Critical Review Local Economic Development

May 28, 2017 | Autor: Selen Azizah | Categoria: Urban Planning, Local Economic Development, Urban And Regional Planning
Share Embed


Descrição do Produto


6 Langkah PEL


Ciptakan Iklim Usaha


Memilih
Cluster


Kemitraan
Stakeholderss


Penguatan
Kemitraan


Promosi
Cluster


Replikasi
Cluster






















































Pendahuluan

Batik merupakan salah satu budaya ciri khas bangsa Indonesia yang menjadi salah satu warisan dunia tepatnya ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) dan mendapatkan pengakuan dari UNESCO sejak 2 Oktober 2009. Batik mempunyai keunggulan komparatif di bidang ekonomi, sehingga diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Prasetyo 2010). Pada tahun 2008 industri batik nasional mencapai nilai ekspor US$ 38 juta dan menyerap 603 ribu tenaga kerja, sedangkan unit usaha yang di industri batik ini adalah sebanyak 50.315 unit (Prasetyo 2010).
Salah satu kota penghasil batik yang menjadikan sebagai komoditi andalan adalah Surakarta, dimana ekspor batik terus mengalami peningkatan, dari tahun 2006 sebesar $2,496,539.46 sampai tahun 2010 sebesar $10,196,173.12 (dalam Dollar Amerika). Negara-negara tujuan ekspor produksi Kota Surakarta antara lain Kanada, Cina, Perancis, Jerman, Amerika dan lain-lain. Menurut data dari Disperindag Surakarta terdapat 254 pengusaha batik yang tersebar di lima kecamatan yaitu kecamatan Laweyan terdapat sekitar 200 pengusaha, kecamatan Serengan terdapat empat pengusaha, kecamatan Pasar Kliwon terdapat 47 pengusaha, kecamatan Jebres terdapat tiga pengusaha (Disperindag Surakarta).
Kecamatan Laweyan memiliki kampoeng batik paling tua di Indonesia yaitu kampoeng batik Laweyan. Kampoeng Batik Laweyan adalah salah satu kawasan lanskap budaya di Indonesia yang kaya akan potensi budaya dan sejarah yang telah diwarisi sejak nenek moyang. Salah satu warisan yang tak ternilai yang dimiliki di kampoeng batik laweyan adalah seni batik yang masuk dalam warisan budaya tak benda (intangible cultural heritage). Seni batik solo yang menjadi daya tarik utama ini diperkaya dengan situs-situs bersejarah seperti makam dan mesjid bersejarah serta situs lainnya (http://kampoengbatiklaweyan.org/)
Di samping itu kampoeng batik laweyan memiliki potensi komunitas masyarakat yang berperan besar dalam turut menjaga kelestarian kawasannya. Kekuatan komunitas ini akan membantu menjadikan kawasan kampoeng batik laweyan menjadi destinasi wisata batik solo yang ramah dan layak dikunjungi. Komunitas kampoeng batik Laweyan ini dikelola oleh Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL) yang mengelola kluster Kampoeng Batik Laweyan. Kampoeng Batik Laweyan juga termasuk sebagai kluster wisata, cagar budaya dan industri batik di Propinsi Jawa tengah. Pada Kluster Kampoeng Batik masyarakatnya mempunyai jenis usaha yang sama, berkelompok dan turun temurun. FPKBL bersifat demokratis, bebas, mandiri dan bertanggung jawab, yang mempunyai kegiatan khusus dalam pengembangan disektor Pariwisata dan Industri Batik maupun non batik. 
Perkembangan perekonomian global yang semakin berkembang ditambah dibukany apasar bebas dan masuknya program Masyarakat Ekonomi Asean menjadikan sektor ekonomi lokal harus memiliki strategi yang tepat agar tidak tenggelam dalam lautan monopoli bisnis. Hal ini menjadikan penulis jurnal mengamati apa saja strategi yang dilakukan oleh masyarakat kampoeng batik laweyan. Selain itu perlu dikajinya jurnal yang ditulis penulis mengenai konsep pengembangan ekonomi lokal yang ada di Kampoeng Batik Laweyan. Kajian mengenai pengembangan ekonomi lokal ini dilihat dari segi konsep, teori, analisis pengembangan ekonomi lokal, tahap pengembangan ekonomi lokal, strategi pengembangan ekonomi lokal.
Ringkasan Jurnal

Setelah mengalami mati suri selama 30 tahun, pada tahun 2000 beberapa masyarakat Laweyan mulai merintis lagi usahanya. Usaha ini juga mendapat sambutan baik dari pemerintah Surakarta, dimana mereka mulai berbenah dengan ditetapkannya Kampoeng Laweyan sebagai Kampoeng Wisata Batik pada tahun 2004. Dengan wacana yang baru, mereka mulai membuka diri untuk memamerkan proses pembuatan batik baik batik tulis, cap, sablon, tolet, printing serta produk batik dalam ruang pamer yang ditata dengan indah. Perkembangan usaha ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah usaha dagang. Jenis produksi unggulan adalah batik tulis tradisional dengan ciri khas warnanya yang cenderung agak gelap, meliputi perpaduan antara warna coklat maupun kebiruan.
Jaringan usaha hubungan batik di Kampoeng Laweyan sendiri sangat bermacam-macam dengan uraian seperti dibawah.
Jaringan Hubungan Pembelian Bahan Baku
Pengusaha batik pemroses atau disebut juragan menjalin hubungan dagang dengan pedagang bahan baku kain berdasarkan ikatan kekerabatan, ketetanggaan dan pertemanan. Pembelian bahan baku kain dilakukan secara ngalap nyaur atau ambil barang dahulu, kemudian dibayar dengan tempo satu, dua atau tiga bulan.
Jaringan Hubungan dalam Proses Produksi
Ada beberapa jaringan hubungan proses produksi di Kampoeng Batik Laweyan
Jaringan hubungan proses produksi dengan sistem nempakke
Apabila pengusaha atau juragan batik/saudagar pemroses mendapatkan permintaan pesanan batik yang melebihi kapasitas produksi harian atau stok barang yang dimiliki, maka pengusaha tersebut akan membangun pola hubungan produksi dengan sistem nempakke atau ndandakke.
Jaringan hubungan proses produksi dengan sistem cluster
Jaringan hubungan proses produksi dengan sistem cluster adalah rangkaian hubungan produksi antara pengusaha dengan beberapa carik. Seorang carik sebagai supervisor bekerja dengan membawahi satu kelompok yang terdiri dari 10-15 pengrajin batik rumahan.
Jaringan hubungan proses produksi dengan sistem susukan
Hubungan produksi antara juragan dengan pengrajin batik susukan berdasarkan kontrak borongan lepas. Pengrajin batik susukan menghasilkan produk batik setengah jadi yang telah dicorek pola batik, dibatik dan diterusi namun belum diwarnai dan dilorot.
Jaringan hubungan proses produksi dengan sistem pocokan
Istilah pocokan berarti memperkerjakan seseorang berdasarkan kontrak borongan sesuai dengan kebutuhan juragan batik. Pekerjaan ngengreng pola batik, mbatik, nerusi, nglowong dilakukan di rumah pengrajin batik, sedangkan pekerjaan medel, mbironi, nyoga sampai dengan nglorot dikerjakan pada unit usaha juragan.
Jaringan hubungan proses produksi dengan sistem pabrikan
Juragan atau pengusaha batik membangun hubungan proses produksi dengan sistem pabrikan secara terpusat dengan tujuan untuk kepentingan ekonomi perusahaan
Jaringan Hubungan Dagang Batik
Penjualan batik di Laweyan dilakukan dengan beberapa cara yaitu antara lain:
Jaringan hubungan dagang dengan penjualan langsung
Jaringan hubungan dagang antara juragan batik dengan saudagar batik di Pasar Klewer
hubungan langganan tetep ngalap nyaur
Selain itu ada 2 hubungan penting dalam dagang batik ini yaitu hubungan dengan sistem nitip dan hubungan dagang antara pengusaha batik dengan saudagar batik di luar kota. Hubungan dagang dengan sistem nitip terbentuk dari pengalaman kerjasama yang relatif lama dan panjang. Pengalaman hubungan dagang tersebut terbentuk atas asas saling percaya, berbagi risiko dan saling berbagi keuntungan. Hubungan dagang nitip bersifat tertutup, monopoli dan rutin. Hubungan dagang antara pengusaha batik Laweyan dengan saudagar batik di luar kota dengan menggunakan hubungan sistem "korwil" (koordinator wilayah). Juragan batik membangun saluran distribusi batik melalui beberapa saudagar sebagai koordinator wilayah dagang di kotanya masing-masing.

Perubahan-Perubahan Struktur Politik (Kebijakan) yang Memengaruhi Perkembangan Usaha Batik Laweyan
Perkembangan industri batik Laweyan selain dipengaruhi oleh budaya ekonominya juga secara tidak langsung dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Berlakunya UU No.22/1999 tentang Otonomi Daerah yang direvisi menjadi UU No.32/2004 serta UU No.25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah yang juga direvisi menjadi UU No.33/2004. Perkembangan batik ini juga didukung dengan adanya pengakuan dari UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 dimana batik merupakan ciri khas budaya bangsa Indonesia yang juga sebagai warisan budaya dunia, dan pemerintah menetapkan pada tanggal 2 Oktober sebagai Hati Batik Nasional.

Kebijakan Pemerintah yang Berdampak Negatif terhadap Industri Batik Laweyan
Pada bulan Januari 2010 berlaku perdagangan bebas antara ASEAN dan Cina, sehingga produk-produk Cina menjadi sangat mudah untuk masuk ke Indonesia. Penerapan China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) merupakan mimpi buruk bagi produsen lokal. Walaupun pemerintah telah menyatakan siap terhadap dampak negatif dari CAFTA, namun tidak demikian dengan produsen lokal. Mereka tetap khawatir terhadap ekspansi produk Cina besar-besaran pasca diberlakukannya CAFTA. Dalam kenyataannya, produk tekstil Cina sudah memasuki pasar-pasar tradisional yang akan mengancam produk lokal.

Strategi-Strategi yang Diterapkan oleh Pengusaha Batik Laweyan dalam Menghadapi Perdagangan Bebas
Pengusaha batik Laweyan pada umumnya adalah industri batik skala kecil dan menengah, yang mana dalam menghadapi globalisasi diperlukan beberapa strategi prioritas yang digunakan strategi ini diarahkan dengan memperbaiki kelemahan dan memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang digunakan adalah penguatan kerja sama, penguatan pasar, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, penciptaan iklim usaha yang kondusif dan penguatan modal sosial.
Dapat dilihat bahwa budaya ekonomi batik Laweyan mempunyai ciri tersendiri yaitu budaya ekonomi bazaar dengan hubungan sosial mereka yang lebih bersifat resiprokal. Hubungan sosial tetangga, kekerabatan dan keagamaan mengikat tindakan ekonomi. Hubungan tolong-menolong berbasis ikatan sosial dan trust mengikat dalam tindakan ekonomi juragan batik. Juragan, saudagar pemroses dan pengrajin batik mengembangkan jaringan hubungan dagang nitip. Menurut pandangan para aktor ekonomi usaha batik nitip mempunyai makna antara hubungan di antara para pelaku usaha batik yang saling melekat atau saling mengikat dan saling menguntungkan satu sama lain (mutual sided embedded).
Penelitian ini menunjukkan konsep keterlekatan perilaku ekonomi dalam hubungan-hubungan sosial. Kecenderungan berbagai pola jaringan hubungan produksi dan hubungan dagang mengarah pada struktur jaringan sosial personal. Dalam penelitian ini struktur jaringan hubungan dagang cenderung horizontal dengan perbedaan akses ekonomi pasar lokal. Sebaliknya struktur jaringan produksi cenderung vertikal, di mana posisi pusat cenderung mengendalikan hubungan-hubungan produksi. Jaringan yang kuat baik secara horizontal dan vertikal yang dilakukan oleh pengusaha batik Laweyan membuat ikatan yang kuat antar pengusaha maupun pengusaha dengan buruhnya. Selain adanya ikatan yang kuat serta trust antar pengusaha maupun pekerja batik ini, keberadaan pengusaha batik Laweyan juga didukung oleh pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang dibuatnya, seperti kebijakan pemerintah yang tertuang dalam UU No. 25 Tahun 1999 dan UU No.33 tahun 2004 Tentang Dana Perimbangan dengan diikuti kebijakan pemerintah daerah berupa perda tentang APBD dan kebijakan lainnya. Salah satu kebijakan pemerintah provinsi maupun pemerintah daerah adalah dengan mengharuskan pegawainya untuk berseragam batik pada hari-hari tertentu.
Analisis dan Pembahasan

Dalam jurnal dengan judul Pengembangan Komoditas Batik: Determinasi Budaya Ekonomi dan Perubahan Struktur Kebijakan Terhadap Perkembangan Usaha Ekonomi Lokal (Studi Tentang Pengusaha Batik Laweyan Surakarta) yang ditulis oleh Erma Setiawati menerangkan secara garis besar tentang pengembangan ekonomi lokal yang ada di Laweyan Surakarta terutama strategi masyarakat dalam menghadapi tantangan pengembangan ekonomi lokal. Sayangnya dalam jurnal ini tidak menerangkan latar belakang adanya pengembangan ekonomi lokal di Kampoeng Batik Laweyan.

Gambar 1. Hasil pengolahan batik di Kampoeng Batik Laweyan
Sumber : www.google.com diakses tanggal 13 Oktober 2016 pukul 19.05

Jika dianalisis lebih lanjut, dalam jurnal ini dijelaskan secara tersirat bahwa Kampoeng Batik Laweyan ini menganut teori pengembangan ekonomi lokal yang disampaikan oleh A.H.J. Helmings yaitu PEL (Pengembangan Ekonomi Lokal) adalah suatu proses dimana kemitraan yang mapan antara pemerintah daerah, kelompok berbasis masyarakat, dan dunia usaha mengelola sumber daya yang ada untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan merangsang (pertumbuhan) ekonomi pada suatu wilayah tertentu. Menekankan pada kontrol lokal, dan penggunaan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik. Jika digambarkan dalam tabel akan muncul hasil seperti dibawah ini.

Stakeholders
Komunitas kampoeng batik Laweyan (Kelompok masyarakat)

Pemerintah Surakarta (Pemerintah daerah)

Saudagar batik di luar kota (kemitraan)
Sumber daya Lokal
Kerajinan batik, Sumber Daya Manusia yang merupakan warga Laweyan
Merangsang pertumbuhan ekonomi
Iya, pendapatan daerah dan masyarakat yang meningkat serta membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat
Kerjasama antar stakeholders
pendanaan, branding dan kerjasama profit
Tabel 1. Implikasi PEL pada Kampoeng Batik Laweyan
Sumber : hasil analisis penulis

Selain itu pada jurnal ini juga tidak diterangkan bahwa PEL di kampoeng batik Laweyan tersebut apakah sudah menganut prinsip dalam PEL atau belum. Padahal dalam hal analisis strategi yang digunakan perlu adanya analisis sebelumnya. Prinsip dari pengembangan ekonomi lokal ini terdiri dari tiga prinsip yaitu prinsip ekonomi, prinsip kelembagaan, prinsip kemitraan.
Prinsip Ekonomi : Memenuhi kebutuhan pasar dan menghubungkan produsen
kecil dengan supplier
Prinsip Kemitraan : Stakeholders berperan aktif dalam pengadaan kegiatan
Prinsip Kelembagaan : Dibentuk Forum Pengembangan Kampoeng Batik
Laweyan (FPKBL) yang mengelola kluster Kampoeng Batik
Prinsip Ekspor : Melakukan ekspansi dengan ekspor ke Kanada, Cina, Perancis,
Jerman, Amerika dan lain-lain
Prinsip Pemasaran : Adanya hubungkan produsen skala kecil dengan yang lebih
besar.
Prinsip Kluster : Kegiatan ekonomi sejenis yaitu kluster Batik

Pada jurnal ini juga disebutkan bahwa peran batik ini terhadap ekonomi lokal sangat menonjol. Bukan hanya untuk pemasaran batik saja tapi juga sebagai tempat wisata bagi turis baik dalam negeri maupun mancanegara. Selain ekspansi pasar dari batik Laweyan ini bukan hanya untuk ranah dalam negeri tapi juga untuk ranah luar negeri, dimana ekspor batik terus mengalami peningkatan. Kontribusi industri pengolahan pada PDRB Kota Solo sebesar 24,34 persen. Sedangkan kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran pada PDRB sebesar 22,02 persen (Surakarta Dalam Angka 2008). Kegiatan perdagangan paling berperan secara signifikan, yaitu lebih dari 80 persen dari keseluruhan kontribusi sektor ini. Pada sektor industri pengolahan, bidang usaha yang memiliki jumlah unit usaha signifikan adalah pakaian jadi, mebel, tempe, batik, dop, dan sangkar burung. Negara-negara tujuan ekspor produksi Kota Surakarta antara lain Kanada, Cina, Perancis, Jerman, Amerika dan lain-lain.
Menurut data dari Disperindag Surakarta terdapat 254 pengusaha batik yang tersebar di lima kecamatan yaitu kecamatan Laweyan terdapat sekitar 200 pengusaha, kecamatan Serengan terdapat empat pengusaha, kecamatan Pasar Kliwon terdapat 47 pengusaha, kecamatan Jebres terdapat tiga pengusaha (Disperindag Surakarta). Dengan adanya indikasi semakin bertambahnya jumlah pengusaha, ruang panjang serta peredaran usaha mereka maka dapat diartikan bahwa perekonomian lokalnya berkembang. Seiring dengan perubahan tatanan perekonomian dunia, maka perkembangan industri batik Laweyan diharapkan dapat mengantisipasi perubahan ini, ditandai dengan adanya globalisasi dan perdagangan bebas yang tidak lagi mengenal batas wilayah atau negara. Keadaan ini juga berdampak nyata kehidupan sosial dan budaya masyarakat.
Yang perlu dikaji selanjutnya adalah langkah-langkah dalam PEL, dalam jurnal memang tidak membahas langkah PEL secara mendetail tapi ada beberapa langkah PEL ini yang telah dijelaskan. Secara garis besr ada enam langkah PEL sendiri terdiri dari ciptakan iklim usaha, memilih cluster, kemitraan stakeholderss, penguatan kemitraan, promosi cluster, replikasi cluster.

Gambar 2. Enam langkah Pengembangan Ekonomi Lokal
Sumber : http://www.slideshare.net/visualbeeNetwork/konseppengembangan-ekonomi-lokal-10175987 diakses tanggal 13 Oktober 2016 pukul 19.01

Ciptakan Iklim Usaha : Iklim usaha di Kampoeng Batik Laweyan memiliki iklim yang
kondusif hal ini dikarenakan daerah Laweyan sudah terkenal
dari dahulu kerajinan batiknya dan usaha membatik telah
dilakukan saat jauh hari walaupun sempat terganggu dan
mengalami mati suri selama 30 tahun
Memilih Cluster : Pemilihan Cluster didasarkan pada komoditi unggulan
masyarakat yaitu batik
Kemitraan Stakeholderss : Komunitas Kampoeng Batik (masyarakat), Pemerintah
Surakarta (Pemerintah daerah), Saudagar batik di luar kota
(kemitraan)
Penguatan Kemitraan : Selalu ada komunikasi antar semua mitra
Promosi Cluster : Promosi cluster ini paling banyak dipengaruhi oleh
pemerintah daerah Surakarta
Replikasi Cluster : Evaluasi terutama dilakukan oleh Forum Pengembangan
Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL)
Pada jurnal menjelaskan tentang strategi apa saja beserta saran penulisa bagi Pengembangan Ekonomi Lokal oleh Kampoeng Batik Laweyan dalam rangka menghadapi tantangan yang akan dialami yaitu penguatan kerja sama, penguatan pasar, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, penciptaan iklim usaha yang kondusif dan penguatan modal sosial. Kerja sama yang kuat antar pelaku-pelaku yang terkait dalam pengembangan industri batik memerlukan satu visi bersama. Pelaku-pelaku yang terkait diantaranya pengusaha industri batik Laweyan yang terdiri dari perwakilan industri batik skala kecil, menengah dan besar; industri pendukung (pembeli, pemasok bahan baku, bahan penolong); serta pemerintah yaitu Bappeda, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi, Dinas Pariwisata, lembaga keuangan, lembaga pendidikan dan pelatihan, asosiasi usaha, lembaga bantuan pengembangan bisnis.
Penanganan pemasaran menjadi prioritas karena jika produk batik Laweyan mempunyai pasar yang jelas, maka akan terjadi kesinambungan proses produksi. Dengan demikian, usaha batik akan berkembang, permasalahan keuangan dapat teratasi dan kesejahteraan tenaga kerja dapat meningkat. Agar memiliki pasar yang jelas, setiap industri batik Laweyan harus mempunyai karakter batik tersendiri (produk yang terdiferensiasi). Peningkatan kapasitas sumber daya manusia sangat penting bagi pengembangan industri batik Laweyan karena manusia merupakan penggerak, pemberi keputusan dan pelaku dari setiap kegiatan. Usaha akan berkembang dengan baik jika pelaku tersebut memiliki motivasi, serta memiliki pendidikan dan pengetahuan akan manajemen usaha dan teknologi.
Kesimpulan dan Saran

Perkembangan ekonomi lokal yang dijelaskan oleh jurnal dengan studi kasus Kampoeng Batik Laweyan sudah cukup runtut dibahas mungkin hanya beberapa analisis yang belum terbahas. Selain itu dari Kampoeng Batik Laweyan kegiatan ekonomi lokalnya cukup kondusif dengan pembentukan kluster yang jelas dan kerja sama antar stakeholders cukup baik dengan penanganan pemasaran menjadi prioritas karena jika produk batik Laweyan mempunyai pasar yang jelas, maka akan terjadi kesinambungan proses produksi. Masyarakat juga sadar akan tantangan global yang akan terjadi dan sudh menyiapkan beberapa strategi yaitu penguatan kerja sama, penguatan pasar, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, penciptaan iklim usaha yang kondusif dan penguatan modal sosial.
Pengaruh komoditas batik ini terhadap ekonomi lokal sangat menonjol. Bukan hanya untuk pemasaran batik saja tapi juga sebagai tempat wisata bagi turis baik dalam negeri maupun mancanegara. Selain ekspansi pasar dari batik Laweyan ini bukan hanya untuk ranah dalam negeri tapi juga untuk ranah luar negeri, dimana ekspor batik terus mengalami peningkatan. Hal ini menunjukan bahwa tujuan PEL sendiri yang berguna untuk menciptakan lapangan pekerjaan terpenuhi.
Daftar Pustaka

http://kampoengbatiklaweyan.org/ diakses pada tanggal 13 Oktober pukul 17.00

Permana, Fian (2013) Perkembangan dan Pengaruh Keberadaan Industri Kampoeng Batik Laweyan Terhadap Kondisi Perekonomian Wilayah Kelurahan Laweyan di Kota Surakarta.Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada

Setiawati, Erma (2015) Pengembangan Komoditas Batik: Determinasi Budaya Ekonomi dan Perubahan Struktur Kebijakan Terhadap Perkembangan Usaha Ekonomi Lokal (Studi Tentang Pengusaha Batik Laweyan Surakarta). Surakarta. Universitas Muhammadiah Surakarta

Critical Review jurnal Pengembangan Komoditas Batik: Determinasi Budaya Ekonomi dan Perubahan Struktur Kebijakan Terhadap Perkembangan Usaha Ekonomi Lokal (Studi Tentang Pengusaha Batik Laweyan Surakarta)oleh Emma Setiawati22 " Nurul Selen Azizah ASP 3615100073
2
2








6 Langkah PEL
Ciptakan Iklim Usaha
Memilih
Cluster
Kemitraan
Stakeholderss
Penguatan
Kemitraan
Promosi
Cluster
Replikasi
Cluster
[Type the company name]
[Type the company address]

Lihat lebih banyak...

Comentários

Copyright © 2017 DADOSPDF Inc.