OSTEOPOROSIS

July 27, 2017 | Autor: A. Budiman Hidayat | Categoria: Musculoskeletal Rehabilitation, Degenerative Diseases, Osteoporosis, Bone Density
Share Embed


Descrição do Produto

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
OSTEOPOROSIS









Oleh :

M. Arief Budiman, S.Ked

04084811416049



Pembimbing :

dr. Haidar Nasution





B A G I A N R E H A B I L I T A S I M E D I K

F A K U L T A S K E D O K T E R A N

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2014
A. OSTEOPOROSIS
DEFINISI
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang,
dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah
tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa
tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikroarsitektur tulang
dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan
tulang. Dengan kata lain osteoporosis adalah kelainan kerangka, ditandai
dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh
meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan, kekuatan tulang merefleksikan
gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang.


ANATOMI DAN FISIOLOGI TULANG

Tulang dalam garis besarnya dibagi menjadi :
1. Tulang Panjang
Yang termasuk tulang panjang misalnya seperti femur, tibia,
fibula, ulna dan humerus. Dimana daerah batasnya disebut diafisis
dan daerah yang berdekatan dengan garis epifisis disebut metafisis.
Derah ini merupakan suatu daerah yang sangat sering ditemukan
adanya kelainan atau penyakit, oleh karena daerah ini merupakan
daerah metabolik yang aktif dan banyak mengandung pembuluh darah.
Kerusakan atau kelainan perkembangan daerah lempeng epifisis akan
menyebabkan kelainan pertumbuhan tulang.
2. Tulang pendek
Contoh dari tulang pendek adalah antara lain tulang vertebra
dan tulang-tulang karpal
3. Tulang pipih
Yang termasuk tulang pipih antara lain tulang iga, tulang
scapula, dan tulang pelvis.


Pada tulang yang aktif tumbuh, terdapat empat jenis sel:
1. Osteoprogenitor
Seperti jaringan ikat lain, tulang semula berkembang dari
mesenkim embrional yang memiliki potensi perkembangan sangat luas,
menghasilkan fibroblast, sel lemak, otot, dan sebagainya. Sel
osteoprogenitor ini tetap ada semasa kehidupan pasca lahir dan
ditemukan pada atau dekat semua permukaan bebas tulang: dalam
osteum, lapis dalam periosteum, dan pada trabekel tulang rawan
mengapur pada metafisis tulang tumbuh.
Sel ini paling aktif selama pertumbuhan tulang namun diaktifkan
kembali semasa kehidupan dewasa pada pemulihan fraktur tulang dan
bentuk cedara lainnya.
2. Osteoblast
Osteoblast berhubungan dengan pembentukan tulang, kaya alkaline
phosphatase dan dapat merespon produksi maupun mineralisasi
matriks. Pada akhir siklus remodelling, osteoblast tetap berada di
permukaan tulang baru, atau masuk ke dalam matriks
sebagai osteocyte.
3. Osteocyte
Osteocyte berada di lakunare, fungsinya belum jelas. Diduga di
bawah pengaruh hormone paratiroid (PTH) berperan pada resorbsi
tulang (osteocytic osteolysis) dan transportasi ion kalsium.
Osteocyte sensitif terhadap stimulus mekanik dan meneruskan
rangsang (tekanan dan regangan) ini kepada osteoblast.
4. Osteoclast
Osteoclast adalah mediator utama resorbsi tulang, dibentuk oleh
prekursor monosit di sumsum tulang dan bergerak ke permukaan tulang
oleh stimulus kemotaksis. Dengan meresorbsi matriks akan
meninggalkan cekungan di permukaan tulang yang disebut Lakuna
Howship.

Tulang secara periodik dan konstan memperbaharui diri melalui suatu
proses yang disebut remodeling. Remodeling tulang merupakan suatu
proses aktif dan dinamik yang mengandalkan pada keseimbangan yang
benar antara penyerapan tulang oleh osteoklas, yang dirangsang oleh
hormon paratiroid, dan deposisi tulang oleh osteoblas. Tulang dibentuk
oleh sel yang bersifat osteogenik yaitu osteoblas, yang merupakan sel
pembentuk tulang, dan berfungsi mensintesis jaringan kolagen dan
komponen organik matriks. Osteoblas dirangsang oleh hormon
pertumbuhan, dan pada perkembangan selanjutnya menjadi osteosit, yang
merupakan sel tulang dewasa.

Sel tulang terdiri atas osteoblas, osteosit dan osteoklas yang
dalam aktifitasnya mengatur homeostasis kalsium yang tidak berdiri
sendiri melainkan saling berinteraksi. Homeostasis kalsium pada 
tingkat seluler didahului penyerapan tulang oleh osteoklas yang
memerlukan waktu 40 hari disusul fase istirahat dan kemudian disusul
fase pembentukan tulang kembali oleh osteoblas yang memerlukan waktu
120 hari 

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB OSTEOPOROSIS
Osteoporosis merupakan suatu penyakit yang bukan baru lagi, namun
masih banyak yang belum memahami penyebabnya. Menurut Eri D. Nasution
(2003: 14-29) faktor-faktor yang menyebabkan osteoporosis adalah
sebagai berikut:
1. Faktor Riwayat Keluarga dan Reproduktif
Riwayat patah tulang dalam keluarga sangat penting untuk
menentukan resiko seseorang mengalami patah tulang. Anak perempuan
dari wanita yang mengalami patah tulang, rata-rata memiliki massa
tulang yang lebih rendah dari normal usianya. Tingkat hormon
estrogen turun setelah menopause, sehingga menyebabkan tulang
mengalami resorpsi lebih cepat. Wanita yang mempunyai rentang
reproduktif lebih pendek karena menopause dini akan memiliki massa
tulang yang rendah, dan efeknya tetap bertahan sampai usia tua.







2. Faktor Gaya Hidup
a. Merokok
Tembakau dapat meracuni tulang dan menurunkan kadar estrogen.
Perokok mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar mengalami patah
tulang pinggul, pergelangan tangan serta tulang punggung.
b. Penggunaan Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengubah metabolisme
vitamin D atau penyerapan kalsium terganggu yang dapat
mengakibatkan tulang lemah dan tidak normal.
c. Aktivitas Fisik
Seseorang yang terlalu lama istirahat di tempat tidur dapat
mengurangi massa tulang. Hidup dengan aktivitas fisik yang teratur
dapat menghasilkan massa tulang yang besar.
3. Faktor Pemakaian Obat
Obat-obatan yang menyebabkan osteoporosis meliputi: steroid,
tiroid, Gonadotropin Releasing Hormone (GNRH agonist), diuretik dan
antasid. Obat tersebut apabila digunakan dalam jangka waktu yang
lama, dapat mengubah pergantian tulang dan meningkatkan risiko
osteoporosis.
4. Faktor Kondisi Medis
Kondisi medis dapat mempercepat proses berkurangnya massa
tulang. Kondisi ini seperti operasi perut, kelumpuhan, kanker, dll.
Operasi perut dapat menyebabkan massa tulang berkurang karena
penyerapan kalsium berkurang. Kelumpuhan pada salah satu anggota
tubuh menyebabkan tidak aktif bergerak sehingga tulang menjadi
rapuh.
Menurut Emma S. W. (2000: 10) faktor penyebab osteoporosis
adalah faktor endogenik. Faktor endogenik terkait dengan proses
penuaan, yaitu perusakan sel yang berjalan seiring perjalanan waktu.
Perubahan yang terjadi pada lansia seperti perubahan struktural
(massa tulang) dan penurunan fungsional tubuh


PATOGENESIS

Dalam penyerapannya osteoklas melepas Transforming Growth
Factor yang merangsang aktivitas awal osteoblas dalam keadaan normal
kuantitas dan kualitas penyerapan tulang oleh osteoklas sama dengan
kuantitas dan kualitas pembentukan tulang baru oleh osteoklas. Pada
osteoporosis penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan baru

Klasifikasi
Osteoporosis dibagi menjadi dua kelompok, yaitu osteoporosis
primer (involusional) dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer
adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan,
osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahi penyebabnya.
Osteoporosis primer dibagi menjadi dua, yaitu tipe 1 dan tipe 2.
Osteoporosis tipe 1 disebut juga osteoporosis pasca menopause karena
defisiensi estrogen akibat menopause. Osteoporosis tipe 2 disebut juga
osteoporosis tipe senilis karena gangguan absorbsi kalsium.
Berdasarkan penelitian terakhir, konsep itu berubah karena ternyata
peran estrogen juga menonjol pada osteoporosis tipe 2.
1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis Primer tipe 1 (Osteoporosis Postmenopausal)
Osteoporosis tipe 1 disebabkan karena kekurangan hormon estrogen
(hormon utama pada wanita) yang membantu mengatur pengangkutan kalsium
ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang
berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat
ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama
untuk menderita osteoporosis pascamenopause, wanita kulit putih dan
daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit
hitam.
Setelah menopause, resorbsi tulang akan meningkat, terutama pada
dekade awal setelah menopause sehingga insiden fraktur terutama
fraktur vertebra dan distal radius meningkat. Penurunan densitas
tulang terutama pada tulang trabekular karena memiliki permukaan yang
luas dan hal ini dapat dicegah dengan terapi sulih estrogen. Petanda
resorbsi tulang dan formasi tulang keduanya meningkat menunjukkan bone
turnover. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai produksi
sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononklear seperti
IL-1, IL-6 dan TNF-ά yang berperan meningkatkan kerja osteoklas.
Dengan demikian, penurunan kadar estrogen akibat menopause akan
meningkatkan produksi berbagai sitokin sehingga aktivitas osteoklas
meningkat.






























Selain peningkatan aktivitas osteoklas, menopause juga
menurunkan absorbsi kalsium di usus dan meningkatkan ekskresi kalsium
di ginjal. Selain itu, menopause juga menurunkan sintesis berbagai
protein yang membawa 1,25(OH)2D sehingga pemberian estrogen akan
meningkatkan konsentrasi 1,25(OH)2D di dalam plasma. Tetapi pemberian
estrogen transdermal tidak akan meningkatkan sintesis protein tersebut
karena estrogen transdermal tidak diangkut melewati hati. Walaupun
demikian, estrogen transdermal tetap dapat meningkatkan absorbsi
kalsium di usus secara langsung tanpa dipengaruhi vitamin D. Untuk
mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause maka kadar PTH
akan meningkat pada wanita menopause sehingga osteoporosis akan
semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar
kalsium serum dan hal ini disebabkan oleh menurunnya kadar volume
plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat sehingga
meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium
dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause
terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif
asidosis respiratorik. Walaupun terjadi peningkatan kadar kalsium yang
terikat albumin dan kalsium dalam garam kompleks, kadar ion kalsium
tetap sama dengan keadaan premenopausal.
Osteoporosis tipe 2
Osteoporosis pada orang tua baik laki-laki maupun perempuan.
Demikian juga kadar testosteron pada laki-laki. Defisiensi estrogen
pada laki-laki juga berperan pada massa tulang. Penurunan kadar
estriol dibawah 40 pMol pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis.
Karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar
estrogen yang mendadak) maka kehilangan massa tulang yang besar
seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Falahati-Nini, dkk.
menyatakan bahwa estrogen pada laki-laki berlangsung linier sehingga
terjadi penipisan trabekula, tanpa disertai putusnya trabekula pada
wanita disebabkan karena peningkatan resorbsi yang berlebihan akibat
penurunan kadar estrogen yang drastis pada waktu menopause.
Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan
menurun sedangkan kadar sex hormone binding globulin (SBHG) akan
meningkat. Peningkatan SBHG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan
testosteron membentuk kompleks yang inaktif. Laki-laki yang menderita
kanker prostat dan diterapi dengan antagonis androgen atau agonis
gonadotropin juga akan mengalami kehilangan massa tulang dan
peningkatan risiko fraktur.
Penurunan hormon pertumbuhan (GH) dan IGF-1, juga berperan
terhadap peningkatan resorbsi tulang. Tetapi penurunan kadar androgen
(DHEA dan DHEA-S) ternyata menunjukkan hasil yang kontroversial
terhadap penurunan massa tulang pada orang tua. Faktor lain yang juga
ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah
faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, imobiliasi lama dan
obat-obatan). Dengan bertambahnya umur, remodeling endokortikal dan
intrakortikal akan meningkat sehingga kehilangan tulang terutama
terjadi pada tulang kortikal, misalnya pada femur proksimal. Total
permukaan tulang untuk remodelling tidak berubah dengan bertambahnya
umur, hanya berpindah dari tulang trabekular ke tulang kortikal. Pada
laki-laki tua, peningkatan resorbsi endokortikal tulang panjang akan
diiikuti peningkatan formasi periosteal sehingga diameter tulang
panjang akan meningkat dan menurunkan risiko fraktur pada laki-laki
tua. Risiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah risiko
terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang
lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan kekuatan otot,
gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan penglihatan,
lantai yang licin dan tidak rata dan lain sebagainya. Pada umumnya,
risiko terjatuh pada orang tua tidak disebabkan oleh penyebab tunggal.






































Patogenesis osteoporosis tipe 2 dan fraktur
2. Osteoporosis Sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis. Kondisi
osteoporosis sekunder ini sendiri disebabkan oleh keadaan medis
lainnya atau oleh obat-obatan. Bisa juga disebabkan oleh kondisi medis
seperti gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid,
paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid,
barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian
alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan
osteoporosis.




B. PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder
yang menunjang terjadi osteoporosis, seperti:
a. Tinggi badan yang makin menurun
b. Obat-obat
c. Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium
d. Jumlah kehamilan dan menyusui
e. Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi
f. Apakah sering beraktivitas di luar rumah sehingga mendapat paparan
matahari
g. Apakah sering minum susu dan asupan kalsium lainnya
h. Apakah sering merokok, minum alkohol
2. Pemeriksaan fisik
Penderita (terutama wanita tua) biasanya datang dengan nyeri tulang
terutama tulang belakang, bungkuk dan sudah menopause.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Densitometer (Lunar)
Pemeriksaan ini menggunakan teknologi DXA (dual-energy x-ray
absorptiometry). Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnosis
osteoporosis. Pemeriksaan kepadatan tulang ini aman dan tidak
menimbulkan nyeri serta bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit. DXA
sangat berguna untuk wanita yang memiliki risiko tinggi menderita
osteoporosis, penderita yang diagnosisnya belum pasti, dan penderita
yang hasil pengobatan osteoporosisnya harus dinilai secara akurat.
2. Densitometer-USG.
Pemeriksaan ini lebih tepat disebut sebagai screening awal penyakit
osteoporosis. Hasilnya pun hanya ditandai dengan nilai T dimana nilai
lebih -1 berarti kepadatan tulang masih baik, nilai antara -1 dan -2,5
berarti osteopenia (penipisan tulang), nilai kurang dari -2,5 berarti
osteoporosis (keropos tulang). Keuntungannya adalah kepraktisan dan
harga pemeriksaannya yang lebih murah.
3. Pemeriksaan laboratorium untuk osteocalcin dan dioksipiridinolin, CTx.
Proses pengeroposan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda
biokimia CTx (C-Telopeptide). CTx merupakan hasil penguraian kolagen
tulang yang dilepaskan ke dalam sirkulasi darahsehingga spesifik dalam
menilai kecepatan proses pengeroposan tulang. Pemeriksaan CTx juga
sangat berguna dalam memantau pengobatan menggunakan antiresorpsi
oral. Proses pembentukan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan
penanda bioklimia N-MID-Osteocalcin. Osteocalcin merupakan protein
spesifik tulang sehingga pemeriksan ini dapat digunakan saebagai
penanda biokimia pembentukan tualng dan juga untuk menentukan
kecepatan turnover tulang pada beberapa penyakit tulang lainnya.
Pemeriksaan osteocalcin juga dapat digunakan untuk memantau pengobatan
osteoporosis.
T-Score dan Z-Score:
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko
fraktur untuk menilai hasil pemeriksaan densitometri tulang, digunakan
kriteria kelompok kerja WHO (T-Score) yaitu :
Normal : densitas massa tulang di atas – 1 SD
Osteopenia : densitas massa tulang diantara – 1 SD dan - 2,5
SD
Osteoporosis : densitas massa tulang dibawah – 2,5 SD
Osteoporosis berat : densitas masa tulang dibawah -2.5 SD
yang disertai dengan fragility fracture












Untuk setiap SD penurunan pada BMD, terjadi peningkatan resiko
patah tulang sebanyak 1.5-3 kali. Penggunaan diagnosis T-Score ini
sebaiknya tidak digunakan pada wanita premenopause, pria dengan usia
dibawah 50 tahun, dan anak-anak.
Z-Score merupakan perbandingan antara densitas tulang seseorang
dengan nilai rata rata dari orang yang berumur dan berjenis kelamin
sama. Nilai Z-Score (dibawah –2,0) merupakan pertanda bahwa seseorang
mempunyai masa tulang yang lebih sedikit daripada yang diharapkan
pada orang yang berumur sama.
4. Radiologi
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan
korteks dan daerah trabekuler yag lebih lusen. Hal ini akan tampak
pada tulang – tulang vertebra yang memberikan gambaran picture–frame
vertebra.











D. TATALAKSANA
Farmakologi
Terapi siklik dengan penggantian pada esterogen, dianjurkan
pemberiannya pada masa peri-menopause.
Pemberian kalsitonin kepada penderita osteoporosis yang sudah
terdiagnosis.
Penggunaan kalsium suplemental lebih pada pasien yang tidak memiliki
batu ginjal.
Penambahan asupan vitamin D pada pasien yang mengalami defisiensi.
Pemberian biphosphonate

Rehabilitasi
Terapi dan rehabilitasi. Rasa nyeri yang dialami oleh pasien
osteoporosis dapat diatasi, selain dengan obat-obatan juga dengan
terapi modalitas fisik (terapi panas, terapi dingin, juga terapi
relaksasi yang memosisikan tubuh secara tepat dan benar). Pada nyeri
kronis, perlu diterapkan modifikasi sehari-hari dan penggunaan alat
bantu.
Pemakaian ortosis spinal. Alat ini, ortosis spinal di-gunakan untuk
imobilitasi tulang punggung. Ortose artinya tegak dan spinal artinya
tulang belakang/tulang punggung. Bentuknya seperti jaket dengan bahan
kerangka besi. Bisa juga menggunakan ortoplast yang dipasang pada
tubuh dan bermanfaat memosisikan tubuh pada posisi yang benar. Alat
ini mengurangi posisi membungkuk, mencegah terjadinya patah tulang,
dan membantu menegakkan tubuh pada otot- otot tulang punggung yang
lemah.
Uji gangguan kestabilan. Pada usia lanjut, orang cenderung sering
terjatuh. Ini disebabkan ketidakstabilan ketika berjalan karena proses
penuaan mengubah pola jalan seseorang. Ketidakstabilan pada lansia
disebabkan menurunnya input proprioseptif (penerimaan rangsangan dari
dalam tubuh sendiri), refleks yang melambat, menurunnya kekuatan otot,
dan lain-lain. Tindakan dalam hal mencegah terjatuh, seyogianya
memerhatikan faktor-faktor tersebut.

Edukasi
Menghindari mengangkat sesuatu/ barang yang berat 
Menghindari jatuh dengan menghindari lantai licin, alas kaki licin,
tangga yang curam, dan penerangan ruangan yang redup. Bila ada
gangguan penglihatan harus dikoreksi (misalnya dengan kacamata),
penggunaan tongkat saat berjalan, penggunaan pegangan tangan di kamar
mandi, penggunaan kloset duduk.
Postur: menghindari postur yang bungkuk, harus tegak, dapat dibantu
dengan korset.
Olahraga: awalnya tanpa beban kemudian bertahap diberikan beban sesuai
toleransi. 
- Latihan pembebanan harus dalam pengawasan dokter SpKFR (Spesialis
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi) atau SpKO (Kedokteran Olahraga). 
- Latihan keseimbangan. 
- Latihan kelenturan



























DAFTAR PUSTAKA


Appley AG,Solomon L.: Appleys System of Orthopaedics and Fractures. 8th Ed.
Oxford. Butterworh-Heinemann. 2001,.105-116

Kemp, Walter, Burn, Dennis K, Brown, Travis G. The Big Picture McGraw-
Hills. 2007

Kumar, Abbas, Fausto, Mitchelle. Robbins basic pathology. 8th ed.
(http://emedicine.medscape.com/article/330598-workup#aw2aab6b5b3)

Rasjad Chairuddin, MD, Ph.D. Pengantar Ilmu bedah orthopedic. 3rd ed.
Jakarta. Yarsif Watampone. 2007,.185-188

Robert B. Salter.. Generalized and Disseminate Disorder of Bone: Textbook
of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 3rd Ed.
Baltimore Lippincott Williams&Wilkins. 1999 ,. 183-193

Sherwood, Lauralee. Human Physiology From Cell to System. 7th ed. Canada.
Yolanda Cossio. 2010,.726-738

WEBMD, 2011. Osteoporosis-Medication. Available at: (http://www.webmd.com/
osteoporosis/tc/osteoporosis-medications17)
































-----------------------
Patogenesis osteoporosis tipe 1
Lihat lebih banyak...

Comentários

Copyright © 2017 DADOSPDF Inc.