Communio sebagai Dasar Ekumenisme

June 6, 2017 | Autor: Surya Awangga | Categoria: Ecumenism, Walter Kasper, Communio, Ekumenisme
Share Embed


Descrição do Produto

Surya Awangga B., Thomas.
Program Magister Teologi
Universitas Sanata Dharma


Communio sebagai Dasar Ekumenisme
Menurut Walter Kasper


The Church as communio is a message
and a promise for the man and the world of today.
Through the last council we have been charged
to hear this message and to respond to this promise.
(Walter Kasper)

1. Riwayat Hidup

Kardinal Walter Kasper dilahirkan di Heidenheim-Brenz, Jerman pada 5 Maret
1933. Ia ditahbiskan sebagai imam Keuskupan Rottenburg-Stuttgart pada 6
April 1957. Selama dua tahun ia menjadi pastor di Paroki Stuttgart. Kasper
melanjutkan studi dan memperoleh gelar Doktor Teologi dari Universitas
Tübingen. Ia mengajar teologi dogmatik (1964–1970) dan kemudian menjadi
dekan fakultas teologi di Münster (1969) dan Tübingen (1970). Dari tahun
1958 hingga 1961 ia menjadi asisten Leo Scheffczyk dan Hans Küng. Pada 17
April 1989 Kasper diangkat menjadi Uskup Rottenburg-Stuttgart. Keuskupannya
merupakan keuskupan terbesar keempat di Jerman.

Kiprah Kasper di bidang ekumenisme dimulai dari perutusannya sebagai teolog
atau akademisi di sejumlah perguruan tinggi di Jerman dan Amerika Serikat.
Sepanjang hidupnya, ia menulis beberapa buku, di antaranya Jesus the
Christ, Sacrament of Unity: The Eucharist and the Church, That They May All
Be One: The Call to Unity Today, Harvesting the Fruits: Basic Aspects of
Christian Faith in Ecumenical Dialogue, A Handbook of Spiritual Ecumenism,
Sacrament of Unity: The Eucharist and the Church, Mercy: The Essence of the
Gospel and the Key to Christian Life dan The Gospel of the Family, dan
sebagainya. Karyanya tersebut meliputi bidang dogmatik, pastoral, moral,
dan ekumenisme. Beberapa tulisannya tersebar di jurnal-jurnal teologi
seperti Theology Digest, Communio, dan Concilium. Communio didirikan oleh
1972 Walter Kasper bersama dengan teolog terkemuka seperti Joseph Ratzinger
(kemudian Paus Benediktus XVI), Hans Urs von Balthasar, Henri de Lubac,
Marc Ouellet, Louis Bouyer dan lain-lain. Kasper menguasai bahasa Jerman,
Inggris, dan Italia.

Kasper merupakan anggota Komisi Teologi Internasional, suatu lembaga
penasihat Kongregasi bagi Ajaran Iman (Congregatio pro Doctrina Fidei). Ia
berkali-kali menjadi utusan resmi Vatikan bagi visitasi tahunan kepada
Patriakh Ekumenis di Konstantinopel. Ia pernah memberi kuliah dan
konferensi ekumenisme di berbagai negara.

Atas pandangannya yang terbuka dan bersifat merangkul daripada merintangi,
Kasper dianggap sangat sesuai dengan corak kepemimpinan Paus Fransiskus.
Mingguan Amerika National Catholic Reporter pada Juni 2014 menyebut Kasper
sebagai teolognya Paus Fransiskus. Mereka berdua sama-sama dikukuhkan
menjadi kardinal pada tahun 2001 oleh Paus Yohanes Paulus II.



2. Karya Ekumenis

Karena keunggulannya untuk memajukan hubungan ekumenis dengan umat Kristen,
pada tahun 1979 Kasper terpilih sebagai salah satu teolog Katolik di World
Council of Churches' Faith and Order Commission. Komisi ini merupakan forum
teologi paling komprehensif yang memuat aneka denominasi sedunia. Pada 1994
ia dipilih menjadi wakil ketua Komisi Internasional untuk Dialog Lutheran
dan Katolik. Empat tahun berikutnya, ia ditunjuk sebagai sekretaris Dewan
Kepausan untuk Memajukan Persatuan Kristiani (Pontificium Consilium ad
Unitatem Christianorum Fovendam). Paus Yohanes Paulus II mengangkat
Monseigneur Kasper menjadi Kardinal pada 21 Februari 2001. Sejak 3 Maret
2001, Kasper ditunjuk Paus Yohanes Paulus II menjadi kepala/presiden Dewan
Kepausan untuk Memajukan Persatuan Kristiani menggantikan Kardinal Edward
Idris Cassidy. Menginjak usia lanjut, mulai 1 Juli 2010 Kasper pensiun dari
jabatannya tersebut dan hanya bertindak sebagai presiden emeritus. Sebelas
tahun ia berkarya di Dewan Kepausan untuk Memajukan Persatuan Kristiani.

Dewan Kepausan untuk Memajukan Persatuan Kristiani memiliki fungsi utama
membimbing dan melayani kegiatan ekumenis Gereja Katolik dan juga
bertanggung jawab untuk menegakkan hubungan Katolik - Yahudi. Ekumenisme
dibangun kuat dengan beberapa gereja lain seperti Lutheran World
Federation, Anglican Communion, World Methodist Council, World Alliance of
Reformed Churches, Disciples of Christ, Evangelis, Gereja Ortodoks, Baptist
World Alliance, Pentekostal, serta aneka organisasi Yahudi, termasuk
International Jewish Committee for Interreligious Consultation (IJCIC).
Dalam gerakan ekumenisme saat ini, Kasper merupakan tokoh kunci dan
referensi pokok dari pihak Katolik di ranah praksis maupun teologis.



3. Communio sebagai Dasar Ekumenisme

Bagi Kasper, tujuan utama gerakan ekumenis adalah membentuk kesatuan Gereja
yang kelihatan. Paham kesatuan berarti iman akan Tuhan yang sama dan di
dalam Tuhan dan Penebus Yesus Kristus yang sama berhubungan dengan
pengakuan akan satu Gereja. Gereja di sini dipahami bukan sebagai realitas
sosial manusiawi, melainkan Tubuh Kristus.

Dalam Harvesting the Fruit, diperlihatkan bahwa communio/ koinonia semakin
mengemuka sebagai konsep dasar untuk menggambarkan Gereja. Gereja
dihubungkan dengan sumber dari communio sendiri yakni Trinitas Bapa, Putra,
dan Roh Kudus (LG 4 dan UR 2).[1] Umat beriman membutuhkan kesatuan di
antara murid Kristus, sehingga dunia percaya (Yoh 17:21). Kasper mengacu
Kej 2:18 bahwa sejak awal manusia membutuhkan persekutuan dengan yang lain.
Demikian juga tema penting Konsili Vatikan II adalah communio. Dengan
pemahaman komunio-eklesiologis yang lebih luas ini, Gereja Katolik menjadi
semakin lebih terbuka terhadap persekutan dengan gereja lain.[2]



a. Communio: Kata Kunci Teologi Ekumenis Katolik

Communio adalah terjemahan Latin dari kata Yunani "koinōnía (κοινωνία)"
yang tidak berarti komunitas melainkan partisipasi (participatio). Kata
kerja koinoneo berarti berbagi, berpartisipasi, memiliki secara bersama.
Dengan pendekatan bahasa Latin. Communio berasal dari kata kerja Latin com-
munire yang berarti arti awalnya menunjuk kepada kepentingan bersama atau
milik bersama. Gereja abad pertama memakai kata itu untuk menunjuk
persekutuan gereja. Di sana seorang dapat diekskomunikasi (dikeluarkan)
dari komunitas Gereja bila melakukan pelanggaran berat. Namun, dengan cepat
pula kata communion dihubungkan dengan kesatuan atau persatuan dengan
Kristus melalui perjamuan Ekaristi mengikuti Sabda Tuhan Yesus sendiri.
Dalam arti ini kisah para Rasul, gereja perdana di Yerusalem menunjukkan
koinonia yakni memecah roti dan berdoa bersama (Kis 2:42). Makna teologis
koinonia terdapat pada surat-surat Paulus dan Yohanes. Ada rupa-rupa
koinonia, yakni dengan Yesus Kristus, dengan Injil, dalam Roh Kudus, dalam
iman, penderitaan, dan kemuliaan hari akhir. Doa Yesus dalam Yoh 17:21-23
merumuskan dasar dan ukuran kesatuan ini yakni communio-persekutuan Bapa
dan Putra.[3]

Secara teologis, basis sakramental communio adalah persekutuan dalam satu
baptisan. Karena melalui satu baptisan kita semua dibaptis ke dalam Tubuh
Kristus (1 Kor 12:13; cf. Rm 12:4; Gal 3:26-28; Ef 4:3). Baptis adalah
sakramen iman. Maka, communio melalui baptisan mensyaratkan dan menyatakan
communio dengan iman Gereja yang satu. Menurut Uskup-Martir Siprianus,
communio gereja-gereja mengambil inspirasi dari communio Trinitas Bapa,
Putra, dan Roh Kudus. Maka, communio berarti ambil bagian dalam misteri
Tritunggal Maha Kudus.[4]

Namun, harus ditanyakan lebih lanjut: partisipasi dalam hal apa? Kasper
menegaskan bahwa partisipasi dalam Roh Kudus, dalam hidup baru, dalam
kasih, dalam kitab suci, dan paling utama dalam Ekaristi.[5] Puncak
communio adalah partisipasi dalam ekaristi, εὐχαριστία, (= perjamuan
kudus).[6] Teks paling penting mengenai hal ini adalah 1 Kor 10:16f
"Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur, adalah
persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan
adalah persekutuan dengan tubuh Kristus? Karena roti adalah satu, maka
kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat
bagian dalam roti yang satu itu." Koinonia dalam perjamuan adalah sumber
dan tanda koinonia dalam satu tubuh Gereja; satu tubuh ekaristik Kristus
adalah sumber dan tanda satu tubuh eklesial Kristus. Selain communio dalam
satu baptisan dan ekaristi, communio antara para rasul dan jemaat, segala
kepunyaan jemaat perdana, dan usaha Paulus bagi jemaat Yerusalem diletakkan
dalam rangka koinonia. Maka communio dengan Tuhan melalui Yesus Kristus
dalam Roh Kudus berdampak bagi communio di antara saudara dan khususnya
dengan yang menderita. Communio memiliki dimensi teologis – komunal –
sosial.

Setelah lama sirna dalam sejarah, kata communio diangkat kembali oleh
sekolah Tübingen, khususnya oleh Johann Adam Möhler. Di pihak Protestan,
muncul nama seperti Althaus, Bonhoeffer dan Elert yang berupaya
mengangkatnya pula. Di kalangan Ortodoks, muncul nama seperti Florovsky dan
Chamjakow. Telaah baru mengenai communio diangkat dalam diskusi teologis.
Misalnya, dikenal communio vertikal dengan Tuhan dan communio horisontal
dengan sesama anggota Gereja dan jemaat. Di dalamnya, terdapat pribadi-
pribadi kristiani yang diinkorporasikan ke dalam communio. Sinode luar
biasa para Uskup tahun 1985 mendeklarasikan communio sebagai konsep kunci
Konsili.[7]

b. Communio menurut Dokumen Gereja Katolik

Dalam teologi Katolik dikenal eklesiologi communio. Istilah ini
dikembangkan dari Dokumen Konsili Vatikan II Lumen Gentium (disingkat LG).
Tujuh nomor pertama LG memberi arti kepada eklesiologi communio. Pada nomor
8 kita menemukan di manakah posisi gereja Katolik secara nyata, dan
dengannya pertanyaan ekumenis kian melonjak dengan tajam, yaitu dengan
rumusan "Gereja itu, yang didunia ini disusun dan diatur sebagai serikat,
berada dalam (Lat. subsistit in) Gereja katolik, yang dipimpin oleh
pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya, walaupun di
luar persekutuan itu pun terdapat banyak unsur pengudusan dan kebenaran,
yang merupakan karunia-karunia khas bagi Gereja Kristus dan mendorong ke
arah kesatuan katolik." Penulis draf awal LG, teolog Belgia, G. Phillips,
memastikan akan adanya debat panjang seputar kata subsistit in ini. Apakah
dengan demikian posisi gereja Katolik Roma semakin lemah?[8]

Formula subsistit in menggantikan formula sebelumnya, yakni est. Dengan
kata est, terdapat identitas ketat antara gereja Katolik dengan gereja
Kristus. Bagi dialog ekumenis, hal ini tidak menguntungkan. Dengan kata
"gereja Kristus 'subsistit in / ada di dalam' gereja Katolik, maka terbuka
kesempatan ekumenis yang semakin luas. Secuil kata ini adalah pintu
ekumenis dan pada waktu yang sama menjadi hal terpenting dari dialog
ekumenis.[9]

Tafsiran kata subsistit in dan dialog ekumenis membawa kita kepada
pengertian Katolik mengenai tujuan ekumenisme dalam communio yang penuh.
Bagi Katolik, kesatuan lebih penting daripada jaringan gereja-gereja
setempat yang saling menghormati dan yang sama-sama memberitakan ekaristi
dan firman. Dengan kata ini, Katolik mau menyatakan bahwa ada kesatuan
sejak awal Gereja Katolik degan gereja-gereja lain demi mencapai satu
communio penuh dengannya. Namun, kesatuan ini tidak sama dengan
keseragaman. Ada kesatuan dalam perbedaan dan perbedaan dalam kesatuan.

Salah satu catatan Kasper mengenai paham LG mengenai Gereja bagi communio
ekumenis ialah bahwa kata "subsistit" tidak menyelesaikan semua persoalan,
tetapi menyediakan dasar bagi dialog ekumenis. Selain itu, communio tidak
berarti kembalinya saudara-saudari Kristen yang terpisah dari Katolik ke
dalam pangkuan gereja Katolik. Elemen institusional gereja Katolik seperti
keuskupan dan takhta Santo Petrus dipahami bukan sebagai hambatan melainkan
karunia Roh. Maka, communio gereja lain dengan gereja Katolik tidak serta
merta memasukkan mereka ke dalam "sistem" melainkan saling berbagi kekayaan
untuk mewujudkan kebersatuan Gereja Yesus Kristus di dalam seluruh Gereja
dan komunitas gerejawi.[10]

c. Communio menurut Gereja-Gereja non-Katolik

Menurut Kasper, salah satu cara memahami gereja lain ialah dengan
mempelajari dokumen. Pernyataan resmi ekumenisme gereja lain berguna untuk
jalan dialog. Melalui Harvesting the Fruit, kita dibantu mengenal
kesejajaran dan ketidaksejajaran paham Katolik dengan gereja lain. Paham
dasar mengenai Gereja berdampak besar untuk menjalin communio antar gereja.
Teologi Lutheran dan Reformed umumnya menilai gereja didasarkan atas Sabda
daripada sakramen dan disebut creatura verbi. Hal ini berbeda dengan paham
eklesiologi yang menganggap Gereja "dari bawah, yakni persekutuan
anggotanya. Menurut paham Reformasi, Gereja adalah dimana Sabda Allah
diwartakan dengan murni dan sakramen dilayani sesuai dengan Injil.[11]
Bagian ini hanya membatasi diri pada perkara communio gereja-gereja
sebagaimana dinyatakan dalam karya Kasper.

Menurut Gereja Anglikan, communio adalah istilah paling tepat
mengekspresikan misteri yang meliputi aneka gambaran gereja menurut
Perjanjian Baru. Communio adalah bentuk persekutuan dengan Tuhan dalam
Yesus Kristus, melalui kuasa Roh Kudus, dan perwujudan communio dalam
Gereja adalah tanda tujuan Allah terpenuhi (ARCIC, 4, 5).[12]

Dalam tradisi Reformed, melalui berbagi sabda dan sakramen di hadapan
Trinitas, gereja menemukan hakikat communio-Nya dan menjadi umat Allah,
tubuh Kristus, dan bait Allah. Dengan menemukan communio yang makin tampak,
melawan sekat perbedaan, umat Kristiani menanggapi kehendak Tuhan untuk
mewujudkan Kerajaan Allah lebih penuh.[13]

Gereja Methodis mengeluarkan dokumen Towards a Statement on the Church pada
tahun 1986 dengan tema dasar koinonia. Dokumen ini menegaskan kesejajaran
koinonia mereka dengan communio Katolik, dalam ungkapan "Karena Allah
mencintai dunia, ia mengutus Putra dan Roh Kudus untuk membawa kita kepada
koinonia dengan-Nya. Ambil bagian dalam hidup Allah, yang tampak dalam
perutusan Putra dan Roh Kudus, muncul dalam koinonia yang kelihatan dari
para murid Kristus, yaitu Gereja." Lebih lanjut, dokumen The Grace Given
You in Christ (2006) mengupas "saling berbagi rahmat" untuk memperdalam
pemahaman. Gereja Methodis sepakat melihat gereja Katolik dengan mata,
cinta, dan semangat untuk melihat Kristus, Injil, dan Gereja di
dalamnya.[14]

Dalam wawancara dengan US Catholic Magazine,[15] Kasper ditanyai, "Kesatuan
gereja macam apa yang akan ditempuh melalui dialog ekumenis?" Kasper
menyatakan bahwa tujuannya bukanlah gereja yang sama (a uniform church).
Gereja yang sama bukanlah yang diinginkan gereja-gereja melainkan kesatuan
gereja dalam perbedaan yang dapat diperdamaikan (the unity of the one
church in reconciled diversity). Jika kita memandang contoh Gereja Timur
yang dapat bersekutu dengan Roma, kita dapat melihat model kerjasama yang
terus berjalan dalam perbedaan. Kesatuan Gereja lebih dipandang sebagai
communio. Tetapi, communio itu muncul dalam bentuk konkret apa? Jika
Ekaristi adalah puncak communio, bagaimana umat kristiani ambil bagian
dalam iman yang satu, sakramen yang sama, dan pelayanan bersama? Faktanya,
iman jelas dapat diungkapkan dengan cara yang berbeda. Jika masih ada yang
bersikukuh bagaimana communio dipersempit menjadi penerimaan komuni bersama
antar denominasi, kita harus melihat secara teliti dari tiap tradisi.[16]

" "Gereja Ortodoks "Gereja Protestan "Gereja Katolik "
"Komuni – makna "Disebut sebagai "Ekaristi, seperti "Sama dengan Gereja"
" "kurban kudus atau "halnya baptis, "Ortodoks. Ekaristi"
" "liturgi suci. "adalah simbol "dikenal sebagai "
" "Kehadiran kurban "rahmat. Hakikat ""kurban kudus "
" "Kristus dan "kurban Ekaristi "Ekaristi" (Holy "
" "pengampunan dosa "ditolak. "sacrifice of the "
" "diperoleh melalui " "Mass) "
" "komuni. Komuni " " "
" "juga merupakan " " "
" "perjumpaan dengan " " "
" "Kristus yang " " "
" "bangkit. " " "
"Kehadiran Kristus "Selama Ekaristi, "Roti dan anggur, "Melalui konsekrasi"
"dalam komuni "imam mengundang "sebagai simbol, "oleh imam, yakni "
" "Roh Kudus dalam "substansinya tidak"atas nama Kristus,"
" "epiklesis roti dan"berubah. "roti dan anggur "
" "anggur. "Sebagian besar "menjadi tubuh dan "
" "Roti dan anggur "gereja Kristen "darah Kristus "
" "dirubah menjadi "menerima paham "(transubstantiatio"
" "tubuh dan darah "ini, Anglikan "n). "
" "Kristus. "setuju dengan "Bentuk luarnya "
" " "pandangan Katolik,"tetap sama, tetapi"
" " "Baptis menolak "substansinya "
" " "paham ini. "berubah. "
"Pembagian Komuni "Bahan yang "Bahan "Sesuai dengan "
" "dikonsekrasi hanya"dipersembahkan "ortodoksi, hanya "
" "dapat diterimakan "kepada seluruh "anggota gereja "
" "kepada anggota "umat yang merasa "Katolik yang boleh"
" "gereja. Komuni "dapat ambil "menerima komuni. "
" "diterimakan dalam "bagian. Sangat "Umumnya, di gereja"
" "dua rupa. "banyak umat "Katolik, umat "
" " "Protestan menerima"menerima roti dan "
" " "komuni dalam dua "imam menerima "
" " "rupa. "keduanya. "
" " " "Komuni dua rupa "
" " " "diizinkan pada "
" " " "kesempatan "
" " " "tertentu. "



Mengacu Dokumen Lima atau Baptism, Eucharist and Ministry yang dikeluarkan
oleh World Council of Churches (1982), terdapat titik temu pemahaman
mengenai Communio Katolik dengan Gereja Kristen.[17] WCC merupakan forum
bersama bagi dialog dan kerjasama ekuenis dalam rangka kesatuan (communio)
Gereja. Dari keanggotaan, Gereja Katolik bukanlah anggota WCC. Tetapi,
Katolik hadir sebagai pengamat dan partner dialog. Kasper pada 1979
terpilih sebagai salah satu teolog Katolik di World Council of Churches'
Faith and Order Commission. Ia mengikuti secara saksama perkembangan sidang
WCC di Lima, Peru mengenai perumusan BEM. Memang communio-ekaristi adalah
titik perbedaan tajam dari gereja-gereja Kristus. Namun hal positif yang
muncul dari BEM adalah bahwa ada pernyataan mengenai titik temu bersama
mengenai Ekaristi menurut kitab suci. BEM artikel 5 memahami Ekaristi
sebagai pengenangan akan wafat dan kebangkitan Kristus. BEM artikel 19
menegaskan Ekaristi sebagai persekutuan hidup Gereja, sekaligus persekutuan
di dalam Gereja yang adalah tubuh Kristus. Dalam ekaristilah persekutuan
umat Allah dinyatakan secara sepenuhnya.

Lantas, apakah pembicaraan mengenai communio harus selalu terwujud dalam
komuni roti dan anggur bersama? Lepas dari hukum kanonik yang menyatakan
pembatasan bagi communicatio in sacris (KHK 844), Kasper memberi pemahaman
bahwa Ekaristi sebagai puncak tidak boleh menjadi satu-satunya communio
Gereja. Memang semua sakramen membangun umat menjadi Tubuh Kristus, baik
melalui sabda dan sakramen. Akan tetapi, communio tidak berangkat dari
bawah, melainkan sebuah rahmat dan karunia, ambil bagian dalam kebenaran,
kehidupan, dan kasih dari Allah melalui Yesus Kristus dalam Roh Kudus
melalui sabda dan sakramen. Keinginan menggebu "dari bawah" untuk menerima
sakramen tidak mendatangkan maksud communio itu sendiri. Pemahaman teologis
sakramen-lah yang dapat didialogkan. Akan tetapi, kehendak menerima
sakramen dengan maksud indiferentisme patut dicegah. BEM 33 menegaskan
perlunya dasar teologis yang memadai untuk memaknai makna communio
Ekaristi.[18] Gereja Katolik Roma melalui Dewan Kepausan untuk Persatuan
Kristiani dan Kongregasi untuk Ajaran Iman menanggapi dokumen BEM secara
positif. Namun, Salah satu catatan keberatan atas dokumen BEM dari pihak
Katolik ialah ketika berbicara mengenai pelayan (ministry). Churches
Respond to BEM yang diterbitkan oleh WCC Publication memuat tanggapan pihak
Katolik mengenai BEM, yakni "hasil paling berarti dari gerakan
ekumenis."[19] Communio memang menjadi motivasi dan tujuan ekumenisme,
namun tidak sama identik dengan communio dalam wujud berbagi roti yang sama
dari meja yang sama.



4. Makna dan Implikasi Communio: Esensi, bukan Struktur

Mengacu paham communio bagi dasar dan kata kunci ekumenisme, Gereja-gereja
Kristiani tidak akan menjadi gereja baru atau gereja yang lain, melainkan
"Gereja satu", yang diteruskan sendiri dari Yesus Kristus dalam Roh Kudus.
Menurut Kasper, ekumenisme adalah proses multilapis yang mengikutsertakan
seluruh Gereja. Di era ini, Kasper memberikan dorongan untuk mencari apa
yang sama di berbagai wilayah kehidupan, daripada apa yang berbeda dan
patut diperdebatkan (what unites us is much greater than what divides us)
dalam semangat communio.[20]

Memang harus diingat bahwa gerakan Ekumene yang dirintis oleh Gereja
Katolik Roma selalu memiliki tujuan kesatuan Gereja yang terlihat (visible
unity). Hal ini sedikit banyak sudah terjadi dengan Gereja Ortodoks Timur.
Akan tetapi, gerakan ekumene yang sejati tidak bisa disamakan dengan
perkumpulan berbagai "denominasi" mengadakan pelayanan ibadat bersama-sama.
Jika terjadi, malahan dapat mencederai iman Katolik mengenai Gereja yang
Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik. Communio sejati tidak mengarah kepada
suatu relativisme atau indiferentisme agama, melainkan wujud kesatuan dalam
Yesus Kristus.

Jika ekumene bermakna communio dengan Kristus dan communio lahiriah
berpuncak dalam Ekaristi namun faktanya tidak secara signifikan mengubah
penerimaan komuni kudus (intercommunion), apakah lantas communio kehilangan
artinya? Rupanya, dengan bicara mengenai communio Kasper mengajak pembaca
masuk ke gagasan embrional yang lebih mendalam, yakni ekumenisme
rohani.[21] Ekumenisme adalah suatu proses spiritual, itulah jantung
ekumenisme. Apabila kita membicarakan perbedaan yang dapat dipertemukan,
tentu masih tetap ada perbedaan prinsip. Yang tidak dapat diterima dalam
kesatuan ini adalah jika ada suatu gereja yang mengajarkan bahwa ajaran
resmi gereja lain bertentangan dengan Injil. Inilah dimensi dinamis dialog
ekumenis. Bagi orang Katolik, hal ini membantu menemukan diri menjadi
Katolik yang penuh. Bagi jemaat Protestan, menghargai paham komuni Katolik
akan membantu menemukan menjaga identitas mereka pula.

Kasper dididik dalam suasana ekumenis di Fakultas Teologi Tübingen, Jerman.
Ia merasakan benar kesatuan maupun ketidakbersatuan gereja-gereja di
fakultasnya dan mengalami kekayaan teologi dari para dosen Protestan dan
Katolik. Di kemudian hari, ia menjadi penatua yang harus memberi kesaksian
kekatolikan di tengah iklim relasi dengan denominasi lain. Kasper lantas
merefleksikan bahwa perpecahan gereja-gereja memang luka yang menganga dan
hal ini tidak sesuai dengan kehendak Kristus. Communio bukan merupakan
suatu kolektivisme dan solusi terhadap individualisme. Melalui communio,
ekumenisme memperoleh gairah untuk melihat Kristus yang hadir pada gereja-
gereja. Yang ditunjuk dalam communio gereja-gereja bukanlah strukturnya,
melainkan esensinya. Dengan kata lain, communio bermakna rohani sebagai
landasan mewujudkan Gereja yang satu.

Kasper menilai bahwa zaman sekarang ini kita sudah kurang memeluk ide besar
Konsili Vatikan II, yakni communio fidelium. Inilah tugas para gembala
gereja dan para pelayan untuk menegakkan komunikasi dan dialog.[22]
Communio zaman ini menjadi nyata dalam dialog antargereja. Jika berdebat
mengenai struktur atau tanda yang kelihatan dari karisma Yesus Kristus,
orang kristiani tidak akan pernah sampai pada satu persetujuan bersama.
Namun, dialog yang melampaui duduk perkara polemik perbedaan menciptakan
suatu atmosfer yang membawa kita kepada pertukaran karunia yang memperkaya
kedua belah pihak.[23] Ketika saling berbagi karunia ini, Gereja menjadi
semakin konkret dan secara penuh menjadi dirinya: mencakup semua una sancta
catholica et apostolica ecclesia.[24]





REFERENSI

Daftar Bacaan:

Kasper, Walter. 1986. "Church as Communio", dalam Communio: International
Catholic Review, No. 13, Summer 1986.
Kasper, Walter. 2004. That They May All Be One: The Call to Unity Today.
London: Burns & Oates.
Kasper, Walter. 2007. A Handbook of Spiritual Ecumenism. NY: New City
Press.

Kasper, Walter. 2009. Harvesting the Fruits: Basic Aspects of Christian
Faith in Ecumenical Dialogue. London: Continuum.

Luther, Martin. 2009. Katekismus Besar Martin Luther. (terj. Anwar Tjen).
Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Martasudjita, Emanuel. 2005. Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan
Pastoral. Yogyakarta: Kanisius.

Dokumen:
Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: Obor, 2009.
Baptism, Eucharist and Ministry, Geneva: World Council of Churches, 1982.

Website:
http://www.uscatholic.org/
http://christianityinview.com/comparison.html

-----------------------
[1] Kasper, 2009, hlm. 72.
[2] Kasper, Church as "Communio", 1986, hlm. 102.
[3] Kasper, 2004, hlm. 54-55.
[4] Kasper, 1986, hlm. 105.
[5] Ibid, hlm. 106.
[6] Istilah ekaristi atau misa identik dengan sebutan Gereja Katolik Roma.
Istilah lain untuk menerangkan itu adalah sinaksis (Yun. synaxis) yang
digunakan zaman Patristik hingga abad VI. Sebutan lain adalah "liturgi
ilahi" (Gereja Ortodoks Yunani), "komuni suci" (Gereja Anglikan), "misteri-
misteri" (Gereja Siria Barat), "Pengudusan atau Oblatio" (Gereja Koptik).
Κυριακὸν δεῖπνον (Kyriakon deipnon) atau perjamuan Tuhan dipakai padaabad-
abad pertama (awal 50-an hingga abad 1 M). Paulus menggunakan istilah
perjamuan Tuhan untuk menyebut perayaan ekaristi secara keseluruhan.
[7] Kasper, 2009, hlm. 72.
[8] Kasper, 2004, hlm 65.
[9] Ibid.
[10] Ibid, hlm. 68.
[11] Ibid., hlm. 62.
[12] Kasper, 2009, hlm. 72.
[13] Ibid, hlm. 77
[14] Ibid, hlm. 77.
[15] Wawancara Walter Kasper dengan U.S. Catholic Magazine, Oktober 2002,
Vol. 67, No. 10, hlm. 18-22. (bdk. http://www.uscatholic.org/ diakses 28
Februari 2015, pukul 8:42).

[16] http://christianityinview.com/comparison.html (diakses 26 Mei 2015)
[17] The eucharistic communion with Christ who nourishes the life of the
Church is at the same time communion within the body of Christ which is the
Church. The sharing in one bread and the common cup in a given place
demonstrates and effects the oneness of the sharers with Christ and with
their fellow sharers in all times and places. It is in the eucharist that
the community of God's people is fully manifested. Eucharistic celebrations
always have to do with the whole Church, and the whole Church is involved
in each local Eucharistic celebration. In so far as a church claims to be a
manifestation of the whole Church, it will take care to order its own life
in ways which take seriously the interests and concerns of other churches.
(BEM 19)
[18] The increased mutual understanding expressed [in the present
statement] may allow some churches to attain a greater measure of
eucharistic communion among themselves and so bring closer the day when
Christ's divided people will be visibly reunited around the Lord's Table
(BEM 33).
[19] Martasudjita, E. hlm. 370-371.
[20] Kasper, 2009, hlm. 197.
[21] Kata-kata "ekumenisme rohani" tidak berasal dari Kasper melainkan
Unitatis Redintegratio, no. 8: "Pertobatan hati dan kesucian hidup itu,
disertai doa-doa permohonan perorangan maupun bersama untuk kesatuan umat
kristen, harus dipandang sebagai jiwa seluruh gerakan ekumenis, dan memang
tepat juga disebut ekumenisme rohani." Dokumen Konsili Vatikan II, UR 8.

[22] Kasper, 1986, hlm. 116.
[23] Kasper, 2009, 197.
[24] Syahadat Nikea-Konstantinopel: "Gereja yang satu, kudus, katolik dan
apostolik"


-----------------------
Hlm 1
Lihat lebih banyak...

Comentários

Copyright © 2017 DADOSPDF Inc.