Gross Domestic Product

July 5, 2017 | Autor: Slamet Sutomo | Categoria: Academic Libraries, Academics
Share Embed


Descrição do Produto





Staf Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS), Jakarta.
Penjelasan mengenai hal ini (yaitu mengenai tahun dasar) untuk menghitung PDB harga konstan akan diberikan pada bagian selanjutnya pada materi kuliah ini.
Dalam penjelasan selanjutnya pada materi kuliah ini akan diperoleh pemahaman bahwa jika PDB ditambah dengan pendapatan dari faktor produksi neto (net factor income), yaitu pendapatan faktor produksi dari luar dikurangi dengan pendapatan faktor produksi yang ke luar negeri, akan menghasilkan PNB (Produk Nasional Bruto atau Gross National Product); dan jika PNB dikurangi dengan pajak tidak langsung neto (net indirect taxes) dan penyusutan (depreciation) akan menghasilkan pendapatan nasional (National Income).

Stok capital atau capital stock secara sederhana dapat diartikan sebagai akumulasi investasi selama suatu periode waktu. Misalnya investasi pada tahun ke-t berjumlah 10, dan pada tahun ke-(t+1)berjumlah 20, maka stok capital pada tahun ke-(t+1) adalah sama dengan 10+20=30.
Penjelasan mengenai hal ini akan diuraikan pada bagian berikutnya mengenai analisis data PDB.
Idem, lihat pembahasan berikutnya mengenai analisis data PDB.
Lihat juga konsep dan definisi mengenai output, input antara, dan nilai tambah yang dijelaskan pada materi kuliah ke-3 mengenai tabel Input-Ouput untuk melengkapi penjelasan-penjelasan pada bagian ini.
Materi kuliah ini tidak menjelaskan mengenai PDB Pendapatan karena BPS sebagai lembaga resmi yang berwenang dalam melakukan kompilasi PDB belum menghasilkan PDB Pendapatan secara terpisah dari PDB Produksi dan PDB Pengeluaran.
Lihat lebih lanjut penjelasan mengenai kegiatan produksi industri pengolahan pada bagian ini.
Rincian lebih lengkap mengenai lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank dapat dilihat pada materi kuliah ke-5 mengenai Neraca Arus Dana (NAD).
Menurut SNA 2008, biaya-biaya ini dimasukkan sebagai pembentukan modal tetap bruto (investasi). Jadi, hal ini merupakan salah satu perubahan konsep dari SNA 1968 menjadi SNA 2008.
Penggunaan indek harga perdagangan besar (IHPB) seringkali dipertanyakan oleh beberapa pengguna data PDB Indonesia karena dianggap kurang sesuai untuk digunakan sebagai aproksimasi indek harga produsen. Pada tahun 2015, sejalan dengan perubahan tahun dasar dari tahun 2000 menjadi tahun 2010, indek harga produsen untuk masing-masing kegiatan ekonomi sudah disusun dan tersedia untuk maksud ini, sehingga BPS dalam menghitung PDB Produksi atas dasar harga konstan sudah dapat menggunakan indek harga produsen.
Lihat penjelasan mengenai elastisitas pendapatan terhadap konsumsi pada buku-buku teks teori ekonomi mikro.
Lihat materi kuliah selanjutnya (materi kuliah ke-3) mengenai Analisis Input-Output.
Estimasi ini didasarkan kepada 'pengalaman' BPS selama melakukan kompilasi PDB Pengeluaran.
Dari hasil hitungan ini dapat diketahui bahwa tahun ke-t bukan merupakan tahun dasar dalam penghitungan PDB konstan karena IPI pada tahun ke-t tidak sama dengan 100.


71

PRODUK DOMESTIK BRUTO:
Metode Mengukur Kinerja Ekonomi
(Seri Materi Kuliah ke-2 Sistem Neraca Nasional)

Slamet Sutomo

Pendahuluan
Materi kuliah ke-1 mengenai Sistem Neraca Nasional (SNN) atau System of National Accounts (SNA) telah menjelaskan bahwa salah satu neraca ekonomi yang perlu dibangun adalah neraca produksi (production account). Neraca ini menjelaskan besarnya produksi, karena isian neraca ini dicatat dalam satuan moneter, yang dihasilkan oleh suatu negara selama suatu periode waktu tertentu, misalnya selama satu tahun atau satu triwulan, dan sebagainya. Dari neraca produksi tersebut dapat diturunkan suatu indikator kinerja ekonomi negara bersangkutan yang disebut sebagai Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP). PDB menjelaskan secara lebih rinci mengenai produksi yang dihasilkan oleh suatu negara selama suatu periode waktu tertentu menurut rincian berbagai kegiatan ekonomi (economic activities), seperti pertanian, pertambangan, industri manufaktur, dan sebagainya yang membangun perekonomian negara bersangkutan.
Pada sisi yang lain, PDB dapat juga dapat dilihat dari sisi penggunaannya (its uses) atau permintaannya (demand side), yaitu melihat penggunaan PDB oleh berbagai institusi, seperti oleh rumahtangga dan oleh pemerintah, yaitu untuk memenuhi konsumi rumahtangga dan konsumsi pemerintah, serta penggunaan PDB untuk investasi ril (physical investment) atau pembentukan modal (capital formation) dan ekspor.
Materi kuliah ini akan menjelaskan konsep dan definisi serta metode penyusunan PDB, dan analisis yang dapat dilakukan dengan menggunakan data PDB. Konsep dan definisi mengenai PDB perlu dijelaskan agar pengguna data PDB dapat memahami, misalnya ruang lingkup, dari data PDB. Metode penyusunan PDB atau seringkali disebut juga sebagai metode kompilasi PDB perlu dijelaskan agar pengguna PDB dapat memahami cara-cara melakukan penyusunan atau kompilasi data PDB dan apa yang terdapat secara impilisit dalam data PDB. Analisis PDB perlu dijelaskan agar pengguna data PDB dapat memahami kinerja apa saja yang dapat dijelaskan oleh data PDB, misalnya untuk menjelaskan besarnya output yang dihasilkan oleh suatu negara, atau untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi.
Referensi yang digunakan pada bab ini, yaitu mengenai konsep, definisi, dan metode penyusunan PDB, masih mengacu kepada SNA 1968 yang dipublikasi oleh United Nations. Kondisi ini dilakukan karena sampai saat ini (tahun 2014) Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai suatu lembaga yang berwenang dalam melakukan kompilasi PDB masih menggunakan SNA 1968 dalam penyusunan dan kompilasi PDB Indonesia. Pada tahun 2015, BPS merencanakan akan melakukan perubahan penghitungan PDB dari berbasis SNA 1968 menjadi berbasis SNA 2008 dan sekaligus mengubah tahun dasar dari tahun 2000 menjadi tahun 2010. SNA 2008 merupakan panduan (guidelines) penghitungan SNA yang terakhir yang dipublikasi oleh United Nations. Tahun dasar (base year) adalah penetapan suatu tahun tertentu sebagai dasar penghitungan PDB atas dasar harga konstan, misalnya tahun 2000 atau tahun 2010, untuk menghitung PDB atas dasar harga konstan tahun 2000 atau tahun 2010. Pada bagian akhir dari bab ini akan dijelaskan beberapa perubahan mengenai peralihan perubahan penyusunan PDB dari berbasis SNA 1968 menjadi SNA 2008 tersebut dan perubahan tahun dasar PDB Indonesia dari tahun 2000 menjadi tahun 2010.

Arti Produk Domestik Bruto
Sebelumnya telah dinyatakan bahwa PDB atau Produk Domestik Bruto merupakan terjemahan dari Gross Domestic Product atau GDP. Dengan demikian, kata PDB terdiri dari 3 (tiga) kata lain yang digabungkan, yaitu produk (product), domestik (domestic), dan bruto (gross). Oleh karena itu, perlu untuk memahami arti masing-masing kata tersebut.
Arti produk adalah hasil atau output yang dihasilkan oleh suatu kegiatan ekonomi. Produk atau output tersebut dapat berupa barang (goods) atau jasa (services). Kegiatan ekonomi di pertanian menghasilkan padi yang merupakan barang; kegiatan ekonomi di lembaga keuangan menghasilkan jasa keuangan (financial services). Contoh-contoh lain dapat dicari pada kegiatan ekonomi lainnya, seperti pada kegiatan ekonomi industri manufaktur yang menghasilkan tekstil, yang berupa barang atau goods; kegiatan ekonomi jasa perorangan yang menghasilkan jasa perbaikan komputer, yang berupa jasa atau services. Jadi, PDB merupakan gambaran kinerja perekonomian suatu negara yang menghasilkan produk atau output berupa barang dan jasa. Semua produk barang dan jasa tersebut dicatat dalam PDB sehingga pengguna data PDB memahami bahwa suatu negara telah menghasilkan sejumlah tertentu barang dan jasa selama suatu waktu tertentu.
Produk atau output yang dihasilkan berbagai kegiatan ekonomi di negara bersangkutan perlu dijumlahkan sehingga menggambarkan produk atau output secara keseluruhan atau secara total. Jika produk atau output yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu negara dicatat dalam satuan yang berbeda-beda, misalnya suatu produk diukur dalam satuan ton sedangkan produk yang lain diukur dalam satuan meter, maka pencatatan kinerja ekonomi negara bersangkutan menjadi tidak dapat dilakukan. Agar pencatatan produk atau output yang dihasilkan oleh suatu negara dapat dijumlahkan secara keseluruhan, maka satuan yang digunakan harus sama, yaitu dalam satuan moneter, misalnya dalam satuan moneter yang digunakan oleh negara bersangkutan. Dengan demikian, produk atau output yang dihasilkan oleh negara tersebut secara total dapat digambarkan oleh besarnya PDB.
Kata kedua adalah domestik yang berarti suatu wilayah atau daerah yang meliputi daratan dan lautan yang berada dalam batasbatas geografis suatu negara. Jadi, perkataan domestik memberikan batasan mengenai produk atau output yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi oleh suatu negara yang dibatasi oleh wilayah-wilayah geografisnya. Misalnya, PDB Indonesia adalah produk atau output yang dihasilkan oleh negara Indonesia sesuai dengan batas-batas geografis Indonesia, baik daratan maupun lautan, tanpa memperhatikan apakah sumberdaya yang digunakan untuk menghasilkan produk atau output tersebut merupakan milik Indonesia atau bukan. Semua produk atau output yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di wilayah geografis Indonesia tanpa melihat kepemilikan sumberdaya seperti tenagakerja atau modal (capital) merupakan PDB Indonesia.
Kata ketiga adalah bruto (gross) yang mempunyai arti bahwa dalam produk atau output yang dihasilkan oleh suatu negara masih mengandung komponen-komponen pajak (taxes), khususnya pajak tidak langsung (indirect taxes), dan penyusutan (depreciation). Jadi, komponen-komponen pajak dan penyusutan belum dikeluarkan dari besarnya nilai PDB sehingga perlu mencantumkan kata bruto dalam terminologi PDB.
Dengan demikian, PDB dapat diartikan sebagai produk atau output yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu negara, yang sesuai dengan batas-batas geografis yang disetujui secara internasional, yang dinilai dengan satuan moneter dimana nilai PDB tersebut bersifat bruto dalam pengertian masih mengandung pajak dan penyusutan.

Definisi 1
PDB menjelaskan besarnya produk atau output yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di wilayah domestik suatu negara selama suatu periode waktu yang dinilai dalam satuan moneter



Faktor Produksi dan PDB
Suatu negara berkembang sesuai dengan pemanfaatan sumberdaya ekonomi (economic resources) yang tersedia dan digunakan. Sumberdaya-sumberdaya tersebut adalah sumberdaya tenagakerja (labor) dan sumberdaya modal (capital). Kedua sumberdaya tersebut dalam ilmu ekonomi disebut sebagai faktor-faktor produksi (factors of production). Jadi, perkembangan ekonomi suatu negara ditentukan oleh pemanfaatan sumberdaya atau faktor produksi tenagakerja dan faktor produksi modal (capital). Pernyataan tersebut biasanya disimbolkan dengan Y=f(K,L) dimana K = stok kapital (capital stock) dan L = tenagakerja.

Definisi 2
Faktor produksi terdiri dari faktor produksi tenagakerja dan faktor produksi modal (kapital)
Y = f(K, L)

Dengan faktor produksi tenagakerja, beberapa keping papan dan ditambah dengan bahan-bahan material lainnya, dapat diubah menjadi, misalnya, sebuah kursi, dimana harga kursi tersebut lebih mahal dibandingkan dengan keping-keping papan semula. Contoh yang lain, dengan tenagakerja, suatu bidang lahan yang sudah diolah dapat digunakan dan siap untuk ditanami bibit padi untuk menghasilkan padi yang mempuyai nilai lebih tinggi dari pada bibit padi. Demikian juga dengan faktor produksi modal atau kapital. Dengan menggunakan mesin tenun, serat-serat benang dapat diubah menjadi sehelai kain dimana nilai kain tenun tersebut lebih tinggi dari pada nilai serat-serat benang sebelumnya.

Definisi 3
PDB mengukur apa yang tumbuh dari faktor-faktor produksi yang digunakan oleh berbagai kegiatan produksi untuk menghasilkan output dari input, yang dicerminkan oleh besarnya nilai tambah yang dihasilkan
Jadi, PDB mengukur apa yang tumbuh dari faktor-faktor produksi yang digunakan oleh kegiatan-kegiatan produksi dalam proses produksi untuk menghasilkan output dari input, yang dicerminkan oleh besarnya nilai tambah yang dihasilkan.

InputInputOutputOutput
Input
Input
Output
Output


Proses ProduksiProses Produksi
Proses Produksi
Proses Produksi


Gambar 2.1
Proses Transformasi dari Input menjadi Output

Pendekatan Penghitungan PDB
Secara umum, PDB dihitung atau dikompilasi dengan menggunakan 3 (tiga) pendekatan (approach), yaitu:
Pendekatan produksi (production approach) yang menghasilkan PDB Produksi atau PDB menurut kegiatan produksi (GDP by economic activities),
Pendekatan penggunaan atau pengeluaran (expenditure approach), yang menghasilkan PDB Penggunaan atau PDB menurut pengeluaran (GDP by expenditures),
Pendekatan pendapatan (income approach) yang menghasilkan PDB Pendapatan (GDP Income).

Definisi 4
Terdapat 3 (tiga) jenis PDB, yaitu: PDB Produksi, PDB Penggunaan atau PDB Pengeluaran, dan PDB Pendapatan

Pada ketiga pendekatan penghitungan tersebut, PDB masih mencakup penyusutan (depreciation) dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi) atau net-indirect taxes.
Pendekatan produksi menghitung PDB sebagai jumlah nilai tambah bruto dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi yang beroperasi dalam suatu wilayah geografis suatu negara selama suatu periode waktu tertentu. PDB Produksi Indonesia menghasilkan PDB menurut 9 (sembilan) kegiatan ekonomi (economic activities) atau kegiatan produksi (production activities), yaitu:
Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan,
Pertambangan dan penggalian,
Industri pengolahan,
Listrik, gas, dan air bersih,
Konstruksi,
Perdagangan, hotel, dan restoran,
Pengangkutan dan komunikasi,
Lembaga keuangan, real estate, dan jasa perusahaan,
Jasa-jasa lainnya.

Penghitungan PDB Produksi merupakan hasil perkalian antara kuantitas produksi dengan unit harganya (atau v=pq dimana v adalah output atau produksi, p adalah harga barang dan jasa, dan q adalah jumlah atau banyaknya barang dan jasa yang dihasilkan).
Pendekatan pengeluaran (expenditure approach) menghitung PDB sebagai jumlah semua komponen permintaan akhir (final demands), Dalam teori ekonomi, nilai PDB Penggunaan adalah sama dengan jumlah seluruh komponen-komponen permintaan akhir, sehingga: Y=C+G+I+(X-M) dimana Y=PDB Penggunaan atau PDB Pengeluaran, dan:
C adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga (household consumption expenditures) dan lembaga swasta nirlaba (non-profit organization),
G adalah pengeluaran konsumsi pemerintah (government consumption expenditures),
I adalah pembentukan modal tetap domestik bruto (gross fixed capital formation) termasuk perubahan inventori (changes in inventory), dan
(X-M) adalah ekspor neto (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor).

Dengan demikian, PDB Pengeluaran mencatat besarnya pengeluaran-pengeluaran atau penggunaan PDB menurut komponen-komponennya, yaitu C, G, I, dan (X-M).
Pendekatan pendapatan (income approach) menghitung PDB sebagai jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi tenagakerja dan modal (capital) yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara, Balas jasa faktor produksi yang dimaksud, secara garis besar, adalah:
Upah dan gaji (wages and salaries),
Surplus usaha (operating surplus).

Secara lebih rinci, komponen surplus usaha dapat merupakan, antara lain, adalah sewa (rents) atas lahan/tanah, gedung atau atas barang-barang modal lainnya, bunga (interests), keuntungan (profits); semuanya dihitung sebelum dipotong pajak penghasilan (income tax) dan pajak langsung lainnya (other direct taxes).
Penghitungan PDB Pendapatan mencatat besarnya PDB menurut komponen-komponen pendapatan, yaitu upah dan gaji serta surplus usaha.
Catatan: sampai saat ini BPS, sebagai lembaga yang berwenang dalam melakukan kompilasi PDB di Indonesia, baru hanya menyajikan 2 (dua) jenis PDB, yaitu PDB Produksi dan PDB Pengeluaran atau PDB Penggunaan, PDB Pendapatan belum tersedia secara eksplisit; tetapi akan dapat diperoleh jika pembaca menelusurinya dari tabel Input-Output Indonesia yang dikompilasi setiap 5 tahun sekali, juga dilaksanakan oleh BPS.
Secara konsepsi, penghitungan PDB dengan menggunakan ketiga pendekatan tersebut akan menghasilkan besar (nilai) PDB yang sama. Jika PDB yang dihitung dengan menggunakan salah satu pendekatan menghasilkan besarnya PDB yang berbeda dari PDB dengan menggunakan pendekatan yang lain karena, misalnya, dicatat dan dihitung secara terpisah atau tersendiri oleh suatu unit kerja yang berbeda, maka perlu dilakukan suatu upaya rekonsiliasi (reconciliation process). Upaya ini diperlukan untuk menemukan sisi-sisi tertentu dari komponen-komponen PDB yang perlu diperbaiki, misalnya karena data yang digunakan dianggap lemah dan kurang akurat, sehingga dengan demikian besarnya PDB dengan menggunakan ketiga pendekatan menjadi sama.

Definisi 5
Proses rekonsiliasi merupakan suatu upaya agar besarnya PDB yang dihitung dengan menggunakan ketiga pendekatan (produksi, penggunaan, dan pendapatan) menjadi sama


PDB Harga Berlaku dan PDB Harga Konstan
Untuk mengetahui besarnya produksi, pengeluaran, dan pendapatan , PDB dinilai atas dasar harga berlaku (at current market prices). Pencatatan atau penghitungan PDB atas dasar harga berlaku berarti bahwa nilai barang dan jasa yang dihasilkan (dari sisi produksi), atau nilai barang dan jasa yang dikonsumsi atau digunakan (dari sisi pengeluaran), atau nilai upah dan gaji serta surplus usaha yang dihasilkan (dari sisi pendapatan) dicatat dan dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku pada setiap waktu pada saat PDB dikompilasi.
PDB atas dasar harga berlaku digunakan, antara lain, untuk melihat besarnya PDB pada suatu tahun tertentu atau biasanya disebut juga untuk mengetahui level PDB, atau untuk melihat perubahan struktur ekonomi suatu negara.

Definisi 6
PDB atas dasar harga berlaku (GDP at current market prices) mencatat dan menghitung PDB menurut harga pasar yang berlaku pada saat PDB dikompilasi

Selain mencatat atau menghitung PDB menurut harga berlaku, PDB juga dicatat dan dihitung atas dasar harga konstan (at constant prices). PDB atas dasar harga konstan artinya menilai besarnya PDB menurut harga pada suatu tahun dasar (base year's prices) yang ditetapkan. Misalnya, PDB atas dasar harga konstan dihitung dan dicatat menggunakan harga pada tahun 2000, maka tahun 2000 dianggap sebagai tahun dasar, dan dengan demikian, besarnya PDB atas dasar harga konstan pada tahun-tahun 2000 dan seterusnya dihitung dan dicatat menggunakan harga-harga pada tahun 2000.
Metode pencatatan ini dilakukan untuk maksud penghitungan laju pertumbuhan ekonomi (rate of economic growth) yang biasanya diperoleh dari membandingkan besarnya PDB atas dasar harga konstan suatu tahun dengan tahun yang lain untuk menghilangkan faktor kenaikan harga dalam penghitungan laju pertumbuhan ekonomi. Perkembangan ekonomi suatu negara dari satu tahun ke tahun yang lain juga dipengaruhi oleh perubahan harga-harga. Agar PDB dapat mengukur laju pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya (the real economic growth), maka pengaruh perubahan harga-harga dalam PDB perlu dihilangkan, dan kondisi ini dapat tercapai dengan melakukan penghitungan PDB atas dasar harga konstan.

Definisi 7
PDB atas dasar harga konstan (GDP at constant prices) mencatat dan menghitung PDB berdasarkan harga-harga pada tahun dasar (at base year's prices) yang ditetapkan

Harga Konsumen dan Harga Produsen
Harga konsumen adalah harga yang dibayar oleh konsumen pada waktu membeli suatu produk (barang atau jasa). Sedangkan harga produsen adalah harga konsumen setelah dikurangi dengan besarnya biaya pengangkutan (transport margins) dan marjin perdagangan (trade margins).

Definisi 8
Harga Konsumen adalah harga yang dibayar oleh konsumen pada waktu membeli barang dan jasa,
Harga Produsen = Harga Konsumen – (Marjin Pengangkutan + Marjin Perdagangan)

Biaya pengangkutan adalah biaya yang dibutuhkan untuk mengangkut barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Dalam hal ini, biaya pengangkutan dapat merupakan biaya pengangkutan dari produsen ke pedagang besar, dan juga dari pedagang besar ke pedagang eceran. Marjin pengangkutan merupakan output dari kegiatan pengangkutan.
Marjin perdagangan adalah keuntungan (marjin) yang diperoleh oleh pedagang pada waktu menjual barang dan jasa yang diperdagangkan. Marjin perdagangan merupakan output dari kegiatan perdagangan.

Definisi 9
Marjin pengangkutan adalah biaya-biaya pengangkutan yang dibutuhkan untuk mendistribusikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Marjin perdagangan adalah keuntungan (marjin) yang diperoleh dari hasil menjual barang dan jasa


Output, Input Antara, dan Nilai Tambah
Berikut penjelasan mengenai output, input antara, dan nilai tambah yang digunakan dalam penghitungan PDB.

Output
Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan mengenai arti output. Output diartikan sebagai sesuatu produk yang dihasilkan oleh suatu kegiatan ekonomi dalam mentransformasi input melalui proses produksi. Output yang dihasilkan dapat berupa barang (goods) atau jasa (services).

Definisi 10
Output atau produk yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi dapat berupa barang (goods) dan dapat juga berupa jasa (services)

Kegiatan ekonomi di pertanian menghasilkan padi yang merupakan barang (goods); kegiatan ekonomi di lembaga keuangan menghasilkan jasa keuangan (financial services). Kegiatan ekonomi industri manufaktur menghasilkan tekstil yang berupa barang; kegiatan ekonomi jasa perorangan yang menghasilkan jasa perbaikan komputer, yang berupa jasa atau services.
Produk atau output yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi dapat berupa:
Produk utama (main product), yaitu produk atau output yang memberikan nilai terbesar terhadap keseluruhan kegiatan ekonomi, Misalnya, padi (gabah) merupakan produk utama dari kegiatan ekonomi padi,
Produk ikutan (by products), yaitu produk atau output yang dihasilkan bersama dengan produk utama dalam suatu proses produksi yang sama, Misalnya, jerami atau merang yang dihasilkan bersama dengan padi, guntingan kaleng pada proses pembuatan ember, dan sebagainya,
Produk sampingan (secondary products), yaitu produk atau output yang dihasilkan bersama dengan produk utama tetapi tidak dari satu proses produksi yang sama, Produk ini biasanya berfungsi sebagai penunjang produksi utama, misal produksi botol untuk menunjang produksi kecap dan minuman.

Definisi 11
Output atau produk yang dihasilkan oleh suatu kegiatan ekonomi terdiri dari produk utama, produk ikutan, dan produk sampingan

Semua jenis output atau produk, baik produk utama maupun produk ikutan dan produk sekunder, perlu dicatat sebagai produk atau output yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi bersangkutan, yang dicatat dan diukur dalam satuan moneter dari negara bersangkutan, misalnya dalam nilai rupiah Indonesia.

Konsumsi (Input) Antara dan Konsumsi Akhir
Penggunaan output atau produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu kegiatan ekonomi dapat dibedakan sebagai:
Barang dan jasa yang digunakan untuk memenuhi permintaan akhir (final demand),
Barang dan jasa yang digunakan untuk memenuhi permintaan antara (intermediate consumption) atau input antara (intermediate inputs).

Barang dan jasa yang digunakan sebagai permintaan akhir merupakan barang dan jasa yang habis dikonsumsi (final use); sedangkan barang dan jasa yang digunakan sebagai permintaan antara adalah barang dan jasa yang digunakan dan diproses lebih lanjut untuk menghasilkan produk atau output yang lain.

Definisi 12
Dilihat dari penggunaannya, output dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu output yang digunakan sebagai permintaan akhir (final demand) dan output yang digunakan sebagai permintaan antara (intermediate consumption), Permintaan akhir adalah permintaan terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi habis, sedangkan permintaan antara atau disebut juga sebagai input antara (intermediate inputs) adalah permintaan terhadap barang dan jasa yang digunakan dan diproses kembali untuk menghasilkan produk atau output lain

Nilai Tambah
Contoh-contoh yang telah disajikan pada bagian sebelumnya menunjukkan bagaimana faktor-faktor produksi tenagakerja dan kapital mampu mengubah bahan material (inputs) menjadi suatu produk (output) dimana nilai output tersebut lebih tinggi dari pada input yang digunakan semula. Dalam terminologi ekonomi, peningkatan nilai dari input menjadi output disebut sebagai nilai tambah (value added) karena nilai input meningkat sebagai akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi tenagakerja dan kapital.

Definisi 13
Output = Input Antara + Nilai Tambah Bruto


Tambahan nilai yang diberikan oleh faktor produksi tenagakerja diukur dalam bentuk balas jasa tenagakerja (compensation to employees), yaitu upah dan gaji (wages and salaries); sedangkan tambahan nilai yang diberikan oleh faktor produksi kapital diukur dalam balas jasa terhadap faktor produksi kapital (compensation to capital), yaitu surplus usaha (operating surplus).
Istilah upah diartikan sebagai kompensasi yang diberikan kepada tenagakerja (karyawan) tidak tetap. Contoh, upah adalah honorarium yang diberikan kepada karyawan lepas. Sedangkan gaji diartikan sebagai kompensasi yang diberikan kepada tenagakerja (karyawan) tetap.
Jumlah upah dan gaji dengan surplus usaha adalah sama dengan nilai tambah (value added), tepatnya adalah nilai tambah bruto (gross value added) karena dalam ukuran nilai tambah tersebut masih mengandung pajak dan depresiasi.
Input antara (intermediate inputs) merupakan penggunaan berbagai barang dan jasa oleh suatu kegiatan ekonomi dalam proses produksi untuk menghasilkan produk atau output lain. Barang dan jasa yang digunakan dapat berasal dari produksi dari kegiatan-kegiatan ekonomi lain, tetapi dapat juga berasal dari hasil produksi sendiri. Barang-barang yang digunakan sebagai input antara biasanya habis sekali pakai dan bukan merupakan barang tahan lama. Contoh input antara, misalnya, adalah bahan baku, bahan penolong, bahan bakar dan sejenisnya.

Definisi 14
Input Antara adalah semua barang dan jasa yang digunakan dalam suatu proses produksi untuk mentransformasi input menjadi output

Nilai tambah (bruto) atau kadang-kadang disebut juga sebagai input primer (primary input) merupakan selisih output dengan input antara. Dalam SNA, nilai tambah disebut juga sebagai item penyeimbang (balancing item) pada neraca produksi.



Definisi 15
Nilai Tambah Bruto = Output - Input Antara


Nilai tambah bruto terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung. Upah dan gaji merupakan balas jasa yang diberikan kepada buruh/karyawan, baik dalam bentuk uang maupun barang. Termasuk dalam upah dan gaji adalah semua tunjangan (perumahan, kendaraan, kesehatan) dan bonus, uang lembur yang diberikan perusahaan kepada pekerja. Semua pendapatan pekerja tersebut masih dalam bentuk bruto atau sebelum dipotong pajak penghasilan.
Surplus usaha mencakup sewa properti (tanah, hak cipta atau patent), bunga neto (bunga yang diterima dikurangi bunga yang dibayar) dan keuntungan perusahaan. Keuntungan perusahaan dihitung dalam bentuk bruto, yaitu sebelum dibagikan kepada pemilik saham berupa dividen dan sebelum dipotong pajak perseroan. Penyusutan merupakan nilai penyisihan keuntungan perusahaan untuk akumulasi pengganti barang modal yang habis dipakai.
Sedangkan pajak tak langsung merupakan pajak yang dikenakan pemerintah untuk setiap transaksi penjualan yang dilakukan oleh perusahaan, seperti pajak pertambahan nilai (PPN), dimana pajak tersebut dibebankan kepada pembeli.

Institusi Ekonomi atau Pelaku-Pelaku Ekonomi
Berdasarkan SNA 1968, terdapat 3 (tiga) pelaku-pelaku ekonomi domestik di suatu negara. Pelaku-pelaku ekonomi ini diistilahkan sebagai unit-unit institusi ekonomi (economic institusional units). Karakteristik dari suatu unit institusi adalah kemampuan dalam memiliki harta-harta (assets), kewajiban (liabilities), dan melakukan aktivitas ekonomi (economic legal activities), serta melakukan transaksi (economic transaction) dengan unit-unit institusi ekonomi yang lain. Unit-unit institusi ekonomi merupakan suatu unit entitas legal (legal entities) dalam arti hukum, misalnya memiliki badan hukum, atau diakui keberadaannya secara sosial (socially recognized), misalnya rumahtangga dan lembaga nirlaba.

Kotak 1
A legal or social entity is one whose existence is recognized by law or society independently of the persons, or other entities, that may own or control it (para 4.6, SNA 2008).

Ketiga unit institusi ekonomi domestik tersebut adalah:
Rumahtangga (termasuk lembaga nirlaba),
Perusahaan,
Pemerintah.

Kotak 2
A Household is a group of persons who share the same living accommodation, who pool some, or all, of their income and wealth and who consume certain types of godds and services collectively, mainly housing and food (para 4.4, SNA 2008).

Kotak 3
Corporations or establishments produce for the market and aim to sell their products at economically significant prices (para 4.18, SNA 2008).

Kotak 4
Government units are unique kinds of legal entities established by political processes that have legislative, judicial or executive authority over other institution units within a given area (para 4.9, SNA 2008).

Ketiga unit institusi ekonomi tersebut secara bersama-sama membangun perekonomian domestik secara total di suatu negara.

Definisi 16
Unit institusi ekonomi adalah suatu unit ekonomi yang memiliki legalitas hukum atau diakui keberadaannya secara sosial, dan unit tersebut memiliki kemampuan dalam memiliki harta-harta (assets), kewajiban (liabilities), dan melakukan aktivitas ekonomi (economic legal activities), serta melakukan transaksi (economic transaction) dengan unit-unit institusi ekonomi yang lain

Disamping itu, terdapat unit institusi ekonomi lain yang dapat melakukan transaksi ekonomi dengan unit-unit institusi ekonomi domestik, yaitu luar negeri (rest of the world).

Kotak 5
Rest of the world consists of non-resident institutional units that enter into transactions with resident units, or have other economic links with resident unit (para 4.172, SNA 2008).

Penjelasan Lebih Lanjut Mengenai PDB Produksi
Bagian ini akan menjelaskan lebih lanjut mengenai PDB Produksi sebagaimana diuraikan berikut.

Klasifikasi Kegiatan Ekonomi atau Kegiatan Produksi
Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa klasifikasi PDB Produksi Indonesia terdiri dari menurut 9 (sembilan) kegiatan ekonomi (economic activities) atau kegiatan produksi (production activities), yaitu:
Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan,
Pertambangan dan penggalian,
Industri pengolahan,
Listrik, gas, dan air bersih,
Konstruksi,
Perdagangan, hotel, dan restoran,
Pengangkutan dan komunikasi,
Lembaga keuangan, real estate, dan jasa perusahaan,
Jasa-jasa lainnya.

Klasifikasi-klasifikasi utama tersebut dapat dirinci lagi menjadi klasifikasi beberapa sub-kegiatan ekonomi. Untuk kasus Indonesia, klasifikasi kegaitan ekonomi ini mengikuti Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang disusun oleh BPS yang mengikuti klasifikasi International Standard for Industrial Classifications (ISIC). Rinciannya adalah sebagai berikut.
Kegiatan Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan
Kegiatan pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan merupakan kegiatan produksi yang melakukan pengolahan terhadap sumberdaya alam; dan hasil yang diperoleh dari kegiatan ini pada dasarnya merupakan barang-barang biologis (hidup) dan hasilnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri, atau untuk dijual kepada pihak lain. Proses pengolahan terhadap sumberdaya alam tersebut misalnya adalah pengolahan lahan untuk bercocok tanam, pembibitan padi, pemeliharaan dan pemanenan tanaman pangan, perkebunan, dan holtikultura, pembibitan dan budidaya ternak dan unggas, penebangan kayu, pengambilan hasil-hasil hutan lainnya, perburuan, serta kegiatan pemeliharaan dan penangkapan ikan.
Kegiatan pengolahan lanjutan terhadap hasil-hasil yang diperoleh seperti menjemur ikan untuk menjadi ikan asin yang walaupun dilakukan secara sederhana dengan memberikan garam atau menggunakan peralatan yang sederhana seperti menggunakan tampah untuk dijemur di panas matahari tidak termasuk dalam kegiatan produksi ini, tetapi sudah termasuk dalam kegiatan produksi industri pengolahan.
Dalam kegiatan produksi ini juga tidak termasuk kegiatan yang tujuannya sebagai hobi, misalnya memancing ikan sebagai rekreasi, memelihara ayam sabungan, dan sebagainya.
Selain itu, kegiatan produksi ini dianggap menghasilkan output jika telah menggunakan faktor produksi dalam proses produksinya, misalnya telah menggunakan tenaga manusia (faktor produksi tenagakerja) untuk menghasilkan output. Contoh: jerami muda yang ditinggal di ladang setelah selesai panen yang langsung dimakan ternak diangap bukan sebagai output kegiatan produksi ini; tetapi jika jerami muda ini diangkut oleh petani dari ladang dan diangkut ke kandang ternak untuk diberikan sebagai pakan ternak, maka jerami muda ini dimasukkan sebagai output hasil pertanian.
Kegiatan pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan dirinci lagi menjadi sub-subkegiatan ekonomi:
Tanaman bahan makanan,
Tanaman perkebunan,
Peternakan dan hasil-hasilnya,
Kehutanan, dan
Perikanan.

Komoditi-komoditi kegiatan produksi ini antara lain adalah:
Komoditi-komoditi sebagai hasil bercocok tanam, baik yang diusahakan oleh rakyat atau oleh perkebunan besar seperti padi, jagung, ketela pohon, ubi rambat, umbi-umbian lainnya, kacang tanah, kedele, kacang-kacangan, sayur-sayuran, buah-buahan, karet, tebu, kelapa, kopi, dan rempah-rempah lainnya,
Komoditi-komoditi hasil usaha peternakan, termasuk anak ternak yang diperoleh, dan pertambahan berat ternak yang dipelihara, seperti sapi, kerbau, babi, kuda, kambing, domba, ayam, itik, dan lain-lainnya serta hasil-hasil peternakan seperti telor, susu, bulu domba, kotoran hewan jika dijual,
Komoditi-komoditi hasil kehutanan yang mencakup semua jenis kayu tebangan, tanaman hasil penghijauan, dan hasil-hasil hutan lainnya seperti rotan, damar, kayu/bambu,
Komoditi-komoditi hasil perburuan seperti daging dan kulit rusa, dan sebagainya,
Komoditi-komoditi hasil perikanan baik yang ditangkap di perairan luas atau dibudidayakan, seperti di laut lepas, sawah, kolam, keramba, tambak, dan lain-lainnya.

Kegiatan Pertambangan dan Penggalian
Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan produksi untuk memperoleh segala macam barang-barang tambang, mineral, dan barang-barang galian lainnya, baik yang berbentuk padat, cair, maupun gas yang terdapat di dalam maupun di permukaan bumi. Termasuk dalam kegiatan produksi ini adalah kegiatan penggaraman rakyat.
Sifat dan tujuan dari kegiatan produksi ini adalah untuk menciptakan nilai tambah dari barang-barang tambang dan galian sehingga dapat dimanfaatkan atau diproses lebih lanjut, atau dijual kepada pihak lain seperti diekspor, dan sebagainya.
Kegiatan pertambangan dan penggalian dirinci lagi menjadi sub-subkegiatan ekonomi:
Pertambangan minyak dan gas bumi,
Pertambangan bukan minyak dan gas bumi, dan
Penggalian.

Komoditi-komoditi kegiatan produksi ini antara lain adalah:
Barang-barang tambang yang diperoleh dari dalam bumi seperti batu bara, pasir besi, biji timah, bijih nikel, bijih tembaga, bijih bauksit, bijih mangan, biji emas, biji perak, minyak bumi, gas bumi, yodium, belerang, posfor,
Barang-barang galian lainnya seperti batu, pasir, kapur, tanah liat, kaolin, garam, dan sebagainya.

Kegiatan produksi pengilangan gas bumi menjadi gas alam cair (liquified natural gas) atau LNG tidak dicakup dalam kegiatan produksi ini karena kegiatan tersebut sudah merupakan kegiatan pengolahan industri. Demikian juga, pengolahan lebih lanjut terhadap komoditi-komoditi tambang seperti pengolahan minyak bumi menjadi bensin, avtur, dan sebagainya, serta peleburan dan pemurnian barang-barang tambang dan galian termasuk pemurnian air minum tidak termasuk dalam kegiatan produksi ini; tetapi dimasukkan dalam kegiatan produksi industri pengolahan yang terkait.

Kegiatan Industri Pengolahan
Kegiatan industri pengolahan meliputi semua kegiatan produksi yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah barang dan jasa.
Proses produksi industri pengolahan dapat dilakukan secara mekanis, kimiawi, atau proses produksi lainnya, baik menggunakan alat-alat sederhana maupun menggunakan alat-alat modern seperti dengan menggunakan mesin-mesin. Proses tersebut dapat dilakukan oleh perusahaan industri, perusahaan pertanian, pertambangan dan penggalian, maupun oleh perusahaan-perusahaan lainnya. Jasa-jasa yang sifatnya terkait dengan kegiatan industri pengolahan bersangkutan untuk menghasilkan output, seperti jasa maklon, perbaikan dan pemeliharaan mesin-mesin, dimasukkan dalam output kegiatan produksi ini.
Termasuk dalam kegiatan industri pengolahan adalah kegiatan pengolahan sederhana seperti pembuatan minyak nabati, gula merah, pengupasan dan pembersihan biji-bijian, pengirisan tembakau, pembuatan kopra, gaplek, sagu, dan penggaraman dan pengeringan ikan, serta pengolahan barang setengah jadi.

Kegiatan industri pengolahan dirinci menjadi:
Kegiatan industri pengolahan minyak dan gas bumi (migas), dan
Kegiatan industri pengolahan bukan migas.

Kegiatan industri pengolahan migas dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu:
Pengilangan minyak bumi,
Pengilangan gas alam cair (LNG).

Kegiatan industri pengolahan bukan migas dibedakan menjadi 9 (sembilan) kelompok yaitu:
Industri makanan, minuman, dan tembakau,
Industri benang, tekstil dan hasil-hasilnya, barang dari kulit dan alas kaki,
Industri kayu, bambu, rotan, dan hasil-hasilnya,
Industri kertas dan hasil-hasilnya, percetakan dan penerbitan,
Industri pupuk, pestisida, kimia dan hasil-hasilnya, obat-obatan dan jamu, barang dari karet dan plastik,
Industri semen dan barang galian bukan logam,
Industri logam dasar, besi dan baja,
Industri barang dari logam, barang elektronik, alat listrik, alat angkutan, mesin dan peralatannya,
Industri pengolahan lainnya.

Komoditi-komoditi kegiatan industri pengolahan antara lain adalah bensin, avtur, gas alam cair, makanan dan minuman kaleng, beras, tekstil, baju jadi (garmen), sepatu, triplek, meja, kursi, kertas, buku, pupuk, pestisida, jamu, semen, besi cor, alat-alat elektronik, alat-alat listrik, mobil, sepeda motor, mesin potokopi, mesin cetak, dan sebagainya.

Kegiatan Listrik, Gas dan Air Bersih
Kegiatan listrik, gas dan air bersih terdiri dari 3 (tiga) subkegiatan produksi, yaitu:
Subkegiatan listrik. Subkegiatan ini mencakup pembangkitan dan penyaluran tenaga listrik, baik oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) maupun oleh perusahaan Non-PLN, seperti pembangkitan listrik yang dilakukan oleh perusahan milik Pemerintah Daerah, dan listrik yang diusahakan oleh swasta (perorangan maupun perusahaan) dengan tujuan untuk dijual. Output listrik yang dibangkitkan atau yang diproduksi meliputi listrik yang dijual, dipakai sendiri, hilang dalam transmisi, dan listrik yang dicuri.
Subkegiatan gas kota. Subkegiatan ini mencakup penyediaan dan penyaluran gas kota kepada konsumen dengan menggunakan pipa. Di Indonesia, kegiatan ini hanya dilakukan oleh PT Perusahaan Gas Negara (PT PGN). Kegiatan produksi yang menghasilkan gas Elpiji yang biasanya digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak dan sebagainya tidak termasuk dalam kegiatan produksi ini; tetapi dimasukkan dalam kegiatan produksi industri pengolahan.
Subkegiatan air bersih. Subkegiatan ini mencakup proses pembersihan, pemurnian dan proses kimiawi lainnya untuk menghasilkan air bersih serta penyalurannya secara langsung melalui pipa dan alat lain ke rumah tangga, instansi pemerintah maupun swasta.

Kegiatan Konstruksi
Kegiatan konstruksi mencakup kegiatan-kegiatan produksi yang hasil akhirnya berupa bangunan atau konstruksi yang menyatu dengan lahan kedudukannya, baik digunakan sebagai tempat tinggal atau untuk bukan tempat tinggal. Kegiatan konstruksi terdiri dari beragam kegiatan seperti pembuatan, pembangunan, pemasangan dan perbaikan berat maupun ringan berbagai jenis bangunan, misalnya bangunan tempat tinggal (rumah) atau bangunan bukan tempat tinggal (hotel, sekolah, rumah sakit, pusat pertokoan, pusat perdagangan, pergudangan, gedung olah raga, jembatan, jalan raya, bandara, pelabuhan, pembangunan instalasi listrik, gas, air bersih, dan komunikasi, pembuatan kolam pemeliharaan ikan, pencetakan lahan sawah, pembukaan hutan, pembangunan saluran irigasi, pembangunan taman kota, terowongan, waduk, banjir kanal, tempat-tempat rekreasi, dan sebagainya).
Pekerjaan-pekerjaan konstruksi dapat dilakukan oleh kontraktor umum, kontraktor khusus, atau dilakukan secara individu (rumahtangga). Kontraktor umum adalah kontraktor yang mengerjakan pekerjaan konstruksi untuk pihak lain, seperti suatu perusahaan yang memperoleh pekerjaan konstruksi untuk membangun gedung perkantoran suatu Kementerian. Kontraktor khusus adalah kontraktor yang mengerjakan pekerjaan konstruksi untuk digunakan sendiri. Rumahtangga yang membangun sendiri rumah tempat tinggalnya termasuk dalam kegiatan konstruksi ini; dan pelaksana kegiatan konstruksi ini disebut sebagai kontraktor khusus.

Kegiatan Perdagangan, Hotel dan Restoran
Kegiatan perdagangan, hotel, dan restoran terdiri dari 3 (tiga) subkegiatan, yaitu:
Perdagangan. Kegiatan ini merupakan semua kegiatan ekonomi yang meliputi kegiatan pembelian dan penjualan barang, baik barang baru maupun bekas, untuk tujuan penyaluran atau pendistribusian tanpa mengubah sifat barang tersebut.
Hotel. Kegiatan ini meliputi usaha penyediaan akomodasi untuk umum berupa tempat penginapan yang menggunakan sebagian atau seluruh bangunan. Bungalow, vila, flat, dan tempat peristirahatan lainnya yang dimiliki oleh suatu instansi atau perusahaan yang terutama ditujukan untuk dimanfaatkan oleh para anggota dan pegawainya tidak termasuk dalam kegiatan ini.
Restoran. Kegiatan ini meliputi penyediaan makanan dan minuman jadi yang dapat dinikmati langsung di tempat penjualan, baik dengan tempat yang tetap maupun tidak tetap, termasuk dalam kegiatan ini adalah penjualan makanan dan minuman secara berkeliling. Penyediaan makanan dan minuman yang bersifat menunjang kegiatan utama tidak dimasukkan sebagai kegiatan restoran, misalnya kegiatan penyediaan makanan dan minuman pada perhotelan, pada angkutan penumpang seperti di kapal laut, pesawat udara.

Subkegiatan perdagangan dibagi lagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu:
Perdagangan besar. Kegiatan ini mencakup kegiatan pembelian dan penjualan kembali barang baru atau bekas oleh pedagang dari produsen atau importir ke pedagang besar lainnya, pedagang eceran, perusahaan, dan lembaga yang tidak mencari untung,
Perdagangan eceran. Kegiatan ini mencakup kegiatan perdagangan yang umumnya melayani konsumen perorangan atau rumahtangga, tanpa mengubah bentuk dari barang-barang diperdagangkan, baik barang baru maupun barang bekas.


Kegiatan Pengangkutan dan Komunikasi
Kegiatan pengangkutan dan komunikasi dirinci menjadi sub-subkegiatan ekonomi:
Pengangkutan, yang dirinci lagi menjadi:
Angkutan jalan rel,
Angkutan jalan raya,
Angkutan laut,
Angkutan sungai, danau, dan penyebarangan,
Angkutan udara,
Jasa penunjang angkutan.
Komunikasi.

Subkegiatan pengangkutan merupakan kegiatan ekonomi untuk mengangkut barang dan penumpang dari satu tempat ke tempat lainnya atas dasar suatu pembayaran. Kegiatan pengangkutan dibagi menjadi:
Angkutan jalan rel, yang meliputi kegiatan pengangkutan penumpang dan barang dengan menggunakan jasa kereta api yang dikelola oleh PT KAI (Kereta Api Indonesia).
Angkutan jalan raya, yaitu meliputi kegiatan pengangkutan penumpang dan barang dengan menggunakan moda angkutan jalan raya, baik bermotor atau tidak bermotor. Moda angkutan ini di Indonesia biasanya dicirikan dengan nomor plat kuning, yang diartikan sebagai moda angkutan umum.
Angkutan laut, yang meliputi kegiatan pengangkutan penumpang dan barang dengan menggunakan kapal laut yang beroperasi di dalam wilayah domestik atau beroperasi ke luar daerah domestik. Kegiatan pelayaran laut yang diusahakan hanya untuk menunjang kegiatan induknya tidak termasuk dalam kegiatan ini.
Angkutan sungai, danau dan penyeberangan, yang meliputi kegiatan pengangkutan penumpang dan barang dengan menggunakan kapal atau angkutan sungai dan danau, baik kapal bermotor ataupun tidak bermotor, serta kegiatan penyeberangan dengan menggunakan alat angkut kapal fery.
Angkutan udara, yang meliputi kegiatan pengangkutan penumpang dan barang dengan menggunakan pesawat udara komersial yang diusahakan oleh perusahaan penerbangan yang beroperasi di Indonesia.
Jasa penunjang angkutan, yang mencakup kegiatan yang bersifat menunjang dan memperlancar kegiatan pengangkutan, seperti jasa-jasa pelabuhan laut, sungai, udara (bandar udara), darat (terminal dan parkir), bongkar muat (darat, sungai, laut dan udara), keagenan (armada, penumpang, dan barang), ekspedisi (kereta api, laut, udara), jalan tol, pergudangan, dan jasa penunjang lainnya.

Subkegiatan komunikasi merupakan kegiatan penyampaian berita dan lainnya dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sarana alat dan fasilitas pos (kegiatan pos dan giro) dan telekomunikasi, termasuk kegiatan penunjangnya.
Pos dan giro adalah kegiatan pengiriman surat, wesel, paket pos dan sebagainya, termasuk pemberian jasa kepada pihak ketiga seperti jasa giro, jasa tabungan serta pungutan lainnya yang dilakukan oleh PT Pos Indonesia.
Telekomunikasi adalah kegiatan pengiriman berita melalui telepon, telepon selular, telex dan telegram yang dilakukan oleh perusahaan telekomunikasi seperti PT Telkom, PT Indosat, PT Telkomsel, PT Komselindo dan lainnya.
Penunjang komunikasi adalah kegiatan yang menunjang kegiatan pos dan giro dan telekomunikasi yang dilakukan oleh perusahaan lainnya seperti kegiatan wartel dan warpostel.

Kegiatan Lembaga Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan
Kegiatan lembaga keuangan, real estate, dan jasa perusahaan dirinci lagi menjadi sub-subkegiatan ekonomi:
Lembaga keuangan bank,
Lembaga keuangan bukan bank,
Jasa penunjang keuangan,
Real estate, dan
Jasa perusahaan.

Kegiatan lembaga keuangan bank terdiri dari kegiatan jasa perbankan dan kegiatan moneter, yang merupakan kegiatan penerimaan dan pemberian pinjaman, penyertaan modal usaha, pemberian jaminan bank, pembelian dan penjualan surat-surat berharga, jasa penyimpanan barang berharga, dan sebagainya. Kegiatan ini mencakup bank sentral, bank umum, bank pembangunan, bank devisa, dan bank tabungan, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta.
Kegiatan lembaga keuangan bukan bank antara lain adalah lumbung desa, koperasi simpan pinjam, pedagang valuta asing, serta jasa pasar modal. Kegiatan jasa asuransi yang meliputi asuransi jiwa dan non jiwa, termasuk asuransi sosial termasuk dalam kegiatan lembaga keuangan bukan bank.
Kegiatan real estate atau persewaan bangunan meliputi sewa bangunan untuk tempat tinggal dan sewa bangunan bukan tempat tinggal, seperti perkantoran, pertokoan, serta usaha persewaan tanah persil.
Kegiatan jasa perusahaan meliputi jasa pengacara, notaris, akuntan, arsitek, konsultan, jasa pengadaan tenaga kerja, pengolahan data, periklanan, pemetaan, riset dan pemasaran, persewaan mesin dan peralatan, dan sebagainya.

Kegiatan Jasa-jasa
Kegiatan jasa-jasa dirinci lagi menjadi sub-subkegiatan ekonomi:
Jasa pemerintahan umum, yang dirinci lagi menjadi:
Administrasi pemerintahan dan pertahanan,
Jasa pemerintahan lainnya.
Swasta, yang dirinci lagi menjadi:
Jasa sosial dan kemasyarakatan,
Jasa hiburan dan rekreasi,
Jasa perorangan dan rumahtangga.

Jasa Pemerintahan Umum
Pada dasarnya jasa pemerintah umum terbagi 2 (dua), yaitu pertama, jasa administrasi pemerintahan dan pertahanan, dan kedua jasa pemerintah lainnya.
Jasa administrasi pemerintahan dan pertahanan merupakan kegiatan pemerintah dalam upaya melayani masyarakat umum atau publik pada bidang administrasi pemerintahan dan pertahanan. Jasa adminsitrasi pemerintahan dan pertahanan mencakup semua jasa administrasi pemerintahan dan pertahanan yang diberikan oleh kementerian dan non-kementerian, badan atau lembaga tinggi negara, kantor-kantor dan badan-badan yang berhubungan dengan administrasi pemerintahan dan pertahanan pada tingkat pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota dan desa termasuk oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri. Jasa pemerintahan dan pertahanan ini disebut juga dengan jasa pemerintah yang diberikan secara kolektif kepada masyarakat. Kegiatan pegawai pemerintah (pegawai negeri sipil) pada bidang jasa sosial kemasyarakatan serta jasa hiburan, kebudayaan dan rekreasi seperti yang dilakukan oleh guru atau staf pengajar pemerintah, dokter dan paramedis pemerintah dan sebagainya yang bekerja di bidang administrasi pemerintah tetapi tidak mengajar dan tidak melakukan pelayanan medis kepada masyarakat dan sebagainya termasuk dalam kategori kegiatan administrasi pemerintahan dan pertahanan ini.
Sedangkan jasa pemerintah lainnya merupakan kegiatan pemerintah dalam upaya melayani masyarakat pada bidang jasa sosial kemasyarakatan (jasa pendidikan, kesehatan, dan jasa sosial kemasyarakatan lainnya) serta jasa hiburan, kebudayaan dan rekreasi seperti yang dilakukan oleh pemerintah. Jasa pemerintah lainnya meliputi kegiatan pemerintah pada bidang jasa sosial kemasyarakatan seperti jasa pendidikan, jasa kesehatan dan jasa sosial kemasyarakatan lainnya, yang diberikan oleh unit-unit pemerintah yang berhubungan dengan jasa-jasa yang telah disebutkan, pada tingkat pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota dan desa. Jasa pemerintah lainnya ini disebut juga sebagai jasa pemerintah yang diberikan secara individu kepada masyarakat. Guru atau staf pengajar di sekolah pemerintah dimasukkan dalam jasa pendidikan pemerintah; dokter atau para medis di rumah sakit atau poliklinik atau klinik atau rumah bersalin pemerintah dimasukkan dalam jasa kesehatan pemerintah; aparat pemerintah yang melayani penyuluhan Keluarga Berencana (KB) dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat terasing dan lain-lain dimasukkan sebagai jasa sosial kemasyarakatan pemerintah lainnya. Sementara pegawai pemerintah yang menjual karcis masuk taman hiburan pemerintah, musium pemerintah atau yang melayani masyarakat di perpustakaan pemerintah termasuk dalam jasa hiburan, kebudayaan dan rekreasi pemerintah.

Jasa Swasta
Jasa swasta terdiri dari jasa sosial kemasyarakatan, jasa hiburan dan rekreasi, serta jasa perorangan dan rumahtangga.
Jasa sosial kemasyarakatan meliputi jasa pendidikan, kesehatan, palang merah, panti asuhan, panti wreda, rumah ibadah, dan sebagainya.
Jasa hiburan dan rekreasi meliputi kegiatan produksi, distribusi, dan reproduksi film atau video, baik secara komersial maupun sebagai film dokumenter untuk kepentingan pemerintah, jasa bioskop dan panggung hiburan, studio radio, televisi swasta, perpustakaan, museum, kebun binatang, gedung olahraga, kolam renang, klub malam, taman hiburan, dan sebagainya.
Jasa perorangan dan rumahtangga adalah jasa yang berkaitan erat dengan kepentingan perorangan dan rumahtangga seperti tukang cukur, tukang jahit, jasa binatu, salon kecantikan, pembantu rumahtangga, pengasuh bayi, dan sebagainya. Termasuk dalam kegiatan ini adalah jasa perbengkelan yang meliputi bengkel kendaraan baik bermotor maupun tidak bermotor, serta jasa reparasi alat-alat pribadi dan rumahtangga.



Metode Penghitungan PDB Produksi
PDB Produksi harga berlaku dihitung atas dasar harga produsen karena PDB Produksi ingin merinci semua kinerja yang dicapai oleh kegiatan-kegiatan ekonomi, seperti pertanian, industri manufaktur, dan sebagainya termasuk kegiatan pengangkutan dan kegiatan perdagangan.

Definisi 17
PDB Produksi atas dasar harga berlaku dicatat dan dihitung atas dasar harga produsen

Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa output kegiatan pengangkutan adalah marjin pengangkutan, dan output kegiatan perdagangan adalah marjin perdagangan. Kedua marjin ini seringkali diistilahkan sebagai marjin pengangkutan dan perdagangan atau transport and trade margins (TTM). Dan pada bagian sebelumnya juga telah dijelaskan bahwa harga produsen adalah sama dengan harga konsumen dikurangi dengan TTM. Dengan demikian, PDB Produksi yang dirinci menurut berbagai kegiatan ekonomi harus dicatat dan dihitung atas dasar harga produsen.

Metode Penghitungan PDB Produksi Harga Berlaku
Pada bagian ini ingin diingatkan kembali bahwa besaran nilai yang akan digunakan dalam penghitungan PDB Produksi adalah nilai tambah (value added) dari kegiatan-kegiatan ekonomi dimana nilai tambah adalah selisih dari output dengan input antara.
Output suatu kegiatan ekonomi atas dasar harga berlaku, pada umumnya, merupakan perkalian kuantitas produksi dengan unit harganya, atau v=pq dimana v adalah output atau produksi, p adalah harga barang dan jasa, dan q adalah jumlah atau banyaknya barang dan jasa yang dihasilkan. Sedangkan input antara adalah semua biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membeli berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan dalam proses produksi menghasilkan produk atau output. Lihat kembali penjelasan mengenai hal ini pada bagian sebelumnya.
Beberapa catatan yang perlu diberikan disini adalah:
Barang dan jasa yang dihasilkan tidak hanya yang dijual, tetapi juga termasuk barang dan jasa yang dihasilkan kegiatan ekonomi tersebut yang diberikan kepada karyawan, misalnya sebagai bonus,
Output atau produk yang dihasilkan oleh suatu kegiatan ekonomi juga termasuk barang-barang yang merupakan inventori baik merupakan bentuk barang jadi atau barang setengah jadi, Barang setengah jadi meliputi barang yang masih dalam proses pembuatan atau perakitan barang-barang,
Input antara adalah barang-barang yang tidak tahan lama dan jasa yang digunakan dalam proses produksi menghasilkan output atau produk,
Pada dasarnya, semua pengeluaran rutin dari suatu kegiatan ekonomi atau usaha dimasukkan sebagai input atau biaya antara,
Dalam prakteknya, seringkali timbul pemahaman yang campur-aduk (mix) dalam membedakan input antara pada satu sisi dengan balas jasa terhadap tenagakerja atau karyawan (berupa upah dan gaji), pengeluaran konsumsi rumahtangga, atau pembentukan modal tetap bruto pada sisi yang lain, Konsep SNA atau PDB jelas membedakan input antara dengan balas jasa terhadap tenagakerja; balas jasa terhadap tenagakerja (compensation to employees) merupakan komponen dari nilai tambah (value added), bukan sebagai komponen dari input antara. Jika suatu perusahaan memberikan sejumlah barang kepada karyawan sebagai bonus setiap, katakan, 6 bulan sekali, maka pengeluaran tersebut bukan dicatat sebagai antara antara dalam PDB, tetapi dimasukkan sebagai bagian dari balas jasa yang diberikan kepada karyawan,
Namun, pengeluaran untuk barang dan jasa sebagai suatu kewajiban yang perlu dipenuhi dalam suatu proses produksi diperlakukan sebagai input antara. Sebagai contoh, pembelian peralatan kerja karyawan-karyawan tambang seperti lampu, jaket pelindung, dan peralatan-peralatan kerja lainnya termasuk misalnya bahan peledak untuk maksud meledakkan tanah, dan sebagainya, yang disetujui atas dasar suatu kontrak, diperlakukan sebagai input antara,
Pengeluaran karyawan yang dikeluarkan oleh karyawan itu sendiri ke dan dari tempat bekerja dimasukkan sebagai pengeluaran konsumsi rumahtangga dari karyawan bersangkutan. Jika pengeluaran ini dibayar atau dibebankan kepada anggaran perusahaan, maka besarnya pengeluaran ini dianggap sebagai bagian dari tambahan terhadap upah dan gaji karyawan. Penggantian uang perjalanan, uang makan dan sejenisnya yang dilaksanakan oleh seorang karyawan dalam hubungannya untuk melaksanakan tugas diperlakukan sebagai input antara. Pengeluaran perusahaan untuk jasa kesehatan, obatobatan dan rekreasi untuk karyawannya pada umumnya diperlakukan sebagai input antara, karena pengeluaran ini adalah untuk kepentingan perusahaan dan bukan kepentingan karyawan secara individu,
Perbaikan-perbaikan kecil dimasukkan sebagai input antara; sedangkan perbaikan-perbaikan besar dimasukkan sebagai pembentukan modal tetap bruto. Misalnya, penggantian genteng suatu bangunan dianggap sebagai perbaikan kecil; sedangkan perbaikan sistem saluran air pada suatu bangunan atau tempat tinggal dianggap sebagai perbaikan besar,
Perbaikan besar maupun perbaikan kecil kendaraan yang digunakan untuk keperluan pribadi (bukan untuk kegiatan usaha atau kegiatan ekonomi) dimasukkan sebagai input atau biaya antara; tetapi jika kendaraan tersebut digunakan untuk keperluan usaha, maka dimasukkan sebagai pembentukan modal tetap bruto,
Pengeluaran untuk riset, pengembangan, dan eksplorasi, misalnya eksplorasi untuk mencari barang-barang tambang, pengembangan produk-produk baru atau pengembangan peningkatan proses produksi, pengeluaran untuk riset dasar, dimasukkan sebagai input atau biaya antara (walaupun mungkin pengeluaran-pengeluaran ini dianggap sebagai investasi oleh perusahaan bersangkutan),
Barang setengah jadi yang dihasilkan oleh kegiatan konstruksi, misalnya gedung yang belum selesai dibangun seluruhnya, termasuk sebagai output barang jadi pada kegiatan konstruksi tersebut dan dimasukkan sebagai pembentukan modal tetap bruto pada PDB Penggunaan atau PDB Pengeluaran,
Pertambahan nilai dari kayu dan tanaman yang masih tumbuh tidak termasuk sebagai output karena belum dianggap sebagai produk yang dihasilkan,
Output suatu kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang untuk tujuan dipasarkan selama suatu periode tertentu dapat tidak sama dengan penerimaan penjualan selama periode tersebut karena barang yang dijual selama suatu periode sebagian dapat diperoleh dari stok atau inventori produksi pada periode sebelumnya, dan sebaliknya produksi selama periode sekarang tidak seluruhnya terjual pada periode yang sama, sehingga sebagian menjadi stok atau inventori pada periode selanjutnya.

Metode Penghitungan PDB Produksi atas Dasar Harga Konstan
Secara konsepsi, PDB Produksi atas dasar harga konstan merupakan hasil bagi PDB Produksi atas dasar harga berlaku dengan indek harga produksi (production price index) yang relevan untuk masing-masing kegiatan ekonomi. Misalnya, PDB kegiatan pertanian atas dasar harga konstan merupakan hasil bagi PDB kegiatan pertanian atas dasar harga berlaku dengan indek harga produksi pertanian, demikian juga untuk PDB kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya.

Definisi 18
PDB Produksi atas dasar harga konstan merupakan hasil bagi PDB Produksi atas dasar harga berlaku dengan indek harga produsen

Pada sisi yang lain, PDB Produksi atas dasar harga konstan juga ditentukan oleh penentuan suatu tahun tertentu yang akan digunakan sebagai tahun dasar (base year). Misalnya tahun 2000 ditentukan sebagai tahun dasar, maka indek harga produksi pada tahun 2000 akan sama dengan 100, sedangkan besarnya indek harga produsen pada tahun-tahun berikutnya akan mengikuti sesuai dengan perkembangan harga produsen pada tahun-tahun selanjutnya.
Sampai dengan tahun 2015, BPS sebagai suatu lembaga yang berwenang dalam melakukan kompilasi PDB, menggunakan tahun dasar 2000 sebagai tahun dasar untuk penghitungan PDB Produksi, termasuk juga PDB Pengeluaran atau PDB Penggunaan, atas dasar harga konstan. Dengan demikian, indek harga produksi pada tahun 2000 ditetapkan sama dengan 100, dan indek harga produksi pada tahun-tahun berikutnya mengikuti perkembangan harga-harga produsen yang terjadi, dan dijadikan sebagai pembagi terhadap PDB Produksi atas dasar berlaku untuk menghasilkan PDB Produksi atas dasar harga konstan.
Akan tetapi, indek harga produsen untuk maksud ini belum tersedia semuanya di BPS, sehingga dengan demikian BPS menggunakan indek harga yang lain, misalnya indek harga perdagangan besar (IHPB), yang dipertimbangkan dapat mereperesentasikan indek harga produsen dimaksud.

Contoh Penghitungan PDB Kegiatan Tanaman Bahan Makanan
Subkegiatan tanaman bahan makanan yang termasuk dalam kegiatan pertanian mencakup komoditas-komoditas bahan makanan dan hortikultura, seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kentang, sagu, kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, sayur-sayuran, buah-buahan, dan bahan makanan lainnya. Keterangan: klasifikasi komoditas-komoditas yang termasuk dalam suatu kegiatan ekonomi dilakukan mengikuti Klasifikasi Baku Komoditas Indonesia (KBKI) yang disusun oleh BPS yang bersumber penyusunannya mengikuti klasifikasi Central Product Classifications (CPC).
Untuk menghitung PDB subkegiatan tanaman bahan makanan atas dasar harga berlaku, formula bahwa output atau produksi adalah sama dengan kuantitas dikalikan dengan harga (v=pq) digunakan untuk maksud ini. Data produksi diperoleh dari Subdirektorat Tanaman Pangan dan Subdirektorat Hortikultura BPS, dan dari sumber data ini dapat diperoleh PDB subkegiatan tanaman bahan makanan atas dasar harga berlaku. Untuk menghitung PDB subkegiatan tanaman pangan atas dasar harga konstan, data indek Harga Perdagangan Besar (IHPB) yang diperoleh dari Subdirektorat Harga Perdagangan Besar BPS digunakan untuk membagi PDB harga berlaku untuk menjadi PDB harga konstan.
Contoh untuk subkegiatan-subkegiatan yang lain, pembaca dapat berkonsultasi dengan Direktorat Neraca Produksi BPS atau Direktorat Neraca Pengeluaran BPS.

Metode Estimasi PDB Produksi
Konsep mengenai metode pencatatan dan penghitungan PDB Produksi telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, dan secara singkat adalah sebagai berikut:
PDB Produksi atas dasar harga berlaku dicatat dari hasil sensus, survei, atau sumber-sumber lainnya seperti pencatatan secara administrasi mengenai output yang dihasilkan dan input antara yang dibutuhkan untuk dapat memperoleh perkiraan besarnya nilai tambah dari berbagai kegiatan ekonomi di suatu negara,
PDB Produksi atas dasar harga konstan diperoleh sebagai hasil bagi PDB Produksi atas dasar harga berlaku dengan indek harga produsen yang relevan.

Akan tetapi, dalam prakteknya tidak semua data yang dibutuhkan tersedia, baik untuk menghitung PDB Produksi atas dasar harga berlaku maupun untuk menghitung PDB Produksi atas dasar harga konstan. Dan oleh karena itu, SNA 1968 memberikan suatu metode estimasi untuk memperkirakan besarnya PDB Produksi. Metode estimasi tersebut adalah:
Metode Revaluasi,
Metode Ekstrapolasi,
Metode Deflasi,
Metode Double deflation, dan
Metode Interpolasi.

Metode Revaluasi
Metode revaluasi adalah suatu metode untuk memperkirakan terlebih dahulu PDB Produksi atas dasar harga konstan suatu kegiatan ekonomi. Caranya adalah dengan mengalikan banyaknya produksi (dalam satuan kuantum) yang dihasilkan pada tahun yang berjalan dengan harga pada tahun dasar (tahun 2000), dan estimasi tersebut menghasilkan PDB atas dasar harga konstan pada tahun berjalan suatu kegiatan ekonomi.
Untuk memperoleh nilai tambah atas dasar harga konstan, output tersebut dikalikan dengan rasio nilai tambah yang disepakati (misalnya dari hasil survei atau berdasarkan 'pengalaman') sehingga dengan demikian nilai tambah atas dasar harga konstan diperoleh. Lihat tabel 2.1 di bawah.
Jika estimasi nilai tambah (PDB) atas dasar harga konstan ini dikalikan dengan indek harga produsennya, maka akan dihasilkan PDB atas dasar harga berlaku.



Tabel 2.1
Contoh Metode Revaluasi

Tahun
t
t+1
t+2
t+3
Produksi (kg)
200
210
225
230
Harga (Rp/kg)
20



Output Harga Konstan (Rp; 1x2)
4000
4200
4500
4600
Nilai Tambah Harga Konstan (Rp; misal 85%)
3400
3570
3825
3910


Metode Ekstrapolasi
Metode ekstrapolasi adalah suatu metode untuk memperkirakan terlebih dahulu PDB Produksi atas dasar harga konstan suatu kegiatan ekonomi. Caranya adalah dengan mengalikan banyaknya produksi pada tahun dasar dengan suatu indek produksi (kuantum) pada tahun-tahun berjalan, sehingga menghasilkan output pada tahun berjalan suatu kegiatan ekonomi dalam satuan kuantum. Jika output ini dikalikan dengan harga pada tahun dasar, maka output atas dasar harga konstan pada tahun-tahun berjalan dapat diperoleh.
Untuk memperoleh nilai tambah atas dasar harga konstan, output tersebut dikalikan dengan rasio nilai tambah yang disepakati (misalnya dari hasil survei atau berdasarkan 'pengalaman') sehingga dengan demikian nilai tambah atas dasar harga konstan diperoleh. Lihat tabel 2.2 di bawah ini.
Jika estimasi nilai tambah (PDB) atas dasar harga konstan ini dikalikan dengan indek harga produsennya, maka akan dihasilkan PDB atas dasar harga berlaku.








Tabel 2.2
Contoh Metode Ekstrapolasi

Tahun
T
t+1
t+2
t+3
Produksi (kg)
200



Indek Produksi (%)
100
105
113
115
Harga (Rp/kg)
20



Output Harga Konstan (Rp)
4000
4200
4520
4600
Nilai Tambah Harga Konstan (Rp; misal 85%)
3400
3570
3842
3910


Metode Deflasi
Metode deflasi adalah suatu metode untuk memperkirakan terlebih dahulu output atas dasar harga berlaku suatu kegiatan ekonomi yang diperoleh, misalnya dari hasil survei atau hasil pendataan lainnya. Jika output atas dasar harga berlaku dibagi dengan indek harga produsen yang relevan dari kegiatan ekonomi tersebut, maka output atas dasar harga konstan dapat diperoleh.
Untuk memperoleh nilai tambah atas dasar harga konstan, output tersebut dikalikan dengan rasio nilai tambah yang disepakati (misalnya dari hasil survei atau berdasarkan 'pengalaman') sehingga dengan demikian nilai tambah atas dasar harga konstan diperoleh. Lihat tabel 2.3 di bawah.

Tabel 2.3
Contoh Metode Deflasi

Tahun
T
t+1
t+2
t+3
Produksi (kg)
200
210
225
230
Harga (Rp/kg)
20
22
24
26
Output Harga Berlaku (Rp)
4000
4620
5400
5980
Indek Harga Produsen (%)
100
110
120
130
Output Harga Konstan (Rp)
4000
4200
4500
4600
Nilai Tambah Harga Konstan (Rp; misal 85%)
3400
3570
3825
3910



Metode Double Deflation
Metode double deflation merupakan suatu metode untuk memperkirakan terlebih dahulu output atas dasar harga berlaku suatu kegiatan ekonomi yang diperoleh yang mirip dengan metode deflasi. Hanya, pada metode double deflation, deflasi dilakukan dua kali yaitu untuk memperoleh output atas dasar harga konstan dan nilai tambah atas dasar harga konstan.
Dari metode deflasi sudah dapat dipahami bahwa output atas dasar harga berlaku suatu kegiatan ekonomi dapat diperoleh, yaitu dengan mengalikan banyaknya produksi (dalam satuan kuantum) dengan harga berlaku pada masing-masing tahun berjalan. Pada metode double deflation, output atas dasar harga berlaku perlu dibagi dengan indek harga produsen yang relevan dari kegiatan ekonomi tersebut untuk menghasilkan output atas dasar harga konstan; dan juga input antara atas dasar harga berlaku perlu dibagi dengan indek harga produsen yang relevan untuk menghasilkan input antara atas dasar harga konstan. Selisih output atas dasar harga konstan dengan input antara atas dasar harga kosntan akan menghasilkan nilai tambah atas dasar harga konstan. Lihat tabel 2.4 di bawah.

Tabel 2.4
Contoh Metode Double Deflation

Tahun
T
t+1
t+2
t+3
Output Harga Berlaku (Rp)
4000
4620
5400
5980
Indek Harga Produsen untuk output(%)
100
110
120
130
Output Harga Konstan (Rp)
4000
4200
4500
4600
Input Antara Harga Berlaku (Rp)
2600
2700
3200
3500
Indek Harga Produsen untuk Input Antara (%)
100
105
110
120
Input Antara Harga Konstan (Rp)
2600
2571
2909
2917
Nilai Tambah Harga Berlaku (Rp)
1400
1920
2200
2480
Nilai Tambah Harga Berlaku (Rp)
1400
1629
1591
1683
Metode Interpolasi
Disamping keempat metode estimasi tersebut, terdapat satu lagi metode estimasi PDB yang disebut sebagai metode interpolasi. Metode ini memperkirakan output barang dan jasa pada suatu waktu berdasarkan data PDB yang tersedia, misalnya memperkirakan output atau PDB pada tahun ke-t dengan menggunakan data tahun ke-(t-1) dan tahun ke-(t+1).
Misalkan pada tahun ke-(t-1) diketahui bahwa besarnya PDB adalah 100 dan pada tahun ke-(t+1) adalah 150, maka besarnya PDB pada tahun ke-t diperkirakan adalah sebesar (100+150)/2=125 karena besarnya PDB pada tahun ke-t diperkirakan adalah ½ dari tahun ke-(t-1) dan tahun ke-(t+1).
Estimasi PDB dengan menggunakan metode interpolasi dapat dimulai dengan menghitung atas dasar harga berlaku atau atas dasar harga konstan. Estimasi atas dasar harga konstan atau atas dasar berlaku dapat dilakukan dengan menggunakan keempat metode estimasi sebelumnya.

Penjelasan Lebih Lanjut Mengenai PDB Pengeluaran
Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai PDB Pengeluaran atau PDB Penggunaan menurut komponen-komponennya.

Komponen-komponen PDB Pengeluaran
Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa komponen-komponen PDB Pengeluaran atau PDB Penggunaan adalah:
Pengeluaran konsumsi rumah tangga (household consumption expenditures) dan lembaga swasta nirlaba (non-profit organization),
Pengeluaran konsumsi pemerintah (government consumption expenditures),
Pembentukan modal tetap domestik bruto (gross fixed capital formation) termasuk perubahan inventori (changes in inventory), dan
Ekspor neto (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor).
Keterangan: klasifikasi pengeluaran konsumsi rumahtangga mengikuti klasifikasi dalam COICOP (Classification of Individual Consumption according to Purposes). Klasifikasi pengeluran konsumsi lembaga nirlaba mengikuti klasifikasi dalam COPNI (Classification of the purposes of Nonprofit Institutions serving households). Klasifikasi pengeluaran konsumsi pemerintah mengikuti klasifikasi dalam COFOG (Classification of Function of Government). Klasifikasi ekspor dan impor mengikuti klasifikasi dalam HS (Harmonized System) dan SITC (Standard Industrial Trade Classification).

Metode Penghitungan PDB Pengeluaran
Beberapa hal yang perlu dipahami mengenai metode penghitungan PDB Pengeluaran atau PDB Penggunaan adalah sebagai berikut:
Metode estimasi PDB Pengeluaran atau PDB Penggunaan dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu atau kombinasi dari metode estimasi yang dilakukan untuk PDB Produksi, yaitu metode revaluasi, metode ekstrapolasi, metode deflasi, metode double deflation dan metode interpolasi, Lihat penjelasan mengenai hal ini pada bagian sebelumnya,
Karena PDB Produksi harga berlalu dihitung atas dasar harga produsen, maka agar konsisten dengan PDB Produksi, maka PDB Pengeluaran atau PDB Penggunaan harga berlaku juga dihitung atas dasar harga produsen.

Definisi 19
PDB Pengeluaran atau PDB Penggunaan Harga Berlaku dicatat dan dihitung atas dasar harga produsen

Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga
Pengeluaran konsumsi rumahtangga mencakup semua pengeluaran untuk konsumsi barang dan jasa (berbagai komoditas makanan dan bukan makanan), dikurangi dengan penjualan neto barang bekas dan sisa yang dilakukan oleh rumah tangga, selama suatu periode tahun tertentu, termasuk pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh lembaga swasta yang tidak mencari untung (lembaga nirlaba).
Perkiraan besarnya pengeluaran konsumsi rumahtangga atas dasar harga berlaku didasarkan kepada data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang diselenggarakan oleh BPS sebagai data pokok. Dari data Susenas dapat diperoleh informasi mengenai pengeluaran konsumsi masyarakat menurut berbagai komoditas, seperti konsumsi terhadap beras, daging, susu, dan sebagainya yang termasuk sebagai komoditas-komoditas makanan, dan juga pengeluaran konsumsi untuk komoditas-komoditas bukan-makanan seperti biaya transportasi, biaya rekreasi dan sebagainya.

Definisi 20
Pengeluaran konsumsi rumahtangga adalah semua pengeluaran terhadap barang dan jasa oleh rumahtangga untuk memenuhi berbagai kebutuhan rumahtangga baik berupa makanan atau bukan makanan

Karena Susenas merupakan data survei yang menjelaskan pengeluaran konsumsi sebagian masyarakat atau rumahtangga yang termasuk dalam survei, bukan data Sensus yang menjelaskan total pengeluaran konsumsi rumahtangga keseluruhan, maka dari data Susenas tersebut perlu dicari besarnya rata-rata pengeluaran konsumsi rumahtangga. Jika rata-rata pengeluaran konsumsi rumahtangga ini dikalikan dengan jumlah penduduk pertengahan tahun pada tahun bersangkutan akan diperoleh perkiraan jumlah pengeluaran konsumsi rumahtangga secara total. Besarnya perkiraan ini menunjukkan estimasi total pengeluaran konsumsi rumahtangga yang akan dimasukkan dalam PDB Pengeluaran untuk komponen pengeluaran konsumsi rumahtangga.
Susenas diselenggarakan oleh BPS setiap tiga tahun sekali, sehingga terdapat tahun-tahun dimana informasi mengenai pengeluaran konsumsi rumahtangga tidak dapat diperoleh. Untuk tahun-tahun dimana data Susenas belum tersedia, model elastisitas pendapatan terhadap perubahan permintaan barang-barang konsumsi (income elasticity on consumption) digunakan untuk memperkirakan pengeluaran konsumsi rumahtangga terhadap masing-masing barang dan jasa yang dikonsumsi. Dengan menggunakan elastisitas pendapatan ini, perkiraan mengenai pengeluaran konsumsi rumahtangga menurut berbagai jenis barang dan jasa (atau komoditas) dapat dilakukan sehingga pengeluaran konsumsi rumahtangga secara total dapat diperoleh.
Sebagai salah satu rekonsiliasi terhadap perkiraan pengeluaran konsumsi rumahtangga dengan cara-cara tersebut di atas, perbandingan dengan tabel Input-Output (tabel I-O) untuk tahun-tahun dimana tabel I-O tersedia perlu dilakukan. Rekonsiliasi ini menghasilkan beberapa perapihan terhadap pengeluaran konsumsi rumahtangga dan sekaligus memberikan perkiraan mengenai pengeluaran konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung (lembaga nirlaba) dalam PDB Pengeluaran atas dasar harga berlaku. Rekonsiliasi dimaksud, antara lain, adalah menggunakan rasio pengeluaran konsumsi rumahtangga PDB Pengeluaran yang diperoleh dari Susenas dengan pengeluaran konsumsi rumahtangga menurut tabel I-O, baik mengenai total pengeluaran maupun mengenai rasio rincian pengeluaran menurut barang dan jasa. Tabel I-O menunjukkan besarnya pengeluaran konsumsi rumahtangga pada kuadran permintaan akhir. Dengan mengikuti hasil yang diberikan oleh tabel I-O sebagai kontrol yang perlu diikuti, maka pengeluaran konsumsi rumahtangga menjadi terekonsiliasi, sehingga diperoleh data pengeluaran konsumsi rumah tangga yang 'baru', dan dengan cara ini sekaligus pengeluaran konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung (lembaga nirlaba) atas dasar harga berlaku dapat diperoleh.
Perkiraan besarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga atas dasar harga konstan (dimana termasuk dalam klasifikasi ini adalah pengeluaran konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung atau lembaga nirlaba) dilakukan dengan menggunakan metode revaluasi untuk kelompok makanan dan menggunakan metode deflasi untuk kelompok bukan makanan dengan indek harga konsumen (IHK) yang relevan sebagai deflatornya (pembagi untuk besarnya harga berlaku). Lihat kembali bagian sebelumnya yang menjelaskan metode revaluasi dan metode deflasi.

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Pemerintah sebagai konsumen akhir mencakup pemerintah umum yang terdiri dari pemerintah pusat yang meliputi unit-unit kementerian, lembaga-lembaga non-kementerian dan lembaga-lembaga pemerintah lainnya, serta pemerintah daerah propinsi, kabupaten/kota dan desa termasuk unit-unit kerja yang terkait didalamnya. Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup pengeluaran untuk belanja pegawai dan belanja barang, termasuk belanja perjalanan, pemeliharaan dan pengeluaran lain yang bersifat rutin, baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah. Jika pemerintah menghasilkan suatu produk yang menghasilkan pendapatan dan produk tersebut tidak dikonsumsi sendiri oleh pemerintah tetapi dikonsumsi oleh masyarakat, maka pendapatan ini tidak termasuk dalam pengeluaran pemerintah. Dalam pengeluaran konsumsi pemerintah masih termasuk komponen penyusutan.

Definisi 21
Pengeluaran konsumsi pemerintah adalah pengeluaran pemerintah, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah, yang mencakup pengeluaran untuk belanja pegawai dan belanja barang, yang bersifat rutin

Sumber data utama yang digunakan untuk memperkirakan pengeluaran konsumsi pemerintah atas dasar harga berlaku adalah realisasi belanja rutin dan pembangunan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan Republik Indonesia untuk estimasi konsumsi pemerintah pusat, serta data realisasi pengeluaran pemerintah propinsi, kabupaten/kota dan desa yang dikumpulkan oleh BPS dalam publikasi Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota dan Desa, untuk perkiraan pengeluaran konsumsi pemerintah daerah. Besarnya penyusutan pemerintah pusat diperkirakan 20% (dua puluh persen) dari nilai pembentukan modal tetap bruto pemerintah, sedangkan penyusutan untuk pemerintah daerah diperkirakan sekitar 5% (lima persen) dari jumlah belanja pegawai.
Pengeluaran konsumsi pemerintah atas dasar harga konstan untuk belanja pegawai dihitung dengan menggunakan metode ekstrapolasi dan menggunakan indek tertimbang jumlah pegawai negeri sipil (PNS) menurut golongan kepangkatan sebagai ekstrapolatornya, sedangkan untuk belanja barang dihitung dengan menggunakan metode deflasi dan menggunakan indek harga perdagangan besar (IHPB) umum tanpa ekspor sebagai deflatornya.

Pembentukan Modal Tetap Bruto
Pembentukan modal tetap domestik bruto (gross fixed capital formation) didefinisikan sebagai pengadaan, pembuatan dan pembelian barangbarang modal baru yang berasal dari dalam negeri (domestik) dan barang-barang modal baru ataupun bekas dari luar negeri. Barang modal adalah peralatan yang digunakan untuk menghasilkan produk atau output dan biasanya memiliki umur pakai satu tahun atau lebih.

Definisi 22
Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) adalah pengadaan, pembuatan dan pembelian barang-barang modal baru yang berasal dari dalam negeri (domestik) dan barang-barang modal baru maupun bekas dari luar negeri

Pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTB) dapat dibedakan menurut barang-barang modal (capital goods), yaitu:
Barang-barang modal dalam bentuk bangunan atau konstruksi;
Barang-barang modal dalam bentuk mesinmesin dan alatalat perlengkapan;
Barang-barang modal dalam bentuk alat angkutan; dan
Barang-barang modal lainnya (seperti bibit).

Metode yang digunakan untuk penghitungan pembentukan modal tetap (PMTB) atas dasar harga berlaku adalah pendekatan arus barang (commodity flow approach). Pendekatan ini memperkirakan besarnya porsi (persentase) banyaknya output yang dihasilkan oleh suatu kegiatan ekonomi dan produk-produk impor yang menjadi barang-barang modal, Misalnya output domestik dan produk-produk impor sektor konstruksi yang diperkirakan menjadi barang-barang modal berupa bangunan atau konstruksi adalah sekitar 95 persen dari masing-masing output domestik atau impor tersebut; yang diperkirakan menjadi barang modal berupa mesin-mesin dan peralatan dan berupa alat-alat angkutan adalah sekitar 50 persen; sedangkan yang menjadi bibit diperkirakan sekitar 5 persen. BPS menetapkan besarnya porsi (persentase) tersebut berdasarkan data yang berasal dari berbagai sumber, seperti dari hasil perhitungan output sektor konstruksi yang menjadi barang-barang modal yang dilakukan oleh Direktorat Neraca Produksi BPS, publikasi Statistik Industri Besar dan Sedang, dan Statistik Impor yang diterbitkan oleh BPS.
Untuk menghitung besarnya pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atas dasar harga konstan digunakan kombinasi metode estimasi PDB, seperti metode ekstrapolasi dan metode deflasi (lihat penjelasan mengenai ini pada bagian sebelumnya).
PMTB berupa barang-barang modal konstruksi yang berasal dari output domestik menggunakan metode ekstrapolasi dengan menggunakan indek harga produksi sebagai deflatornya, sedangkan yang berasal dari impor menggunakan metode deflasi dengan menggunakan indek harga perdagangan besar (IHPB) sebagai deflatornya. PMTB berupa mesin-mesin dan alat perlengkapan serta berupa alat angkutan dan berupa barang-barang modal lainnya (seperti bibit) yang berasal dari output domestik menggunakan metode ekstrapolasi dengan menggunakan indek harga produsen sebagai deflatornya, sedangkan yang berasal dari impor menggunakan metode deflasi dan menggunakan IHPB sebagai deflatornya,
Perubahan Inventori
Inventori (inventory) merupakan output atau produk yang dihasilkan oleh suatu kegiatan ekonomi tetapi belum sepenuhnya selesai dikerjakan atau disebut sebagai barang setengah jadi, misalnya meja atau kursi yang masih berbentuk kerangka dasar yang belum dicat, dan sebagainya. Perubahan inventori adalah selisih posisi akhir dengan posisi awal inventori pada suatu waktu, Misalnya, perubahan inventori pada suatu tahun adalah selisih inventori pada akhir tahun dengan inventori pada awal tahun.

Definisi 22
Inventori adalah output atau produk yang belum sepenuhnya selesai dikerjakan, Perubahan inventori adalah selisih inventori akhir dikurangi dengan inventori awal

Data inventori pada awalnya merupakan data dalam satuan kuantum yang diperoleh dari berbagai publikasi direktorat-direktorat terkait yang ada di BPS, seperti dari publikasi-publikasi Statistik Pertanian, Statistik Pertambangan, Statistik Industri Besar dan Sedang, dan sebagainya. Data inventori yang tersedia, misalnya, adalah inventori komoditas perkebunan, peternakan, kehutanan, pertambangan dan industri manufaktur.
Data inventori yang disajikan dalam satuan kuantum tersebut kemudian dikalikan dengan harga 'estimasi' masing-masing komoditas, yaitu dengan memperkirakan besarnya biaya produksi yang dibutuhkan sampai produk yang dihasilkan menjadi produk berupa inventori (misalnya barang setengah jadi), Hasil yang diperoleh adalah perkiraan besarnya inventori pada suatu waktu atas dasar harga berlaku.
Sementara itu, sumber data inventori yang lain adalah yang berasal dari Laporan Keuangan perusahaan-perusahaan dimana inventori sudah dinilai dalam satuan moneter. Data inventori ini tidak mencantumkan kuantum dalam laporan-laporannya.
Penghitungan perubahan inventori atas dasar harga konstan untuk komoditas-komoditas inventori yang mempunyai data kuantum dilakukan dengan menggunakan metode revaluasi dengan menggunakan indek harga produsen sebagai deflatornya; sedangkan untuk komoditi inventori yang tidak mempunyai kuantum dilakukan dengan menggunakan metode deflasi dengan menggunakan indek harga perdagangan besar (IHPB) sebagai deflatornya.

Diskrepansi Statistik
Diskrepansi statistik bukan merupakan komponen dari PDB Pengeluaran atau PDB Penggunaan. Akan tetapi, diskrepansi statistik merupakan perbadaan antara PDB Produksi dengan PDB Pengeluaran atau PDB Penggunaan sebagai akibat dari proses penghitungan yang terpisah terhadap kedua PDB tersebut.
Karena secara konsep kedua PDB ini harus memiliki besaran total yang sama, maka jika terdapat diskrepansi statistik dalam PDB memberikan pengertian bahwa kedua besaran total PDB Produksi dan PDB Pengeluaran adalah tidak sama, dan oleh karena itu membutuhkan suatu penyesuaian atau upaya-upaya rekonsiliasi.

Ekspor dan Impor
Ekspor dan impor merupakan transaksi ekonomi yang dilakukan oleh penduduk domestik suatu negara (residen) dengan penduduk negara lain (bukan residen). Transaksi ekonomi ini dapat merupakan kegaitan-kegiatan ekspor dan impor barang dan jasa. Ekspor dan impor barang, antara lain, adalah ekspor dan impor garmen, bahan-bahan makanan, mesin-mesin dan kendaraan roda empat atau roda dua, dan sebagainya; sedangkan ekspor dan impor jasa, antara lain, adalah ekspor dan impor jasa pengangkutan, jasa asuransi, jasa komunikasi, jasa pariwisata, jasa-jasa lainnya. Termasuk juga dalam kategori ekspor adalah pembelian langsung atas barang dan jasa di wilayah domestik suatu negara oleh penduduk negara lain; dan sebaliknya, termasuk juga dalam kategori impor adalah pembelian langsung atas barang dan jasa di luar negeri oleh penduduk suatu negara.

Definisi 23
Ekspor dan impor adalah transaksi ekonomi yang dilakukan oleh penduduk domestik suatu negara (residen) dengan penduduk negara lain (bukan residen), Transaksi ekonomi dalam ekspor dan impor mencakup berbagai komoditas barang dan jasa

Data yang digunakan untuk menyusun ekspor dan impor diperoleh dari berbagai sumber, seperti dari publikasi Statistik Ekspor dan Impor yang diterbitkan oleh BPS untuk ekspor dan impor barang, dan publikasi Neraca Pembayaran yang dipublikasi baik oleh Bank Indonesia atau oleh International Monetary Funds (IMF) untuk ekspor dan impor jasa, atau dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia untuk data ekspor dan impor minyak bumi dan gas.
Berdasarkan SNA 1968, besarnya ekspor barang dinilai berdasarkan harga free on board (fob), sedangkan besarnya impor dinilai berdasarkan harga cost insurance freight (cif), Harga fob adalah harga barang yang diekspor sampai di pelabuhan ekspor; sedangkan harga cif adalah harga barang yang diimpor termasuk biaya asuransi (insurance) dan biaya angkut (freight), misalnya biaya angkut dengan menggunakan kapal laut.
Biasanya besarnya ekspor dan impor dinilai dalam satuan dolar Amerika Serikat (US dollars), dan untuk mengkonversi besarnya ekspor dan impor dalam satuan moneter domestik, misalnya dalam nilai rupiah (Rp), maka nilai US dollars tersebut harus dikalikan dengan nilai tukar rupiah terhadap US dollar (Rp per 1 US dollar). Nilai tukar rupiah terhadap US dollars dibedakan untuk transaksi ekspor dan untuk transaksi impor, Untuk transaksi ekspor digunakan rata-rata tertimbang nilai tukar beli (kurs beli) US dollar terhadap rupiah yang diperoleh dari Bank Indonesia per bulan yang ditimbang dengan nilai besarnya nilai nominal transaksi ekspor bulanan; sedangkan untuk impor digunakan ratarata tertimbang kurs jual US dollar per bulan yang ditimbang dengan besarnya nilai nominal transaksi impor bulanan.
Untuk menghitung besarnya ekspor dan impor atas dasar harga konstan digunakan kombinasi metode estimasi PDB, seperti metode ekstrapolasi dan metode deflasi (lihat penjelasan mengenai ini pada bagian sebelumnya), Ekspor barang dan jasa dihitung dengan menggunakan metode ekstrapolasi dengan menggunakan indek harga produksi sebagai deflatornya, sedangkan impor barang dan jasa dihitungan dengan menggunakan metode deflasi dengan menggunakan indek harga perdagangan besar (IHPB) sebagai deflatornya.

Analisis Deskriptif PDB
Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa data PDB dapat menjelaskan kinerja ekonomi (economic performances) suatu negara, dan rincian-rinciannya menurut berbagai kegiatan ekonomi, Bagian ini akan menjelaskan bagaimana menggunakan data PDB sebagai alat analisis untuk mengetahui kinerja-kinerja ekonomi tersebut.
Untuk ilustrasi, tabel 2.5 dan tabel 2.6 disajikan di bawah ini. Tabel 2.5 menyajikan PDB Produksi Indonesia atas dasar harga berlaku, dan tabel 2.6 menyajikan PDB Produksi Indonesia atas dasar harga konstan.

Tabel 2.5
PDB Produksi Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku (Rp Milyar)
Tahun ke-t sampai dengan Tahun ke-(t+3)

Kegiatan Ekonomi
t (t+1) (t+2) (t+3)
Pertanian
Pertambangan/Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, Air Bersih
Konstruksi
Perdag, Hotel, Restoran
Pengangkutan/Komunikasi
Keungan, RE, Jasa Prsh
Jasa-jasa
329.124,60
364.169,30
433.223,40
541.931,50
205.252,00
309.014,10
366.520,80
440.609,60
644.342,60
760.361,30
919.539,30
1.068.653,90
23.730,30
26.693,80
30.354,80
34.723,80
151.247,60
195.110,60
251.132,30
304.996,80
368.555,90
431.620,20
501.542,40
592.304,10
142.292,00
180.584,90
231.523,50
264.263,30
194.410,90
230.522,70
269.121,40
305.213,50
236.870,30
276.204,20
336.258,90
398.196,70

Jumlah
2.295.826,20
2.774.281,10
3.339.216,80
3.950.893,20







Tabel 2.6
PDB Produksi Indonesia Atas Dasar Harga Konstan (Rp Milyar)
Tahun ke-t sampai dengan Tahun ke-(t+3)

Kegiatan Ekonomi
t (t+1) (t+2) (t+3)
Pertanian
Pertambangan/Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, Air Bersih
Konstruksi
Perdag, Hotel, Restoran
Pengangkutan/Komunikasi
Keungan, RE, Jasa Prsh
Jasa-jasa
247.163,60
253.881,70
262.402,80
271.509,30
160.100,50
165.222,60
168.031,70
171.278,40
469.952,40
491.561,40
514.100,30
538.084,60
10.897,60
11.584,10
12.251,00
13.517,00
96.334,40
103.598,40
112.233,60
121.808,90
271.142,20
293.654,00
312.518,70
340.437,10
96.896,70
109.261,50
124.808,90
142.326,70
151.123,30
161.252,20
170.074,30
183.659,30
152.906,10
160.799,30
170.705,40
181.706,00





Jumlah
1.656.516,80
1.750.815,20
1.847.126,70
1.964.327,30


Catatan: pada ilustrasi ini hanya dicontohkan mengenai PDB Produksi Indonesia; tetapi ilustrasi dengan menggunakan, misalnya, PDB Pengeluaran Indonesia juga dapat dilakukan karena akan menghasilkan analisis yang sama dengan perbedaan pada rincian komponen-komponen pada masing-masing PDB.

Untuk Menjelaskan Besarnya Output Ekonomi
Besarnya output ekonomi yang dihasilkan oleh suatu negara dapat dijelaskan oleh besarnya PDB atas dasar harga berlaku negara bersangkutan, Catatan: untuk menjelaskan output ekonomi selalu gunakan PDB atas dasar harga berlaku.

Ketentuan 1
Untuk menunjukkan besarnya output ekonomi yang dihasilkan oleh suatu negara pada suatu waktu, gunakan PDB atas dasar harga berlaku

Misalnya dari tabel 2.5, yaitu tabel yang menunjukkan PDB Produksi Indonesia atas dasar harga berlaku, dapat diperoleh informasi bahwa output ekonomi Indonesia pada tahun ke-t berjumlah Rp 2295,8 triliun, sedangkan pada tahun ke-(t+3) berjumlah Rp 3950,9 triliun. Kadangkala, keadaan ini dinyatakan dengan mengatakan bahwa level PDB Indonesia pada tahun ke-t adalah Rp 2295,8 triliun, sedangkan pada tahun ke-(t+3) adalah Rp 3950,9 triliun, yang memberikan pengertian yang sama dengan pernyataan di atas.
Pada sisi yang lain, dari tabel 2.5 juga dapat ditunjukkan bahwa output ekonomi yang dihasilkan oleh Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke-t ke tahun (t+3), yaitu meningkat dari Rp 2295,8 triliun pada tahun ke-t menjadi Rp 3950,9 triliun pada tahun ke-(t+3).
Rincian output ekonomi menurut berbagai kegiatan ekonomi, seperti oleh kegiatan pertanian, dapat juga ditunjukkan oleh tabel 2.5. Misalnya, kegiatan pertanian menghasilkan PDB sebesar Rp 329,1 triliun pada tahun ke-t, dan Rp 541,9 triliun pada tahun ke-(t+3). Tendensi PDB yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian juga menunjukkan peningkatan dari tahun ke-t ke tahun (t+3). Indikator yang serupa dapat juga dilakukan dan diperoleh untuk kegiatan-kegiatan ekonomi yang lain.

Untuk Menjelaskan PDB per kapita
Salah satu indikator lain yang seringkali ditunjukkan adalah mengenai PDB per kapita, yang merupakan hasil bagi total PDB atas dasar harga berlaku pada suatu tahun dengan jumlah penduduk pertengahan tahun di suatu negara pada tahun yang sama.

PDB per kapita = (Total PDB atas dasar harga berlaku)/jumlah penduduk pertengahan tahun ...............(2.1)

Misalkan jumlah penduduk Indonesia pertengahan tahun pada tahun ke-t adalah 195 juta, maka dapat diperoleh bahwa PDB per kapita Indonesia pada tahun ke-t = (Rp 2295,8 triliun)/195 juta = Rp 11,77 juta per tahun.



Ketentuan 2
Untuk menunjukkan besarnya PDB per kapita suatu negara pada suatu waktu, gunakan PDB atas dasar harga berlaku dan jumlah penduduk pertengahan tahun

Catatan: PDB per kapita bukan merupakan indikator kesejahteraan masyarakat suatu negara tetapi menjelaskan output ekonomi (produktivitas) per kapita yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara. Indikator PDB per kapita merupakan indikator yang paling sering dan mudah dilakukan sebagai perbandingan antar negara (jika satuan moneternya sudah dibuat sama, misalnya dalam US dollars).

Untuk Menjelaskan Struktur Ekonomi
PDB atas dasar harga berlaku juga dapat digunakan untuk menjelaskan struktur ekonomi suatu negara atau untuk melihat perubahan strukturnya, Untuk menjelaskan struktur ekonomi, ubah PDB atas dasar harga berlaku menjadi nilai persentase terhadap total PDBnya. Catatan: untuk menjelaskan struktur ekonomi gunakan PDB atas dasar harga berlaku.

Ketentuan 3
Untuk menjelaskan struktur ekonomi suatu negara pada suatu waktu, gunakan PDB atas dasar harga berlaku dalam bentuk persentase terhadap total PDB

Misalnya, tabel 2.5 yang sebelumnya menunjukkan PDB Produksi Indonesia atas dasar harga berlaku, dapat diubah menjadi nilai persentase terhadap total PDBnya untuk menjelaskan struktur ekonomi Indonesia dari tahun ke-t sampai dengan tahun ke-(t+3) sebagaimana ditunjukkan oleh tabel 2.7.
Tabel 2.7 menunjukkan bahwa kegiatan industri pengolahan merupakan kegiatan ekonomi Indonesia yang memberikan kontribusi yang terbesar selama tahun ke-t sampai dengan tahun ke-(t+3), yaitu pada tahun ke-t sebesar 28,07% dan pada tahun ke-(t+3) sebesar 27,05%; sementara kegiatan-kegiatan ekonomi yang lain memberikan kontribusi yang lebih rendah dari kegiatan industri pengolahan. Indikator tersebut juga menunjukkan bahwa kontribusi kegiatan industri pengolahan cenderung turun dari tahun ke tahun.

Untuk Menjelaskan Laju Pertumbuhan Ekonomi
Laju pertumbuhan ekonomi (rate of economic growth) menunjukkan tingkat keberhasilan suatu negara dalam meningkatkan output ekonomi dari suatu waktu ke waktu yang lain. Misalnya dari tabel 2.5 ditunjukkan bahwa ekonomi Indonesia meningkat dari Rp 2295,8 triliun pada tahun ke-t menjadi Rp 3950,9 triliun pada tahun ke-(t+3).
Jika laju pertumbuhan ekonomi dihitung dari besarnya PDB atas dasar harga berlaku dianggap kurang pas karena perkembangan ekonomi suatu negara dari satu tahun ke tahun juga dipengaruhi oleh perubahan harga-harga, Agar PDB dapat mengukur laju pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya (the real economic growth), maka pengaruh perubahan harga-harga dalam PDB perlu dihilangkan, dan kondisi ini dapat tercapai dengan melakukan penghitungan laju pertumbuhan ekonomi dari PDB atas dasar harga konstan, Dengan perkataan lain, laju pertumbuhan ekonomi diperoleh dari membandingkan besarnya PDB atas dasar harga konstan suatu tahun dengan tahun yang lain untuk menghilangkan faktor kenaikan harga dalam penghitungan laju pertumbuhan ekonomi.
Perhitungan laju pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:

r = (PDBt – PDB(t-1))/PDB(t-1) ...............(2.2)

dimana
r = laju pertumbuhan ekonomi
PDBt = Produk Domestik Bruto tahun ke-(t) atas dasar harga konstan
PDB(t-1) = Produk Domestik Bruto tahun ke-(t-1) atas dasar harga konstan

Tabel 2.7
Struktur Ekonomi Indonesia (dalam %)
Tahun ke-t sampai dengan Tahun ke-(t+3)

Kegiatan Ekonomi
t (t+1) (t+2) (t+3)
Pertanian
Pertambangan/Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, Air Bersih
Konstruksi
Perdag, Hotel, Restoran
Pengangkutan/Komunikasi
Keungan, RE, Jasa Prsh
Jasa-jasa
14,34
13,13
12,97
13,72
8,94
11,14
10,98
11,15
28,07
27,41
27,54
27,05
1,03
0,96
0,91
0,88
6,59
7,03
7,52
7,72
16,05
15,56
15,02
14,99
6,20
6,51
6,93
6,69
8,47
8,31
8,06
7,73
10,32
9,96
10,07
10,08





Jumlah
100,00
100,00
100,00
100,00


Atau, laju pertumbuhan ekonomi dapat dihitung dengan menggunakan rumus alternatif lain, yang dapt digunakan untuk menghitung rata-rata laju pertumbuhan eknomi selama suatu periode waktu:

PDBt = PDB0(1+r)n ..............(2.3)

dimana
r = laju pertumbuhan ekonomi
PDB0 = Produk Domestik Bruto tahun ke-0 atas dasar harga konstan
PDBt = Produk Domestik Bruto tahun ke-t atas dasar harga konstan
n = jarak waktu dari tahun ke-0 sampai dengan tahun ke-t

Catatan: beberapa terminologi laju pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut:
Laju pertumbuhan q-to-q (quarter to quarter) adalah laju pertumbuhan ekonomi pada suatu triwulan (quarter) yang diperoleh dengan membandingkan besarnya PDB atas dasar harga konstan pada suatu quarter (t) terhadap quarter sebelumnya (t-1),
Laju pertumbuhan y-on-y (year on year) adalah laju pertumbuhan ekonomi suatu tahun (year) yang diperoleh dengan membandingkan besarnya PDB atas dasar harga konstan pada suatu tahun (t) terhadap tahun sebelumnya (t-1),
Laju pertumbuhan c-to-c (cumulative to cumulative) adalah laju pertumbuhan ekonomi suatu kumulatif triwulan (cumulatives of some quarters or a quarter) yang diperoleh dengan membandingkan besarnya PDB atas dasar harga konstan selama satu periode waktu (misalnya selama triwulan 1 + triwulan 2) pada tahun (t) terhadap periode waktu yang sama (triwulan 1 + triwulan 2) pada tahun sebelumnya (t-1).

Ketentuan 3
Untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi suatu negara pada suatu waktu, gunakan PDB atas dasar harga konstan untuk menghilangkan pengaruh inflasi pada data PDB

Tabel 2.8 memberikan contoh mengenai laju pertumbuhan ekonomi y-on-y yang dicapai Indonesia selama tahun ke-(t+1) sampai dengan tahun ke-(t+3) dengan menggunakan rumus 2.1. Catatan: dengan menggunakan rumus 2.1, laju pertumbuhan ekonomi y-on-y pada tahun ke-t tidak dapat dihitung karena data PDB Produksi Indonesia atas dasar harga konstan pada tahun ke-(t-1) tidak tersedia.
Tabel 2.8 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ke-(t+1) adalah 5,69%, pada tahun ke-(t+2) adalah 5,50%, dan pada tahun ke-(t+3) adalah 6,35%.
Laju pertumbuhan ekonomi menurut berbagai kegiatan ekonomi juga dapat dijelaskan dengan menggunakan tabel 2.8, misalnya laju pertumbuhan kegiatan pertanian pada tahun ke-(t+1), tahun ke-(t+2), dan tahun ke-(t+3) berturut-turut adalah 2,72%, 3,36%, dan 3,47%.



Tabel 2.8
Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (y-on-y, dalam %)
Tahun ke-(t=+1) sampai dengan Tahun ke-(t+3)

Kegiatan Ekonomi
t (t+1) (t+2) (t+3)
Pertanian
Pertambangan/Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, Air Bersih
Konstruksi
Perdag, Hotel, Restoran
Pengangkutan/Komunikasi
Keungan, RE, Jasa Prsh
Jasa-jasa
-
2,72
3,36
3,47
-
3,20
1,70
1,93
-
4,60
4,59
4,67
-
6,30
5,76
10,33
-
7,54
8,34
8,53
-
8,30
6,42
8,93
-
12,76
14,23
14,04
-
6,70
5,47
7,99
-
5,16
6,16
6,44





Jumlah
-
5,69
5,50
6,35


Analisis yang serupa dapat diperoleh untuk kegiatan-kegiatan ekonomi yang lain.
Catatan: dalam bagian ini tidak diberikan contoh-contoh mengenai penghitungan laju pertumbuhan ekonomi q-to-q atau c-to-c karena data yang disajikan (tabel 2.8) tidak relevan.
Rumus (2.3) dapat digunakan untuk menghitung rata-rata laju pertumbuhan ekonomi selama suatu periode waktu tertentu. Misalnya, dengan menggunakan rumus (2.3) dan data yang tersedia pada tabel 2.6 diperoleh bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang dicapai Indonesia selama periode tahun ke-t sampai dengan tahun ke-(t+3) secara rata-rata adalah 5,88%, yang diperoleh dari:

PDB atas dasar harga konstan pada tahun ke-(t+3)= Rp 1656,5 triliun.
PDB atas dasar harga konstan pada tahun ke-(t+3)= Rp 1964,3 triliun.
n = 3
1,1872 = (1+r)3
Sehingga r = 5,88%
Tendensi Perubahan Harga
Perubahan harga secara umum atau menurut berbagai kegiatan ekonomi dapat ditunjukkan dengan menghitung implicit price index (IPI) dari data PDB atas dasar harga berlaku dan PDB atas dasar harga konstan. Atau, dengan perkataan lain, IPI adalah perbandingan PDB atas dasar harga berlaku dengan PDB atas dasar harga konstan. Kadang-kadang IPI disebut juga sebagai deflator PDB.

Implicit Price Index = (PDB Atas Dasar Harga Berlaku)/(PDB Atas Dasar Harga Konstan) …….(2.4)

Karena PDB dihitung atas dasar harga produsen, maka IPI menjelaskan perubahan harga barang dan jasa pada tingkat produsen.

Tabel 2.9
Deflator PDB Indonesia (dalam %)
Tahun ke-(t=+1) sampai dengan Tahun ke-(t+3)

Kegiatan Ekonomi
t (t+1) (t+2) (t+3)
Pertanian
Pertambangan/Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, Air Bersih
Konstruksi
Perdag, Hotel, Restoran
Pengangkutan/Komunikasi
Keungan, RE, Jasa Prsh
Jasa-jasa
133,16
143,44
165,10
199,60
128,20
187,03
218,13
257,25
137,11
154,68
178,86
198,60
217,76
230,43
247,77
256,89
157,00
188,33
223,76
250,39
135,93
146,98
160,48
173,98
146,85
165,28
185,50
185,67
128,64
142,96
158,24
166,18
154,91
171,77
196,98
219,14





Jumlah
138,59
158,46
180,78
201,13


Dari tabel 2.9 dapat ditunjukkan bahwa IPI produksi di Indonesia telah meningkat dari 138,59 pada tahun ke-t menjadi 201,13 pada tahun ke-(t+3). Artinya, dari tahun ke-t sampai tahun ke-(t+3) telah terjadi kenaikan harga-harga (produsen) barang dan jasa di Indonesia, baik secara umum (total) atau menurut berbagai kegiatan ekonomi.
Untuk mengetahui besarnya laju inflasi (inflation rate) pada masing-masing tahun, baik secara total atau secara umum atau menurut berbagai kegiatan ekonomi, dapat menggunakan tabel 2.9. Dari tabel 2.9 dapat diketahui bahwa laju inflasi secara umum di Indonesia dari tahun ke-(t+1) sampai dengan tahun ke-(t+3), masing-masing adalah 14,33% pada tahun ke-(t+1), 14,09% pada tahun ke-(t+2), dan 11,26% pada tahun ke-(t+3). Keterangan: untuk menghitung laju inflasi, misalnya pada tahun ke-(t+1), diperoleh dari [(158,46-138,59)/138,59]*100%=14,33%; demikian juga untuk menghitung laju inflasi pada tahun-tahun yang lain, baik secara agregat (total) atau menurut kegiatan ekonomi.
Dari perbandingan laju inflasi secara umum dari informasi ini dapat dinyatakan bahwa laju inflasi di Indonesia relatif masih tinggi (diatas 10%) tetapi menunjukkan tendensi yang menurun dari tahun ke-(t+1) ke tahun (t+3).
Catatan: penghitungan IPI dapat juga diaplikasikan kepada PDB Pengeluaran atau PDB Penggunaan, tetapi pada bagian ini tidak diberikan contoh-contohnya. Catatan yang dapat dberikan di sini adalah bahwa IPI pengeluaran konsumsi rumahtangga dapat tidak sama atau berbeda dengan besaran Indek Harga Konsumen (IHK) yang oleh BPS digunakan untuk menghitung laju inflasi. Perbedaan tersebut dapat disebabkan:
IHK mengukur laju inflasi pada tingkat konsumen, dan IPI secara konseptual mengukur laju inflasi pada tingkat produsen, bukan pada tingkat konsumen,
IPI secara konseptual mencakup semua golongan rumahtangga (rumahtangga kota dan rumahtangga perdesaan) dan semua komoditas (karena mencakup semua kegiatan ekonomi di suatu negara), sedangkan IHK mencakup hanya sebagian saja rumahtangga dan sebagian komoditas konsumsi rumahtangga sebagai konsekuensi dari pelaksanaan IHK dengan menggunakan metode survei bukan sensus.

Incremental Capital Output Ratio (ICOR)
Analisis deskriptif yang lain yang dapat diperoleh dengan menggunakan data PDB, khususnya dengan menggunakan PDB Pengeluaran atau PDB Penggunaan atau PDB Permintaan, adalah analisis Incremental Capital Output Ratio (ICOR).
ICOR merupakan suatu besaran (koefisien) yang diperoleh dari hasil bagi investasi (pembentukan modal tetap bruto) dengan tambahan output (tambahan PDB). ICOR menjelaskan besarnya investasi (misalnya dalam satuan unit moneter) yang dibutuhkan jika ingin meningkatkan 1 unit moneter output. Konsep ini didasarkan kepada pemahaman bahwa investment is the engine of economic growth, dengan pengertian bahwa faktor produksi yang berperan dalam menghasilkan output atau PDB adalah investasi fisik (pembentukan modal tetap bruto), ceteris paribus.
Untuk menghitung besarnya koefisien ICOR, perlu menggunakan data PDB Pengeluaran atas dasar harga konstan agar pengaruh inflasi dapat dikeluarkan dari data PDB.

Ketentuan 4
Untuk menghitung besaran koefisien ICOR, gunakan PDB atas dasar harga konstan untuk menghilangkan pengaruh inflasi pada data PDB

Jika besaran koefisien ICOR sudah dapat diperoleh, maka perkiraan besarnya investasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan output atau meningkatkan PDB dapat dilakukan.
Rumus untuk menghitung ICOR adalah:

ICOR = K/ Y …….. (2.5)

dimana
K = tambahan stok kapital (capital stock)
Y = tambahan output (tambahan PDB)

Jika K = I, maka:

ICOR = I/ Y …….. (2.6)

dimana
I = besarnya investasi fisik (PMTB) yang sama dengan K

Untuk menghitung besaran koefisien ICOR untuk suatu periode waktu (lebih dari satu tahun), rumus ICOR yang dapat digunakan adalah:

ICOR = It/ Yt …….. (2.7)

dimana
It = jumlah investasi fisik (PMTB) tahun ke-t sampai dengan tahun ke-(t+i)
Yt = jumlah PDB tahun ke-t sampai dengan tahun ke-(t+i)
i = 1,2,3,……

Untuk menggunakan rumus (2.7) sebagai perkiraan besaran koefisien ICOR, dibutuhkan asumsi-asumsi, misalnya asumsi bahwa investasi menghasilkan output pada tahun yang sama (disebut sebagai asumsi lag 0 atau investasi tidak memiliki selang waktu untuk menghasilkan output), atau investasi menghasilkan output satu tahun kemudian (lag 1 atau investasi memiliki selang waktu 1 tahun untuk menghasilkan output), dan seterusnya.
Berikut diberikan langkah-langkah untuk menghitung ICOR lag 0 dengan menggunakan PDB Pengeluaran tahun ke-(t-1) sampai dengan tahun ke-(t+3). Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
Sediakan tabel PDB Pengeluaran atas dasar harga konstan dari tahun ke-(t-1) sampai dengan tahun ke-(t+3),
Gunakan data PMTB dan data PDB pada tabel tersebut,
Jumlahkan PMTB tahun ke-t sampai dengan tahun ke-(t+3),
Jumlahkan PDB tahun ke-t sampai dengan tahun ke-(t+3) (atau dapat juga diartikan sebagai: PDB tahun ke-(t+3) dikurangi dengan PDB tahun ke-(t-1)),
Perbandingan langkah c dengan langkah d menghasilkan besarnya koefisien ICOR.

Untuk memperkirakan besarnya investasi agar PDB meningkat dengan laju pertumbuhan ekonomi tertentu, dapat menggunakan rumus berikut:

I = (ICOR) Y ………… (2.8)

Contoh untuk memperkirakan besarnya investasi dengan asumsi laju pertumbuhan ekonomi suatu negara sudah ditetapkan. Misalkan besarnya koefisien ICOR adalah 4,5 dan laju pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai pada tahun ke-(t+4) adalah 7%, maka langkah-langkah untuk memperkirakan besarnya investasi (PMTB) pada tahun ke-(t+4), dengan menggunakan data PDB tersebut di atas, adalah sebagai berikut:
Perkirakan PDB atas dasar harga konstan pada tahun ke-(t+4), yaitu: 107%*Rp 1964327,3 milyar = Rp 2101830,3 milyar,
Perkirakan PDB atau Y, yaitu PDB atas dasar harga konstan tahun ke-(t+4) dikurangi dengan PDB atas dasar harga konstan tahun ke-(t+3), Jadi: Rp 2101830,3 milyar - Rp 1964327,3 milyar = Rp 137503,0 milyar,
Gunakan rumus I = (ICOR)* Y sehingga diperoleh: I = (4,5)*Rp 137503,0 milyar = Rp 618763,5 milyar atas dasar harga konstan,
Perkirakan inflasi dan implicit price index (IPI) PMTB pada tahun ke-(t+4), Misalkan inflasi pada tahun ke-(t+4) adalah 9% sedangkan IPI PMTB pada tahun ke(t+3) adalah 193,13, maka IPI atau deflator PMTB pada tahun ke-(t+4) adalah: 193,13*109%=210,51,
Dengan demikian, perkiraan investasi fisik (PMTB) atas dasar harga berlaku pada tahun ke-(t+4) adalah 210,51%* Rp 618763,5 milyar = Rp 1302559,0 milyar atau sekitar Rp 1302,6 triliun atas dasar harga berlaku.

Jadi, simulasi tersebut di atas menghasilkan bahwa untuk meningkatkan ekonomi dengan laju pertumbuhan 7% pada tahun ke-(t+4) dibutuhkan investasi sekitar Rp 1302,6 triliun atas dasar harga berlaku,

PDB, PNB, dan Pendapatan Nasional
Dari PDB dapat diturunkan beberapa indikator ekonomi penting lainnya, yaitu:
Produk Nasional Bruto (PNB), Jika PDB menjelaskan produk atau output yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi dalam batas-batas geografis yang disetujui secara internasional suatu negara tanpa mempertimbangkan kepemilikan sumberdaya tenagakerja dan modal yang digunakan pada proses produksi yang dilaksanakan, maka PNB sudah mempertimbangkan sisi kepemilikan sumberdaya-sumberdaya tersebut dalam proses produksi. Artinya, terdapat sumberdaya-sumberdaya asing yang digunakan untuk menghasilkan PDB suatu negara sehingga balas jasa yang diterima sebagian akan mengalir ke negara tersebut (luar negeri), dan pada sisi yang lain terdapat sumberdaya-sumberdaya negara yang beroperasi di luar negeri dan menghasilkan balas jasa yang masuk ke domestik negara bersangkutan, Kedua balas jasa ini yang disebut sebagai factor income from abroad perlu dipertimbangkan dalam menghitung PNB. Dengan demikian, PNB adalah PDB ditambah dengan pendapatan neto faktor produksi dari luar negeri (net factor income from abroad). Pada kasus Indonesia, pendapatan neto faktor produksi dari luar negeri merupakan pendapatan atas faktor produksi (tenaga kerja dan modal) milik penduduk Indonesia yang diterima dari luar negeri dikurangi dengan pendapatan atas faktor produksi milik penduduk asing yang diperoleh di Indonesia.
Produk Nasional Neto (PNN) atau National Income (Pendapatan Nasional). Untuk memperoleh indikator ini, PNB harus dikurangi dengan penyusutan atas barang-barang modal yang digunakan dalam proses produksi selama setahun dan pajak tidak langsung neto (pajak tidak langsung dikurangi dengan subsidi yang diberikan oleh pemerintah).

Implementasi SNA 2008 dan Perubahan Tahun Dasar
Perubahan Struktur Perekonomian Nasional
Struktur perekonomian nasional suatu negara dapat berubah karena perubahan yang terjadi terhadap perekonomian negara itu sendiri atau merupakan dampak dari perubahan perekonomian global (internasional).
Misalnya, krisis finansial yang melanda Indonesia pada tahun 2008 mempengaruhi ekonomi Indonesia pada tahun-tahun selanjutnya, khususnya berhubungan dengan nilai tukar rupiah terhadap US dollar yang cenderung melamah, sehingga mempengaruhi berbagai kegiatan ekonomi Indonesia lainnya, seperti ekspor dan impor; perubahan iklim di Indonesia yang berpengaruh terhadap besarnya panen raya padi.
Pada sisi lain, masuknya teknologi tinggi dari luar negeri ke dalam negeri seperti sistem operasi komputer canggih atau masuknya telepon genggam (mobile phone) dimana keduanya mempengaruhi sistem operasional bisnis di Indonesia, penerapan perdagangan bebas antara China-ASEAN (CAFTA), perubahan sistem pencatatan perdagangan internasional dan meluasnya jasa layanan pasar modal, merupakan beberapa contoh lain dari perubahan perekonomian global yang mempengaruhi perekonomian Indonesia.

Implementasi SNA 2008
SNA 2008 dibangun karena mempertimbangkan terjadinya berbagai perubahan struktur perekonomian baik secara nasional maupun secara global selama periode-periode belakangan ini. Perubahan-perubahan tersebut perlu diadaptasi dalam penghitungan kinerja ekonomi suatu negara, dan oleh karena itu United Nations dan berbagai lembaga internasional lainnya merasa perlu untuk melakukan beberapa perubahan pada SNA sebelumnya menjadi SNA terbaru (SNA 2008). Lihat penjelasan mengenai hal ini pada bab 1 mengenai Sistem Neraca Nasional (SNN).

Beberapa Perubahan-perubahan SNA 1968 menjadi SNA 2008
Konsep SNA 1968:
Penelitian dan pengembangan (research and development) diperlakukan sebagai biaya antara,
Ekplorasi mineral diperlakukan sebagai biaya antara,
Metode penghitungan output bank komersial menggunakan metode imputed bank services,
Output pertanian hanya mencakup output pada saat panen,
Pembuatan produk original diperlakukan sebagai biaya antara.

Konsep SNA 2008:
Penelitian dan pengembangan (research and development) diperlakukan sebagai pembentukan modal tetap bruto,
Ekplorasi mineral diperlakukan sebagai pembentukan modal tetap bruto,
Metode penghitungan output bank komersial menggunakan metode Financial Intermediation Services Indirectly Measured (FISIM),
Output pertanian hanya mencakup output pada saat panen ditambah dengan pertumbuhan hewan dan tumbuhan mulai dari bibit sampai siap dipanen,
Pembuatan produk original diperlakukan sebagai pembentukan modal tetap bruto.

PDB dibangun dengan Menggunakan SUT
Klasifikasi SUT Indonesia terdiri dari 81 industri (kegiatan ekonomi) dan 246 komoditas.
Klasifikasi kegiatan ekonomi (industri) didasarkan kepada:
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2009 atau International Standard of Industrial Classifications (ISIC) Revision 4,

Sedangkan klasifikasi komoditas didasarkan kepada:
Klasifikasi Baku Komoditi Indonesia (KBKI) 2010 atau Central Product Classification (CPC) version 2.

Klasifikasi permintaan akhir (final demand) didasarkan kepada:
Classification of Individual Cobsumption by Purposes (COICOP) untuk pengeluaran konsumsi rumahtangga,
Classification of Purposes of Non-Profit Institutions Serving Households (COPNI) untuk pengeluaran konsumsi lembaga non-profit yang melayani rumatangga (LNPRT),
Classification of Functional of Government (COFOG) untuk pengeluaran konsumsi pemerintah,
Harmonized System (HS) untuk kegiatan ekspor dan impor.

Klasifikasi Rinci Kegiatan Ekonomi pada SUT (81 industri)
Pertanian tanaman pangan
Pertanian hortikultura semusim
Perkebunan semusim
Pertanian hortikultura tahunan
Pertanian hortikultura lainnya
Perkebunan tahunan
Peternakan
Jasa pertanian dan perburuan
Kehutanan dan penebangan kayu
Perikanan tangkap
Perikanan budidaya
Pertambangan minyak bumi
Pertambangan gas alam dan panas bumi
Pertambangan batubara dan lignit
Pertambangan pasir besi dan bijih besi
Pertambangan bijih logam yang tidak mengandung besi tidak termasuk bijih logam mulia
Pertambangan bijih logam mulia
Pertambangan dan penggalian lainnya
Industri batubara dan pengilangan migas
Industri makanan
Industri minuman
Industri pengolahan tembakau
Industri tekstil
Industri pakaian jadi
Industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki
Industri kayu, barang dari kayu dan gabus, dan barang anyaman dari bambu, rotan, dan sejenisnya
Industri kertas dan barang dari kertas
Industri percetakan dan reproduksi media rekaman
Industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia
Industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional
Industri karet, barang dari karet dan plastik
Industri barang galian bukan logam
Industri logam dasar
Industri barang logam, bukan mesin dan peralatannya
Industri komputer, barang elektronik, dan optik
Industri peralatan listrik
Industri mesin dan perlengkapan ytdl
Industri kendaraan bermotor, trailer, dan semi trailer
Industri alat angkutan lainnya
Industri furnitur
Industri pengolahan lainnya
Jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan
Ketenagalistrikan
Gas
Pengadaan air
Konstruksi
Reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor
Perdagangan besar, bukan mobil dan sepeda motor
Perdagangan eceran, bukan mobil dan sepeda motor
Angkutan rel
Angkutan darat selain angkutan rel
Angkutan laut
Angkutan sungai, danau, dan penyebarangan
Angkutan udara
Pergudangan dan jasa penunjang angkutan
Pos dan kurir
Penyediaan akomodasi
Penyediaan makan-minum
Penerbitan
Produksi gambar bergerak, video, dan program televisi, perekaman suara, dan penerbitan musik
Penyiaran dan pemrogaman
Telekomunikasi
Kegiatan pemograman, konsultansi komputer dan kegiatan sejenisnya
Bank
Asuransi dan dana pensiun
Jasa keuangan lainnya
Jasa penunjang keuangan
Real estate
Jasa perusahaan
Jasa persewaan
Administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib
Jasa pendidikan pemerintah
Jasa pendidikan swasta
Jasa kesehatan dan kegiatan sosial pemerintah
Jasa kesehatan dan kegiatan sosial swasta
Jasa pemerintahan lainnya
Kesenian, hiburan, dan rekreasi swasta
Reparasi barang rumahtangga dan pribadi lainnya
Kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa oleh rumahtangga yang digunakan sendiri
Jasa swasta lainnya
Sewa rumah yang dihuni sendiri oleh pemiliknya
Perubahan Klasifikasi PDB Produksi
Konsep SNA 1968:
Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan
Pertambangan dan penggalian
Industri pengolahan
Listrik, gas, dan air bersih
Konstruksi
Perdagangan, hotel, dan restoran
Pengangkutan dan komunikasi
Keuangan, real estate, dan jasa perusahaan
Jasa-jasa

Konsep SNA 2008:
Pertanian, kehutanan, dan perikanan
Pertambangan dan penggalian
Industri pengolahan
Pengadaan listrik dan gas
Pengadaan air
Konstruksi
Perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor
Transportasi dan pergudangan
Penyediaan akomodasi dan makan-minum
Informasi dan komunikasi
Jasa keuangan
Real estate
Jasa perusahaan (1)
Jasa perusahaan (2)
Administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib
Jasa pendidikan
Jasa kesehatan dan kegiatan sosial
Jasa lainnya (1)
Jasa lainnya (2)
Jasa lainnya (3)
Jasa lainnya (4)

Perubahan Klasifikasi PDB Pengeluaran:
Konsep SNA 1968:
Pengeluaran konsumsi rumahtangga
Pengeluaran konsumsi pemerintah
Pembentukan modal tetap bruto
Perubahan inventori
Ekspor
Impor

Konsep SNA 2008:
Pengeluaran konsumsi rumahtangga
Pengeluaran konsumsi LNPRT
Pengeluaran konsumsi pemerintah
Pembentukan modal tetap bruto
Perubahan inventori
Ekspor
Impor

Perubahan Tahun Dasar
Perubahan tahun dasar dilakukan dengan tujuan untuk memberikan informasi atau gambaran yang lebih baik mengenai keadaan perekonomian suatu negara agar sejalan dengan perkembangan perekonomian yang terjadi.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa tahun dasar (base year) digunakan untuk menghitung PDB atas dasar harga konstan (GDP at constant prices). PDB atas dasar harga konstan dihitung dengan membagi PDB atas dasar harga berlaku dengan indek harga produsen yang relevan. Dan dari PDB atas dasar harga konstan dapat dihitung besarnya laju pertumbuhan ekonomi (economic growth rate) yang terjadi dari tahun ke tahun di suatu negara.
Terakhir, Indonesia menggunakan tahun 2000 sebagai tahun dasar (base year) untuk menghitung PDB Indonesia atas dasar harga konstan. Selama sepuluh tahun terakhir sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 telah banyak terjadi perubahan terhadap perekonomian nasional, yang dapat terjadi sebagai dampak dari perubahan perekonomian global (internasional) atau karena perubahan pada perekonomian nasional itu sendiri.
Dengan perubahan struktur ekonomi yang terjadi di Indonesia, maka BPS bermaksud untuk melakukan perubahan tahun dasar dari tahun 2000 menjadi suatu tahun dasar yang lebih relevan, yaitu tahun 2010. Pemilihan tahun 2010 sebagai tahun dasar yang baru untuk PDB Indonesia didasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan:
Perekonomian Indonesia pada tahun 2010 dianggap relatif stabil,
Telah terjadi perubahan struktur ekonomi selama sepuluh tahun terakhir terutama pada bidang informasi, teknologi, dan finansial yang berpengaruh terhadap munculnya produk-produk baru dalam kegiatan ekonomi Indonesia.

Dengan demikian, perubahan-perubahan yang terjadi pada penghitungan PDB Indonesia, antara lain, adalah:
PDB atas dasar harga konstan pada tahun 2010, sebelumnya dan sesudahnya, yang dicatat dengan menggunakan tahun 2000 sebagai tahun dasar selanjutnya dicatat dengan menggunakan tahun 2010 sebagai tahun dasar,
Melakukan referencing, yaitu menggeser tahun dasar 2000 menjadi tahun dasar 2010 untuk seri PDB atas dasar harga konstan tahun 2010.

Lihat lebih banyak...

Comentários

Copyright © 2017 DADOSPDF Inc.