Litosfer

July 22, 2017 | Autor: P. Andriyani, S.Pd. | Categoria: Physics, Theoretical Physics, Physics Education
Share Embed


Descrição do Produto

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Bumi merupakan tempat manusia hidup dan melakukan berbagai aktivitas
kehidupan. Bumi memberikan berbagai fasilitas alami untuk menunjang segala
keaktivitas manusia. Namun bagaimanakah bumi kita terbentuk? Pernahkan kita
berpikir seperti itu? Apa sajakah yang menyusun bumi kita? dan bagaimanakah
strukturnya?
Bumi kita tersusun dari bagian-bagian yang disebut litosfer, hidrosfer,
dan astenosfer. Namun, dalam pembahasan akan dibahas mengenai struktur bumi
khususnya tentang litosfer dan tenaga pembentuknya. Makhluk hidup di planet
bumi tinggal pada lapisan bumi yang keras dan kaku yang disebut kulit bumi
atau litosfer. Litosfer ini terletak paling atas atau paling luar dari
bagian bumi, sehingga sering disebut dengan kerak bumi Meskipun kita tidak
merasakan gerakan dari kerak bumi, tetapi kerak bumi memiliki sifat
dinamis. Litosfer bukan merupakan suatu lapisan yang kompak, terutama kerak
bumi, tetapi terpecah-pecah menjadi beberapa lempeng.
Lempeng-lempeng ini dapat hanyut di atas astenosfer, yang merupakan
lapisan paling luar dari mantel bumi. Lempeng berada dalam keadaan bergerak
kontinu, baik relatif terhadap yang lain maupun terhadap sumbu rotasi bumi.
Aktivitas gempa, vulkanik, dan barisan gunung berada di sekitar tepi
lempeng dan berkaitan dengan gerakan berbeda antara lempeng-lempeng yang
berdekatan
2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, di dapatkan rumusan masalah antara
lain:
1. Bagaimanakah struktur dari bumi?
2. Apa saja proses di dalam litosfer?
3. Apa itu lantai samudra?
4. Bagaimana geografis Gempa bumi?
5. Bagaimana teori tektonik lempeng?


2.3 Tujuan
1. Untuk menjelaskan struktur bumi?
2. Untuk mengetahui proses di dalam litosfer?
3. Untuk mengetahui lantai samudra?
4. Untuk menjelaskan geografis Gempa bumi?
5. Untuk menjelaskan teori tektonik lempeng?
2.4 Manfaat
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini, adalah
sebagai berikut:
1. Memberikan pengetahuan mengenai Litosfer bagi mahasiswa 6/C Jurusan
Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha.
2. Menambah modul pembelajaran mengenai litosfer.
3. Memberikan tambahan wawasan mengenai litosfer.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Struktur Bumi
Seperti yang kita ketahui dalam susunan atau struktur tata surya
dimana bumi merupakan salah satu dari planet tata surya yang bersama dengan
planet lainnya bergerak mengitari matahari. Pengaruh terbesar untuk
kehidupan makhluk hidup diatas permukaan bumi ini berasal dari matahari
dan bulan. Pengaruh tersebut disebabkan oleh revolusi bumi mengitari
matahari dan kenyataan bahwa bumi menerima panas dari matahari. Fenomena
lainnya yang terdapat ialah adanya pasang surut samudera yang disebabkan
oleh adanya kombinasi daya tarik matahari dan bulan terhadap bumi. Dengan
demikian untuk mendapat suatu pemahaman yang utuh, maka kita perlu
mempelajari bumi, samudera dan atmosfer sebagai suatu system yang terpadu.
Berbagai pengalaman memberikan bukti bahwa bumi ini bulat. Dari
sejarah terbentuknya bumi dijelaskan bahwa planet-planet tata surya
bentuknya bulat yang berasal dari kabut yang disebut nebula. Namun, fakta
terakhir yang ditemukan ialah bahwa bumi tidaklah bulat sempurna melainkan
lebih berbentuk lonjong dimana permukaan bumi pepat pada bagian kutub-
kutubnya dan gembung pada daerah katulistiwanya dengan diameter
khatulistiwa adalah 12.751 km dan diameter kutub 12.714 km. Bullen (dalam
Bott, 1972: 10) menggambarkan lapisan-lapisan tersebut seperti pada gambar
1.


Gambar 1. Struktur Bumi

Dari Gambar 1 memperlihatkan bahwa struktur bumi terdiri atas 3 lapisan
utama, yakni kerak bumi yang merupakan lapisan bumi yang terluar yang
sering disebut litosfer, Astenosfer (mantel atau selubung) bumi dan
Barisfer (core atau inti) yang merupakan bagian dalam bumi. Setiap lapisan
memiliki ketebalan dan komposisi kimianya masing-masing.
1. Kerak Bumi (Crust)
Kerak bumi merupakan lapisan bumi yang paling tipis berwujud padat
dengan ketebalan kira-kira 30 – 60 km, dan dengan massa ±0,4 % dari total
massa bumi (diperkirakan mengandung 81 unsur). Lapisan atas kerak disusun
dari batuan basa dan asam dengan berat jenis batuan sekitar 2,7 gr m3,
terutama terdiri dari Silisium dan Aluminium sehingga disebut lapisan Sila.
Sedangkan lapisan bawah banyak mengandung Silisium dan Magnesium sehingga
disebut lapisan Sima. Di daerah daratan kedalaman kerak antara 30 – 40 km,
umumnya berupa rangkaian pegunungan. Pada bagian inilah sering terjadi
pergerakan yang diakibatkan karena melelehnya kerak bumi bagian bawah dan
menerobosnya cairan silikat kental panas melalui celah-celah kerak bumi.
Cairan ini dikenal dengan sebutan magma. Pergerakan magma inilah yang
menyebabkan terjadinya gempa bumi. Lapisan kerak bumi merupakan lapisan
dimana makhluk hidup tinggal dan banyat terdapat batuan. Kerak bumi terdiri
atas dua bagian, yaitu kerak samudra dan kerak benua.
Kerak samudera
Kerak samudera berada di bawah samudra. Kerak samudera memiliki
tebal abtara 5 – 11 km. Kerak ini berumur lebih muda dibandingkan
dengan kerak benua. Tidak ada kerak samudera yang berumur lebih tua
dari 200 juta tahun. Kepadatan kerak samudera mencapai 3.000 kg/m3
Kerak Benua
Daratan di bumi dapat dibagi menjadi 6 bagian yang disebut dengan
benua, yaitu Eurasia (Eropa dan Asia), Afrika, Amerika Utara,
Amerika Sellatan, Antartika, dan Australia. Kerak benua berada di
bawah benua dengan ketebalan kira-kira 30 – 55 km. Kerak benua
berumur lebih tua daripada kerak samudera, beberapa batuan di kerak
benua berumur hingga 3,8 juta tahun. Kerak benua memiliki kepadata
2.700 kg/m3.
Holmes melakukan pembagian kerak bumi sebagai berikut:
Bagian atas mempunyai tebal 15 km dengan berat jenis sekitar 2,7
gr./m3 dengan komposisi magma granit.
Bagian bawah dengan tebal 20 km, berat jenisnya 3,5 gr/m3 serta
berkomposisi magma peridotit dan eklogit.
Batas antara kedua kerak ini disebut Conrad Discontinuity,
mempunyai ketebalan 25 km dengan berat jenis 3,5 gr/m3 dan
berkomposisi magma basalt.
2. Astenosfer (mantel atau selubung)
Astenosfer yaitu lapisan yang terletak di bawah kerak bumi. Batas
antara keduanya disebut bidang "Moho" (Mohorovicic Discontinuity).
Ketebalannya sekitar 2.900 km berupa material cair kental berpijar dengan
suhu sekitar 3.000oC dan massanya ±68,2% dari total massa bumi . merupakan
campuran dari berbagai bahan yang bersifat cair, padat dan gas bersuhu
tinggi. Selubung bumi dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu selubung bumi
bagian atas, selubung bumi bagian tengah, dan selubung bumi bagian bawah.
Selubung bumi bagian atas (upper mantle)
Terletak pada zona 400 km diukur dari dasar kerak bumi. Bagian ini
mempunyai ketebalan sekitar 400 km. Bagian ini disusun oleh suatu
material yang kental, atau batuan yang hampir mencair. Keadaan ini
dapat diketahui dari kecepatan gelombang sekunder dan primer yang
rendah.
Selubung bumi bagian tengah (zona transisi atau peralihan)
Terletak mulai dari kedalaman 400 km sampai sekitar 700 km dari
dasar kerak bumi. Jadi ketebalan bagian ini sekitar 300 km. Zona
peralihan ini ditandai dengan peningkatan kecepatan rambat gelombang-
gelombang seismik (gelombang S dan P).
Selubung bumi bagian bawah (lower mantle)
Terletak mulai kedalaman sekitar 700 km. Sampai kedalaman 2900 km
(puncak inti bumi). Bagian ini disusun oleh material yang bersifat
padat dan sangat panas dengan temperatur mencapai sekitar 3000oC.
Hal ini dapat diketahui dari dapat merambatnya gelombang S melalui
material penyusunnya. Sedangkan membesarnya kecepatan rambat
gelombang seismik pada selubung bumi semakin ke bawah kemungkinan
disebabkan oleh sebagian membesarnya tekanan pada bagian ini.
3. Barisfer (core atau inti)
Barisfer merupakan bagian bumi paling dalam, yang berada di bawah
mantel bumi. Kedua lapisan ini dibatasi oleh bidang Gutenberg (Gutenberg
discontinuity). Inti bumi tersusun atas nikel atau Niccolum dan besi atau
Ferrum sehingga sering disebut lapisan Nife. Lapisan inti dapat pula
dibedakan atas dua bagian yaitu inti luar dan inti dalam.
a) Inti Luar (Outer Core)
Inti Luar adalah inti bumi yang ada di bagian luar. Tebal lapisan
ini sekitar 2.200 km, tersusun dari materi besi dan nikel yang
bersifat cair, kental dan panas berpijar bersuhu sekitar 3.900oC.
b) Inti Dalam (Inner Core)
Inti dalam adalah inti bumi yang ada di lapisan dalam dengan
ketebalan sekitar 2.500 km, tersusun atas materi besi dan nikel
pada suhu yang sangat tinggi yakni sekitar 4.800oC, akan tetapi
tetap dalam keadaan padat dengan densitas sekitar 10 gram/cm3. Hal
itu disebabkan adanya tekanan yang sangat tinggi di bagian –
bagian bumi lainnya
Dari ketiga lapisan penyusun bumi, hanya kerak bumi yang sudah banyak
diketahui manusia. Bagian atau zona lain dari bumi yang sudah banyak
diketahui adalah hidrosfer dan atmosfer.
2. Proses di dalam Litosfer
Litosfer merupakan lapisan pertama sesudah bagian dalam bumi sampai
dengan kedalaman sekitar 1.200 kilometer, dimana lapisan ini berupa batuan.
Litosfer itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu litos (batuan) dan
sphaira (gulatan). Unsur-unsur penyusun litosfer yang terbanyak adalah
oksigen (46,6 %), silikon (27,7 %), dan aluminium (8,1 %). Dengan suhu
litosfer relatif lebih dingin karena tekanannya relative kecil
Tebal dari lapisan litosfer adalah 50-100 km. Permukaan litosfer
(kulit bumi) terdiri dari batuan yang lebih kecil massa jenisnya
dibandingkan dengan batuan yang dibawahnya. Massa jenis rata-rata batuan
kerak bumi di darat adalah (2,9 gr/cm3) lebih kecil dibandingkan dengan
massa jenis rata-rata batuan kerak bumi di lautan (3,0 gr/cm3)
Menurut Klarke dan Washington, batuan dipermukaan bumi ini hampir 75%
terdiri atas Silikon oksida dan Aluminium silikat. Dengan dasar ini maka
lapisan litosfer sering disebut lapisan silikat. Lapisan litosfer erat
kaitannya dengan batuan, karena pada lapisan ini penyusunnya kebanyakan
berupa batuan. Unsur silikon paling banyak menyusun lapisan litosfer
disebut pisau silikat. Lithosfer terdiri dari dua bagian utama, yaitu :
a. Lapisan sima (silisium magnesium) yaitu lapisan kulit bumi yang
tersusun oleh logam logam silisium dan magnesium dalam bentuk senyawa
Si O2 dan Mg O lapisan ini mempunyai berat jenis yang lebih besar dari
pada lapisan sial karena mengandung besi dan magnesium yaitu mineral
ferro magnesium dan batuan basalt. Lapisan merupakan bahan yang
bersipat elastis dan mepunyai ketebalan rata rata 65 km .
b. Lapisan sial yaitu lapisan kulit bumi yang tersusun atas logam
silisium dan alumunium, senyawanya dalam bentuk SiO2 dan Al2O3.
Lapisan sial dinamakan juga lapisan kerak, bersifat padat dan batu
bertebaran rata-rata 35km. Kerak bumi ini terbagi menjadi dua bagian
yaitu :
Kerak benua, merupakan benda padat yang terdiri dari batuan granit
di bagian atasnya dan batuan beku basalt di bagian bawahnya. Kerak
benua memiliki ketebalan 35 km, densitas rata-rata 2,8 gram/cm3, dan
massanya 17,39 x 1021 kg.
Kerak samudera, merupakan benda padat yang terdiri dari endapan di
laut pada bagian atas, kemudian di bawahnya batuan batuan vulkanik
dan yang paling bawah tersusun dari batuan beku gabro dan peridolit.
Kerak samudra memiliki ketebalan sekitar 5 km, destinasi rata-rata
2,9 gram/cm3 7,71x1021kg. Kerak ini menempati dasar samudra.


3. LANTAI DASAR SAMUDRA

Bila kita melihat potret bumi kita yang diambil dari angkasa luar,
maka planet bumi didominasi oleh lautan. Oleh sebab itu planet bumi sering
disebut sebagai planet biru (blue planet).Luas permukaan bumi sekitar 510
juta km2. Dari luas tersebut sekitar 360 juta km2 atau sekitar 71%
ditutupi oleh air (lautan dan pantai). Sisanya , 29% atau sekitar 150 juta
km2 merupakan daratan. Pembagian menjadi daratan dan lautan tidak
menunjukkan pembagian yang sama antara bagian utara dan bagian selatan. Di
bagian utara dari bumi ini, 61% ditutupi oleh lautan sedangkan daratan
hanya sekitar 39%. Sedangkan di bagian selatan bumi pembagiannya menjadi
81% merupakan lautan sedangkan daratannya hanya 19%. Hal tersebut
menjadikan bagian utara bumi sering disebut sebagai hemisfer daratan
sedangkan bagian selatan disebut hemisfer air. Volume dari daratan hanya
sekitar 1/18 dari volume lautan.
Bila air yang menutupi permukaan bumi dikeringkan, maka akan terlihat
bukannya permukaan bumi yang rata seperti yang dibayangkan, tetapi
permukaan bumi tersebut akan menunjukkan bentuk topografi yang sangat
bervariasi. Permukaan bumi tersebut akan menunjukkan rangkaian pegunungan
yang tinggi, lembah yang dalam, dan juga dataran yang rata.

Gambar 2. Topografi Permukaan Bumi

Meskipun kenampakan dasar samudera telah diketahui sejak abad 15 dan
16, tetapi pemahaman tentang topografi dasar samudera yang sangat kompleks
baru terkuak sekitar abad 19. Pemahaman ini baru terbuka sejak adanya
ekspedisi bawah laut sekitar 3.5 tahun dari H.M.S. Challenger yang dimulai
Desember 1872 hingga Mei 1876. Ekspedisi Challenger merupakan ekspedisi
pertama yang melakukan penelitian global tentang dasar samudera. Ekspedisi
ini telah melakukan perjalanan di dasar samudera sekitar 110.000 kilometer
pada semua samudera kecuali laut Arctic. Meskipun demikian, pemetaan dasar
samudera baru bisa dilakukan dengan baik setelah ditemukannya alat echo
sounder, yaitu peralatan electronik untuk megukur kedalaman laut dengan
teknologi bunyi.
Alat echo sounder bekerja dengan memancarkan gelombang bunyi dari
kapal ke dasar laut. Pantulan gelombang bunyi dari dasar laut akan
diterima oleh alat penerima dan dicata waktu yang dibutuhkan oleh
gelombang tersebut untuk sampai ke alat penerima (receiver). Dengan
mengetahui kecepatan gelombang bunyi di dalam air, maka kedalaman dapat
diukur dengan tepat. Sejak ditemukan alat echo sounder, maka kenampakan
yang lebih detil dri dasar samudera dapat diketahui.
Ahli oseanografi (oseanografer) yang mempelajari topografi dasar
lautan membaginya menjadi tiga bagian besar yaitu: tepi benua (continental
margin), lantai dasar samudera (ocean basin floor) dan pematang tengah
samudera (mid ocean ridges).

2.3.1 TEPI BENUA (CONTINENTAL MARGIN)

Tepi benua (continental margin) merupakan kawasan tempat bertemuanya
kerak benua dengan kerak samudera. Kawasan ini merupakan kawasan yang
sangat labil. Tepi benua dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu paparan benua
(contnental shelf), lereng benua (continental slope), dan jendul benua
(continental rise). Tepi benua dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu tepi
benua yang pasif (passive continental margin) dan tepi benua yang aktif
(active continental margin). Tepi benua pasif dicirikan oleh pertemuan
kedua lempeng yang tenang dan merupakan kawasan yang relatif stabil.
Sedangkan tepi benua yang aktif dicirikan oleh adanya penunjaman kerak
samudera ke bawah kerak benua (zona subduksi).















Gambar 3. Continental Margin

Paparan benua merupakan paparan dengan kemiringan lereng yang landai
mulai dari garis pantai ke arah laut dalam. Paparan benua mempunyai ukuran
lebar yang sangat bervariasi tergantung dari tipe tepi benuanya. Pada tepi
benua yang pasif, rata-rata paparan benua ini mempunyai lebar sampai 80 km
dengan kedalaman mencapai sekitar 130 meter sampai 200 meter pada bagian
paling tepi. Tetapi ada juga paparan benua yang lebarnya mencapai 1500 km.
Sedangkan pada tepi benua yang aktif paparan benua mempunyai lebar yang
relatif sempit. Kemiringan lereng rata-rata dari paparan benua hanya 2
meter per kilometer. Kemiringan ini sangat landai sehingga terlihat seperti
suatu permukaan yang datar.

Paparan benua merupakan 7.5% dari luas total dasar samudera. Luas ini
setara dengan 18% dari luas total daratan bumi. Kawasan paparan benua
merupakan kawasan yang sangat penting baik secara ekonomi maupun politik,
setelah pada kawasan ini ditemukan sebagai tempat deposit mineral yang
penting, termasuk jebakan minyak dan gas bumi, serta endapan pasir dan
gravel yang sangat besar. Selain itu pada kawasan ini merupakan tempat
berkumpulnya ikan-ikan dalam jumlah yang sangat besar yang merupakan sumber
makanan yang sangat penting.

Bila dibandingkan dengan bagian dari lantai dasar samudera yang dalam,
paparan benua hanya merupakan bagian yang sangat kecil. Meskipun demikian
bukan berarti paparan benua merupakan bagian yang relatif halus. Kenampakan
yang paling banyak dijumpai pada paparan benua adalah lembah yang memanjang
dari garis pantai menuju ke laut dalam. Kebanyakan dari lembah-lembah
tersebut merupakan perpanjangan atau kelanjutan dari lembah-lembah sungai
yang ada di daratan. Lembah-lembah tersebut terbentuk selama Kala Plistosen
(zaman peng-esan). Selama zaman tersebut sejumlah besar air laut mengalami
pembekuan dan berubah menjadi lapisan es yang menutupi daratan. Hal ini
menyebabkan turunnya muka air laut hingga 90 sampai 120 meter, dan paparan
benua muncul ke permukaan. Hal ini mengakibatkan sungai-sungai menjadi
bertambah panjang dan banyak fauna dan flora menempati lingkungan yang baru
terbentuk tersebut. Sekarang bagian tersebut telah tertutupi kembali oleh
air laut dan menjadi lingkungan kehidupan bagi organisme laut.

Kelanjutan dari paparan benua ke arah laut adalah lereng benua
(continental slope). Bagian ini melebar ke arah laut dengan kemiringan
lereng yang yang jauh lebih terjal dibandingkan dengan paparan benua. Rata-
rata kemiringan lereng pada lereng benua adalah 70 m per kilometer atau
sekitar 4o sampai 5o. Pada tepi benua yang aktif kemiringan lerengnya bisa
mencapai 150 atau lebih pada bagian dasarnya. Kedalamannya berubah dari
sekitar 100 sampai 200 meter hingga mencapai kedalaman sekitar 5 kilometer.
Lereng benua menandai batas antara kerak benua dengan kerak samudera.



















Gambar 4. Lereng Benua (continental slope)
Sepanjang beberapa rantai pegunungan, lereng benua cenderung tiba-tiba
menjadi palung laut dalam yang memisahkan daratan dengan cekungan laut.
Pada kasus ini paparan benua sangat sempit atau bahkan tidak ada sama
sekali. Tebing dari palung laut dengan lereng benua pada dasarnya
menunjukkan kenampakan yang sama dan berubah menjadi pegunungan dengan
puncak yang tingginya mencapai ribuan meter dari permukaan air laut.
Kenampakan semacam ini dijumpai di sepanjang pantai barat Amerika Selatan.

Di daerah dimana palung laut tidak terbentuk, kemiringan lereng benua
yang terjal akan naik secara bertahap yang disebut dengan jendul benua
(continental rise). Pada jendul benua kemiringan lerengnya berkurang
menjadi 4 sampai 8 meter per kilometer. Sementara lebar dari lereng benua
rata-rata 20 kilometer, jendul benua lebarnya mencapai ratusan kilometer.
Pada tempat ini terbentuk akumulasi sedimen yang tebal yang berasal dari
paparan benua yang bergerak ke bawah menuju lantai dasar samudera yang
dalam. Meskipun jendul benua relatif tidak nampak, tetapi permukaannya
sering terdapat lembah bawah laut yang dalam (submarine canyon) atau
gunungapi bawah laut yang belum sepenuhnya tertutup sedimen.Lembah yang
dalam yang dibatasi oleh tebing yang terjal dinamakan lembah bawah laut
(submarine canyon) yang berasal dari lereng benua dan dapat mencapai
kedalaman sampai 3 kilometer.

2.3.2 ARUS TURBIDIT
Arus turbidit atau sering disebut arus keruh, adalah arus yang
terbentuk akibat longsoran material sedimen yang berada pada lereng benua.
Proses ini terjadi kemungkinan akibat adanya gempa bumi. Proses ini sama
kejadiannya dengan longsoran yang terjadi di daratan. Jadi faktor utama
pembentuknya adalah gaya gravitasi. Material yang longsor akan bercampur
dengan air dan membentuk arus yang keruh karena banyaknya material yang
tersuspensi di dalamnya. Karena air yang bercampur material sedimen
tersebut lebih berat dari pada air yang berada di atasnya, maka material
tersebut akan mengalir ke bawah dan mengerosi dan akan terakumulasi pada
dasar laut yang lebih dalam. Proses erosi yang dilakukan oleh material
sedimen ini terus terjadi selama proses terjadinya longsoran tersebut
sehingga kadangkala dapat membentuk lembah yang dalam.






















Gambar 5. Arus Turbidid

Arus turbidit pada awalnya terjadi pada sepanjang lereng benua
dilanjutkan sampai memotong jendul benua . Selanjutnya kecepatannya menurun
kemudian material tersuspensi ini mulai terendapkan. Material yang pertama
kali terendapkan adalah material yang berukuran pasir kasar selanjutnya
berturut-turut material yang berbutir halus, lanau dan lempung. Endapan ini
disebut endapan turbidit yang dicirikan oleh penurunan ukuran butir dari
bawah ke atas. Struktur sedimen demikian disebut struktur sedimen lapisan
bersusun (graded bedding). Arus turbidit merupakan mekanisme terjadinya
proses erosi dan transportasi di bawah laut. Arus inilah yang menyebabkan
dijumpainya endapan sedimen laut dangkal pada dasar laut yang dalam. Pada
endapan ini sering pula dijumpai sisa-sisa organisme yang hidup pada laut
dangkal di endapan laut dalam.

2.3.3 KENAMPAKAN LANTAI DASAR SAMUDERA

Diantara tepi benua dan pematang tengah samudera terdapat lantai laut
dalam. Kawasan ini berukuran hampir 30% dari permukaan bumi. Pada kawasan
ini dijumpai adanya palung laut, yang merupakan alur yang sangat dalam yang
disebut palung-laut dalam (deep-ocean trenches); daerah yang datar yang
dikenal dengan dataran abisal (abyssal plains); dan gunung berapi dengan
lereng yang terjal yang disebut gunung bawah laut (seamount).

A. Palung-Laut DalamPalung-laut dalam merupakan alur atau parit yang
panjang dan relatif sempit yang menggambarkan bagian terdalam dari
lautan. Beberapa diantaranya di bagian barat Samudera Pasifik, palung
laut ini mempunyai kedalaman lebih dari 10.000 meter di bawah muka air
laut.






























Gambar 6. Palung Samudra

Meskipun palung laut merupakan hanya sebagian kecil dari daerah dasar
samudera, tetapi merupakan fenomena geologi yang sangat menarik. Pada
tempat ini terjadi penunjaman lempeng-lempeng kerak bumi ke dalam mantel
bumi sehingga terjadi penghancuran dari kerak tersebut. Fenomena ini yang
menyebabkan terjadinya gempa bumi. Aktivitas gunung api juga berhubungan
dengan proses pembentukan palung laut. Pada laut yang terbuka, palung
laut membentuk alur yang sejajar dengan deretan pulau-pulau gunung api
(volcanic island arcs). Sedangkan deretan gunung api kemungkinan dijumpai
sejajar dengan palung laut yang berdekatan dengan daratan. Aktivitas
gunung api ini terjadi karena kerak bumi yang menunjam ke dalam mantel
bumi mengalami penghancuran dan mencairan yang membentuk magma kembali.

B. Dataran Abisal (Abyssal Plains)

Dataran abisal merupakan kenampakan topografi yang sangat datar, dan
kemungkinan kawasan ini merupakan tempat yang paling datar pada permukaan
bumi. Dataran abisal yang dijumpai di pantai Argentina mempunyai
perbedaan tinggi kurang dari 3 meter pada jarak lebih dari 1300
kilometer. Topografi dataran ini kadang-kadang di selingi dengan puncak-
puncak gunung bawah laut yang tertimbun.

Gambar 7. Dataran Abisal

Dataran abisal tersusun oleh akumulasi sedimen yang sangat tebal.
Kenampakan sedimen pada daerah ini menunjukkan bahwa dataran ini dibentuk
oleh endapan sedimen yang telah megalami pengangkutan sangat jauh oleh
arus turbid. Endapan turbid ini berselingan dengan material sedimen yang
berukuran lempung yang terus menerus terendapkan pada tempat ini.

Dataran abisal dijumpai sebagai bagian dari dasar samudera pada semua
lautan. Dataran ini akan lebih luas apabila tidak dijumpai palung laut
yang berdekatan dengan daratan. Samudera Atlantik memiliki dataran abisal
yang lebih luas daripada samudera Pacifik karena samudera Atlantik
mempunyai palung laut jauh lebih sedikit dibandingkan yang dijumpai pada
samudera Pasifik.
C. Gunung Bawah Laut (Seamounts)

Gunung bawah laut (seamount) merupakan puncak-puncak gunung yang
muncul pada dasar samudera dengan ketinggian sampai beberapa ratus meter
di atas topografi sekitarnya. Puncak kerucut yang terjal ini telah banyak
dijumpai pada semua samudera di dunia ini . Samudera Pasifik merupakan
samudera dengan gunung bawah laut yang terbanyak dibandingkan dengan
samudera lainnya.



Gambar 8 .Gunung Bawah Laut

Kebanyakan gunungapi bawah laut muncul pertama kali dekat dengan
pamatang tengah samudera, yaitu tempat pertemuan lempeng-lempeng tektonik
yang divergen (saling menjauh). Selanjutnya gunung tersebut terus
bertumbuh seiring dengan pergerakan dari lempeng-lempeng tektonik
tersebut. Jika pertumbuhan gunugapi tersebut cukup cepat, maka gunung api
tersebut akan membentuk suatu pulau. Setelah gunung tersebut tumbuh
sebagai pulau, gunung tersebut akan mengalami proses erosi oleh aliran
air perukaan dan kerja ombak sehingga ketinggiannya menurun sampai
mendekati muka air laut.

2.3.4 PEMATANG TENGAH-SAMUDERA (MID-OCEANIC RIDGES)
Pematang tengah samudera dijumpai pada semua samudera dan merupakan
20% dari permukaan bumi, dan merupakan kenampakan topografi yang sangat
menakjubkan didasar laut. Topogarfi ini merupakan rangkaian pegunungan yang
memanjang sampai sekitar 65 000 kilometer. Meskipun demikian kenampakan
pematang tengah samudera sangat berbeda dengan rangkaian pegunungan yang
dijumpai di daratan. Kalau rantai pegunungan di daratan disusun oleh batuan
graniti dan andesitik sertabatuan dan batuan metamorf yang megalami
perlipatan dan penesaran, maka pematang tengah samudera disusun oleh
lapisan-lapisan batuan beku basaltic yang belum mengalami deformasi.
Sebetulnya pemakaian kata pematang tidak begitu tepat, karena kenampakan
topografi ini tidak sempit tetapi mempunyai lebar antara 500 sampai 5000
kilometer. Puncak dari pematang ditandai oleh adanya celah (rift) dan
dibatasi oleh pematang yang memanjang sampai ratusan kilometer. Sumbu dari
pematag ditandai oleh gempabumi yang terus menerus dan dicirikan oleh
aliran panas yang sangat tinggi dari kerak bumi. Celah yang terdapat pada
tengah pematang merupakan tempat magma baru muncul dari astenosfer yang
secara menerus membentuk kerak samudera baru. Celah ini menggambarkan batas
kerak yang divergen tempat terjadinya pemekaran lantai dasar samudera. (sea
floor spreading).

Kenampakan yang menonjol dari pematang ini disebabkan karena kerak
samudera yang baru sangat panas, dan mempunyai volume yang lebih besar
daripada kerak samudera yang dingin. Ketika kerak yang baru ini bergerak
menjauh dari pusat pemekaran, terjadi lah proses pendinginan yang bertahap
dan terjadi pula kontraksi. Proses kontraksi panas ini semakin besar
semakin menjauhi pusat pemekaran. Dibutuhkan waktu sekitar 100 juta tahun
untuk terjadinya proses pendinginan dan kontraksi yang menyeluruh. Sekarang
batuan yang terbentuk tersebut terletak pada dasar samudera dan telah
tertutupi oleh lapisan sedimen yang tebal

2.2.5TERUMBU KARANG DAN ATOL (CORAL REEF & ATOLL)

Terumbu karang (coral reef) kenampakan yang sangat menarik yang
dijumpai di laut. Terumbu karang terutama dibentuk oleh sisa-sisa rangka
gampingan dan sejenis ganggang. Istilah coral reef . Terumbu karang sangat
banyak dijumpai pada samudera Pacifik dan Hindia yang mempunyai temperatur
yang hangat, meskipun dapat juga terbentuk dimana-mana. Karena karang
tumbuh dengan sangat baik pada temperatur sekitar 24o C, maka lokasi
pertumbuhannya sangat membutuhkan air yang hangat. Selain itu pertumbuhan
koral membutuhkan air yang jernuh dan sinar matahari yang cukup, oleh sebab
itu koral tumbuh dengan baik pada kedalaman sekitar 45 meter.













Gambar 9. Atol

Charles Darwin pada tahun 1831 sampai 1836, dengan menggunakan kapal
Inggris melakukan ekspedisi mengelilingi dunia. Salah satu hasil dari
ekspedisi selama 5 tahun tersebut adalah teori tentang proses pembentukan
pulau-pulau karang atau atol. Atol terdiri dari terumbu karang yang
melingkar seperti cincin yang hampir utuh yang mengelilingi laguna
(lagoon), Laguna adalah laut yang tertutup, tetapi masih berhubungan dengan
laut lepas. Sejak itu sampai setelah Perang Dunia II, asal muasal dari
terumbu karang menumbuhkan keingintahuan orang.

Teori yang dicetuskan oleh Darwin berusaha menjawab pertanyaan yang
selama itu timbul, yaitu: Bagaimana koral yang hanya tumbuh dengan baik
pada air hangat, laut dangkal, dan kedalaman tidak lebih dari 45 meter
dapat membentuk bangunan yang mencapai ribuan meter dari dasar laut?
Pertanyaann tersebut dijawab oleh Darwin dengan teorinya, bahwa koral tidak
hidup pada laut yang dalam, tetapi untuk hidupnya koral membutuhkan suatu
fondasi yang harus sudah ada. Fondasi tersebut adalah gunung api bawah laut
yang mengalami penurunan. Kemudian koral tumbuh pada lereng-lereng
gunungapi tersebut. Ketika gunung api tersebut turun dengan perlahan, koral
terus tumbuh ke atas. Lama kelamaan pertumbuhan koral tersebut akan
membentuk semacam cincin.

2.3.6. SEDIMEN DASAR LAUT
Tempat-tempat yang dekat dengan puncak dari pematang tengah samudera,
dasar samudera ditutupi oleh endapan sedimen. Sebagian material sedimen
tersebut terendapkan oleh arus turbid, dan sisanya merupakan material
sedimen yang terendapkan perlahan-lahan dari permukaan laut. Ketebalan dari
endapan sedimen tersebut sangat bervariasi. Pada beberapa palung laut, yang
merupakan cekungan sedimentasi untuk sedimen yang berasal dari tepi benua,
ketebalannya dapat mencapai 10 000 kilometer. Tetapi pada umumnya ketebalan
sedimen di dasar laut kurang dari angka tersebut. Di Samudera Pasifik
ketebalan endapan sedimen yang belum mengalami kompaksi mencapai sekitar
600 meter. Sedangkan di Samudera Atlantik ketebalannya berkisar antara 500
hingga 1000 meter.

Material yang berukuran halus seperti Lumpur, merupakan material yang
dominan dijumpai pada dasar laut dalam, meskipun di beberapa tempat
dijumpai juga endapan yang berukuran pasir. Material Lumpur (mud) juga
merupakan endapan sedimen yang dominan dijumpai pada paparan benua dan
lereng benua, tetapi endapan sedimen di tempat tersebut relatif lebih kasar
karena kandaungan material yang berukuran pasir relatif lebih banyak. Pasir
pada umumnya diendapkan pada paparan benua yag membentuk pesisir pantai.
Pada beberapa tempat sedimen yang berbutir kasar ini, yang biasanya
dijumpai pada atau dekat pantai, dijumpai pada laiut dengan kedalaman yang
lebih besar sampai ke batas tepi paparan benua.



Gambar 10. Sedimen Dasar Laut

Endapan sedimen dasar laut dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok,
yaitu:
1) Sediment litogenous (berasal dari rombakan batuan),

Sedimen litogenous merupakan sedimen yang terutama terdiri dari
butiran mineral yang berasal dari hasil pelapukan batuan di daratan
yang mengalami pengangkutan ke laut. Sediment asal daratan ini
disebut juga sedimen terigen (terigenous sediment).

2) Sedimen biogenous (berasal dari organisme)

Sedimen biogenous terdiri dari cangkang atau rangka dari organisme
laut. Rombakan ini dihasilkan dari mikro organisme yang hidup dekat
atau pada permukan air. Rombakan cangkang dan rangka organisme ini
secara terus menerus akan jatuh ke dasar laut.

3) sedimen hydrogenous (berasal atau dibentuk oleh air).

Sedimen hidrogenous terdiri dari mineral hasil kristalisasi
langsung dari air laut. Contohnya batugamping yang dibentuk dari
kristalisasi air yang banyak mengandung calcium carbonate (CaCO3).
Meskipun kebanyakan batugamping disusun oleh sedimen biogenous.

2.4 GEOGRAFIS GEMPA BUMI

Gempa bumi adalah perisitiwa pelepasan energi dari terakumulasinya
gaya akibat stress (tekanan) dalam bumi dalam bentuk gelombang
seismik.Pusat gempa bumi, merupakan titik (tepatnya area karena merupakan
luasan) di dalam bumi di mana gempa terjadi disebut hiposenter dan titik di
permukaan bumi tepat di atas hiposenter disebut episenter .
Karena perambatan gelombang gempa merupakan gelombang seismik maka
alat untuk merekamnya disebut seismograf dan hasil rekaman disebut
seismogram. Dari rekaman tersebut maka dapat disimpulkan penyebab
terjadinya, lokasi asalnya, kekuatannya, jenisnya serta sifat-sifatnya.
Bahkan dari gelombang gempa tersebut dapat diketahui struktur bagian bumi.
Gelombang seismik sendiri adalah gelombang mekanis yang muncul akibat
adanya gempa bumi. Adapun pengertian gelombang secara umum adalah fenomena
perambatan gangguan (usikan) dalam medium sekitarnya. Gangguan ini mula-
mula terjadi secara lokal yang menyebabkan terjadinya osilasi (pergeseran)
kedudukan partikel-partikel medium, osilasi tekanan ataupun osilasi rapat
massa. Dalam hal ini akan terjadi transportasi energi karena perambatan
getaran tersebut . Tipe-tipe gelombang seismik yaitu:
1. Menurut cara bergetarnya :
Gelombang longitudinal/gelombang primer : Gelombang gempa yang
dirambatkan dari hiposentrum melalui lipatan litosfer secara menyebar
dengan kecepatan antara 7-14 km per detik. Gelombang yang pertama kali
tercatat pada seismograf.
Gelombang transversal/gelombang sekunder : Gelombang gempa yang
dirambatkan dari hiposentrum ke segala arah dengan kecepatan 4-7 km
per detik
Gelombang panjang : Gelombang gempa yang dirambatkan dengan kecepatan
kurang dari 3.5 km/detik dan merupakan gelombang perusak 
2. Menurut tempat menjalarnya :
Body wave atau gelombang tubuh, merambat masuk medium
Surface wave atau gelombang permukaan.
Intensitas atau kekuatan gempa bumi didasarkan pada amplitudo
gelombang seismik yang terekam pada seismogram dan dinyatakan dalam skala
richter (SR). Gempa bumi yang merusak biasanya mempunyai kekuatan
(magnitudo) lebih dari 6 SR, walau sebenarnya ditentukan pula oleh
kedalaman hiposenternya.Berdasarkan proses terjadinya gempa bumi di bagi
menjadi :
Gempa pendahuluan, amplitudo kecil dan terjadi sebelum gempa utama.
Gempa utama, amplitudonya besar sehingga dapat dirasakan oleh
manusia.
Gempa susulan, terjadinya setelah gempa utama, lemah tetapi terjadi
berulang.


Berdasarkan kedalaman hiposenter , gempa bumi dibagi menjadi :
Gempa dalam, kedalam hiposenter lebih dari 300 km yang dapat mencapai
permukaan tetapi amplitudonya menjadi kecil sehingga intensitasnya
melemah.
Gempa sedang, hiposenter antara 60 – 300 km. Pada umumnya jarang
menimbulkan kerusakan di permukaan bumi.
Gempa dangkal, hiposenter kurang dari 60 km. Pada umumnya menimbulkan
kerusakan di permukaan bumi karena amplitudo yang mencapai permukaan
besar sehingga intensitasnya masih kuat.
Geografis gempa bumi
Bila episentrum gempa kita gambarkan sebagai titik di dalam peta
dunia,maka akan terlihat bahwa titik tersebut tidak tersebar merata di
permukaan bumi,tetapi terletak di dalam beberapa daerah sempit
tertentu.Daerah sempit ini disebut sabuk seismik


Titik episentrum jika dipetakan akan terlihat terletak dalam
beberapa daerah yang sempit yang di sebut sabuk seismik. Secara umum sabuk
seismik terbagi menjadi :

a) Sabuk seismik Lingkar Pacifik, meliputi Lautan Pacifik melewati Irian,
sulawesi Utara, Filipina, Jepang, Kepulauan Kuril, Kamchatka Timur,
Kepulauan Aleutan, Alaska Selatan , Pantai barat Amerika Utara,
Amerika Tengah, Amerika Selatan, daerah Kutub Selatan, Selandia Baru,
Pulau-pulau Tonga, Fiji, Salomon dan kembali ke Irian.

b) Sabuk seismik mediteran atau alpide. Membujur dari Azores, melalui
daerah mediteran termasuk Alpen, Kaukasus, Laut Kaspia, Iran,
Himalaya, Birma, Kepulauan Andaman, Nicobar, Sumatera, Jawa dan Nussa
Tenggara.

Kedua sabuk ini saling bertemu di Irian.Tiap tahun lebih dari 80% energy
gempa dilepaskan di sabuk Lingkar-Pasifik,15% di sabuk mediteran,dan 5%
lainnya di daerah gempa lainnya.
Dari Gambar diatas diperhatikan,maka selain kedua sabuk seismik
tersebut.di atas terdapat pula sabuk seismik yang melintasi lautan
misalnya,Samudra Atlantik.Sabuk seismik ini melintang dari utara ke
selatan,seolah-olah membelah Samudra Atlantik.Letak sabuk ini juga berimpit
dengan suatu gejala geografis yang dikenal sebagai punggung Tengah-
Atlantik.Punggung ini merupakan barisan pegunungan yang memanjang di dalam
Samudra Atlantik.Punggung Tengah-Lautan serupa terdapat pula di dasar
lautan yang lain,seperti di pasifik dan samudra Hindia.
Dari sejumlah pengamatan mengenai kecepatan jalar gelombang gempa dan
pengukuran jumlah panas yang keluar dari punggung dapat disimpulkan bahwa
sepanjang pungggung,tengah-lautan keluarlah material temperature tinggi
dari bagian dalam bumi.Untuk dapat menerangkan ini disusunlah hipotesis
konveksi mantel yang terletak dibawah kerak bumi.Mantel yang tebalnya
sampai 2900 km menyelubungi inti bumi.Hipotesis konveksi mantel mengatakan
bahwa karena temperature permukaan bumi tinggi,maka panas dipindahkan dari
inti bumi ke permukaan bumi.Karena konduktivitas panas batuan kecil
sekali,maka cara perpindahan panas yang paling baik adalah konveksi di
dalam mantel bumi.Dalam konveksi ini bahan yang panas bergerak ke atas.
Dampak bencana gempa bumi
Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa rambatan gelombang seismik
yang berasal dari energi yang dilepaskan dari hasil pergerakan lempeng
dapat menimbulkan bencana. Bencana yang disebabkan oleh gempabumi dapat
berupa rekahan tanah (ground rupture), getaran tanah (ground shaking),
gerakan tanah (mass-movement), kebakaran (fire), perubahan aliran air
(drainage changes), gelombang pasang/tsunami, dsb.nya. Gelombang gempa yang
merambat pada masa batuan, tanah, ataupun air dapat menyebabkan bangunan
gedung dan jaringan jalan, air minum, telepon, listrik, dan gas menjadi
rusak. Tingkat kerusakan sangat ditentukan oleh besarnya magnitute dan
intensitas serta waktu dan lokasi epicenter gempa.
1. Rekahan / patahan di permukaan bumi (Ground rupture)
Pada umumnya gempabumi seringkali berdampak pada rekah dan patahnya
permukaan bumi yang secara regional dikenal sebagai deformasi kerakbumi.
Deformasi kerakbumi dapat mengakibatkan permukaan daratan rekah dan
terpatahkan hingga mencapai areal yang sangat luas. Salah satu bukti nyata
terjadinya ground rupture adalah gempa yang terjadi pada Februari, 1976
dimana areal seluas 12.000 km2 yang terletak di jalur patahan San Andreas,
65 km di sebelah utara kota Los Angeles mengalami pengangkatan (uplifted)
oleh pergeseran sesar San Andreas. Contoh lain dari deformasi kerakbumi
adalah gempa bumi yang terjadi pada tahun 1964 di Alaska yang menghasilkan
suatu rekahan dan patahan serta deformasi batuan di mana daerah seluas
260.000 km2 terdiri dari dataran pantai dan dasar laut secara lokal
terangkat setinggi 2 meter dan secara regional mencapai 16 meter. Rekahan
dan patahan yang terjadi di permukaan bumi dapat berdampak pada bangunan-
bangunan, jalan dan jembatan, pipa air minum, pipa listrik, saluran
telepon, serta prasarana lainnya yang ada di daerah tersebut.
2. Getaran / guncangan permukaan tanah (Ground shaking)
Bencana gempa yang secara langsung terasa dan berdampak sangat serius
adalah runtuhnya bangunan-bangunan yang disebabkan oleh getaran/guncangan
gempa yang merambat pada media batuan/tanah. Pada umumnya bangunan-bangunan
yang berada diatas lapisan batuan yang padat (firm) dampaknya tidak terlalu
parah bila dibandingkan dengan bangunan-bangunan yang berada diatas batuan
sedimen jenuh. Contoh kasus dari getaran gempa yang merusak kota San
Francisco pada tahun 1906 adalah gempa yang epicenter-nya berada di
sepanjang jalur patahan (sesar) San Andreas dan bagian dari segmen lepas
pantai yang terletak disisi luar Golden Gate merupakan segmen yang
bertanggung jawab terhadap kerusakan kota San Francisco.
3. Longsoran Tanah (Mass Movement)
Berbagai jenis luncuran dan longsoran tanah umumnya dapat terjadi
bersamaan dengan terjadinya gempa. Hampir semua longsoran tanah dapat
terjadi pada radius 40 km dari pusat gempa (epicenter) dan untuk gempa yang
sangat besar dapat mencapai radius 160 km dan salah satu contoh adalah
gempabumi Alaska tahun 1964 yang memicu terjadinya longsoran-longsoran
tanah yang terletak jauh dari epicenter gempa. Pada dasarnya getaran gempa
lebih bersifat sebagai pemicu terjadinya longsoran atau gerakan tanah.
Dalam hal ini gempa bersifat meng-induksi terjadinya gerakan tanah,
sedangkan longsoran dan gerakan tanah baru akan terjadi apabila daya ikat
antar butiran lemah, kejenuhan batuan/sedimen, porositas dan permiabilitas
batuan/tanah tinggi.
4. Kebakaran
Kerusakan yang utama dan sering terjadi pada saat terjadinya gempabumi
adalah bahaya kebakaran. Hampir sembilan puluh persen kerusakan yang
terjadi di kota San Francisco pada tahun 1906 adalah disebabkan oleh
kebakaran yang berasal dari material bahan bangunan yang mudah terbakar,
kerusakan peralatan yang berkaitan dengan listrik serta pecah dan patahnya
saluran pipa gas, listrik, dan air. Pada umumnya gempa meng-induksi api
yang berasal dari putusnya saluran listrik, gas, dan pembangkit listrik
yang sedang beroperasi yang pada akhirnya menyebabkan kebakaran.
5. Perubahan Pengaliran (Drainage Modifications)
Terbentuknya danau yang cukup luas akibat amblesnya (subsidence)
permukaan daratan seperti dataran banjir (floodplain), delta, rawa, yang
diakibatkan oleh gempabumi merupakan suatu permasalahan yang cukup serius.
Perubahan pengaliran akibat penurunan permukaan daratan yang disebabkan
oleh gempa memungkinkan terbentuknya danau–danau buatan dan reservoir baru
serta rusaknya bendungan. Contoh kasus terjadinya perubahan pengaliran
(drainage) adalah gempa yang terjadi pada tahun 1971 di San Fernando,
California telah menyebabkan hancurnya bendungan Van Norman Dam, sedangkan
gempa Alaska yang terjadi pada tahun 1864 meruntuhkan 2 Bendungan tipe
earth-fill yang berada di selatan kota Anchorage. Kedua bendungan tersebut
dilalui oleh suatu rekahan dan patahan yang memotong badan bendungan dan
telah merubah pengaliran (drainase) yang ada di wilayah tersebut.
6. Perubahan Air Bawah Tanah (Ground Water Modifications)
Regim air bawah tanah dapat mengalami perubahan oleh perpindahan yang
disebabkan oleh sesar atau oleh goncangan. Contoh kasus dari perubahan air
bawah tanah adalah gempa yang terjadi disepanjang suatu patahan yang
mengakibatkan terjadinya offset batuan di kedua sisi permukaan tanah dan
aliran air bawah tanah di wilayah Santa Clara County, California, yaitu
suatu wilayah yang terletak di bagian selatan teluk San Francisco. Dalam
kasus ini kipas aluvial yang sangat luas yang terletak di Alameda Creek
mengalami offset/perpindahan sejauh 2 km ke arah barat perbukitan. Gawir
yang terbentuk oleh sesar setinggi 8 meter menutup saluran-saluran sungai
yang menuju ke teluk San Francisco sehingga membentuk kolam-kolam yang
sangat luas. Patahan ini juga berimbas pada air yang berada dibawah tanah,
offset yang terjadi pada batuan yang berada di bawah tanah telah
menyebabkan lapisan batuan yang permeabel tertutup oleh lapisan batuan
impermeabel sehingga mengakibatkan daerah yang berada diantara gawir dan
perbukitan mendapat air bawah tanah yang melimpah sebaliknya daerah yang
lain sedikit menerima air bawah tanah.
7. Tsunami
Tsunami adalah suatu pergeseran naik atau turun yang terjadi secara
tiba-tiba pada dasar samudra pada saat terjadi gempabumi bawah laut,
kondisi ini akan menimbulkan gelombang laut pasang yang sangat besar yang
lazim disebut "tidal waves". Istilah tsunami berasal dari bahasa Jepang
yang telah digunakan secara luas, baik untuk gelombang pasang ("tidal
waves") maupun gelombang yang disebabkan oleh gempabumi atau yang lebih
dikenal dengan istilah "seismic sea waves".
2.5 Teori Tektonik Lempeng
Teori lempeng tektonik dikemukakan oleh ahli geofisika Inggris, Mc
Kenzie dan Robert Parker (1967). Kedua ahli itu menjadikan teori-teori
sebelumnya sebagai satu kesatuan konsep yang lebih sempurna sehingga
diterima oleh para ahli geologi. Teori lempeng tektonik diyakini oleh
banyak ahli sebagai teori yang menerangkan proses dinamika bumi, antara
lain gempa bumi dan pembentukan jalur pegunungan. Menurut teori ini kulit
bumi (kerak bumi) yang disebut litosfer terdiri dari lempengan yang
mengambang di atas lapisan yang lebih padat yang disebut astenosfer. Ada
dua jenis kerak bumi, yaitu kerak samudra dan kerak benua. Kerak samudra
tersusun atas batuan yang bersifat basa, sedangkan kerak benua tersusun
atas batuan yang bersifat asam.
Kerak bumi menutupi seluruh permukaan bumi. Namun, akibat adanya
aliran panas yang mengalir di astenosfer menyebabkan kerak bumi pecah
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Bagian-bagian itulah yang disebut
lempeng kerak bumi (lempeng tektonik). Aliran panas tersebut untuk
selanjutnya menjadi sumber kekuatan terjadinya pergerakan lempeng. Lempeng
tektonik merupakan dasar dari "terbangunnya" system kejadian gempa bumi,
peristiwa gunung berapi, pemunculan gunung api bawah laut, dan peristiwa
geologi lainnya. Pergerakan lempeng tektonik dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu pergerakan lempeng yang saling mendekat, saling menjauh, dan saling
melewati.

a. Pergerakan lempeng saling mendekat
Pergerakan lempeng yang saling mendekat dapat menyebabkan terjadinya
tumbukan yang salah satu lempengnya akan menunjam ke bawah tepi lempeng
yang lain. Daerah penunjaman tersebut membentuk palung yang dalam dan
merupakan jalur gempa bumi yang kuat. Sementara itu di belakang jalur
penunjaman akan terjadi aktivitas vulkanisme dan terbentuknya cekungan
pengendapan. Contoh pergerakan lempeng ini di Indonesia adalah pertemuan
Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Pertemuan kedua lempeng
tersebut menghasilkan jalur penunjaman di selatan Pulau Jawa, jalur
gunung api di Sumatra, Jawa, dan Nusa Tenggara, serta berbagai cekungan
di Sumatra dan Jawa. Batas antarlempeng yang saling mendekat hingga
mengakibatkan tumbukan dan salah satu lempengnya menunjam ke bawah
lempeng yang lain (subduct) disebut batas konvergen atau batas lempeng
destruktif.

















Gambar 11. Pergerakan lempeng saling mendekat (konvergen)

b. Pergerakan lempeng saling menjauh
Pergerakan lempeng yang saling menjauh akan menyebabkan penipisan dan
peregangan kerak bumi hingga terjadi aktivitas keluarnya material baru
yang membentuk jalur vulkanisme. Meskipun saling menjauh, kedua lempeng
ini tidak terpisah karena di belakang masing-masing lempeng terbentuk
kerak lempeng yang baru. Proses ini berlangsung secara kontinu. Contoh
hasil dari pergerakan lempeng ini adalah terbentuknya gunung api di
punggung tengah samudra di Samudra Pasifik dan Benua Afrika. Batas
antarlempeng yang saling menjauh hingga mengakibatkan terjadinya
perluasan punggung samudra disebut batas divergen atau batas lempeng
konstruktif.


















Gambar 12. Pergerakan lempeng saling menjauh (divergen)


c. Pergerakan lempeng saling melewati
Pergerakan lempeng yang saling melewati terjadi karena gerak lempeng
sejajar dengan arah yang berlawanan sepanjang perbatasan antarlempeng.
Pada pergerakan ini kedua perbatasan lempeng hanya bergesekan. Oleh
karena itu, tidak terjadi penambahan atau pengurangan luas permukaan.
Namun, gesekan antarlempeng ini kadang-kadang dengan kekuatan dan
tegangan yang besar sehingga dapat menimbulkan gempa yang besar. Contoh
hasil dari pergerakan lempeng ini adalah patahan San Andreas di
Kalifornia. Patahan tersebut terbentuk karena Lempeng Amerika utara
bergerak ke arah selatan, sedangkan Lempeng Pasifik bergerak ke arah
utara. Batas antarlempeng yang saling melewati dengan gerakan yang
sejajar disebut batas menggunting (shear boundaries).


















Gambar 13. Pergerakan lempeng saling melewati

Pergerakan lempeng tektonik tersebut ternyata menimbulkan berbagai
fenomena di permukaan bumi, misalnya terjadinya gempa bumi. Gempa bumi yang
terjadi akibat pergeseran lempeng tektonik disebut gempa bumi tektonik.
Gempa tektonik terjadi di daerah subduksi, yaitu batas pertemuan lempeng
yang bertumbukan. Berlandaskan pada teori lempeng tektonik, kerak bumi
terpecah-pecah menjadi lempengan-lempengan yang mengapung di atas lapisan
yang lebih cair. Lempeng tektonik tebalnya dapat mencapai 80 km, tetapi ada
juga yang lebih tipis dengan luas yang beragam. Jika lempeng-lempeng
tersebut bergerak saling bertumbukan, maka akan terjadi penunjaman. Sesuai
dengan hukum fisika sederhana, lempengan yang berat jenis atau massanya
lebih besar akan menunjam dan menyusup ke bawah lempeng yang lebih ringan.
Pergerakan lempeng tektonik tersebut sangat lambat, yaitu antara 1 dan 10
cm per tahun. Namun, pergerakan yang sangat lambat tersebut ternyata
mengumpulkan energi yang sangat kuat secara pelan-pelan di kedalaman
sekitar 80 km. Apabila tekanan dan regangan tumbukan lempeng mencapai titik
jenuh, biasanya akan terjadi gerakan lempeng tektonik secara tiba-tiba.
Gerakan tersebut menimbulkan getaran di muka bumi yang disebut gempa.
Jika lempeng tektonik saling memisah, maka terjadi aktivitas magmatis
yang mengakibatkan penambahan landas samudra. Di daerah pemisahan tersebut
terdapat rekahan-rekahan yang menjadi jalan untuk keluarnya cairan dari
dalam bumi. Cairan yang keluar dari dalam bumi tersebut kemudian mendingin
menjadi batuan basalt. Banyaknya basalt yang terus terbentuk mendorong
lempeng tektonik ke arah yang saling berlawanan. Akibatnya, lempeng
tektonik terpisah dengan jarak yang makin jauh. Salah satu contoh lempeng
yang saling memisah adalah antara Lempeng Australia dan Antartika. Kedua
lempeng tersebut memisah hingga membentuk pematang tengah samudra. Gerakan
saling menjauh kedua lempeng tersebut menyebabkan lempeng India-Australia
terdorong ke arah utara hingga bertumbukan dengan lempeng Eurasia. Lempeng
India-Australia yang merupakan lempeng samudra selanjutnya menunjam dan
menyusup ke bawah lempeng Eurasia. Daerah sekitar penunjaman lempeng
antara lain terbentuk palung di selatan Pulau Jawa, jalur gunung api
Sumatra, Jawa, dan Nusa Tenggara, serta cekungan Sumatra dan Jawa. Daaerah
penunjaman juga merupakan jalur gempa bumi yang kuat.
Pada setiap daerah penunjaman, kira-kira pada kedalaman 150 km,
terjadi pelelehan batuan yang disebut pelelehan sebagian (partial melting).
Pelelehan terjadi karena adanya gesekan batuan dengan massa yang sangat
padat dan berat secara terus menerus. Melalui rekahan atau celah yang ada,
lelehan tersebut akan menyusup dan berusaha menembus kerak bumi. Jika
lelehan tersebut berhasil menembus kerak bumi berarti di tempat tersbut
muncul gunung api. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa gunung api dapat
muncul di daerah terjadinya gesekan lempeng tektonik.


















Gambar 14. Sebaran lempeng tektonik (garis kuning) dan gunung api (segitiga
merah) di dunia

Zona subduksi lempeng tektonik yang terkenal berada di Sirkum Pasifik.
Kawasan ini dikenal dengan sebutan lingkaaran api Pacific (Ring of Fire)
karena di sepanjang kawasan ini muncul serangkaian gunung api. Lingkaran
api Pasifik membentang di antara subduksi dan pemisahan lempeng Pasifik
dengan lempeng-lempeng India-Australia, Eurasia, dan Amerika Utara, serta
tumbukan lempeng Nazca dengan lempeng Amerika Selatan.
Zona lingkaran api Pasifik ini sangat luas, yaitu membentang mulai
dari pantai barat Amerika Selatan, berlanjut ke pantai barat Amerika Utara,
melingkar ke Kanada, semenanjung Kamchatka, Kepulauan Jepang, Indonesia,
Selandia Baru, dan Kepulauan Pasifik Selatan. Selain menjadi tempat
munculnya gunung api, zona subduksi di lingkaran api Pasifik juga merupakan
tempat terjadinya gempa bumi. Menurut United State Geological Survey
(USGS), sekitar 90% gempa bumi di dunia terjadi di sepanjang jalur
lingkaran api Pasifik. Gempa bumi yang terjadi di lingkaran api Pasifik
lebih sering diakibatkan oleh gerakan lempeng tektonik daripada aktivitas
gunung apinya.
BAB III
PENUTUP
1. Simpulan
Dari uraian materi pada pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. struktur bumi terdiri atas 3 lapisan utama, yakni kerak bumi yang
merupakan lapisan bumi yang terluar yang sering disebut litosfer,
Astenosfer (mantel atau selubung) bumi dan Barisfer (core atau inti)
2. Lithosfer terdiri dari dua bagian utama, yaitu lapisan sima dan
lapisan sial.
3. Ahli oseanografi (oseanografer) yang mempelajari topografi dasar
lautan membaginya menjadi tiga bagian besar yaitu: tepi benua
(continental margin), lantai dasar samudera (ocean basin floor) dan
pematang tengah samudera (mid ocean ridges).

4. Gempa bumi adalah perisitiwa pelepasan energi dari terakumulasinya
gaya akibat stress (tekanan) dalam bumi dalam bentuk gelombang
seismik. Bila episentrum gempa kita gambarkan sebagai titik di dalam
peta dunia,maka akan terlihat bahwa titik tersebut tidak tersebar
merata di permukaan bumi,tetapi terletak di dalam beberapa daerah
sempit tertentu.Daerah sempit ini disebut sabuk seismik

5. Teori lempeng tektonik menerangkan proses dinamika bumi, antara lain
gempa bumi dan pembentukan jalur pegunungan. Menurut teori ini kulit
bumi (kerak bumi) yang disebut litosfer terdiri dari lempengan yang
mengambang di atas lapisan yang lebih padat yang disebut astenosfer.
Pergerakan lempeng tektonik dibedakan menjadi tiga macam, yaitu
pergerakan lempeng yang saling mendekat, saling menjauh, dan saling
melewati.


2. Saran
Lihat lebih banyak...

Comentários

Copyright © 2017 DADOSPDF Inc.