ETIKA BISNIS TERHADAP CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY(CSR) PADA PT. FREEPORT INDONESIA

October 8, 2017 | Autor: Andika Sya'ban | Categoria: Ethics, Freeport, Corporate Social Responsibility (CSR)
Share Embed


Descrição do Produto

ETIKA BISNIS TERHADAP CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY(CSR) PADA PT. FREEPORT INDONESIA

PT.FREEPORT Indonesia (PTFI) adalah sebuah perusahaan pertambangan yang
mayoritas sahamnya dimiliki Freeport Mc MoRan Copper & Gold Inc. PT.
Freeport Indonesia merupakan penghasil terbesar konstrat tembaga dari bijih
mineral yang juga mengandung emas dalam jumlah yang berarti.
Awal berdirinya PT.FREEPORT Indonesia (PTFI) bermula saat seorang
manajer eksplorasi Freeport Minerals Company: Forbes Wilson, melakukan
ekspedisi pada tahun 1960 ke Papua setelah membaca sebuah laporan tentang
ditemukannya Ertsberg (Gunung Bijih), sebuah cadangan mineral, oleh seorang
geolog Belanda; Jean Jacques Dozy, pada tahun 1936. setelah ditandanganinya
kontrak karya pertama dengan Pemerintah Indonesia bulan April 1967,
Konstruksi skala besar dimulai bulan Mei 1972. Setelah para geolog
menemukan cadangan kelas duni Grasberg pada tahun 1988, operasi PTFI
menjadi salah satu proyek tambang tembaga/emas terbesar di dunia. Di akhir
tahun 1991, Kontrak Karya kedua ditandangani dan PTFI diberikan hak oleh
Pemerintah Indonesia untuk meneruskan operasinya selama 30 tahun
PTFI merupakan salah salah satu pembayar pajak terbesar bagi Negara
Indonesia. Sejak tahun 1992 sampai 2005, manfaat langsung dari operasi
perusahaan terhadap Indonesia dalam bentuk dividen, royalti dan pajak
mencapai sekitar 3,9 milliar dolar AS. Selain itu PTFI juga telah
memberikan manfaat tidak langsung dalam bentuk upah, gaji dan tunjangan,
reinvestasi dalam neger, pembelian barna gdan jasa, serta pembangunan
daerah dan donasi. Dalam tahun 2005 PTFI telah menghasilkan dan menjual
konsentrat yang mengandung 1,7 miliar pon tembaga gan 3,4 juta ons emas.
PTFI (PT.FREEPORT) Company memiliki visi untuk menjadi tambang terbaik di
dunia yang berlokasi di ketinggian dan lingkungan bercurah hujan tinggi.
Kepemilikan sahamnya adalah Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc (AS) sebesar
81,28%, Pemerintah Indonesia sebesar 9,36% dan PT. Indocoppor Investama
sebesar 9,36%.

Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR)
PT.FREEPORT memiliki komitmen untuk mengelola dan meminimalisasi dampak
dari kegiatan operasionalnya terhadap lingkungan dan untuk mereklamasi
serta menghijaukan kembali lahan yang terkena dampak. Melalui kebijakan
lingkungan, PT.FREEPORT berkomitmen untuk melaksanakan pengelolaan dan
praktik-prkatik lingkungan yang baik, menyediakan sumber daya yang cukup
layak guna memenuhi tanggung jawab tersebut dan melakukan perbaikan
berkesinambungan terhadap kinerja lingkungan pada setiap lokasi kegiatan.
PT.FREEPORT juga memiliki komitmen kuat untuk mendukung penelitian ilmilah
guna memahami lingkungan di sekitar tempat PT.FREEPORT beroperasi, serta
melakukan pemantauan yang komprehensif untuk menentukan efektivitasdari
praktik-praktik pengelolaan.
Selain itu, PT.FREEPORT juga bekerja dengan instansi pemerintah,
masyarakat setempat, maupun lembaga swadaya masyarakt yang bertanggung
jawab, untuk meningkatkan kinerja lingkungan. Dalam hal ini PT.FREEPORT
menganut prinsip-prinsip kerangka kerja pembangunan berkelanjutan dari
dewan internasional tentang pertambangan dan logam Sustainable Development
Framework of the international Council ini Mining and Metals (ICMM), dimana
PT.FREEPORT termasuk anggotanya:
1. Pelaksanaan Audit Lingkungan
Audit lingkungan yang dilakukan PT.FREEPORT menghasilkan informasi bagi
para manajer tentang kinerja lingkungan saat ini serta membantu
mengindentifikasi peluang-peluanga perbaikan.
2. Program Pengelolaan Trailing
Pengendapan Dimodifikasi), yaitu sebuah sistem yang direkayasa dan
dikelola bagi pengendapan dan pengendalian tailing. Pengambilan sampel
secara luas terhadap mutu air dalam pengelolaan tailingmenunjukkan bahwa
air pada sungai yang mengangkut tailing dari pabrik pengolahan
PT.FREEPORT di daerah dataran tinggi menuju daerah pengendapatnd I
dataran rendah telah memenuhi baku mutu air bersih untuk logam terlarut
sesuai peraturan Pemerintah Indonesia maupun USEPA (Lembaga Perlindungan
Lingkungan AS).
3. Reklamasi dan Penhijauan kembali
a) Daerah dataran tinggi
Para ilmuwan internasional dan staff PT.FREEPORT telah mengkaji
ekologi dari ekosistem alpin di wilayah kerja PT.FREEPORT, serta
mengembangkan cara-cara handal untuk menghasilkan bibit jenis tanaman
asli. Kajian-kajian yang pernah dilakukan hingga saat ini mencakup
etnobotani, keanekaragaman hayati pada ekosistem su-alpin dan alpin,
pemanfaatan jenis-jenis asli tanaman lumut dan bakteri untuk strategi
reklamasi perintis dan budi daya jaringan untuk pengembangan jenis
tanaman alpin asli.hingga akhir 2005, lebih dari 10 hektar tanah
terganggu pada tambang di daerah dataran tinggi yang berhasil dihijaujan
kembali dalam rangka memenuhi komitmen PT.FREEPORT kepada pemerintah
Indonesia.
b) Daerah dataran rendah
Tujuan dari program reklamasi dan penghijauan kembali PT.FREEPORT di
daerah dataran rendah adalah untuk mengubah endapan tailing pada daerah
pengendapan menjadi lahan pertanian atau dimanfaatkan sebagai lahan
produktif lainnya, atau menumbuhkannya kembali dengan tanaman asli
setelah kegiatan tambang berakhir.
4. Pengelolaan Overburden dan air asam tambang
PT.FREEPORT menangani overburden melalui sebuah rencana
pengelolaanoverburden komprehensif yang telah disetujui oleh Pemerintah
Indonesia.PT.FREEPORT melakukan pengelolaan dan pemantauan terhadap air
asam tambang yang dihasilkan oleh kegiatannya. Sesuai rencan pengelolaan
overburden yang telah disetujui oleh pemerintah, PT.FREEPORT menempatkan
overburden pada daerah-daerah terkelola di sekitar tambang terbuka
Grasberg.
5. Pengelolaan dan daur ulang limbah
Program-program pengelolaan lingkungan PT.FREEPORT mencakup seluruh
aspek kegiatannya bukan saja yang berhubungan dengan pertambangan. Program-
program minimilasasi limbah yang dilaksanakan mencakup pengurangan dan
penukaran dengan produk-produk ramah lingkungan. Bahan yang dapat
didaur ulang seperti aluminium, besi tua, dan baterai bekas didaur ulang
sesuai ketentuan pemerintah Indonesia. Mutu limbah cair dari seluruh
instalasi pengolahan limbah cair dipantau secara berkala untuk parameter
pH (kadar alkali), BOD (Biological Oxygen Demand), TSS (Total Suspended
Solids/total padatan tersuspensi) serta minyak dan lemak sesuai baku
mutu.
6. Dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh
PT.FREEPORT, USAID dan keuskupan Timika maka didapatkan sebuah model
yang akan mengembangkan nelayan kepada kehidupan yang maju. Kendala
nelayan terberat adalah jika tidak ada pabrik es, tempat pelelangan ikan
yang memadai termasuk pelabuhan perikanan, sarana penyediaan bahan bakar
minyak (BBM) dan cold storage. Bersama vibizconsulting dibangun sebuah
model CSR yang belum pernah diterapkan sebelumnya. Nelayan akan mampu
bersaing karena pengembangan sumberdaya manusia menjadi titiktolak
berdirinya masyrakat nelayan yang tangguh. (www.vibislearning.com)

Kontroversi terhadap penerapan CSR PT Freeport
Berdasarkan aktivitas CSR yang dilakukan perusahaan, sebetulnya sudah
ada usaha perusahaan untuk memperhatikan stakeholdernya namun masih
terdengar beberapa peristiwa yang terkait dengan pertentangan masyarakat
dengan perusahaan. Seperti tanggal 21 Februari 2006 terjadi pengusiran
terhadap penduduk setempat yang melakukan pendulangan emas dari sisa-sisa
limbah produksi PT.FREEPORT di Kali Kabur Wanamon. Pengusiran dilakukan
oleh aparat gabungan kepolisian dan satpam PT.FREEPORT. Akibat pengusiran
ini terjadi bentrokan dan penembakan. Penduduk sekitar yang mengetahui
kejadian itu kemudian menduduki dan menutup jalan utama PT.FREEPORT di
RidgeCamp, di Mile 72-74, selama beberapa hari, yang merupakan jalan utama
(akses satu-satunya) ke lokasi pengolahan dan penambangan Grasberg. Setelah
itu banyak demo-demo dilakukan oleh masyarakat Papua untuk menutup
Freeport.
Berdasarkan aktivitas CSR yang dilakukan perusahaan, sebetulnya sudah
ada usaha perusahaan untuk memperhatikan stakeholdernya namun masih
terdengar beberapa peristiwa yang terkait dengan pertentangan masyarakat
dengan perusahaan. Seperti tanggal 21 Februari 2006 terjadi pengusiran
terhadap penduduk setempat yang melakukan pendulangan emas dari sisa-sisa
limbah produksi PT.FREEPORT di Kali Kabur Wanamon. Pengusiran dilakukan
oleh aparat gabungan kepolisian dan satpam PT.FREEPORT. Akibat pengusiran
ini terjadi bentrokan dan penembakan. Penduduk sekitar yang mengetahui
kejadian itu kemudian menduduki dan menutup jalan utama PT.FREEPORT di
Ridge
Pada 17 Maret 2006, tiga warga Abepura, Papua, terluka akibat terkena
peluru pantulan setelah beberapa anggota brimob menembakkan senjatan ke
udara di depan Kodim Abupura, beberapa wartawan televisi yang meliput
dianiaya dan dirusak alat kerjanya oleh brimob. Tanggal 22 Maret 2006,
lereng gunung di kawasan pertambangan terbuka PT.FREEPORT Indonesia di
Grasberg, longsor dan menimbun sejumlah pekerja 3 orang meninggal dan
puluhan lainnya cedera. Pada 23 Maret 2006 Kementrian Lingkungan Hidup
mempublikasikan temuan pemantauan dan penataan kualitas lingkungan di
wilayah penambangan PT.FREEPORT Indonesia. Hasilnya Freeport dinilai tak
memenuhi batas air limbah dan telah mencemarkan air laut dan biota laut.
Tanggal 18 April 2007 sekitar 9.000 karyawan Freeport mogok kerja untuk
menuntut perbaikan kesejahteraan. Perundingan akhirnya diselesaikan paa 21
April setelah tercapai kesepakatan yang termasuk mengenai keniaikan gaji
terendah.
Paparan diatas menunjukkan bahwa aktivitas CSR yang dilakukan oleh
perusahaan belum sepenuhnya mengena pada sasaran. Artinya perusahaan belum
benar-benar memperhatikan kepentingan stakeholder seperti masyarakat Papua,
belum memperhatikan keseimbangan lingkungan sekitarnya, dan terkesan hanya
menjadikan pelaksanaan CSR untuk kepentingan kegiatan perusahaan, terutama
dalam menarik simpati pemerintah dan PBB. Dan dari uraian tersebut dapat
diindikasikan bahwa perusahaan hanya menyenangkansharehold er dengan
meningkatkan laba perusahaan dari tahun ke tahun.
Disisi lain pemerintah kurang menjalankan pengawasan terhadap
PT.FREEPORT dengan baik, sehingga fungsi kontrol dari pemerintahan menjadi
kurang berfungsi. Salah satu penyebabnya adalah masih adanya kolosi yang
dilakukan dengan pejabat dan instansi keamanan. Disamping itu kepemilikan
saham oleh pemerintah Indonesia yang sangat kecil yaitu sebesar 9,36%
menjadikan pemerintah tidak memegang kendali dalam pembuatan keputusan
perusahaan.
Akibat dari tidak adanya kendali dari pemerintah menjadikan masyarakat
sekitarnya tidak dapat menikmati kekayaan alam yang seharusnya dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarat diwilayah tersebut. Selain itu
perusahaan juga terkesan tidak benar-benar memperbaiki lingkungan tambang
untuk ditanami sesuai dengan kemauan pemerintah.
Menghadapi hal tersebut, maka penggunaan regulator bagi pelaksanaan CSR
disuatu perusahaan harus ditingkatkan, sebagai upaya menjaga keseimbangan
kepentingan antara sharholder dengan stakeholder. Walaupun pemerintah telah
mengupayakan beberapa undang-undang untuk pelaksanaan pertambangan dan
lingkungan hidup.
Lihat lebih banyak...

Comentários

Copyright © 2017 DADOSPDF Inc.