Geomorfologi Indonesia secara umum

July 21, 2017 | Autor: AzZulma Aieda | Categoria: Geomorphology
Share Embed


Descrição do Produto

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara geotektonik Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga Lempeng Benua yaitu antara pertemuan Lempeng Australia, Pasifik dan Lempeng Eurasia. Pada daerah pertemuan ketiga Lempeng Benua inilah muncul jalur Mediteran, jalur pasifik (sircum pasifik) dan jalur Australia. Ketiga jalur ini bersifat vulkanis seismis, oleh karena itu Kepulauan Indonesia memiliki sifat vulkanis dan sifat seismis. Sebagai akibat kondisi tersebut maka Kepulauan Indonesia memiliki keadaan geologis yang kompleknjang oleh kondisi iklim yang basah, menyebabkan dan rumit serta variasi geomorfik. Ditunjang oleh kondisi iklim yang basah, menyebabkan jenis tanah yang ada di Kepulauan Indonesia bervariasi.
Luas daratan wilayah Indonesia 1.919.443 Km2, daratan seluas itu berupa pulau-pulau, kondisi ini akan memperkuat keberadaan Group Etnik sehingga memperkaya budaya bangsa. Kepulauan Indonesia berada di lempeng Eurasia sebelah tenggara. Dibatasi oleh lempeng Indo-Australia di sebelah selatan dan barat. Sedangkan di sebelah di timur oleh lempeng Pasifik. Bagian pinggir lempeng-lempeng tersebut mengalami tumbukan dan menghasilkan zona subduksi, busur vulkanis, dan struktur formasi yang terentuk akibat tekanan dan penunjaman. Secara fisik, Sumatra, Jawa, dan Kalimantan berada di Dangkalan Sunda. Pada daerah ini kedalaman air tidak sampai 200m. di sebelah timur,ada Pulau Irian Jaya dan Aru yang terletak pada Dangkalan Sahul yang merupakan bagian dari Benua Australia. Diantara kedua Dangkalan tersebut terdapat kelompok kepulauan Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Halmahera. Pulau-Pulau tersebut dikelilingi oleh Laut dalam yang mencapai 5000m kedalamannya.
Dalam membahas kondisi umum Indonesia, tidak cukup hanya mengetahui kondisi geomorfologi maupun geologi Indonesia. Melainkan juga perlu diketahui tentang kondisi klimatologi, hidrologi dan ilmu tanah yang saling berkaitan. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai kondisi umum Indonesia dari sisi geomorfologi, geologi, hidrologi, klimatologi dan ilmu tanah.

Rumusan Masalah
Bagaimana kondisi Geomorfologi Indonesia?
Bagaimana kondisi Geologi Indonesia?
Bagaimana kondisi Klimatologi Indonesia?
Bagaimana kondisi Hidrologi Indonesia?
Bagaimana kondisi Tanah Indonesia?

Tujuan
Untuk mengetahui kondisi Geomorfologi Indonesia
Untuk mengetahui kondisi Geologi Indonesia
Untuk mengetahui kondisi Klimatologi Indonesia
Untuk mengetahui kondisi Hidrologi Indonesia
Untuk mengetahui kondisi Tanah Indonesia


























Geomorfologi Indonesia Secara Umum

Secara umum, fisiografis Indonesia didominasi oleh 2 Dangkalan. Yaitu Dangkalan Sunda dan Dangkalan Sahul yang tersusun dari kenampakan geolog berupa Laut dalam, Palung, dan Busur Kepulauan. Kedua dangkalan tersebut memiliki perana yang penting dalam menjaga stabilitas lempeng Benua. Dangkalan Sahul merupakan bagian dari Lempeng Australia yang terdiri dari Irian Jaya, Laut Arafuru, dan bagian selatan kea rah Australia. Sedangkan dangkalan Sunda merupakan bagian dari lempeng Eurasia yang terdiri dari bagian selatan Malaka, sebagian besar Sumatra, Jawa, dan Kalimantan, sebagian Laut Jawa, dan bagian selatan Laut China Selatan.
Daerah dangkalan ini tersusun atas batuan sedimen Pre-Tertier dan batuan beku kristalin, serta batuan metamorf yang stabil sejak zaman Tertier. Bagian pinggir yang tidak stabil disebabkan oleh tumbukan maupun pergerakan lempeng sehingga terbentuk magmatic arc dan busur luar vulkanik. Daerah busur luar vulkanik antara lain: Sumatra, Jawa, dan sampai di bagian Sunda dalam yaitu Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, dan Pulau-pulau kecil di Laut Banda. Busur luar vulkanik terdiro dari Pulau Sumatra bagian barat dan Pegunungan dasar laut di selatan Pulau Jawa sampai Kepulauan vulkanik di Timor, Tanimbar, Kai, dan Seram.
Lempeng tektonik adalah unsur penting dalam konfigurasi geomorfologikal Indonesia. Tiga sistem lempeng besar bertumpu pada tiga titik di sebelah selatan Kepala Burung, Irian Jaya. Lempeng-lempeng tersebut terpisah agak ke barat oleh jalur geser yang berasal dari sudut pandang dinamika dalam sistem lempeng pasifik, meskipun sebagian besar tersusun unsur lempeng Australia-India. Gerakan vertikal disertai oleh pergeseran lateral. Terutama yang terjadi di zona kontak lempeng dari tekanan kerak tinggi dan tercatat dalam unsur geomorfologi seperti permukaan planasi di lahan tinggi, bentuk lahan pesisir, tudung terumbu, atol dan teumbu penghalang. Bagian tektogen Indonesia merupakan contoh karakteristik geomorfologi zona busur kepulauan dibanding kondisi iklim tropik.
Bentuk Lahan Vulkanik
Gunung api di Indonesia berasosiasi dengan zona subduksi dari lempeng tektonik, dan konfigurasi kompleksnya membentuk pegunungan dari busur vulkanik yang menyertai bidang miring dengan seismisitas tinggi. Gunung api di Indonesia dibedakan menjadi tiga wilayah utama:
busur vulkanik Sumatera-Jawa-Nusa Tenggara dan terusannya di Maluku Selatan
busur vulkanik pada perbatasan ke arah timur dan barat pada igir vertikal Talaud-Mayu di pulau Halmahera dan Minahasa/sangihe di Sulawesi timur laut
bagian barat daya busur vulkanik Sulawesi
vulkanisme aktif sangat banyak di Indonesia: gunung api tipe-A sejumlah 70, empat diantaranya gunung api di bawah permukaan laut. Sebagai tambahan, gunung api tipe-B sejumlah 34 yang telah mencapai fase solfatar, 24 fase medan solfatar. Jumlah gunung api di Indonesia, lebih kurang 15% dari gunung api di dunia.
Empat belas gunung api di Indonesia mempunyai ketinggian lebih dari 3000 m. Sepuluh diantaranya dipulau jawa dan empat lainnya tersebar di pulau lain: Gunung api Kerinci dan Dempo Sumatera, Gunung Agung di Bali dan rinjani di Lombok. Kerinci merupakan gunung api tertinggi (3800 m) di Sumatera, diikuti gunung Rinjani di Lombok dan Semeru di Jawa Timur.
Jumlah gunung api aktif dan medan solfatar di Indonesia secara pasti belum diketahui dengan beberapa alasan. Meskipun di beberapa daerah, seperti di Jawa Tengah dan Jawa Timur, jarak antara gunung api strato agak beraturan, kompleks gunung api lebih umum dan beberapa pusat erupsi sering berpindah-pindah.
Keanekaragaman dan Evolusi Bentuk Lahan Vulkanik
Vulkanisme adalah fenomena dinamik dicirikan oleh variasi spasial dan temporal penting yang terkait dengan perubahan dan gerakan tektonik lempeng. Pusat erupsi yang lurus, gunung api strato dan kenampakan vulkanik kecil merupakan kenampakan yang umum terjadi. Kecenderungannya sering tegak lurus terhadap zona subduksi, kebanyakan gunung api aktif dekat dengan zona subduksi. Di pulau Jawa, aktivitas gunung api kebanyakan terletak di sisi selatan. Kenampakan tersebut menunjukkan penunjaman secara gradual bidang subduksinya menurut waktu, yang menghasilkan pergeseran secara gradual ke arah luar dari magma yang naik dan pusat aktivitas vulkaniknya. Dimana terjadi pemisahan lempeng, peranan pensesaran dalam pembentukan gunung api lurus dapat juga menjadi faktor, meskipun tidak mudah untuk membuktikannya. Kenampakan yang paling menonjol garis U-S dari Gunung Ungaran-Telomoyo-Merbabu-Merapi di Jawa Tengah sebagai contohnya: vulkanisme tertua di utara dan Merapi yang aktif di ujung selatan, tetapi gunung api tersebut terletak pada atau dekat dengan sesar pemisah utama, yang agak jauh ke selatan, memotong plato batu gamping Gunung Sewu dan timur laut mempengaruhi batuan tersier terlipat di Perbukitan Kendeng dan Rembang. Sebagai tambahan terhadap pemisahan dan pensesaran lainnya, transisi dari subduksi ke tubrukan dan sebaliknya juga menjadi penyebab perubahan dalam tingkat atau derajat lokasi aktivitas vulkanik. Perubahan tersebut sangat menonjol, terutama jika periode waktunya lebih lama dan secara jelas konfigurasi geomorfologinya berubah. Jika aktivitas vulkanik berkembang paralel dengan zona subduksi, peranan sesar sangat nyata. Basin akibat tarikan terbentuk sepanjang sesar geser, seperti zona Semangko di Sumatera.
Bentuk lahan vulkanik sebagai indikator penting pada tahap akhir aktivitas vulkanik pada suatu daerah dan membantu dalam pemetaan distribusi spasial dan temporal dari gunung api aktif/Holosen dan mati/Pleistosen dan medan vulkanik tersier.
Karakteristik Bentuk Lahan Gunung Api Strato di Indonesia
Gunung api strato berbatuan andesit-basaltis merupakan kenampakan gunung api yang dominan di Indonesia. Kaldera dan fenomena terkait meruppakan tipe yang utama kedua. Tidak seperti halnya gunung api konstruktif, kebanyakan gunung api di Indonesia mempunyai dasar bawaan destruktif dan menghasilkan erupsi yang menimbulkan katastrof pada masa lampau yang diikuti runtuhan proses peledakan. Kenampakan umumnya adalah membulat atau oval dengan penampang bebrapa kilometer, tetapi dalam beberapa tempat terdapat gawir yang kurang lebih lurus sebagai akibat dari pensesaran. Kelompok dari kenampakan vulkanik utama terbentuk oleh depresi tektonik dimana aktivitas vulkanik penting mengeluarkan ignimbrit. Danau Toba di Sumatera Utara adalah contohnya.
Dua faktor yang berperan dalam perkembangan lereng pada gunung api strato di Indonesia, yaitu didominasi abu dan meterial klastik lainnya, sebagian besar di Indonesia tingginya nilai curah hujan dan hujan lebat tropis. Sebagai konsekuensinya, lereng fluvio-vulkanik yang terbentuk oleh aliran lahar menjadi meluas. Bentuk lereng tak teratur dan gradien gunung api strato, kecuali pada kawah sering disebabkan oleh terdapatnya lava pada atau dekat permukaan. Sebagai contoh yang jelas adalah lereng atas dari gunung kelud di Jawa Timur. Lereng tersebut tertutup oleh tepra, setiap terjadi letusan, material tersebut tersapu oleh air dari danau kawah.
Kenampakan utama lainnya dari gunung api strato adalah jurang hasil pengikisan yang dalam (brancos) yang lebar, asal mulanya sering akibat sesar pada puncak yang diakibatkan oleh aktivitas vulkanik.
Pembentukan Kaldera dan Bentuk Lahan yang Terkait
Kaldera adalah kelompok kedua dari bentuk lahan vulkanik utama di Indonesia. Konsisten dengan karakteristik petrografis dari vulkanisme di Indonesia, semuanya bertipe selisius. Kaldera yang dihasilkan dari keluarnya lava basaltik yang sangat besar jumlahnya, seperti yang terjadi dibagian dunia lain, tidak terjadi di Indonesia. Ciri utama dari kaldera di Indonesia umumnya kecil dengan bentuk lingkaran dan subtipe kawah krater, sedang yang lebih besar lebih tidak beraturan dalam bentuk luarnya dan mempunyai subtipe depresi batu apung yang dihamburkan sangat besar selama pembentukannya. Kaldera terkecil (tipe kawah) ukurannya mempunyai penampang 2 km dan umumnya terjadi ada bagian puncak. Sebagai contoh kaldera Gunung Gegeh (Verstepen dalam Verstepen, 2013) di Jawa Barat. Gunung Raung di Jawa Timur (Richard dalam Verstepen, 2013) dan kaldera Kalimutu dengan danau tiga warnanya di Flores. Pada kenyataanya, semuanya mirip meskipun ada yang lebih besar dan tipe letusannya Plinian.
Depresi "Vulkano-Tektonik" dan Asal Mulanya
Efek yang paling jelas dari tektonisme pada aktivitas gunung api adalah depresi vulkano-tektonik yang tidak terkait dengan kerusut vulkanik sebelumnya, tetapinoleh sesar utama dan gawir sesar yang berfungsi sebagai lubang kepundan selama erupsi paroksismal sejumlah besar ignimbrit, tuff dan pumis dikeluarkan. Di sumatera terdapat beberapa depresi seperti tersebut diatas, seperti Danau Toba yang terkenal. Contoh lainnya adalah danau Tondano di Minahasa (Sulawesi timur laut). Secara geomorfologis, bagian danau yang menarik adalah bagian tenggara pada sellat Latung yang memisahkan Pulau Samosir yang terungkit arah ke barat dari blok Sibolangit yang terungkit ke arah timur. Sebuah depresi sesar kecil yang membatasi depresi di semenanjung Ibolangit beberapa kilometer dari prapat. Terdapat suatu peristiwa yang menunjukkan terjadinya aktivitas nontektonik pada bagian dari graben ini. walaupun itu terjadi setelah fase eruppsi akhir dan dapat diinterpretasikan sebagai pengangkatan vulkano-tentonik.
Kompleksitas Bentuk Lahan Vulkanik:Beberapa Contoh
Kenampakan vulkanik yang lebih kecil juga terjadi di Indonesia yang mencakup berbagai bentuk efusif dan bentuk eksplosif. Bentuk efusif berkisar dari toloid berlereng terjal yang batuannya asam seperti riolit, hingga gunung api perisai yang berlereng landai, seperti pada Gunung Buring didataran Malang, dan plato lava yang rata hingga berdinding terjal seperti plato basal Sukadana di Sumatera Selatan.
Plato dieng di Jawa Tengah merupakan contoh yang sangat bagus dari berbagai kenampakan vulkanik yang berukuran kecil-menengah yang berkembang dalam kompleks gunung api tua. Kepundan muda dan masih aktif dari daerah Dieng memunculkan bentuk lahan vulkanik yang bervariasi, antara lain kawah letusan, kawah cincin-tuff, kecuali skoria, gunung api strato kecil dan aliran lava. Selain erupsi eksplosif dan efusif, erupsi freatik dan keluarnya gas juga banyak terjadi. Sesar baru yang masih aktif banyak dan sering menandai situs dari aktivitas vulkanik. Dieng secara geomorfologikal merupakan daerah yang sangat kompleks.
Minahasa adalah satu contoh lain bentuk lahan vulkanik yang bervariasi. Utamanya di daerah yang disebut dengan pegunungan lembean di sebelah barat danau volkano-tektonik Tendano. Bentuk lahan vulkanik pleistosen terkikis dan holosen baru yang terletak di dekat Desa Bitung di bagian timur laut minahasa. Gunung api tersebut terpisah dari gunung api Tersier dari Pulau Lembeh oleh selat yang sama namanya (Lembeh).
Halmahera adalah contoh lain yang menarik dengan bentuk lahan vulkanik yang beraneka. Vulkanisme kuarter terbatas disemenanjung utara dan beberapa pulau di pantai barat, seperti Ternate dan Tidore. Kondisi tektoniknya sebanding dengan yang terdapat di Minahasa.
Bentuk Lahan Denudasional Non-Vulkanik
Bentuk lahan non-vulkanik di Indonesia sangat berbeda sifat alaminya, dan presentase cakupan daerah yang terangkat lebih besar daripada bentuk lahan vulkanik. Bentuk lahan non-vulkanik terdiri atas perbukitan sisa dan pegunungan, dan dataran nyaris dari daratan sunda tua, baik sebagai pegunungan blok, pegunungan lipatan, pegunungan kompleks, dataran nyaris terdeformasi, piedmon maupun naiknya bentuk relief tua dari jalur tektonik yang tidak stabil. Berbeda dengan daerah vulkanik yang bentuk lahannya dibawah pengaruh utama tenaga konstruktif dan vulkanik destruktif, yang selanjutnya diikuti denudasi, daeran non-vulkanik merupakan panorama hasil interaksi yang terus-menerus antara tenaga tektonik dan denudasional. Tipe relief non-vulkanik mempunyai julat diversitas lebar.
Kondisi iklim sebagian besar tropis basah, merupakan faktor penyebab paling tinggi dalam memberikan ciri bentuk lahan, karena iklim mempengaruhi tipe dan intensitas pelapukan dan proses geomorfologikal. Dalam banyak daerah yang tidak stabil, yang pengangkatannya kuat, efek iklim sebagian besar tersembunyi oleh tenaga neotektonik sebagai faktor yang menstimulasi denudasi yang cepat. Bentuk lahan yang terjadi didaerah tersebut tidak harus sangat berbeda dengan daerah diluar daerah tropis. Apabila terjadi pada batuan sedimen lunak, seperti dibanyak tempat diperbukitan lipatan Sumatera Selatan dan Tengah di sebelah timur bukit barisaa, perbukitan kendeng dan rembang di Jawa Timur, denudasinya sangat tinggi. Perbukitan tersebut sering dikelilingi oleh pediplain yang terbentuk pada periode interglasial, ketika kondisi iklimnya relatif kering dan vegetasi savana yang dominan. Planasi luas mencirikan daerah yang proses denudasinya tetap berlangsung bersamaan dengan pengangkatan tektonik.
Efek kombinasi dari faktor klimatik dan tektonik telah memberikan kecepatan erosi yang cepat pada bagian tektogen Indonesia. Nilai presippitasi dan intensitas hujan yang lebih tinggi sebagai penciri hampir di seluruh Indonesia dapat menghasilkan proses pelapukan kemik, erosi alami dan gerakan massa tanah/batuan yang tinggi. Suhu udara dan suhu tanah yang tinggi, dan kelembaban tanah yang tinggi, dengan hasil proses pelapukan khemik yang intensif dan material penutup tebal bertekstur halus dan tidak memadat, merupakan bahan penting lainnya untuk menjelaskan bentuk lahan denudasional di Indonesia.
Rutten dalam Verstepen (2013) memperkirakan kecepatan denudasi di Jawa 1 mm/tahun. Ia menyebutkan nilai yang lebih tinggi (4 mm/tahun) dibeberapa daerah aliran sungai, seperti DAS Pengaron dekat Semarang.
Geomorfologi Lahan Rendah
Lahan rendah di Indonesia luas dan terdiri dari beberapa unit geomorfologikal termasuk piedmon, dataran alluvial dan rawa mangrove. Geomorfologi lahan rendah umumnya dicirikan oleh jaringan yang rumit dari tanggul alam yang terbentuk oleh saluran sungai sekarang dan saluran sungai yang ditinggalkan, dipisahkan oleh depresi rawa belakang yang luas.
Lahan rendah di sekeliling Teluk Jakarta, Jawa Barat, mulai berkembang sekitar 5000 BP, ketika permukaan air laut lebih kurang 5 m lebih tinggi dari saat sekarang. Lahan rendah tersebut, terletak diantara delta Sungai Cisadane dibarat dan Sungai Citarum yang lebih besar disebelah timur. Satu kipas fluvio-vulkanik Pleistosen berasosiasi dengan satu celah pada zona perbukitan lipatan dekat Bogor, sebagai lahan buritan dataran dan merupakan elemen penting dalam proses pembentukannya. Lebar dataran disini 15 km dan menyempit hingga 7 km di Jakarta, di mana akresi pesisir berkurang dalam ketiadaan sungai-sungai besar. Dataran aluvial sekitar teluk Jakarta dipengaruhi oleh perubahan berulangkali dari muara Sungai Cisadane dan Citarum dan oleh pembentukan beting gisik yang selang-seling (interiettent) disebabkan oleh periode dari angin di pantai diatas rata-rata yang menyertai pergantian penurunan permukaan air laut.
Dataran aluvial Serang-Juana terletak dibagian utara Jawa Tengah, sebelah timur Kota Semarang. Bagian timur Jawa Tengah lebih lebar dibanding di sebelah barat, perbedaan tersebut dipisahkan oleh sesar pemisah dengan arah U-S. Dataran tersebut berkembang kurang lebih arah timur-barat dan dipisahkan dari laut Jawa yang terletak di sebelah utara Gunung Muria. Di sisi selatan, berbatasan dengan perbukitan Rembang, yang merupakan igir antiklinal Pleistosen yag tersusun oleh sedimen yang mudah tererosi marl dan batu lempung berumur Miosen-Pleistosen, yang diatasnya muncul batu gamping dan batu pasir.
Geomorfologi Pantai dan Terumbu Karang
Pantai di Indonesia, dapat dibedakan menjadi tiga tipe utama : pantai lahan rendah, pantai berbatu, terumbu karang dan pulau. Evolusi bentuk lahan pesisir dipengaruhi oleh faktor eksogen dan faktor endogen dengan julat yang lebar terkait dengan lingkungan tropis basah, situasi geografis dan struktur geofisikal Indonesia. Di Indonesia terdapat bentuk lahan pesisir yang sangat bervariasi. Aktivitas manusia di banyak lokasi menambah dampak penting pada zona pesisir. Iklim tropis basah memegang peranan penting di antara faktor eksogen. Proses pelapukan yang kuat memungkinkan air sungai mengandung lempung yang tinggi dan dapat membentuk rataan lumpur luas di sepanjang pantai, dimana mangrove dapat berkembang dan menambah perkembangan penutup lempung lepas pantai. Pantai berpasir hanya terbentuk pada pantai yang sedimennya terangkut oleh gelombang dan arus yang digenerasi oleh angin dari perairan pantai. Sistem angin monsun dan fluktuasi dekadalnya mempengaruhi arus laut, aksi gelombang dan deposisi sepanjang pantai dari material gisik. Suhu air laut yang hangat sepanjang tahun memungkinkan pembentukan terumbu karang dan bagi algae tumbuh bilaman air lautnya cukup jernih dan kondisinya sesuai.
Di bagian timur laut Indonesia, pantai yang berhadapan dengan Samudra Pasifik hampir terbebas dari ombak, karena arahnya ke barat dan mempengaruhi pantai barat Amerika Utara dan Amerika Selatan. Faktor endogen-termasuk tektonik lempeng dengan elemen struktur yang terkait, litologi dan non-tektonik mempunyai pengaruh penting terhadap bentuk lahan pesisir di Indonesia dan evolusi serta interaksinya dengan faktor eksogen. Pantai hasil tubrukan dari jalur busur kepulauan tektogen yang terjadi di masa lalu dan hingga sekarang sangat dipengaruhi pengangkatan, pengungkitan dan amblesan yang kuat. Meskipun struktur dari busur kepulauan pada dasarnya paralel terhadap zona subduksi, namun sesar terpisah-pisah menyebabkan diferensiasi spasial yang nyata.
Laut dalam dan pantai depan yang curam banyak terdapat di Indonesia dan aksi gelombang yang besar, terutama di tempat terjadinya ombak besar. Garis pantai pada selat antara busur kepulauan, dalam banyak hal terpengaruhi oleh sesar dan menunjukkan karekteristik melintangnya.
Garis pantai di Indonesia timur, dengan pengecualian Irian Jaya selatan, hampir semuanya bertipe tumbukan lempeng tektogen. Oleh karena beberapa lempeng oseanik bertemu di daerah ini dan lempeng kontinental hampir tidak ada. Sebagai patokan, pada busur kepulauan umumnya mengalami kenaikan yang tidak begitu luas dan terbentuk pulau kecil, serta aluviasinya kurang. Pantai berbatulah yang kemudia meluas. Garis pantai terangkat dengan pantai berdinding terjal dan rataan abrasi bergantian dengan daerah yang garis pantainya turun (tenggelam), yang dominan adalah pantai berasal dari proses tektonik dan glasio-eustatik. Pantai depan yang terjal dan basin laut yang dalam banyak ditemukan.

Sumber
Verstepen, Herman Th. 2013. Garis Besar Geomorfologi Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Elsavitri, Arrizaqu. 2012. Kondisi Umum Fisiografi Indonesia. Online https://id.scribd.com/doc/91907997/Kondisi-Umum-Fisiografis-Indonesia diakses pada tanggal 30 Januari 2015

Lihat lebih banyak...

Comentários

Copyright © 2017 DADOSPDF Inc.