Dana Alokasi Umum Sebagai Konsekuensi Desentralisasi

July 5, 2017 | Autor: Th Prasetyo | Categoria: Public Policy
Share Embed


Descrição do Produto

DANA ALOKASI UMUM SEBAGAI KONSEKUENSI DESENTRALISASI Taufan Harry Prasetyo Mahasiswa Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Email : [email protected]

Abstrak Pemerintah pusat telah memberikan keleluasaan fiskal kepada pemerintah daerah melalui transfer dana pusat ke daerah. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah salah satu mekanisme tranfer pusat ke daerah. DAU memiliki peran yang penting bagi pemerintah daerah dalam upayanyameningkatkan kesejahteraan dan pembangunan daerahnya.Hal ini menyebabkan perlunya pengelolaan DAU seefisien dan seefektif mungkin demi memaksimalkan peran DAU itu sendiri.

Kata kunci: Desentralisasi, Dana Alikasi Umum.

1

Latar Belakang Masalah Sulawesi Barat adalah daerah hasil pemekaran provinsi Sulawesi Selatan yang berdiri sejak

Oktober 2004. Tujuan utama pendirian Sulawesi Barat adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan khususnya masyarakat Sulawesi Barat dan masyarakat Sulawesi pada umumnya. Menurut data Bapenas tahun 2010 masih terdapat 183 Kab/Kota tertinggal, dan 5 diantaranya adalah kabupaten yang berada pada wilayah Sulawesi Barat. Hal ini yang kemudian peran Pemerintah Daerah baik Kab/Kota maupun provinsi dianggap penting dalam membangun upaya upaya untuk mengentaskan ketertinggalan ini. Kebijakan desentralisasi fiskal oleh pemerintah pusat melalui UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya UU No. 25/1999 yang mengatur hubungan keuangan pusat dan daerah, menggantikan UU No. 5/1974 yang sentralistik menjadi peluang daerah (dalam hal ini kab/kota dan provinsi) untuk kemudian memanfaatkan ruang fiskal yang diberikan oleh pemerintah pusat. Daerah kini diberikan kewenangan untuk mengelola fiskal dari sisi belanja untuk digunakan sepenuhnya dan sebaik baiknya dalam upaya membangun daerah. Menurut Utomo 1997 dalam Hamid, 2003 dari penelitian yang dilakukan FISIPOL UGM selama 5 tahun berturut-turut diketahui bahwa (1) Perbandingan antara PAD dengan subsidi berkisar 30% -70%

(2) Adanya berbagi variasi sumbangan PAD dari berbagai daerah Kabupaten/Kota di Indonesia, yaitu 208 Kabupaten/Kota memberikan sumbangan PAD kurang dari 20%, 65 Kabupaten/Kota menyumbang 20,1% - 40% dan hanya 2 Kabupaten/Kota yang memiliki kemampuan menyumbang PAD sebesar lebih dari 50% dari total penerimaan APBD-nya. Data empiris Hofman dan Kaiser (2002) dalam CLGI (2002) pada tahun 2001 menunjukan bahwa bagi kebanyakan pemerintah daerah di Indonesia sumber pendapatan terbesar ternyata adalah Dana Alokasi Umum (DAU) dan Bagi Hasil Pajak (DBH) yang mencapai 65% dan 23%. Berarti sedikitnya 88% dari pendapatan daerah masih merupakan transfer dari pemerintah pusat. Meskipun tugas pelayanan sudah didelegasikan ke pemerintah daerah namun pemerintah daerah masih sangat bergantung pada Pusat dalam membiayai pelaksanaan tugas dan pelayanan publik tersebut (Triastuti, Darwin dan Ratminto : 2005). Beberapa hal tersebut tentunya membuat daerah dengan kapasitas fiskal yang rendah (PAD yang rendah) akan sulit melakukan pembangunan dan ketergantungannya terhadap transfer pusat sangat besar. Sehingga penting bagi daerah untuk mengoptimalisasi pemanfaatan Dana Alokasi Umum ini. Dalam paper ini akan dikaji bagaimana mengoptimalkan DAU sebagai salah satu komponen fiskal di Sulawesi Barat. 2

Peran Penting Dana Alokasi Umum (DAU) dalam Pembangunan Daerah Kepentingan utama kebijakan desentralisasi adalah kebutuhan dana Pemerintah Daerah untuk

menjalankan pemerintahannya oleh karena itu diatur hubungan keuangan Pusat dan Daerah sehingga Pemerintah daerah dapat melaksanakan kewajiban yang diamanahkan undang undang. Dalam desentralisasi fiskal saat ini hanya memberikan kewenangan untuk membelanjakan belanja publik dan sedikit kewenangan dalam memperoleh pendapatan yang kemudian diatur dalam UU nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah Hal ini mengakibatkan transfer Pusat ke Daerah dari tahun ke tahun semakin besar. Pada tahun anggaran 2000 (dengan periode 9 bulan), transfer berjumlah Rp34 trilyun dari total belanja Rp. 197 trilyun. Dengan kata lain, sekitar sekitar 17% belanja Pemerintah Pusat ditransfer untuk dikelola oleh Pemerintah Daerah. Jumlah itu meningkat tajam baik dalam nominal maupun persentase. Pada tahun anggaran 2002 ini, transfer dalam bentuk dana perimbangan direncanakan Rp 98 trilyun, atau sekitar 29% dari total belanja APBN (Sidik, 2009)

3

Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai mekanisme desentralisasi fiskal. Besaran dana DAU yang diterima oleh suatu Daerah (Propinsi, Kabupaten, dan Kota)

ditentukan dengan menggunakan pendekatan konsep Fiscal Gap, dimana kebutuhan DAU suatu Daerah ditentukan oleh kebutuhan Daerah (fiscal needs) dan potensi Daerah (fiscal capacity).

Dengan pengertian lain, DAU digunakan untuk menutup celah/gap yang terjadi karena kebutuhan Daerah melebihi dari potensi penerimaan Daerah yang ada. DAU dialokasikan untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota. Besaran

DAU ditetapkan

sekurang-kurangnya

26% dari

Pendapatan Dalam Negeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN. Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan pertimbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. Dengan adanya aturan yang ketat terkait perhitungan alokasi dana DAU dari pusat ke pemerintah daerah maka sulit bagi Sulawesi Barat mengupayakan dana DAU yang lebih (diluar dasar perhitungan) sehingga yang terpenting bagi pemerintah Sulawesi Barat adalah bagaimana caranya untuk menggunakan dan membelanjakan APOBD se efektif dan efisien mungkin untuk kemudian pengalokasian tersebut dalam upaya meningkatkan PAD sebagai sumber pendapatan daerah. Pemerintah daerah bisa saja meningkatkan jumlah DAU yang diterima tapi dengan cara menurunkan PAD, menurunkan IPM, meningkatkan jumlah penduduk dan lain sebagainya yang menjadi komponen penilaian Alokasi Dasar. Sehingga tidak ada jalan lain bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan dan optimalisasi DAU adalah dengan efektifitas pengalokasian DAU. Pada Tabel.1 menunjukan porsi dari Pendapatan Daerah pada postur APBD tahun 2014. Dari Tabel.1 diketahui bahwa porsi PAD ditambah Lain lain pendapatan yang sah memiliki rata rata proporsi sebesar 75,83% dari total pendapatan daerah sehingga DAU hanya memiliki 16,02% dari total pendapatan pemerintah daerah. Jauh lebih sedikit dari total rata rata PAD yang mencapai 44,78%. Namun jika diamati pada Tabel.1 maka untuk daerah daerah yang memiliki PAD besar maka dana alokasi umumnya tidak sebesar daerah dengan PAD yang rendah. Hal ini terjadi karena kapasitas fiskal daerah seperti Maluku Utara, Papua Barat dan Sulawesi Barat masih kecil sementara kebutuhan fiskal mereka besar sehingga fiskal gap ditutupi melalui mekanisme DAU yang merupakan transfer dari pusat. Telah banyak penelitian yang mneliti hubungan DAU ini terhadap pertumbuhan ekonomi, dan banyak pula yang meneliti pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap PAD. Taaha et al (2001) menguji pengaruh DAU terhadap pertumbuhan ekonomi regional Sulawesi dan hasilnya adalah DAU berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Harianto et al (2007) menemukan bahwa DAU sangat berpengaruh terhadap Belanja Modal. Sayangnya kontribusi dari DAU terhadap Belanja Modal masih kurang efektif akibatnya pembangunan yang terjadi di daerah kurang merata (masih banyak desa terbelakang di daerah Jawa dan Bali). Prasetijaningsih et al menyatakan salah satu faktor penyebab rendahnya pertumbuhan ekonomi DOB adalah dependensi fiskal pada pemerintah pusat dimana DOB masih memiliki porsi PAD yang kecil sehingga daerah pemekaran masih harus bekerja keras untuk dapat mengambil alih fungsi penerimaan daerah. Rendahnya optimalisasi pendapatan dan kontribusi ekonomi yang rendah dapat dilihat dari adanya

vicious circle antara keuangan pemerintah dengan perekonomian daerah. Peran pemerintah sangat diperlukan untuk dapat meningkatkan perekonomian suatu daerah. Selain itu porsi belanja modal dari pemerintah daerah yang rendah juga sangat mempengaruhi kinerja ekonomi DOB. Hal ini merupakan indikasi pemerintah DOB belum efektif dalam mengambil kebijakan fiskalnya.

Tabel1. Tabel perbandingan postur pendapatan APBD tahun 2014 (DJA) Jenis Pendapatan Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah

Bali 2014 2,303,430,000,000

DIY 2014 1,233,830,000,000

Jabar 2014 13,042,480,000,000

Maluku Utara 2014 204,900,000,000

PAPUA BARAT 2014 203,797,300,000

Sulawesi Barat 2014 215,349,000,000

2,104,000,000,000

1,099,000,000,000

12,220,000,000,000

152,200,000,000

166,000,000,000

175,600,000,000

35,030,000,000

36,670,000,000

57,680,000,000

35,740,000,000

767,300,000

3,029,000,000

74,480,000,000

45,510,000,000

273,400,000,000

-

13,000,000,000

1,000,000,000

89,920,000,000

52,650,000,000

491,400,000,000

16,960,000,000

24,030,000,000

35,720,000,000

1,065,500,000,000

1,038,630,000,000

2,820,220,000,000

1,119,320,000,000

2,393,220,000,000

849,320,000,000

191,600,000,000

101,600,000,000

1,054,000,000,000

138,100,000,000

1,210,000,000,000

22,530,000,000

832,300,000,000

899,900,000,000

1,688,000,000,000

906,600,000,000

1,122,000,000,000

776,200,000,000

41,600,000,000

37,130,000,000

78,220,000,000

74,620,000,000

61,220,000,000

50,590,000,000

588,817,000,000

827,877,000,000

4,049,930,000,000

295,500,000,000

2,673,000,000,000

161,446,000,000

4,317,000,000

9,177,000,000

22,930,000,000

140,300,000,000

-

2,746,000,000

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

391,300,000,000

818,700,000,000

4,027,000,000,000

155,200,000,000

2,673,000,000,000

158,700,000,000

193,200,000,000

-

-

-

-

-

3,957,747,000,000

3,100,337,000,000

19,912,630,000,000

1,619,720,000,000

5,270,017,300,000

1,226,115,000,000

Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan PAD Lain yang Sah Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Pendapatan Hibah Dana Darurat Bagi Hasil Pajak dari Provinsi Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Bantuan Keuangan dari Provinsi TOTAL PENDAPATAN

Lebih lanjut lagi berdasarkan penelitian pada kabupaten/kota se Jawa dan Bali dengan tahun 1998 sampai dengan 2003 belanja pembangunan/belanja modal memberikan dampak yang positif terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun pertumbuhan ekonomi. Hal lainnya adalah pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap PAD suatu daerah (Hadi, 2006). Namun yang perlu diperhatikan adalah pada umumnya daerah kabupaten/kota/provinsi hasil pemekaran memiliki PAD yang rendah. Belanja pembangunan sebaiknya dialokasikan pada sektor yang langsung dinikmati oleh publik dengan begitu pemerintah dapat memberikan layanan publik yang baik sekaligus meningkatkan PAD (Mardiasmo, 2002). Menurut Harianto et al, 2007 belanja modal berpengaruh positif terhadap perubahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sedangkan PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan pendapatan perkapita. Namun dari beberapa penelitian diatas kebanyakan data yang digunakan adalah kabupaten/kota/provinsi se Jawa dan Bali sehingga tiba bisa digeneralisir terhadap daerah daerah diluar Jawa. Dengan adanya aturan terkait dengan hubungan keuangan pusat dan daerah yang mengamanahkan bahwa 10% dana alokasi umum untuk provinsi dan 90% untuk kabupaten/kota maka besaran yang diperoleh daerah akan terbatas pada proporsi tersebut. Menjadi sulit jika pemerintah daerah Sulawesi Barat tidak segera memperbaiki kemandirian keuangan mereka mengingat besaran DAU akan sangat terbatas pada kebutuhan dan kecukupan anggaran untuk melaksanakan kegiatan pelayanan publik. Salah satu yang menjadi penting bagi pemerintah adalah bagaimana pemerintah dapat mengalokasikan DAU dengan sebijak mungkin. Mengurangi belanja rutin terutama belanja pegawai menjadi lebih efisien sehingga DAU bisa lebih berguna untuk meningkatkan pembangunan. Dengan peningkatan pembangunan maka diharapkan pertumbuhan ekonomi bisa meningkatkan pendapatan daerah. Selain itu pemerintah perlu mengupayakan tindakan tindakan strategis baik kebijakan maupun pengalokasian dana pada tujuan mendapatkan sumber sumber dana atau peningkatan pendapatan daerah. Terkait dengan rencana penghapusan Alokasi Dasar dari penghitungan Dana Alokasi Umum tentunya harus dilakukan kajian ulang. Mengingat bahwa masih banyak daerah yang memiliki ketergantungan transfer pusat (kemandirian keuangannya kurang). Disisi lain semakin besar PAD maka semakin mandiri suatu daerah otonom dan semakin longgar/mudah dalam mengalokasikan belanja untuk kepentingan publik. Dengan arti lain bahwa pemerintah bisa memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakatnya. 4

Kesimpulan Dari latar belakang masalah dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil

beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut:

1.

DAU memiliki tata cara perhitungan yang jelas tertuang dalam Permenkeu NOMOR 165/PMK.07/2012 sehingga jumlahnya dapat pasti jumlahnya. Dengan begitu pemerintah daerah tidak dapat melakukan upaya meningkatkan DAU, yang dapat dilakukan pemerintah Sulawesi Barat adalah mengatur pengelolaan dan proporsi anggaran seefisien dan seefektif mungkin.

2.

Porsi Belanja Pegawai (Belanja Operasi Rutin) sebaiknyya dikurangi jumlahnya dengan tanpa mengurangi pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Hal ini dalam upaya menjaga kecukupan anggaran untuk belanja modal dan infrastruktur (belanja pembangunan). Belanja ini sangat penting diprioritaskan karena beberapa penelitian menunjukan jenis belanja tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang kemudian akan meningkatkan PAD sehingga kemandirian keuangan dapat terwujud.

3.

Peningkatan PAD adalah salah satu upaya yang tepat untuk membangun kemandirian

keuangan.

Penelitian

menunjukan

upaya

yang

tepat

untuk

meningkatkan PAD adalah meningkatkan Belanja Modal dan Infrastruktur untuk menggerakkan laju pertumbuhan ekonomi lebih besar yang kemudian akan meningkatkan sumber sumber pendapatan daerah. 4.

Dengan peningkatan PAD yang signifikan akan mengurangi ketergantungan Sulawesi Barat terhadap DAU semakin kecil sehingga perubahan perubahan pola perhitungan DAU tidak akan terlalu membebani kinerja pemerintah.

5

Pustaka HAMID, Edy Suandi. “Ketimpangan fiskal vertikal dan formula alternatif Dana Alokasi

Umum (DAU)”. Diss. Universitas Gadjah Mada, 2003. Indonesia, Republik. "Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah." Harianto, David, and Priyo Hari Adi. "Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Per Kapita."Simposium Nasional Akuntansi X Makasar (2007): 26-28. HAMID, Edy Suandi. “Ketimpangan fiskal vertikal dan formula alternatif Dana Alokasi Umum (DAU)”. Diss. Universitas Gadjah Mada, 2003. Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan daerah, Andi, Jogjakarta.

Nasional, Badan Perencanaan Pembangunan. "Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah." (2008). Sidik, Machfud. "Format Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah Yang Mengacu Pada Pencapaian Tujuan Nasional." Seminar Nasional Public Sector Scorecard. Ditjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Departemen Keuangan RI. 2002.Indonesia, Republik. "Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah." Sumarsono, Hadi. "Analisis Kemandirian Otonomi Daerah: Kasus Kota Malang (19992004)." Jurnal Ekonomi Pembangunan 1.1 (2009). Sidik, Machfud. "Format Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah Yang Mengacu Pada Pencapaian Tujuan Nasional." Seminar Nasional Public Sector Scorecard. Ditjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Departemen Keuangan RI. 2002. Triastuti, Maria Rosarie Harni, and Muhadjir Darwin. "Analisis Kemandirian Keuangan Daerah Kota Yogyakarta (Studi Tentang Desentralisasi dan Otonomi Fiskal Daerah) 18.2005 (2005).

Lihat lebih banyak...

Comentários

Copyright © 2017 DADOSPDF Inc.