gana reses pilkada

July 14, 2017 | Autor: Sony Philosophy | Categoria: Wikipedia Studies
Share Embed


Descrição do Produto

Haruskah Frekuensi dan Dana Reses Ditambah?
POLITIK
19 Mei, 2015 - 11:43
JAKARTA, (PRLM).- Masa reses ketiga untuk para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (25 April - 17 Mei 2015), telah berakhir. Pada Senin (18/5/2015), mereka menjalani masa sidang keempat yang nantinya akan diakhiri pula dengan masa reses.
Masa reses yakni masa bagi anggota DPR turun ke daerah pemilihannya guna menyerap aspirasi konstituen atau pemilih untuk kemudian ditindaklanjuti saat masa sidang berikutnya.
Berbeda dengan periode sebelumnya, pengaturan reses untuk DPR periode 2014-2019 lebih istimewa. Pertama, dalam setahun, frekuensi masa reses kali ini lebih banyak yakni sampai 5 kali. Masa reses DPR periode sebelumnya adalah 4 kali.
Kedua, dana reses pun ditambah sampai Rp 70 juta per anggota dewan, menjadi Rp 220 juta. Tambahan itu diberlakukan sejak masa reses ketiga. Pada masa reses pertama dan kedua, anggota dewan masih menerima Rp 150 juta per orang.
Sebenarnya haruskah frekuensi dan dana reses ditambah?
Alasan yang sering dilontarkan adalah daya jangkau daerah pemilihan mereka rendah. Untuk itu, butuh biaya lebih tinggi sekaligus waktu yang lebih lama untuk menjangkaunya.
Itu juga yang menjadi alasan kuat Badan Urusan Rumah Tangga, yakni alat kelengkapan dewan yang menetapkan kebijakan kerumahtanggaan DPR, menambah frekuensi dan uang reses.
Anggota BURT, Irma Suryani Chaniago, mengatakan dengan dapil Sumatera Selatan, dia harus menyambangi 10 kabupaten dengan jarak darat minimal 2 jam perjalanan.
Dengan Rp 150 juta untuk 10 titik kunjungan, Anggota Fraksi Nasdem itu tidak bisa menjangkau semua kabupaten di dapilnya. "Paling hanya 2-3 kabupaten. Sementara dengan uang reses Rp 220 juta untuk 15 titik, bisa 5-10 kabupaten yang saya datangi," kata dia kepada "PR" belum lama ini.
Penambahan dana reses itu pun, lanjut dia, telah disetujui Presiden Joko Widodo dalam APBN Perubahan 2015 .
Alasan itu bisa jadi ada benarnya. Namun, anggota DPR lainnya, mengungkap hal yang menjadi pokok alasan ditambahnya frekuensi dan dana reses.
Tak lain karena hilangnya sumber pendapatan terbesar DPR dalam pembahasan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara.
Hilangnya sumber pendapatan DPR terjadi setelah dipretelinya kewenangan besar DPR dalam hal anggaran. Dugaan kuat praktik mafia anggaran di DPR mendorong sejumlah elemen masyarakat melakukan uji materi terhadap sejumlah pasal UU No. 27/2009 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD serta UU 17/2003 tentang keuangan negara.
Mahkamah Konstitusi membatasi DPR membahas APBN hingga ke tingkat satuan tiga sejak Mei 2014. Satuan tiga adalah dokumen anggaran yang memuat deskripsi program dan rincian alokasi pagu anggaran per program.
Kewenangan badan anggaran DPR membahas kegiatan dan jenis belanja masing-masing kementerian/lembaga pemerintah dinilai melampaui kewenangan. Hal itu adalah kewenangan Presiden. Badan Anggaran DPR hanya diberikan kewenangan membahas dan menyetujui RAPBN menjadi UU APBN bersama pemerintah.
"Hilang sudah sumber pendapatan terbesar dewan," kata dia yang mewanti-wanti namanya disebutkan. Untuk itu, DPR mulai memanfaatkan celah-celah pendapatan lain termasuk uang reses.
Dia mengatakan sebenarnya dengan uang reses Rp 150 juta, anggota dewan masih banyak diuntungkan. Pengeluaran untuk reses biasanya rata-rata Rp 70 juta, kurang dari separuh alokasi uang reses.
Jadi sebenarnya dalam 5 kali masa sidang per tahun, anggota dewan bisa mengantongi hingga Rp 400 juta. Selama 1 periode atau 5 tahun, berarti sekitar Rp 2 miliar mereka kantongi.
Masih tersisanya uang reses ini sebenarnya juga diakui oleh anggota dewan lainnya. Namun, mereka tak mau terbuka mengenai nominalnya. (Amaliya/A-147)***


Lihat lebih banyak...

Comentários

Copyright © 2017 DADOSPDF Inc.