

[8] Selvia, Putri. (2012). Korean Idol Rated Fanfiction (Studi Deskriptif tentang Kecenderungan Tindakan Sosial Remaja Usia Sekolah Menengah Atas Pembaca Korean Idol Rated Fanfiction di Surabaya dalam hal Perilaku Seksualnya). (skripsi). Surabaya, Indonesia : UNAIR. Halaman 3 - 5 dan 10-12. [9] Dwi, Aulia Nastiti. (2010). Analisis Interaksi Sosial Fans KPop Berbasis Web, (skripsi). Jakarta, Indonesia : UI. Halaman 4-5. [10] Munandar, M. Soelaeman. (1989). Ilmu Sosial Dasar - Teori dan Konsep Ilmu Sosial. Bandung, Indonesia : Refika Aditama. Halaman 19-20, 27-28 dan 111112. [11] Rakhmat, Jalaludin. (2005). Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosda Karya. Halaman 23. [12] Fairfax, Petter. (2014). “South Korea Opinion : Justifable Homosexuality.”. Seoul, Korea Selatan : KJournalisme Press, pp. 8-10. [13] Nursanti, Meivita Ika. (2013). Analisis Deskriptif Penggemar K-pop sebagi Audiens Media dalam Mengonsumsi dan Memaknai Teks Budaya, (skripsi) Semarang, Indonesia : UNDIP. Halaman 13-16. [14] Ulfianti, S. (2012). Fanatisme Remaja Indonesia, Surabaya, Indonesia, dalam Korean Wave. Jurnal Korean Wave. 1(1), pp 1-4.

Lihat lebih banyak...

Comentários

Copyright © 2017 DADOSPDF Inc.