Difusi dan Osmosis.docx

May 28, 2017 | Autor: Niken Istighfarin | Categoria: Biology, Laporan Praktikum Biologi, Universitas Jember
Share Embed


Descrição do Produto



Laporan Fisiologi Tumbuhan
Acara I
Difusi dan Osmosis








Nama :
Niken Istighfarin (140210103070) Kelas B









PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MIPA
UNIVERSITAS JEMBER
2016
Judul
Difusi dan Osmosis

Tujuan
Permeabilitas Membran Sel : Pengaruh Suhu dan Pelarut
Mengamati pengaruh perlakuan fisik (suhu) dan kimia (jenis pelarut) terhadap permeabilitas membran sel.
Plasmolisis
Untuk mengetahui pengaruh larutan hipertonik dan larutan hipotonis pada sel tumbuhan.

Dasar Teori
Difusi adalah gerakan acak dari partikel pada semua arah melalui larutan atau gas. Partikel bergerak dari area dengan konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah sepanjang gradien konsentrasi. Energi untuk difusi dihasilkan oleh energi panas. Difusi juga terjadi karena perubahan potensial listrik yang melewati membran. Kation akan mengikuti anion dan sebaliknya (Horne, 2001 : 8).
Dinding sel terbentuk atas lapisan lemak dengan banyak pori-pori protein yang halus. Substansi dapat berdifusi melewati dinding sel dengan mengikuti syarat sebagai berikut : bila partikel tersebut cukup kecil untuk melewati pori-pori protein (misalnya : air dan urea), hal ini disebut difusi sederhana. Bila partikel tersebut adalah larut dalam lemak (misal : oksigen dan karbon dioksida), ini merupakan contoh lain difusi sederhana. Melalui substansi pembawa : ini disebut difusi yang dipermudah. Partikel besar tak larut-lemak seperti glukosa harus berdifusi ke dalam sel melalui substansi pembawa. Glukosa, sebagai contoh, berikatan dengan pembawa di luar sel untuk menjadi larut dalam lipid. Bila memasuki sel, glukosa memisahkan diri dari pembawa dan pembawa kemudian bebas untuk mempermudah difusi dari glukosa tambahan (Horne, 2001 : 8).
Faktor yang meningkatkan difusi, antara lain : peningkatan suhu, peningkatan konsentrasi partikel, penurunan ukuran atau berat molekul dari partikel, peningkatan area permukaan yang tersedia untuk difusi, dan penurunan jarak lintas di mana massa partikel harus berdifusi. Sedangkan faktor-faktor yang berlawanan akan bertindak menurunkan difusi (Horne, 2001 : 8).
Seperti pada difusi sederhana, difusi yang dipermudah memerlukan adanya gradien konsentrasi yang membantu difusi. Kecepatan difusi yang dipermudah, tergantung pada ketersediaan substansi pembawa. Bila terdapat gradien konsentrasi yang besar (misalnya perbedaan antara area dengan konsentrasi tinggi dan konsentrasi rendah adalah besar), pembawa dapat menjadi jenuh (terpakai) dan difusi akan menurun meskipun adanya gradien konsentrasi yang dibutuhkan. Glukosa akan bergerak ke dalam sel, sebagai contoh, hanya bila terdapat gradien konsentrasi yang dibutuhkan dan tersedianya substansi pembawa (Horne, 2001 : 8-9).
Osmosis adalah difusi suatu zat pelarut melintasi membran. Pada makhluk hidup zat pelarut selalu air. Osmosis didefinisikan sebagai pergerakan air (zat pelarut) melalui membran permeabel selektif, dari area dengan konsentrasi air (zat pelarut) yang tinggi ke area dengan konsentrasi air (zat pelarut) yang rendah (James, 2008 : 28).
Gambar 2.14.

(James, 2008 : 29).
Tonisitas adalah kemampuan larutan untuk memvariasikan ukuran dan bentuk sel dengan mengubah jumlah air dalam sel. Larutan salin normal (natrium klorida 0,9% b/v) dan larutan glukosa (dekstrosa) 5% b/v adalah isotonik dengan plasma dan seringkali digunakan untuk infus intravena. Walaupun kedua larutan tersebut bukan plasma, namun konsentrasi partikelnya sama. Air laut relatif hipertonik dibandingkan dengan cairan tubuh karena memiliki konsentrasi natrium klorida 1 mol/t. menelan air laut akan menyebabkan air berpindah keluar sel secara osmosis dan menyebabkan dehidrasi. Sebagian besar cairan yang diminum seperti teh atau jus buah, relatif hipotonik dibandingkan cairan tubuh (James, 2008 : 30).
Efek tonisitas terhadap sel dibagi menjadi 3, antaralain : larutan isotonik, larutan hipertonik, dan larutan hipotonik. Pada larutan isotonik, memiliki konsentrasi zat terlarut yang sama pada kedua sisi membran. Air berpindah keluar masuk sel, tetapi tidak ada resultan pergerakan air dan bentuk dari sel tetap. Larutan hipertonik, konsentrasai zat terlarut lebih pekat di luar sel daripada di dalam sel. Air akan berpindah keluar sel ke larutan secara osmosis dan menyebabkan penciutan sel, disebut krenasi. Sedangkan pada larutan hipotonik, konsentrasi zat terlarut lebih rendah di luar sel daripada di dalam sel. Air akan masuk ke sel secara osmosis, menyebabkan pembangkakan sel dan sel menjadi pecah, disebut hemolisis (James, 2008 : 31).

Larutan Isotonik Larutan hipertonik Larutan hipotonik
(James, 2008 : 31).


NaCl dapat mempengaruhi tekanan osmotik serta mempengaruhi pembentukan jumlah embrio somatik karena NaCl menghambat proses pergerakan air yang melalui membran semipermeable karena perbedaan konsentrasi larutan. Hal ini membuat sel dalam keadaan hipertonik dimana air menentukan keseimbangan antara konsentrasi dalam dan luar sel dengan berpindah ke lingkungan. Semakin pekat larutan NaCl yang terkandung dalam media maka akan semakin banyak air dalam sel yang keluar sehingga membuat sel tumbuhan mengalami kematian. Arah osmosis ditentukan oleh perbedaan konsentrasi zat terlarut total. Air berpindah dari larutan hipotonik ke hipertonik sekalipun larutan hipotoniknya memiliki variasi zat terlarut lebih banyak dibandingkan dengan larutan hipertonik (Sari, 2013 : 157).
Metanol (CH3OH) adalah senyawa organik yang dalam industri kimia banyak digunakan sebagai pelarut karena kemampuannya untuk larut dalam berbagai senyawa organik dan anorganik. Metanol juga banyak digunakan sebagai pereaksi pada pembentukan formaldehida atau metil ester yang banyak digunakan sebagai bahan anti beku (antifreeze) pada industri otomotif maupun pesawat terbang. Sebagai bahan bakar alternatif, sejak krisis minyak tahun 1973, litbang metanol untuk bahan bakar alternatif telah dilakukan dengan sangat intensif sebagai jawaban untuk mencari alternatif energi pengganti minyak. Saat ini litbang hidrogen juga melirik metanol sebagai energy carrier untuk hidrogen guna memasok kebutuhan hidrogen pada sistem hidrogen berbasis sel bahan bakar (Salimy, 2015 : 110).
Aseton (propylketone) (C3H6O) merupakan satu dari sebagian besar senyawa yang berlimpah dalam pernafasan manusia. Aseton dihasilkan oleh heptocytes melalui decarboxylation dari kelebihan Acetyl-CoA. Aseton dibentuk oleh decarboxylation acetoacetate, yang berasal dari lipolisis atau peroksidasi lipid. Ketone bodies seperti aseton dioksidasi melalui siklus Krebs dalam jaringan peripheral. Ketone bodies dalam darah (termasuk acetoacetate dan β-hydroxybutyrate) meningkat dalam subjek ketonemic ketika puasa atau kelaparan atau selama diet. Konsentrasi aseton dalam pernafasan meningkat pada pasien diabetes mellitus yang tak terkontrol (Mitrayana, 2014 : 94).

Metode Pengamatan
Alat dan Bahan
Permeabilitas Membran Sel : Pengaruh Suhu dan Pelarut
Alat :
Pemanas listrik
Tabung reaksi
Rak tabung reaksi
Gelas kimia atau wadah tahan panas
Bahan :
Umbi kunyit
Metanol
Aseton
Aquadest
Plasmolisis
Alat :
Mikroskop
Object glass
Cover glass
Pipet tetes
Silet
Bahan :
Umbi bawang merah
Daun Rhoeo discolor
Larutan gula
Larutan garfis
Aquadest

Proses Kerja
Permeabilitas Membran Sel : Pengaruh Suhu dan Pelarut
Menyiapkan tabung reaksi sebanyak 6 buah per kelompok
Menyiapkan tabung reaksi sebanyak 6 buah per kelompok


1 tabung dijadikan sebagai kontrol dengan memberi aquades sebanyak 5 ml kemudian memasukkan 2 potong kunyit. Mendiamkan selama 30 menit.
1 tabung dijadikan sebagai kontrol dengan memberi aquades sebanyak 5 ml kemudian memasukkan 2 potong kunyit. Mendiamkan selama 30 menit.




3 tabung selanjutnya digunakan untuk perlakuan fisik (suhu). Ketiganya diisi dengan aquadest sebanyak 5 ml. Kemudian meletakkan ke dalam beaker glass besar yang telah berisi aquadest. Memanaskan hingga suhu 40o, 50 o, dan 70o. Setelah mencapai suhu yang ditentukan, tabung diisi dengan masing-masing 2 kunyit. Mendiamkan selama 30 menit.
3 tabung selanjutnya digunakan untuk perlakuan fisik (suhu). Ketiganya diisi dengan aquadest sebanyak 5 ml. Kemudian meletakkan ke dalam beaker glass besar yang telah berisi aquadest. Memanaskan hingga suhu 40o, 50 o, dan 70o. Setelah mencapai suhu yang ditentukan, tabung diisi dengan masing-masing 2 kunyit. Mendiamkan selama 30 menit.







2 tabung sisanya digunakan untuk perlakuan pelarut organik, metanol dan aseton. Satu tabung diisi dengan 5 ml metanol dan tabung lainnya diisi dengan 5 ml aseton. Kemudian keduanya diisi oleh masing-masing 2 kunyit. Mendiamkan hingga 30 menit.
2 tabung sisanya digunakan untuk perlakuan pelarut organik, metanol dan aseton. Satu tabung diisi dengan 5 ml metanol dan tabung lainnya diisi dengan 5 ml aseton. Kemudian keduanya diisi oleh masing-masing 2 kunyit. Mendiamkan hingga 30 menit.





Setelah 30 menit, kocok tabung-tabung tersebut. Kemudian mengamati perubahan warna yang terjadi. Mencatat pada tabel pengamatan dan memoto perubahan warna yang terjadi.
Setelah 30 menit, kocok tabung-tabung tersebut. Kemudian mengamati perubahan warna yang terjadi. Mencatat pada tabel pengamatan dan memoto perubahan warna yang terjadi.






Menyiapkan 2 object glass. Membagi object glass menjadi 2 bagian. Yang sebelah kiri digunakan untuk larutan gula dan yang kanan untuk larutan garfis.Plasmolisis
Menyiapkan 2 object glass. Membagi object glass menjadi 2 bagian. Yang sebelah kiri digunakan untuk larutan gula dan yang kanan untuk larutan garfis.




Mengiris tipis bagian yang berwarna merah dari daun Rhoeo discolor dan umbi bawang merah.
Mengiris tipis bagian yang berwarna merah dari daun Rhoeo discolor dan umbi bawang merah.



Meletakkan irisan tipis pada object glass yang tersedia. 1 object glass untuk 1 jenis tumbuhan namun terdapat 2 iris tumbuhan.
Meletakkan irisan tipis pada object glass yang tersedia. 1 object glass untuk 1 jenis tumbuhan namun terdapat 2 iris tumbuhan.



Meneteskan larutan glukosa pada irisan tumbuhan sebelah kiri dan larutan garfis pada irisan tumbuhan sebalah kanan, untuk kedua object glass.
Meneteskan larutan glukosa pada irisan tumbuhan sebelah kiri dan larutan garfis pada irisan tumbuhan sebalah kanan, untuk kedua object glass.




Mendiamkan selama 10-15 menit. Kemudian mengamati dengan menggunakan mikroskop dan menggambar pada tabel yang telah disediakan.
Mendiamkan selama 10-15 menit. Kemudian mengamati dengan menggunakan mikroskop dan menggambar pada tabel yang telah disediakan.




Menyerap larutan glukosa maupun larutan garfis yang membasahi potongan daun sampai kering dengan kertas tissue. Mendiamkan selama 10-15 menit kemudian mengamati dengan mikroskop dan menggambar pada tabel yang telah disediakan.
Menyerap larutan glukosa maupun larutan garfis yang membasahi potongan daun sampai kering dengan kertas tissue. Mendiamkan selama 10-15 menit kemudian mengamati dengan mikroskop dan menggambar pada tabel yang telah disediakan.







Hasil Pengamatan
Permeabilitas Membran Sel : Pengaruh Suhu dan Pelarut
Perlakuan
Warna Larutan

Sebelum
Sesudah
Fisik (suhu)
40o C
+

++


50o C
+

++


60o C
+

++

Pelarut Organik
Metanol
+

+++


Aseton
+++ (merah)

++++ (merah)

Kontrol
Aquadest
+

+

Keterangan :
+ = Jernih
++ = Kurang
+++ = Sedang/cukup
++++ = Sangat

Plasmolisis
Perlakuan
Bawang merah
(Allium cepa)
Daun Jadam
(Rhoeo discolor)
Larutan glukosa


M = 40X10

M = 40X10
Aquadest

M = 10X10

M = 10X10
Larutan garfis

M = 40x10

M = 40X10

Pembahasan
Praktikum mengenai permeabilitas membran sel pengaruh suhu dan pelarut, didapat hasil sebagai berikut : pada perlakuan fisik (suhu) pada suhu 40oC, data sebelum didiamkan 30 menit dan tabung reaksi dikocok warna larutan kuning jernih sedangkan sesudah perlakuan menunjukkan warna larutan kuning kurang jernih. Pada suhu 50oC, data sebelum didiamkan 30 menit dan tabung reaksi dikocok warna larutan kuning jernih sedangkan sesudah perlakuan menunjukkan warna larutan kuning kurang jernih. Pada suhu 70oC, data sebelum didiamkan 30 menit dan tabung reaksi dikocok menunjukkan warna larutan yang sama yakni kuning jernih, sedangkan setelah dilakukan perlakuan juga menunjukkan warna larutan kuning kurang jernih.
Pada perlakuan pelarut organik digunakan 2 jenis pelarut, yakni metanol dan aseton. Pada metanol, sebelum didiamkan 30 menit dan tabung reaksi dikocok, data yang didapat yakni larutan berwarna kuning jernih. Setelah diberi perlakuan, warna larutan menjadi cukup pekat. Pada aseton, sebelum didiamkan 30 menit dan tabung reaksi dikocok, data yang didapat warna larutan cukup pekat dan berwarna merah. Setelah diberi perlakuan, warna merah larutan menjadi sangat pekat. Sedangkan, perlakuan kontrol yang hanya diberi aquades dan didiamkan 30 menit, warna larutan sebelum adalah kuning jernih dan warna larutan sesudah diberi perlakuan tetap jernih.
Menurut Kimball (2000), bahwa permeabilitas adalah kemampuan dari suatu membran untuk dapat dilewati oleh suatu zat. Warna larutan yang berubah menjadi kuning pekat atau kuning yang lebih tua adalah tanda terjadinya permeabilitas. Semakin permeabel suatu membran maka warna larutannya juga akan semakin pekat. Permeabilitas membran sel dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti : ukuran solut, derajat ionisasi, pH, temperatur, dan kelarutan lemak. Ukuran solut yang cenderung semakin besar serta derajat ionisasi yang semakin tinggi menyebabkan kemampuan permeabilitas membran rendah. Sedangkan pengaruh pH dan temperatur yang semakin tinggi menyebabkan membran sel mudah mengalami denaturasi.
Hasil praktikum kelompok kami tidak sesuai dengan teori tersebut. Seharusnya semakin tinggi perlakuan suhu, maka warna larutan akan semakin keruh atau semakin pekat. Sedangkan hasil praktikum kelompok kami, pada suhu 40oC, 50oC, dan 70oC didapat warna kuning yang senada. Hal ini dapat disebabkan karena kurang telitinya praktikan dalam mengambil tabung yang ada dalam wadah besar tahan panas. Tabung yang diletakkan di dalam wadah besar tahan panas berjumlah banyak dan setelah beberapa menit ada beberapa tabung reaksi yang dimasukkan lagi sehingga tabung reaksi menjadi tercampur. Dapat juga disebabkan karena potongan kunyit tidak langsung dimasukkan ke dalam tabung reaksi sehingga menyebabkan suhu yang ada di tabung reaksi berangsur menurun.
Pada perlakuan pelarut organik dengan aseton pada kelompok kami larutan menjadi berwarna merah. Hal ini dapat disebabkan karena adanya campuran dari larutan lain yang terdapat di tabung reaksi ketika akan tetesi aseton sehingga larutan menjadi berwarna merah. Dapat juga disebabkan karena kunyit pada kelompok kami dicuci terlebih dahulu sehingga masih ada air yang tersisa. Seharusnya larutan tetap berwarna kuning baik sebelum diberi perlakuan maupun sesudah diberi perlakuan, hanya saja tingkat kepekatan warnanya yang berbeda.
Larutan setelah diberi perlakuan pelarut organik baik metanol maupun aseton menunjukkan warna yang lebih pekat. Karena keduanya memiliki sifat hidrofilisitas yang besar sehingga air akan lebih tertarik pada kedua larutan tersebut. Perendaman sel dalam larutan metanol dan aseton menyebabkan permukaan membran sel menjadi lebih hidrofil sehingga permeabilitas membran akan meningkat dan warna larutan menjadi semakin pekat.
Namun kecepatan melisiskan membran sel berbeda antara metanol dan aseton. Untuk melisiskan membran sel lebih cepat metanol, karena metanol memiliki rantai ikatan yang lebih pendek dari pada aseton. Sehingga metanol lebih cepat menyebabkan air dari sel keluar sel dan seharusnya yang lebih pekat adalah yang diberi perlakuan metanol daripada aseton.
Uji plasmolisis dilakukan dengan menggunakan irisan tipis bagian yang berwarna merah dari daun jadam dan umbi bawang merah. Kedua irisan tersebut masing-masing diberi perlakuan yang sama yakni aquadest, larutan gula, dan larutan garam fisiologis. Ketika irisan tumbuhan ditetesi dengan larutan glukosa dan didiamkan 10-15 menit kemudian diamati dengan mikroskop, hasil yang diperoleh yakni sel menjadi keriput. Sedangkan irisan tumbuhan ketika ditetesi oleh aquadest dan didiamkan 10-15 menit kemudian diamati di mikroskop, sel dapat kembali ke bentuk semula karena aquadest masuk ke dalam sel. Sedangkan ketika irisan tumbuhan ditetesi dengan larutan garam fisiologis maka sel terlihat stabil atau konstan.
Menurut James (2008), pada larutan isotonik memiliki konsentrasi zat terlarut yang sama pada kedua sisi membran. Air berpindah keluar masuk sel, tetapi tidak ada resultan pergerakan air dan bentuk dari sel tetap. Larutan hipertonik, konsentrasai zat terlarut lebih pekat di luar sel daripada di dalam sel. Air akan berpindah keluar sel ke larutan secara osmosis dan menyebabkan penciutan sel, disebut krenasi. Sedangkan pada larutan hipotonik, konsentrasi zat terlarut lebih rendah di luar sel daripada di dalam sel. Air akan masuk ke sel secara osmosis, menyebabkan pembengkakan sel dan sel menjadi pecah, disebut hemolisis.
Dari hasil praktikum yang kami peroleh dapat disimpulkan bahwa larutan glukosa adalah larutan hipertonik karena air akan keluar dari sel, sehingga sel berukuran kecil dan mengalami krenasi. Larutan garam fisiologis adalah larutan isotonik, karena terjadi keseimbangan antara air yang masuk ke dalam sel dengan air yang keluar dari sel. Sedangkan aquadest adalah larutan hipotonik karena air masuk ke dalam sel menyebabkan sel yang mengkerut dan mengalami krenasi dapat kembali ke bentuk semula.
Kunyit yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi baik pada perlakuan pengaruh suhu maupun pada perlakuan pengaruh pelarut organik, didiamkan selama 30 menit dan diamati perubahan warna pelarutnya setelah dikocok. Waktu perendaman potongan kunyit mempengaruhi plasmolisis yang terjadi. Semakin lama waktu yang dibutuhkan maka semakin baik atau semakin sempurna proses plasmolisis yang terjadi, karena akan semakin banyak air yang keluar dari sel sehingga lama-kelamaan sel akan mengkerut. Pada praktikum kali ini digunakan waktu perendaman selama 30 menit. Menurut saya, dengan waktu 30 menit kita sudah bisa mengamati proses plasmolisis yang terjadi serta disesuaikan juga dengan waktu pelaksanaan praktikum yang hanya 100 menit. Membran sel pada kunyit lebih tebal sehingga waktu optimal perendaman yakni 30 menit.
Pada percobaan plasmolisis daun jadam dan umbi bawang merah, setelah di tetesi dengan aquades, larutan glukosa, maupun larutan garam fisiologis didiamkan selama 10-15 menit. Waktu perendaman irisan daun jadam dan umbi bawang merah selama 10-15 menit dimaksudkan agar plasmolisis terjadi dengan baik dan sempurna. Semakin lama waktu perendaman, maka semakin banyak air yang keluar dari sel dan plasmolisis yang terjadi semakin sempurna. Membran irisan daun jadam dan umbi bawang merah tipis, sehingga waktu 10-15 menit adalah waktu yang cukup untuk mengamati proses plasmolisis yang terjadi.


Kesimpulan
Pengaruh perlakuan fisik (suhu) terhadap permeabilitas membran sel yakni semakin tinggi suhu yang diberikan maka membran sel semakin permeabel dan air akan semakin banyak yang keluar dari sel. Kemudian yang terjadi adalah warna larutan akan semakin keruh karena pemanasan menyebabkan rusaknya membran sel dan air akan keluar dari sel. Sedangkan pengaruh jenis pelarut terhadap permeabilitas membran sel yakni semakin pendek rantai ikatan pelarut maka semakin mudah pelarut mengikat membran sel dan menyebabkan sel mengalami plasmolisis dengan cepat.
Pengaruh larutan hipertonik pada sel tumbuhan yakni sel tumbuhan akan kehilangan air dan mengalami krenasi akibat konsentrasi larutan yang lebih tinggi daripada konsentrasi yang ada di dalam sel. Sedangkan pengaruh larutan hipotonis pada sel tumbuhan yakni sel tumbuhan akan mengalami plasmolisis karena air akan masuk ke dalam sel akibat konsentrasi dalam sel yang lebih tinggi dari pada konsentrasi larutan.

Saran
Sebaiknya kunyit langsung dimasukkan ke dalam tabung reaksi ketika suhu telah mencapai 40oC, 50oC, maupun 70oC sebelum suhu menjadi turun, karena jika suhu turun maka hasil yang diperoleh tidak sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Horne, Mima M. Dan Pamela L. Swearingen. 2001. Keseimbangan Cairan, Elektrolit dan Asam Basa. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
James, Joyce., dkk. 2008. Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Kimball, John W. 2000. Biologi Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Mitrayana, dkk. 2014. Pengukuran Konsentrasi Gas Aseton (C3H6O) dari Gas Hembus Relawan Berpotensi Penyakit Diabetes Mellitus dengan Metode Spektroskopo Fotoakustik Laser. Jurnal Fisika Indonesia No. 54 Vol XVIII ISSN : 1410-2994. Laboratorium Atom Inti Jurusan Fisika FMIPA UGM.
Salimy, Djati H. Dan Siti Alimah. 2015. HTGR Kogenerasi Produksi Hidrogen Untuk Konversi CO2 Menjadi Metanol. Jurnal Pengembangan Energi Nuklir Volume 17 Nomor 2. Pusat Kajian Sistem Nuklir, Jakarta Selatan.
Sari, Rafika Lailiyatul Kurnia dan Dini Ermavitalini. 2013. Respon Pertumbuhan Embrio Somatik Kedelai (Glycine max) Varietas Argomulyo dan Wilis Terhadap Cekaman NaCl. Jurnal Sains dan Seni Pomits Vol.2 No.1 2337-3520. Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember.



Lampiran-lampiran
















































Lihat lebih banyak...

Comentários

Copyright © 2017 DADOSPDF Inc.