MENGELOLA EMOSI PRAMUNIAGA.doc

May 26, 2017 | Autor: G. Premananto | Categoria: Retail Management, Retailing
Share Embed


Descrição do Produto


MENGELOLA 'AKTING' PEKERJA RITEL

oleh:
Gancar Candra Premananto
Dosen FE Univ. Airlangga dan Kandidat Doktor Ilmu Ekonomi UGM
[email protected]

Pernahkah Anda memperhatikan sebuah tulisan di sekitar kasir, yang
menyatakan bahwa Anda sebagai pembeli akan mendapatkan hadiah apabila
pramuniaga dan kasir di toko tersebut tidak tersenyum, mengucapkan salam
atau mengucapkan terima kasih? Ya, itulah upaya manajemen toko dalam
mengelola emosi pramuniaga dan kasirnya. Permasalahannya kemudian adalah,
apakah harus seperti itu pengelolaan emosi pekerja ritel? Sebelum menjawab
pertanyaan tersebut, akan dibahas terlebih dahulu sebuah konsep yang
disebut 'emosional pekerja' (emotional labor). Kita bahas apa, siapa dan
mengapa dari konsep tersebut.

Apa itu Emosional Pekerja?
Emosional Pekerja merupakan bentuk upaya, perencanaan dan
pengendalian terhadap kondisi emosi pekerja yang harus ditampakkan ketika
terjadi komunikasi dan transaksi dengan pelanggan. Pekerja diharapkan
menunjukkan emosi tertentu sebagai bagian dari pekerjaan mereka dan untuk
mendukung tujuan perusahaan. Emosi tertentu tersebut ditampakkan dalam raut
wajah dan gerak tubuh pekerja.
Mengelola kondisi emosi memerlukan dua bentuk upaya, antara lain;
1. Menekan dan menahan emosi alami yang tidak sesuai.
2. Berakting. Untuk akting ini terdapat dua bentuk yakni akting:
a. Surface acting, merupakan bentuk berakting dengan hanya melalui
penampakan di raut wajah dan bahasa tubuh dengan berpura-pura tidak
secara tulus dari dalam diri.
b. Deep acting,merupakan bentuk berakting secara tulus dengan penghayatan
dari dalam diri sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Untuk itu pekerja
yang memiliki kondisi emosi yang negatif yang tidak sesuai dengan
kebutuhan perkerjaan, harus meluangkan sedikit waktu sebelum memulai
pekerjaannya untuk merubah kondisi emosinya tersebut.
Dari dua bentuk akting diatas, berakting dari dalam diri (deep acting)
dinyayakan lebih baik dari pada hanya berakting di permukaan (surface
acting). Dari segi niatan, berakting dari dalam diri menunjukkan upaya
untuk melayani pelanggan, sedang berpura-pura dengan akting di permukaan
hanyalah upaya agar tidak dipecat dari pekerjaan. Dari aspek pekerja
sendiri, berakting dari dalam diri dapat mengurangi stres dan meningkatkan
rasa pencapaian kualitas diri (personal accomplishment). Sebaliknya akting
di permukaan yang tidak sesuai dengan emosi diri akan meningkatkan stres,
kelelahan emosional bahkan depresi yang kemudian akan mendorong terjadinya
ketidakpuasan kerja dan bahkan pemutusan hubungan kerja.


Siapa yang Harus Dikelola Emosinya?
Awalnya pengelolaan kondisi emosional pekerja hanya ditujukan untuk
pekerja yang memiliki karakteristik seperti,
a. Berhubungan langsung dengan pelanggan,
b. Berkaitan dengan pelayanan terutama untuk sektor jasa
Pekerja-pekerja yang memiliki karakteristik tersebut diantaranya adalah
pelayan restoran, pramuniaga, kasir, pekerja di rumah sakit, perawat, guru,
konselor/konsultan dan masih banyak lagi.
Namun saat ini terdapat perluasan kebutuhan. Menunjukkan kondisi
emosional yang tepat berkaitan dan sangat dibutuhkan dalam aspek sosial
yang lebih luas. Dalam lingkungan kerja, emosional pekerja juga diperlukan
dalam hubungan interpersonal dalam menjalankan pekerjaan apapun. Dalam
bekerja sama dengan rekan sekerja, bawahan dan atasan diperlukan
pengelolaan kondisi emosi pribadi secara tepat. Bahkan dalam perkembangan
dewasa ini, pengelolaan faktor emosional dinyatakan sebagai bagian dari
kecerdasan manusia yang disebut dengan kecerdasan emosional (Emotional
Quotient/EQ). Dan EQ merupakan salah satu aspek penting penyebab
keberhasilan kinerja seseorang dalam bekerja dan hidup.

Mengapa Emosi Pekerja Harus Dikelola?
Setelah memahami konsep emosional pekerja, maka permasalahan yang
muncul kemudian adalah mengapa kondisi emosional pekerja harus dikelola?
Beberapa studi mendapatkan bahwa emosi positif yang ditunjukkan
pekerja melalui senyum, sapaan dan perilaku yang ramah, akan menimbulkan
perasaan positif bagi para pelanggan. Bukan hanya dari aspek perasaan /
afek, perilaku pelanggan juga akan terpengaruh. Perilaku yang dimaksud
diantaranya adalah niat untuk bertransaksi lagi, niat untuk
merekomendasikan toko pada orang lain dan persepsi keseluruhan atas
kualitas layanan. Dari hasil studi tersebut, sudah terjawab pertanyaan
mengapa emosi pekerja harus dikelola. Bagi dunia ritel yang memiliki
persaingan yang sangat ketat, pelayanan prima sudah merupakan aspek yang
wajib ada. Manajemen ritel berupaya untuk memberikan standar pelayanan
prima yang harus dilakukan oleh pekerjanya, terutama pramuniaga dan kasir.

Setelah apa, siapa dan mengapa konsep emosi pekerja terbahas, maka
kembali ke pertanyaan awal, perlukah pihak manajemen ritel kemudian
memberikan peraturan bahwa pelanggan akan mendapatkan hadiah bila
pramuniaga tidak menunjukkan emosi positif?
Bila melihat tujuan awal ingin membuat standar operasional pelayanan
prima yang harus dilakukan pramuniaga dan kasir, jawabannya adalah 'Ya'.
Tujuan perusahaan tercapai. Pelanggan juga senang karena bila ia tidak
mendapat layanan prima ia akan dapat hadiah. Every body happy then.
Benarkah?
Berbahagia jugakah pramuniaga atau kasir kita? Tidak tahu.Namun yang
jelas, Ia tidak mempunyai pilihan lain. Pramuniaga atau kasir harus
melakukan hal tersebut, bila tidak ia akan mendapat peringatan dari
penyelia dan mungkin akan dipotong gajinya sebesar hadiah yang diberikan
kepada pelanggan. Artinya peraturan tersebut pada dasarnya hanya mendorong
terjadinya pelayanan dengan senyum, salam dan sapa ramah yang hanya di
permukaan dan penuh kepura-puraan saja.
Seperti telah diungkapkan di awal bahwa pelayanan dengan akting yang
muncul dari dalam diri adalah lebih baik daripada akting di permukaan saja.
Hal ini didukung oleh studi oleh Hennig-Thurau dkk (2006) bahwa pelayanan
yang tuluslah yang dapat memberikan perasaan dan persepsi positif bagi
pelanggan dan bukan pelayanan yang hanya tampaknya. Perasaan dan persepsi
positif tersebut lebih lanjut dapat mempengaruhi niat untuk terus
berbelanja di toko tersebut. Pelanggan pada dasarnya dapat mengenali apakah
orang yang melayaninya tulus tersenyum, membantu dan menyapa ataukah
terpaksa. Sama seperti halnya kita dapat mengenali seorang aktor / aktris
yang layak mendapat penghargaan karena aktingnya dan aktor / aktris yang
amatiran. Aktor / aktris yang baik tentu dapat membuat kita terbawa emosi
dan larut dalam jalinan cerita film, kita puas menonton dan akan
membicarakannya dengan orang lainnya. Demikian halnya dengan senyum,
bantuan, dan sapaan pekerja Anda.
Jadi? Jawaban yang ingin disampaikan dari pertanyaan awal adalah,
menurut Saya adalah 'Tidak. Jangan paksa pramuniaga dan kasir untuk
berakting, karena pemaksaan akan menimbulkan kepura-puraan yang terlihat
nyata oleh pelanggan.'
Lalu? Tantangan selanjutnya bagi pengelola toko ritel, dan juga agen
SPG, adalah, bagaimana cara mengelola emosional pekerja yang efektif dan
sehat serta dapat menjadikan pekerja dapat berakting secara tulus?
Tantangan ini akan Kita diskusikan dalam tulisan berikutnya.
.
Lihat lebih banyak...

Comentários

Copyright © 2017 DADOSPDF Inc.