Faktor Resiko terhadap Kejadian Osteoporosis

June 23, 2017 | Autor: Rizky Telaumbanua | Categoria: Medical Education, Degenerative Diseases, Osteoporosis
Share Embed


Descrição do Produto

Faktor Resiko terhadap Kejadian Osteoporosis
Rizky Saputra Telaumbanua

Pendahuluan

Osteoporosis adalah kelainan tulang yang ditandai dengan rendahnya indeks massa tulang (gambar 1) dan kerusakan struktur tulang sehingga menyebabkan pelemahan tulang dan peningkatan resiko fraktur. Penyakit ini seringkali menyerang manula utamanya wanita, sebagai akibat penurunan formasi tulang oleh osteoblas dan/atau peningkatan resorbsi tulang oleh osteoklas.1,2 Adapun dasar yang digunakan untuk mendiagnosis osteoporosis adalah kriteria yang diberikan oleh WHO, dimana seseorang dikatakan osteoporosis apabila t-scores massa tulangnya 2,5.3

Grafik 1. Indeks massa tulang wanita terhadap umur

(http://journals.cambridge.org/fulltext_content/ERM/ERM1_14/S1462399499000964sup002.htm)

Osteoporosis merupakan salah satu penyebab terbesar disabilitas pada golongan manula. Pada tahun 2008, diperkiran satu dari dua wanita dan satu dari empat pria berumur diatas 50 tahun menderita osteoporosis. Osteoporosis juga menjadi penyebab dari 1,5 juta fraktur setiap tahunnya, meliputi 700.000 fraktur pada vertebra, 250.000 fraktur pada pergelangan tangan dan 300.000 fraktur pada lokasi lainnya.4 Sementara di Indonesia, jumlah penderita osteoporosis pada populasi berusia 50-80 tahun adalah sebesar 23% dan pada populasi 70-80% adalah 53%.5

Terdapat berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kejadian osteoporosis, mulai dari faktor intrinsik seperti usia, jenis kelamin, hormon dan ras serta faktor ektrinsik seperti asupan nutrisi, gaya hidup, olahraga dan lain sebagainya. Kesemua faktor tersebut mempengaruhi proses remodeling tulang yang berdampak pada indeks massa tulang.1

Isi

Faktor Intrinsik

Jenis kelamin

Wanita memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mengalami osteoporosis. Hal ini didukung oleh berbagai data, diantaranya pertama, satu dari dua wanita berumur 50-80 tahun mengalami osteoporosis, sedangkan pada pria, hanya satu dari empat orang saja yang mengalami osteoporosis. Kedua, 68% dari total populasi yang berpotensi untuk mengalami osteoporosis adalah wanita. Ketiga, 75% dari fraktur pinggul osteoporosis dialami oleh wanita. Selain itu, menurut International Osteoporosis Foundation, saat ini jumlah wanita yang mengalami osteoporosis adalah sekitar 200 juta orang.6

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan wanita lebih rentan terhadap osteoporosis, yaitu:
Setelah masa menopause wanita mengalami perubahan hormonal yang cukup drastis, utamanya penurunan estrogen. Penurunan hormon seks ini akan meningkatkan aktivitas osteoklas dalam meresorpsi tulang, sehingga densitas tulang menurun.7
Wanita rata-rata memiliki massa tulang yang lebih rendah dibandingkan pria (seperti yang terlihat pada grafik 2).

Grafik 2. Indeks massa tulang wanita dan pria

(Disadur dari: Kartinah NT. Physiology of the bone. Jakarta: Department of Physiology FMUI; 2015)

Usia

Seperti yang tampak pada grafik 3, massa tulang awalnya akan bertambah seiring dengan pertambahan usia, hingga mencapai puncaknya pada usia 20-35 tahun. Namun setelah itu, massa tulang akan mengalami degradasi. Hal ini dipengaruhi oleh penurunan kemampuan osteoblast untuk berproliferasi dan mensintesis matriks tulang. Selain itu, berbagai jenis protein pada matriks ekstraseluler, misalnya growth factor yang menstimulus sel osteoprogenitor, mengalami penurunan kapasitas fungsi. Osteoporosis yang dipengaruhi oleh usia, sering disebut sebagai senile osteoporosis dan sering terjadi pada seseorang yang berusia lebih dari 50 tahun.8
Grafik 3. Peningkatan kejadian fraktur osteoporosis terhadap umur. (A, wanita ; B, pria)

(Cauley JA. Defining ethnic and racial differences in osteoporosis and fragility fractures.2011)

Ras
Seperti halnya usia dan jenis kelamin, ras juga mempengaruhi tingkat kejadian osteoporosis. Wanita kulit putih memiliki resiko paling besar mengalami osteoporosis. Di lain sisi, wanita Afrika-Amerika memiliki resiko yang lebih kecil, karena memiliki massa tulang yang lebih besar. Namun demikian, jika wanita Afrika-Amerika mengalami fraktur osteoporosis, utamanya di panggul, maka kelompok ini memiliki kecenderungan lebih besar untuk meninggal, dirawat lebih lama, serta kemungkinan untuk bisa kembali pulih (berjalan) lebih kecil. Pada gambar 1, dapat diketahui bahwa kejadian fraktur panggul yang berkaitan dengan osteoporosis (populasi berusia 50 tahun) sangat bervariasi antara negara satu dengan yang lain, namun demikian kecenderungan lebih besar terjadi pada ras berkulit putih (misalnya Swedia, pria (M) = 13,1% ; wanita (W) = 28,5%) dibandingkan ras berkulit lebih gelap (misalnya Meksiko, pria (M) = 3,8% ; wanita (W) = 8,5%).9

Gambar 1. Persentase kejadian fraktur osteoporosis pada panggul di berbagai negara
(Cauley JA. Defining ethnic and racial differences in osteoporosis and fragility fractures. Clin Orthop Relat Res. 2011;469:1892)

Genetik

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa aspek genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya osteoporosis. Hal ini disebabkan karena pengaruh genetik dalam densitas mineral tulang, bentuk geometri tulang dan bone turnover. Namun demikian, aspek genetik ini berinteraksi pula dengan faktor lingkungan seperti asupan nutrisi dan kebiasaan olahraga. Diperkirakan bahwa 60-85% kelainan massa tulang dipengaruhi oleh faktor genetik. Selain itu, ditemukan pula bahwa heritabilitas fraktur osteoporosis mencapai 25-35%.8,10
Berbagai jenis gen yang diduga berpengaruh terhadap kejadian osteoporosis dapat dilihat pada tabel 1. Namun demikian, hanya satu gen yang telah disepakati bersama (memenuhi kriteria genome-wide significance dan quantitative trait loci) berpengaruh terhadap kejadian osteoporosis, yaitu gen BMP2. Gen ini mengkode bone morphogenic protein 2 yang berperan sebagai regulator diferensiasi osteoblast. Gen lainnya yang diperkirakan juga berpengaruh terhadap kejadian osteoporosis namun masih memerlukan penelitian lebih lanjut adalah Alox15, VDR, COLIA1, ESR1, SOST dan TCIRG1.8,10

Tabel 1. Gen yang diprediksi mempengaruhi kejadian osteoporosis

(Raltson SH. Genetics determinant of osteoporosis. Curr Opin Rheumatol. 2005;17(4):475-9)

Hormon

Berbagai jenis hormon berperan dalam kejadian osteoporosis, salah satunya adalah estrogen. Estrogen bekerja dengan menghambat aktivitas osteoklas baik secara langsung maupun tidak. Pengaruh secara langsung ditunjukkan dengan menghambat receptor CCR2 yang ada pada osteoklas. Jika CCR2 berikatan dengan ligannya maka akan meningkatkan ekspresi RANK. Sementara pengaruh secara tidak langsung dilakukan dengan menghambat produksi IL-1, IL-6 dan TNF α. Penurunan jumlah komponen ini akan menurunkan ekspresi RANKL oleh osteoblast. RANKL merupakan ligan untuk RANK yang ada di osteoblast. Jika pasangan ligan dan reseptor ini berikatan maka akan meningkatkan aktivitas osteoklas.11,12 Hormon lainnya yang juga turut berperan dalam osteoporosis adalah PTH, kalsitonin, dan calciferol.

Gambar 2. Mekanisme estrogen mempengaruhi osteoklas

(Kartinah NT. Physiology of the bone. Jakarta: Department of Physiology FMUI; 2015)

Faktor Ekstrinsik

Asupan kalsium

Massa tulang sangat berkaitan erat dengan deposit kalsium tulang. Oleh karenanya asupan kalsium harus tercukupi guna mencegah kejadian osteoporosis, utamanya sentile osteoporosis. Penelitian menunjukkan bahwa remaja wanita memiliki kecenderungan kekurangan asupan kalsium. Hal ini berisiko menyebabkan stunting pada puncak massa tulang, sehingga deposit kalsium tulang tidak optimum dan berdampak pada osteoporosis dini.8
Kalsium terdapat 99% di tulang (termasuk gigi) dan sisanya beredar di plasma dan cairan ekstraseluler. Jika terjadi kekurangan kalsium di plasma, maka akan terjadi proses homeostasis untuk mengembalikannya ke level normal, yakni peningkatan produksi PTH yang akan meningkatkan aktivitas osteoklas untuk meresorpsi kalsium dari tulang. Sumber kalsium diantaranya adalah susu, keju, yoghurt, dan berbagai sayuran hijau.8

Asupan Vitamin D

Vitamin D berperan dalam meningkatkan absorbsi kalsium di intestinal dan regulasi absorbsi kalsium tulang guna mempertahankan keseimbangan konsentrasi kalsium plasma. Sumber vitamin D diantaranya adalah sinar matahari, berbagai jenis makanan, dan suplemen. Di balik fungsinya yang penting, ternyata angka defisiensi vitamin D masih cukup tinggi. Diperkirakan 90% individu berusia 51-70 tahun masih kekurangan asupan vitamin D. Pada tabel 2 ditunjukkan angka kebutuhan kalsium dan vitamin D individu per harinya.

Tabel 2. Angka kebutuhan kalsium dan vitamin D
Sunyecz JA. The use of calcium and vitamin D in management of osteoporosis. Ther Clin Ris Manag. 2008 Aug;4(4):827-836Sunyecz JA. The use of calcium and vitamin D in management of osteoporosis. Ther Clin Ris Manag. 2008 Aug;4(4):827-836
Sunyecz JA. The use of calcium and vitamin D in management of osteoporosis. Ther Clin Ris Manag. 2008 Aug;4(4):827-836
Sunyecz JA. The use of calcium and vitamin D in management of osteoporosis. Ther Clin Ris Manag. 2008 Aug;4(4):827-836

Aktivitas Fisik

Tabel 3. Hubungan aktivitas fisik dengan kejadian osteoporosis

(Moayyeri A. The association between physical activity and osteoporotic fractures: a review of evidence and implication for future research. Ann Epidemiol. 2008;18:827-35)


Pencegahan osteoporosis merupakan pilihan yang lebih baik dibandingkan mengobati. Salah satu upaya preventif adalah dengan melakukan aktivitas fisik yang cukup dan sesuai. Aktivitas fisik akan berpengaruh terhadap peningkatan massa tulang dan optimalisasi puncak massa tulang. Aktifitas fisik menengah hingga berat diasosiasikan dengan penurunan resiko fraktur pinggul hingga 45% pada pria dan 38% pada wanita. Pada tabel 3 dapat dilihat meta-analisis berbagai penelitian mengenai kaitan aktifitas fisik dengan kejadian osteoporosis.

Penutup

Osteoporosis merupakan kelainan tulang yang disebabkan oleh penurunan indeks massa tulang ( 2,5 SD). Hal ini menyebabkan tulang menjadi rapuh dan keropos, sehingga rentan terhadap fraktur. Faktor yang mempengaruhi kejadian osteoporosis meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi jenis kelamin, usia, genetik, ras, dan hormon. Sedangkan faktor eksternal meliputi asupan nutrisi dan aktifitas fisik. Jika dikaitkan dengan pemicu, kejadian osteoporosis pada Ny. Fatimah dipengaruhi oleh usianya yang telah lanjut, yakni 73 tahun ( 50 tahun). Dimana, dengan semakin meningkatnya umur (setelah puncak massa tulang dicapai sekitar 20-30 tahun) maka terjadi penurunan massa tulang. Jenis kelaminnya sebagai wanita juga memperbesar resiko Ny. Fatimah untuk terkena osteoporosis. Selain itu, fraktur yang dialami Ny. Fatimah juga merupakan hal yang sangat mungkin terjadi mengingat osteoporosis yang dialaminya.

Daftar Pustaka
Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apley's System of Orthopaedics and Fracture. 9th ed. London: Hodder Arnold; 2010. p. 131-135
National Library of Medical. Osteoporosis [internet]. [cited 2015 Nov 1]. Available from: https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/osteoporosis.html
National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Disease. Bone Mass Measurement: what the number mean [internet]. [cited 2015 Nov 1]. Available from: http://www.niams.nih.gov/Health_Info/Bone/Bone_Health/bone_mass_measure.asp.
Masi L. Epidemiology of osteoporosis. Clin Cases Miner Bone Metabolism. 2008 Jan-Apr;5(1):11-3
IOF Bone Health. Asia Pacific Audit (Osteoporosis): Indonesia [internet]. [cited 2015 Nov 1]. Available from: http://www.iofbonehealth.org/sites/default/files/media/PDFs/Regional%20Audits/2013-Asia_Pacific_Audit-Indonesia_0_0.pdf.
Mayo Clinic. Osteoporosis: risk factor [intenet]. [cited 2015 Nov 1]. Available from: http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/osteoporosis/basics/risk-factors/con-20019924.
Crockett JC, Rogers MJ, Coxon FP, Hocking LJ, Helfrich MH. Bone remodeling at glance. J Cell Sci. 2011;124:991-8.
Viney, K. Robbins and Cotran Pathologic Basic of Disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010.
Cauley JA. Defining ethnic and racial differences in osteoporosis and fragility fractures. Clin Orthop Relat Res. 2011;469:1891-9.
Raltson SH. Genetics determinant of osteoporosis. Curr Opin Rheumatol. 2005;17(4):475-9.
Kartinah NT. Physiology of the bone. Jakarta: Department of Physiology FMUI; 2015
Kameda T, Mano H, Yuasha T, Mori Y, Miyazawa K, et al. Estrogen inhibit bone resorption by directly inducing apoptosis of the bone-resorbing osteoclasts [internet]. [cited 2015 Nov 1]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2199029/.
Sunyecz JA. The use of calcium and vitamin D in management of osteoporosis. Ther Clin Ris Manag. 2008 Aug;4(4):827-836.
Sieqrist M. Role of physical activity in the prevention of osteoporosis. Med Monatsschr Pharm. 2008 Jul;31(17):259-64.






Lihat lebih banyak...

Comentários

Copyright © 2017 DADOSPDF Inc.