MANAJEMEN_KUALITAS_AIR_SISTEM_RESIRKULAS.pdf

May 18, 2017 | Autor: Arievha Nay | Categoria: Fisheries Science, Fisheries Management, Fish Biology, Fishery Product
Share Embed


Descrição do Produto

MANAJEMEN KUALITAS AIR SISTEM RESIRKULASI PADA BUDIDAYA IKAN BOTIA (Chromobotia macracanthus) DI BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN HIAS (BPPBIH) DEPOK, JAWA BARAT PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI S-1 BUDIDAYA PERAIRAN

Oleh : ARIFAH NAILAH ZULFA SURABAYA – JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2014

Surat Pernyataan Yang bertandatangan dibawah ini, saya : Nama : ARIFAH NAILAH ZULFA NIM

: 141111068

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa laporan PKL yang berjudul : Manajemen Kualitas Air Sistem Resirkulasi Pada Budidaya Ikan Botia (Chromobotia macracanthus) di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok, Jawa Barat adalah benar hasil karya saya sendiri. Hal- hal yang bukan karya saya dalam laporan PKL tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dalam kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga, termasuk berupa pembatalan nilai yang telah saya peroleh pada saat ujian dan mengulang pelaksanaan PKL. Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

Surabaya, 01 September 2014 Yang membuat pernyataan,

ARIFAH NAILAH ZULFA NIM. 141111068

MANAJEMEN KUALITAS AIR SISTEM RESIRKULASI PADA BUDIDAYA IKAN BOTIA (Chromobotia macracanthus) DI BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN HIAS (BPPBIH) DEPOK, JAWA BARAT

Praktek Kerja Lapang Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Oleh : ARIFAH NAILAH ZULFA NIM. 141111068

Mengetahui,

Menyetujui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, DEA.,drh. NIP. 19520517 197803 2 001

Boedi Setya Rahardja, Ir., M.P. NIP. 19580117 198601 1 001

MANAJEMEN KUALITAS AIR SISTEM RESIRKULASI PADA BUDIDAYA IKAN BOTIA (Chromobotia macracanthus) DI BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN HIAS (BPPBIH) DEPOK, JAWA BARAT

Oleh : ARIFAH NAILAH ZULFA NIM. 141111068

Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh, kami berpendapat bahwa Praktek Kerja Lapang (PKL) ini, baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Telah diujikan pada Tanggal : 12 Juni 2014

KOMISI PENGUJI Ketua

: Boedi Setya Rahardja, Ir., M.P.

Anggota

: Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., M.P. Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Kes. Surabaya, 12 Juni 2014 Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Dekan

Prof. Dr. Hj. Sri Subekti., drh., DEA. NIP. 19520517 197803 2 001

RINGKASAN

ARIFAH NAILAH ZULFA. Manajemen Kualitas Air Sistem Resirkulasi pada Budidaya Ikan Botia (Chromobotia macracanthus) di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok – Jawa Barat. Dosen Pembimbing Boedi Setya Rahardja, MP. Ir. Ikan botia (Chromobotia macracanthus) atau yang lebih dikenal dengan nama clown loach merupakan spesies ikan hias air tawar dari Family Cobitidae yang distribusinya terbatas hanya di pulau Kalimantan dan Sumatera saja. Produksi ikan botia masih bergantung hasil tangkapan dari alam, sedangkan keberhasilan upaya budidayanya sendiri masih berlangsung dalam skala laboratorium. Tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk memperoleh pengetahuan, pengelaman, dan keterampilan lapang, khususnya dalam kegiatan manajemen dan kontrol kualitas air menggunakan sistem resirkulasi. Kegiatan ini berlangsung mulai tanggal 20 januari – 15 Februari 2014. Metode yang digunakan dalam praktek kerja lapang ini adalah metode deskriptif dengan pengambilan data meliputi data primer dan data sekunder. Pengambilan data dilakukan dengan cara partisipasi aktif, observasi, dan studi pustaka. Kontrol kualitas air sangat penting bagi budidaya ikan, air merupakan media hidup utama bagi organisme akuatik, oleh karena itu kondisi perairan yang baik sangat dibutuhkan pada kegiatan budidaya. Kontrol kualitas air merupakan upaya agar air tetap layak digunakan untuk proses budidaya sedangkan system resirkulasi tertutup yaitu mengolah sebagian atau seluruh air buangan agar layak digunakan kembali dalam proses budidaya.

Kunci : ikan Botia, Resirkulasi, Budidaya

SUMMARY

ARIFAH NAILAH ZULFA. Water Quality Management in Aquaculture Recirculation Systems Botia (Chromobotia macracanthus) at the Center for Research and Development of Ornamental Fish Culture Depok – West Java. Academic Advisor Boedi Setya Rahardja, MP. Ir. Fish Botia (Chromobotia macracanthus) or better known as the clown loach is a freshwater fish species of the Family Cobitidae whose distribution is restricted to the islands of Borneo and Sumatra alone. Botia fish production still relies caught from the wild, while conducting its own successful efforts are still underway in a laboratory scale. The purpose of this Field Work Practice is to acquire the knowledge, experience, and skills of the field, particularly in management and quality control activities using water recirculation system. This activity runs from January 20 February 15, 2014. Methods used in this field practice is descriptive method of data retrieval include primary data and secondary data. Data were collected by means of active participation, observation, and literature. Water quality control is very important for fish farming, water is the primary medium of live aquatic organisms, therefore good water conditions are needed in farming activities. Control of water quality is worth the effort to keep the water used for the cultivation process whereas a closed recirculation system is to process some or all of the waste water to be worthy to be re-used in the cultivation process.

Key Words : Fish Botia, Recirculation, Aquaculture

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat-Nya, sehingga Praktek Kerja Lapang (PKL) tentang Manajemen Kualitas Air

Sistem Resirkulasi pada Budidaya Ikan Botia (Chromobotia

macracantus) di Balai Penelitian Budidaya Ikan Hias (BPPBIH), Jalan Perikanan, Kecamatan Pancoran mas, Kota Depok, Jawa Barat dapat terselesaikan. Laporan ini disusun berdasarkan hasil Praktek Kerja Lapang (PKL) yang

telah

dilaksanakan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH), Depok, Jawa Barat pada tanggal 20 Januari sampai dengan 15 Februari 2014. Penulis menyadari bahwa laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan laporan ini. Penulis berharap laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi yang berguna bagi semua pihak.

Surabaya, 11April 2014

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis sadar bahwa dalam penyusunan laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini banyak melibatkan banyak pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA, selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. 2. Sapto Andriyono, S.Pi, M.T. selaku dosen wali yang selalu memberikan nasehat-nasehat baik dalam kemajuan kuliah. 3. Boedi Setya Rahardja, Ir.,MP selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan petunjuk dan bimbingannya sejak penyusunan usulan hingga penyelesaian laporan PKL ini. 4. Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Kes dan Dr. Ir. Endang Dewi Masithah, MP. Selaku Dosen Penguji. 5. Bapak I. Wayan selaku kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) dan Pak Danio yang telah memberikan ijin dan membimbing melaksanakan PKL di lapang. 6. Bapak Asep Permana selaku Pembimbing Lapangan, serta mas Rinaldi, mbak Santi, mas Rona, dan pak Hasan selaku teknisi lapangan yang telah banyak membantu dan memberikan arahan selama praktek kerja lapang. 7. Ayah dan Ibu yang telah memberikan dukungan untuk tetap semangat menyelesaikan studi. 8. Teman- teman PKL Diah, Fika, Dana, Adit, Ijal, Dina, Dea, Hariati, Karin, Vika, yang telah banyak membantu.

9. Azka, Ulfa, Ulum, Silvi, Emma, Andre, Tebe, dan teman-teman angkatan 2011 yang telah mendukung sepenuh hati.

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

i

HALAMAN PENGESAHAN

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

iii

RINGKASAN

iv

SUMMARY

v

KATA PENGANTAR

vi

UCAPAN TERIMAKASIH

vii

DAFTAR ISI

ix

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1

1.2 Tujuan .......................................................................................... 3 1.3 Manfaat

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ilmiah ........................................................................ 5

2.2 Morfologi dan Daerah Sebaran Ikan Botia ……………………. 6 2.3 Kebiasaan Makan ………………………………………………. 7 2.4 Reproduksi Ikan Botia …………………………………………. 7 2.5 Induk

8

2.5.1 Seleksi Induk ………………………………………... 8 2.5.2 Pemeliharaan Induk ………………………………… 8 2.6 Larva …………………………………………………………… 9 2.6.1 Pemeliharaan Larva ………………………………… 9 2.6.2 Pemanenan Larva …………………………………… 9 2.7 Sistem Resirkulasi ……………………………………………….. 9 2.7.1 Cara Kerja Sistem Resirkulasi ………………………. 10

BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN 3.1 Tempat dan Waktu ....................................................................... 13 3.2 Metode Kerja ............................................................................... 13 3.3 Metode Pengumpulan Data ......................................................... 13 3.3.1 Data Primer ............................................................................ 13 A. Observasi ........................................................................ 14 B. Wawancara .................................................................... 14 C. Partisipasi Aktif .............................................................. 14 3.3.2 Data Sekunder ........................................................................ 15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang ………………... 16

4.1.1 Sejarah Pendirian …………………………………………… 16 4.1.2 Letak Geografis dan Keadaan Alam Sekitar Lokasi……….. 17 4.1.3Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja..................................... 17 4.2 Sarana dan Prasarana .................................................................... 18 4.2.1 Sarana Budidaya …………………………………………….. 18 A. Sumber Air....................................................................... 18 B. Saluran Pemasukkan dan Pengeluaran Air ...................... 19 C. Media Budidaya Ikan Botia ……………………............. 20 D. Sistem Aerasi ................................................................... 20 E. Pakan ............................................................................... 21 F. Sarana Pelengkap ………………………………………. 22 4.2.2 Prasarana Budidaya ................................................................. 24 A. Akses Jalan …………………………………………...... 24 B. Sarana Transportasi ......................................................... 25 C. Komunikasi ..................................................................... 25 4.3 Manajemen Budidaya Ikan Botia .................................................. 25 4.3.1 Persiapan Awal …………………………………………….. 25 4.3.2 Pemijahan …………………………………………………... 26 4.3.3Pemeliharaan Larva, Benih dan Indukan…………………… 26 4.3.4 Pengendalian Hama dan Penyakit …………………………. 27 4.4 Resirkulasi .................................................................................... 28 4.4.1 Media Filter Resirkulasi……………………………………. 28 4.4.2 Pemasangan Resirkulasi …………………………………… 29 4.4.3 Cara Kerja Resirkulasi …………………………………….. 29

4.5 Kontrol Kualitas dan Kuantitas Air…………………………….. 31 4.6 Parameter Kualitas Air ………………………………………….. 33 4.6.1 Parameter Kimia ……………………………………………. 34 4.6.2 Parameter Fisika ……………………………………….……. 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ................................................................................... 46 5.2 Saran

47

DAFTAR PUSTAKA

48

LAMPIRAN ................................................................................................. 51

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Tabel Perbandingan Resirkulasi dan Non Resirkulasi .............................. 32

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Morfologi Ikan Botia …………………………………………………… 5 2. Siklus Nitrogen pada Perairan …………………………………………. 11 3. Tandon …………………………………………………...…………….. 18 4. Saluran Pemasukan dan Pengeluaran Air ................................................. 19 5. Bak Budidaya ……………………………….…………………………. 20 6. Selang Aerasi …………………………………………………………… 20 7. Pakan ……………………………………………………………………. 21 8. Refraktometer .......................................................................................... 22 9. DO Meter ………………………………………………………………. 23 10.Thermometer Digital ………………………………………………….. 23 11. Spektrophotometer ……………………………………………………. 24

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1. Peta Lokasi Rencana Praktek Kerja Lapang di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat ................ 51 2. Denah Lokasi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat ……………………………………................ 52 3. Struktur Organisasi Balai Peneleitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat ………………………………………….. 53 4. Alat dan Bahan ……………………………………………………….

54

5. Sarana dan Prasarana ............................................................................

56

6. Kegiatan Praktek Kerja Lapang ………………………………………

60

7. Data Kualitas Air .................................................................................... 62 8. Laporan Hasil Uji Kualitas Air ................................................................. 68 9. Layout Sistem Resirkulasi ……………………………………………. 71

I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Manajemen Kualitas Air adalah ilmu yang mempelajari tentang pengelolaan

terhadap mutu air agar sesuai dengan kebutuhan makhluk hidup. Ilmu ini menjadi sangat penting peranannya dalam dunia perikanan, terutama upaya untuk mendukung dan melengkapi ilmu-ilmu yang lain seperti planktonologi, ekologi perairan, dan lain sebagainya (Hutabarat dan Evans, 2000). Air

merupakan

zat

yang berperan

dalam

kehidupan

makhluk

hidup. Karakteristik badan air dicirikan oleh tiga komponen utama yaitu hidrologi, fisika-kimia, dan biologi. Air juga menjadi bagian terbesar pembentuk tumbuhtumbuhan dan binatang termasuk ikan. Air merupakan media tempat terjadinya berbagai reaksi kimia baik di dalam maupun di luar tubuh mahluk hidup. Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi dengan jumlah kurang lebih 1368 juta km2. Penilaian kualitas harus meliputi ketiga aspek tersebut (Angel dan Wolseley, 1992). Menurut Mulyanto (1992), kondisi air harus disesuaikan dengan kondisi optimal bagi pertumbuhan biota yang dipelihara. Kualitas air tersebut meliputi faktor kimia, fisika, dan biologi. Faktor fisika diantaranya adalah suhu, kecerahan, dan kedalaman. Kualitas air dalam media budidaya harus dalam kondisi yang stabil dan tidak terjadi perubahan yang mendadak. Apabila kualitas air tidak stabil atau berubah-ubah maka akan mengakibatkan kultivan stres, sakit bahkan mati jika tidak mampu bertoleransi terhadap perubahan lingkungan, oleh karena itu

diperlukan treatmen-treatmen khusus / rekayasa manusia agar kualitas air tetap stabil. Ikan botia (Chromobotia macracanthus) atau lebih dikenal dengan nama clown loach merupakan spesies ikan hias air tawar dari Famili Cobitidae yang distribusinya terbatas hanya di pulau Kalimantan dan Sumatera saja. Di Kalimantan, Ikan Botia menghuni Sungai Barito, Kahayan, Kapuas, Bongan dan Mahakam. Sedangkan di Sumatera, ikan hias ini menghuni Sungai Pangabuang, Kwanten, Batanghari, Teluk Betung, Musi dan aliran sungainya, Danau Minanjau (Weber and de Beaufort, 1916 dalam Kusumah, 2007), serta Sungai Tulang Bawang. Ikan botia memiliki banyak penggemar baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Hal ini terlihat dari persentase yang cukup besar akan penggiriman komoditas ini keluar negeri pada tahun 2009 untuk negara Perancis dengan jumlah permintaan 4.000 ekor tiap bulan (Pikiran Rakyat, 2009) dalam (Aras, 2011). Selain itu, harga jual yang tinggi bisa mencapai tujuh euro di Eropa dengan ukuran lima sentimeter dan Rp 6.000 per ekor di Indonesia membuat komoditas ini diincar oleh para petani ikan hias dan hobiis untuk dibudidayakan atau dijual kembali kesesama hobiis dengan harga yang lebih tinggi lagi. Menurut United Nation Commodity Trade Statistics Database (2010) yang dikutip Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (2011) dalam Aras (2011), nilai ekspor ikan hias Indonesia pada tahun 2006 sebesar USD 9,4 juta dan naik menjadi USD 11,66 juta tahun 2009.

Produksi ikan botia masih bergantung hasil tangkapan dari alam, sedangkan keberhasilan upaya budidayanya sendiri masih berlangsung dalam skala laboratorium. Hal ini sesuai dengan laporan Satyani dkk. (2006) yang menyatakan bahwa pembenihan ikan botia di habitat buatan sudah berhasil dilakukan sejak tahun 2004 di Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar (LRBIHAT), Depok milik Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Indonesia yang bekerjasama dengan Institut de Recherche pour le Developpement (IRD), Perancis, namun masih dalam skala laboratorium dan sampai dengan saat ini, induk dan calon induk masih tetap didatangkan dari hasil tangkapan alam. Di Indonesia, setiap tahunnya ikan botia diperjual belikan atau di ekspor dalam jumlah jutaan ekor ke mancanegara. Ukuran siap ekspor paling kecil adalah sekitar 1-2 inci atau 2,5-5,0 cm.

1.3

Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari Praktek Kerja Lapang (PKL) di Balai

Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) yaitu untuk mengetahui teknik sistem resirkulasi dan pemantauan kualitas air untuk pemeliharaan benih, larva, dan induk ikan Botia.

1.4

Manfaat Manfaat yang akan di dapatkan dari kegiatan PKL ini yaitu Mahasiswa

mampu menerapkan penggunaan sistem resirkulasi pada pemeliharaan ikan Botia dengan

baik dan benar, sesuai dengan keadaan di lapangan. Selain itu,

Mahasiswa juga mampu mengetahui kualitas air yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan benih, larva, dan induk ikan Botia.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Klasifikasi Ilmiah Klasifikasi ikan botia (Chromobotia macracanthus Bleeker) menurut

Kottelat (2004) dalam Kusumah (2007) adalah sebagai berikut : Kingdom Fillum Kelas Subkelas Ordo Subordo Famili Genus Spesies

: : : : : : : : :

Animalia Chordate Osteichthyes Actinopterygii Teleostei Cyprinoidea Cobitidae Chromobotia Chromobotia macracanthus Bleeker

Gambar 1. Ikan Botia Sumber : Satyani 2005 Sebelum Kottelat mempublikasikan papernya pada tahun 2004, ikan botia diklasifikasikan ke dalam genus Botia. Terungkapnya beberapa perbedaan karakter morfologi Botia macracanthus terhadap genus Botia lainya, mendorong DR. Maurice Kottelat mengusulkan genus baru, yaitu Chromobotia, dalam sistem klasifikasi subfamily Botiinae dimana Chromobotia macracanthus merupakan satu-satunya spesies (spesies monotypic) dari genus tersebut. Kottelat (2004) dalam Kusumah (2007) menyatakan bahwa usulan yang diajukan tersebut

mengacu pada publikasi Taki (1972) yang jauh sebelumnya telah menemukan perbedaan diantara kedua genus tersebut (Chromobotia dan Botia) namun tidak memberikannya nama baru.

2.2

Morfologi dan Daerah Sebaran Ikan Botia Ikan botia memiliki bentuk tubuh memanjang dan pipih, perut hampir lurus,

posisi lengkung sirip punggung lebih depan daripada sirip perut, memiliki empat pasang sungut. Warna dasar tubuh merah jingga kekuning-kuningan, yang dibalut warna hitam di tiga tempat. Satu memotong di kepala persis melintas di mata, di tengah tubuh agak lebar, terakhir di pangkal ekor merambat sampai sirip punggung. Sirip ekor tebal terbagi dengan ujung lancip, warna oranye dengan ujung kemerahan. Sirip anus hitam, dengan tulang sirip kuning, sirip dada berwarna merah darah. Botia memiliki duri di bagian bawah matanya. Ikan botia yang berasal dari beberapa DAS di Sumatera dan Kalimantan. Penyebaran benih ikan botia di daerah banjiran sepanjang sungai Batang Hari mulai dari terusan sampai ke londerang pada musim penghujan. Penyebaran induk ikan botia mulai dari Muara Tembesi sampai Dusun Teluk Kayu Putih Kabupaten Tebo. Habitat ikan ini banyak ditemukan berkumpul di perairan yang tenang (tidak berarus deras). Ikan botia hidup di dasar perairan (termasuk ikan dasar), yang aktif mencari makan pada malam hari (nocturnal). Suhu untuk pertumbuhan adalah 24-28oC, pH: 6-7,5, kesadahan air 5-15 mg/ldan kadar oksigen 3-5 ppm.

2.3

Kebiasaan Makan Penelitian habitat asal dan makanan ikan botia di alam, yaitu Sungai

Batanghari yang telah dilakukan oleh Rahardjo et al. (1995) dalam Chumaidi dkk. (2005) menunjukkan bahwa makanan ikan botia meliputi krustasea, insekta, nematode dan alga. Ikan botia kecil berukuran 6 cm mengkonsumsi tumbuhan air dan lebih menyukai pakan alami seperti udang-udang kecil, cacing rambut (Tubifex sp.) dan cacing tanah (Chrironomus sp.) (Satyani dkk., 2006) di habitat pemeliharaan. Pertumbuhan ikan pada umumnya ditentukan oleh kandungan gizi pakan dan disukai ikan terhadap pakan yang diberikan. Ikan botia diketahui menyukai pakan pelet dan ikan rucah (Subagja et al., 1997) dalam (Chumaidi dkk., 2005). Tingkat konsumsi ikan botia yang berasal dari alam terhadap pakan buatan dan hidup hingga kini belum diteliti secara mendalam. Pakan komersial yang ada di pasaran dengan formulasi khusus serta disukai ikan botia belum tersedia. 2.4

Reproduksi Ikan Botia sp. Botia yang sudah matang gonad akan berenang melawan arus menuju hulu

sungai yang berair dangkal. Disepanjang sungai yang dangkal dan jernih itu induk botia akan memijah. Setelah memijah, ikan akan kembali ke hilir mengikuti aliran sungai. Saat memijah, botia melepaskan semua telur – telurnya secara serempak. Telur botia yang telah dibuahi akan menetas 14 – 26 jam setelah pembuahan. Benih ikan botia berkelompok dalam jumlah besar sehingga mudah ditangkap. Botia mulai matang gonad setelah ukurannya ± 40 gram, untuk botia jantan dan untuk botia betina ± 70 gram, atau panjangnya lebih dari 15 cm.

2.5

Induk

2.5.1. Seleksi Induk Dalam pemijahan buatan induk ikan botia masih diambil dari alam. Setelah induk diambil dari alam induk ikan botia ditempatkan pada wadah pemeliharaan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Proses adaptasi induk ikan botia hingga matang gonad sekitar 8-10 bulan. Induk yang sudah matang gonad ditandai dengan perut yang gendut pada induk betina, bobot > 80 gram, sedangkan induk jantan sudah berbobot> 40 gram, perut langsing, dan ditandai keluarnya cairan sperma setelah distripping.

2.5.2. Pemeliharaan Induk Induk botia berukuran 7-10 cm yang telah dipelihara selama 9 bulan dari ukuran 1,5 inci. Induk dipelihara dalam akuarium berukuran dengan ketinggian air 35 cm. Induk dalam tiap akuarium berjumlah 17 ekor, antara induk jantan dan betina diletakkan dalam satu akuarium. Akuarium dilengkapi dengan pipa PVC berdiameter 3 inci sebagai tempat persembunyian botia. Pakan diberikan sebanyak tiga kali sehari secara ad libitum mulai pukul 08.00, 12.00, dan sore hari pada pukul 17.00. Pakan yang diberikan adalah chu merah(Chironomus sp), sedangkan pemberian cacing sutra dilakukan sore hari sebagai cadangan makanan pada malam hari.

2.6

Larva

2.6.1

Pemeliharaan Larva Pemeliharaa larva ikan botia dilakukan pada akuarium dengan padat tebar

5 ekor/liter. Pada larva berumur 4 hari, larva diberi makan dengan aetrmia sampai latva berumur 13 hari. Setelah itu larva diberi makan cacing darah sampai panen.

2.6.2

Pemanenan Larva Pemanenan larva dilakukan setelah telur menetas atau setelah 15-26

inkubasi. Larva yang baru menetas tidak langsung dipindahkan ke dalam akuarium sebab larva botia sangat sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan. Setelah 4 hari didalam corong penetasan dan larva sudah dapat makan artemia, larva botia baru bisa dipindahkan ke dalam bak pemeliharaan larva atau akuarium.

.2.7

Sistem Resirkulasi Mengatasi masalah penurunan kualitas air, dapat dilakukan suatu

perlakuaan terhadap air yang digunaan untuk budidaya melalui sistem resirkulasi Pengertian sistem resirkulasi diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Teknologi sistem resirkulasi merupakan suatu usaha dalam memperbaiki kualitas air agar tetap sesuai untuk kehidupan ikan. 2. Sistem resirkulasi pada budidaya dilakukan dengan cara mendaur ulang dan mengolah air buangan, sebagian (resirkulasi semi tertutup) atau seluruhnya

(resirkulasi tertutup), sehingga air tersebut menjadi layak untuk digunakan kembali dalam proses budidaya. 3. Sistem ini digunakan dalam budidaya dengan pertimbangan antara lain adalah sebagai berikut : perairan kita tercemar baik dari dalam tambak/kolam atau luar kolam, sumber air terbatas, kualitas air sumber tidak stabil, lahan pyrite berat dan menjaga peairan umum.

2.7.1 Cara Kerja Sistem Resirkulasi Alam merupakan sebuah sistem daur ulang yang sempurna. Air yang ada dibumi ini adalah air yang sama yang ada di bumi sejak ribuan tahun lalu. Limbah dari sisa pencernaan makhluk hidup di daur ulang oleh sistem alam menjadikan siklus bumi yang self-sustaining, siklus ini disebut juga siklus nitrogen karena melibatkan senyawa senyawa nitrogen. Siklus itulah yang coba dimodelkan oleh sistem resirkulasi atau dalam istilah umum disebut Recirculating Aqua-culture System (RAS). Idenya adalah menciptakan model siklus nitrogen dalam sebuah sistem kolam resirkulasi tertutup. Secara sederhana siklus nitrogen yang terjadi digambarkan dalam gambar berikut:

Gambar 2 : Siklus Nitrogen Pada Perairan Sumber : Brotowijoyo 2005 Pakan yang dimakan oleh ikan akan dicerna, limbah dari proses pencernaan ikan tersebut adalah ammonia. Ammonia adalah zat polutan yang sangat signifikan dalam kolam. Kadar ammonia dalam kolam tidak diinginkan karena akan memperlambat pertumbuhan ikan, bahkan dalam kadar tertentu ammonia bisa sangat berbahaya untuk ikan dan menyebabkan keracunan pada ikan. Ammonia akan dimakan oleh bakteri Nitrosomonas dan akan menghasilkan Nitrit. Sementara bakteri Notrobacter akan memakan Nitrit dan akan mengkonversi Nitrit menjadi Nitrat. Nitrat sampai kadar tertentu tidak membahayakan ikan bahkan sampai kadar yang cukup tinggi, kandungan nitrat pada air kolam tidak berpengaruh fatal pada ikan, pada kadar tertentu hanya akan menyebabkan gangguan kesehatan minor. Dalam sistem resirkulasi kolam air dialirkan dari tangki ikan ke filter biologi lalu kembali lagi ke tangki ikan. Filter biologi tersebut adalah bioreactor atau tempat tumbuhnya bakteri bakteri pengurai Nitrosomonas dan Nitrobacter.

Dengan demikian tujuan dari sistem resikulasi adalah mengeliminasi ammonia dengan cara mengkonversi nya menjadi nitrit dan nitrat. Bahkan dalam pemeliharaan ikan kadar ammonia yang diharapkan adalah 0 mg/ltr. Berikut adalah skema sistem resirkulasi sederhana dalam kolam tertutup

III PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1

Tempat dan Waktu Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan di Balai Penelitian dan Pengembangan

Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok, Jawa Barat. Kegiatan ini dilaksanakan mulai tanggal 20 Januari hingga 15 Februari 2014.

3.2

Metode Kerja Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang adalah metode

desktiptif, yaitu metode yang menggambarkan kejadian atau keadaan pada daerah tertentu. Metode deskriptif merupakan suatu metode yang bertujuan untuk memberikan gambaran umum, sistematis, aktual dan valid mengenai data-data yang berupa fakta-fakta dan sifat populasi tertentu dari suatu kegiatan.

3.3

Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang diambil dalam Praktek Kerja Lapang ini

berupa data primer maupun data sekunder.

3.3.1

Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu obyek yang telah diselidiki baik dalam situasi sebenarnya maupun situasi khusus. Data primer diambil secara langsung dari sumbernya untuk pertama kali dan belum diproses sama sekali. Dalam pengumpulan data primer dapat digunakan beberapa metode yaitu observasi,

wawancara dan partisipasi aktif maupun memakai instrument pengukuran tertentu yang khusus sesuai dengan tujuan. a.

Observasi Observasi adalah kegiatan mengamati secara langsung suatu obyek dengan

menggunakan seluruh alat indera tanpa bantuan alat operasional lain. Observasi pada Praktek Kerja Lapang ini dilakukan terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan kegiatan pemantauan kualitas air pada budidaya ikan Botia di kawasan BPPBIH Depok. b.

Wawancara Wawancara adalah sebuah percakapan yang dilakukan oleh pewawancara

untuk memperoleh informasi dari orang yang diwawancarai. Dalam wawancara, diperlukan komunikasi yang baik dan lancar agar bisa mendapatkan data yang dapat dipertanggungjawabkan secara keseluruhan. Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab dengan pegawai yang ada dibalai penelitian mengenai seluk beluk Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok, Jawa Barat, struktur organisasi, tenaga kerja dan masalah apa saja yang dihadapi saat melaksanakan kegiatan pemantauan kualitas air pada budidaya ikan hias Botia. c.

Partisipasi Aktif Partisipasi aktif adalah keterlibatan secara langsung dan aktif pada suatu

kegiatan di lapangan (Rosidi, 2008). Kegiatan yang dilakukan adalah pemeriksaan penyakit ikan di daerah Bogor. Kegiatan tersebut diikuti secara langsung mulai dari penebaran, pemberian pakan, pengambilan sampel di tempat budidaya, transportasi ke laboratorium sampai identifikasi penyakit, serta kegiatan lain yang

berhubungan dengan Praktek Kerja Lapang yang dilakukan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat.

3.3.2

Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber tidak langsung.

Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pengumpul data primer. Data sekunder ini diperoleh dari laporan-laporan, data dokumentasi, pustaka yang menunjang, dan data lembaga penelitian yang berhubungan dengan pengelolaan terhadap kualitas air untuk budidaya ikan Botia.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang Balai Pengembangan Budidaya Ikan Hias Air Tawar Depok (BPPBIH) merupakan salah satu istansi pemerintahan yang bergerak di bidang penelitian ikan hias air tawar yang dikoordinasi Departemen Kelautan dan Perikanan. Selain itu, BPPBIH Depok merupakan unit pelaksana teknis badan penelitian dan pengembangan dan pertanian.Badan penelitian dan pengenmbangan perikanan berada di bawah pusat penelitian dan pengembangan perikanan.

4.1.1 Sejarah Berdirinya BPPBIH Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok, Jawa Barat merupakan salah satu satuan kerja dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Balai ini pertama kali didirikan pada tahun 1957 sebagai Lembaga Perikanan darat di bawah satuan kerja Lembaga Penelitian Perikanan Darat Bogor yang bernaung di Jawatan Penelitian Departemen Pertanian. Sejak pertama berdiri, balai ini sering mengalami pergantian nama sebagai berikut : 1957 : Balai Penyelidikan Perikanan Darat 1963 : Lembaga Penelitian Perikanan Darat 1975 : Pusat Percobaan Perikanan Darat 1980 : Balai Penelitian Perikanan Darat 1984 : Balai Penelitian Perikanan Air Tawar

1985 : Sub Balai Penelitian Perikanan Air Tawar 1995 : Instalasi Penelitian Perikanan Air Tawar 2002 : Instalasi Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar (Maret 2002) 2005 : Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar (Agustus 2005) 2009 : Balai Riset Budidaya Ikan Hias Depok (Oktober 2009) 2011 : Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) BPPBIH ini suudah mengalami perubahan nama sebanyak sembilan kali dari sejak awal berdirinya. 4.1.2

Keadaan Geografi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias terletak di jalan

Perikanan No. 13 Rt 01/02 Pancoran Mas Depok , Jawa Barat. Balai ini memiliki lahan seluas 12,6413 ha dengan ketinggian 500-600 m diatas permukaan laut. Lokasi balai terletak ±300 m dari jalan raya dan ± 100 m dari pemukiman penduduk.

4.1.3

Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja Struktur organisasi di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan

Hias (BPPBIH) Depok terdiri dari Kepala balai, sub bagian tata usaha, seksi tata operasional, seksi pelayanan teknis dan kelompok jabatan fungsional. Jumlah tenaga kerja di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok hingga Januari 2013 yaitu 62 Pegawai Negeri Sipil (PNS) sesuai dengan golongan dan jabatan dan 30 orang tenaga pramubakti. Tenaga kerja tersebut terdiri dari

peneliti, non peneliti dan tenaga kontrak dengan tingkat pendidikan dari SD hingga S3.

4.2

Sarana dan Prasarana Dalam melakukan kegiatan budidaya ikan botia, Balai Penelitian dan

Pengembangan Budidaya Ikan Hias memiliki sarana dan prasarana yang cukup lengkap dan juga sangat mendukung dalam kegiatan budidaya. Sarana dan prasarana merupakan komponen penting agar kegiatan budidaya berjalan dengan baik dan berhasil. Sarana dan prasarana yang terdapat di Balai Penelitian dan Budidaya Ikan Hias Depok antara lain sebagai berikudapat dilihat di lampiran 5.

4.2.1 Sarana Budidaya A. Sumber Air Sumber air yang digunakan pada kegiatan pembesaran ikan botia di BPPBIH berasal dari air Sumur.Sumur tersebut berada di bawah tanah di lokasi BPPBIH depok. Sumber air tersebut dapat dilihat pada gambar 3.

a.

c. a.

b.

c.

Gambar 3 : Tandon air keterangan: gambar 3a: Tandon distribusi air ke hanggar gambar 3b: Bak penampungan air sebelum di filter

gambar 3c. Pemompa air dari sumber air Dari proses pemompaan air sumber tersebut, air dialirkan pada tandon pengendapan dengan tujuan mengendapkan lumpur-lumpur, kotoran, parasit, dan organisme yang tidak diinginkan selama sehari agar tidak ikut masuk ke dalam aliran kolam pembesaran.

B.Saluran inlet dan outlet Pada akuariumpemeliharaan dan pembesaran di BPPBIH memiliki saluran pemasukkan dan pengeluaran (Inlet dan outlet) yang terpisah. Inlet berfungsi sebagai pintu pemasukkan air ke dalam akuarium.Inlet dibuka atau digunakan ketika air di akuarium mengalami pengurangan. Sementara itu, outlet berfungsi sebagai tempat pengeluaran air dari akuarium. Outlet dapat juga untuk membuang kadar amoniak yang mengendap di dasar perairan. Outlet dan Inlet pada pemeliharaan ikan botia di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias dapat dilihat pada gambar 4.

a.

b.

Gambar 4 : Saluran pemasukan dan pengeluaran air Keterangan Gambar : 4a : Inlet pada bak pembesaran 4b : Outlet pada bak pembesaran 4c : Inlet pada akuarium

c.

C. Media Budidaya Ikan Botia Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias memiliki akuarium pembesaran yang berukuran yang berukuran 80 x 40 x 40cm dan bak pembesaran 280 x 150 x 60 cm. kedalaman air 20 cm.. Bentuk kolam pembesaran dapat dilihat pada gambar 5.

a.

b.

Gambar 5 : Bak budidaya Gambar 5a. gambar bak pembesaran 5b. gambar akuarium pembesaran D. Aerasi Sistem aerasi di akuarium Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias menggunakan selang aerasi dan kran inlet yang berada di sudut-sudut akuarium. Selang aerator dan kran inlet terdapat 1 buah di setiap akuarium. Selang aerasi pada akuarium pembesaran ikan botia dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Selang aerasi

E. Pakan Pakan yang diberikan pada budidaya ikan botia di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias merupakan pakan alami yaitu artemia untuk larva botia dan cacing darah (bloodworm) pada benih botia. Sedangkan induk botia pakan berupa cacing tanah ( Lumbricus sp. ).Pakan ikan dapat dilihat pada gambar 7.

a.

b.

c. Gambar 7 : Pakan Keterangan Gambar 7 : a. cacing darah beku b. cyste artemia dan kultur artemia c. cacing tanah hidup Pakan alami yang diberikan pada ikan botia berbeda-beda. Artemia diberikan pada larva yang berumur 3 hari sampai berumur 1 bulan. Pemberian artemia lima kali sehari setiap dua jam sekali. Sedangkan cacing darah (bloodworm) di berikan pada benih mulai berumur 1 bulan. Pemberian pakan pada

benih dilakukan dua kali sehari diberikan pada jam 08.00 dan 16.00. Sedangkan pada indukan ikan botia, pakan berupa cacing tanah (Lumbricus sp.) yaitu diberikan satu kali sehari.

F. Sarana Pelengkap Genset Genset digunakan sebagai cadangan listrik apabila listrik yang berasal PLN padam, sehigga tidak mengganggu kegiatan budidaya. Tenaga listrik tersebut digunakan agar aerasi tidak mati dan juga untuk menghidupkan lampu sebagai penerang di area hanggar. Tenaga listrik berasal dari beberapa sumber seperti PLN. Sarana Pengukuran Kualitas air Refraktometer Refraktometer merupakan alat penunjang dalam kegiatan Budidaya. Fungsi dari refraktometer adalah untuk mengetahui kadar garam/salinitas air yang ada di kolam budidaya. Peralatan tersebut digunakan untuk memonitoring kualitas air pada bak pembesaran. Bentuk Refraktometer dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Refraktometer

DO Meter DO meter adalah alat yang berfungsi untuk mengetahui kadar

DO

(Dissolved Oxygen) / oksigen terlarut di perairan. Keberadaan oksigen di perairan sangat berfungsi diantaranya untuk respirasi ikan, fotosintesis. DO meter dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. DO Meter Thermometer Digital Thermometer adalah alat yang berfungsi untuk mengetahui derajat suhu di perairan. Suhu termasuk parameter utama yang sangat mempengaruhi kehidupan organisme di perairan, metabolisme, pemijahan, dsb. Thermometer digital dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10. Thermometer Digital Spektrophotometer Spektrophotometer merupakan alat yang digunakan untk menghitung kadar Ammonia dan Nitrit di perairan. Gas ammonia (NH3) merupakan gas

pencemar yang keberadaannya dapat merusak kualitas perairan. Begitu juga gas nitrit (NO2) dan nitrat juga merupakan gas pencemar yang dapat merusak kualitas peraran sehingga membahyakan organisme perairan di dalamnya. Gas-gas pencemar tersebut dapat berasal dari sisa pakan yang tidak terdekomposisi dan feses. Spektrophotometer dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Spectrophotometer Peralatan Lain Selain refraktometer, DO meter, spectrophotometer, thermometer, dan pH tetes, terdapat alat penunjang kegiatan budidaya dan pengukuran kualitas air yang meliputi: saringan, bak, dan timbangan yang dipergunakan untuk menimbang garam (dalam proses pembuatan salinitas air laut), menimbang OTC ( di pergunakan sebagai obat bagi ikan yang terserang white spot) dan formulasi pakan. Selain alat tersebut terdapat juga berupa centong, bak fiber, yang digunakan dalam proses budidaya.

4.2.2

Prasarana Budidaya

A. Akses Jalan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Air Tawar memiliki lokasi yang sangat strategis dan akses jalan yang mudah. Hal ini karena

letak lokasinya berada di tengah kota Depok dan jalan besar untuk akses antar kota ataupun antar provinsi, sehingga dapat menjangkau kota-kota besar. B. Transportasi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Air Tawar memiliki alat transportasi utama yaitu beberapa buah mobil yang menunjang dalam kegiatan budidaya. Mobil ini sering digunakan untuk mengangkut pakan, kapur, bekatul, dan sebagian hasil panen. C. Komunikasi Metode komunikasi yang dilakukan baik antara pekerja dengan pekerja, pekerja dengan teknisi, dilakukan secara langsung tatap muka. Selain komunikasi secara langsung, juga terkadang diperlukan alat komunikasi berupa Handphone, Fax untuk berkomunikasi secara jarak jauh.

4.3

Manajemen Budidya Ikan Botia

4.3.1

Persiapan awal

A. Persiapan Akuarium Persiapan akuarium di lokasi PKL di lakukan dengan pencucian akuarium dan perendaman menggunakan Methylene Blue. Pencucian dilakukan agar akuarium bersih dari sisa-sisa kotoran dan bakteri yang menempel pada akuarium. Sedangkan perendaman dengan Methylen Blue bertujuan untuk sterilisasi, yaitu untuk membunuh kuman bakteri dan jamur yang terdapat dalam air.

B. Sterilisasi Alat dan Bahan Sterilisasi alat dan bahan dilakukan pada alat penunjang budidaya seperti selang aerasi, kran inlet, pipa outlet, saringan, baskom, basket, centong dan alatalat penunjang lain. Sterilisasi dilakukan agar alat yang digunakan bebas dari bakteri, virus, yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan organisme di dalamnya. 4.3.2.

Pemijahan. Kegiatan pemijahan meliputi seleksi induk, kawin suntik, stripping telur,

pencampuran

telur

dan

sprema

(fertilisasi

buatan),

dan

penebaran

benih.Keberhasilan teknik pemijahan sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor lingkungan, seperti suhu, pH, DO, salinitas, dsb.Karena apabila lingkungan atau media perairan tidak mendukung, maka bisa berpengaruh pada kualitas telur dan yang terpenting indukan jadi stress dan terjadi gagal pemijahan. 4.3.3. Pemeliharaan Larva, Benih dan Indukan. Kegiatan utama dalam proses budidaya diantaranya adalah pemeliharaan, pemberian pakan, pengendalian hama dan penyakit, pemanenan dan penanganan pasca panen. Pada pemeliharaan larva botia di BPPBIH di lakukan di bak inkubasi selama satu bulan, kemudian larva di pindahkan ke akuarium pembesaran dan di pelihara sampai ukuran benih. Pemeliharaan benih dilakukan dalam akuarium pembesaran, dan bak pembesaran. Sedangkan pemeliharaan induk di lakukan di bak sirkulasi bak bundar (SBB) atau biasa di sebut bak kanvas yang di letakkan d ruang steril. Indukan botia didapatkan dari alam (F0), dan keturunan indukan dari alam (F1).

4.3.4. Pengendalian Hama dan Penyakit Jenis penyakit yang biasa menyerang benih ikan botia di BPPBIH adalah white spot disease atau yang biasa disebut penyakit bintik putih. Menurut Agus dan Pinus (2002) dalam Lila (2010), penyakit bintik putih juga dikenal sebagai penyakit “Ich”. Penyebab penyakit ini adalah parasit Ichthyophthirius multifilis, sejenis binatang renik bersel satu yang yang berbentuk oval dengan ukuran kurang lebih 0,1µm-1µm. mula–mula yang diserang adalah bagian kepala dan permukaan insang, selanjutnya menjalar kebagian tubuh yang lain. Serangan memuncak ketika perubahan suhu air mendadak menurun. Pada pembesaran ikan botia di BPPBIH selama PKL, ditemukan ikan yang terserang penyakit tersebut. Cara pengendaliannya adalah mematikan sistem resirkulasi, sedangkan akuarium yang terisi ikan yang terserang di pindahkan ke akuarium karantina. Akuarium yang berisi ikan yang terserang penyakit ini di beri hiter agar suhu air hangat, dan di beri oxyttracicline setelah dilakukan penyiponan pada pagi hari. Benih ikan botia yang terserang penyakit ini juga tidak diberi makan selama dua hari. Ciri-ciri ikan yang terserang penyakit white spot adalah diantaranya ikan tidak nafsu makan sehingga tubuhnya menjadi kurus, pergerakan tidak aktif, berlendir, kurang merespon adanya rangsangan, menggesek-gesekkan tubuhnya pada kaca akuarium. Cara pengendalian penyakit white spot ini adalah dengan menjaga agar suhu tetap sabil yaitu 29°C- 30°C, pemberian pakan yang cukup dan pembersihan akuarium secara rutin ( penyiponan jika terdapat sisa pakan an feses ikan).

Ichthyophthyrius multifilis yang menyerang benih ikan botia dapat terjadi akibat fluktuasi suhu yang drastis turun, kekurangan pakan akibat ikan tidak nafsu makan dan juga akibat pakan berlebih yang mengendap di dasar akuarium. 4.4

Resirkulasi

4.4.1

Media Filter Resirkulasi Sistem resirkulasi harus memiliki media filter yang berfungsi untuk

menyaring dan memperbaiki kondisi air. Hal tersebut tergantung pada kebutuhan ikan yang di pelihara. Untuk ikan botia pada kegiatan budidaya membutuhkan lingkungan yang bersih dengan pengontrolan kualitas air menggunakan media filter berupa filter biologi, fisika, kimia (Satyani, 2008). Di lokasi PKL digunakan koral atau karang jahe sebagai filter kimia, karena karang jahe mengandung kalsium dan magnesium (Mg) kemudian ion-ion dari zat tersebut terlarut dalam air sehingga dapat meningkatkan kesadahan sehingga pH air ikut meningkat. Selain itu pH optimal yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan Botia adalah 6-7 ppm (Satyani, 2008). Jangkaru (2002) menyatakan bahwa media yang bisa dibuat filter ada tiga kategori yaitu filter mekanis, yaitu filter fisika yang biasa berupa kapas atau dakron, filter kimia yang berupa pasir dan karang, dan filter biologis dengan menggunakan bioball. Sebelum sistem resirkulasi digunakan, untuk menghilangkan kontaminasi, filter harus dicuci dan dikeringkan untuk menjaga agar kondisi tetap steril dan stabil. Setelah pencucian dan pengeringan tersebut tidak dapat langsung digunakan tetapi media-media tersebut dijalankan dalam sistem resirkulasi selama

satu minggu penuh. Hal tersebut berfungsi untuk menstabilkan keadaan media dan mengoptimalisasi fungsi dari media tersebut. 4.4.2

Pemasangan Resirkulasi Alat-alat resirkulasi yang di pasang sehingga dapat menjadi satu sistem

yang dapat mengalirkan air dari media filter kembali ke tempat semula. Sebelum pipa disalurkan, dilakukan pemasangan rak besi sebagai penyangga untuk akuarium dan filter yang akan digunakan. Di belakang akuarium dipasang pipa pengeluaran yang berfungsi mengalirkan air keluar dari dalam akuarium kedalam media filter. Air yang keluar dari pipa pengeluaran masuk ke dalam media filter yang berada dalam bak fiber. Pompa berguna untuk memompa air ke dalam tandon dan melewati media filter UV. Setelah tandon dipasang kemudian dipasang rangkaian pipa dari dalam tandon menuju kembali ke akuarium dan diatur pemasukan airnya dengan memasang kran pada ujung pipa yang mengalirkan air masuk ke dalam akuarium. Menurut Satyani (2005) dalam Subchan (2011) syarat-syarat konstruksi resirkulasi adalah adanya bahan yang dapat mengalirkan air menuju filter dan kembali lagi ke tempat semula. Hal tersebut juga dilakukan oleh resirkulasi yang dilkukan di BPPBIH Depok. 4.4.3

Cara Kerja Resirkulasi Cara kerja resirkulasi adalah dengan mengalirkan air dari dalam

akuariumkemudian keluar melalui pipa pengeluaran air menuju bak fiber dengan debit air 14.8 detik/liter. Air yang keluar dari dalam akuarium mengalir kedalam

tong berisi bioball yang berfungsi sebagai filter biologis karena memilki pori yang berfungsi sebagai substrat bakteri pengurai. Air yang keluar dari pipa outlet mengandung bahan organic yang berupa feses, sisa pakan, dan zat lain yang kemudian diuraikan amoniaknya dari NH3 yang berbahaya menjadi NH4+ yang tidak berbahaya dengan bantuan bakteri pengurai/aerob yaitu Nitrosomonas dan Nitrobacter sehingga kandungan amoniak yang berbahaya dapat diminimalisir. Menurut Lingga dan Susanto (2003) dalam Subchan (2011), bioball merupakan substrat dari bakteri pengurai yang dapat menguraikan bahan organik di dalam air.Selain itu bioball juga berfungsi menyaring bahan organik berupa padatan yang keluar dari akuarium.Air yang dari bioball mengalir menuju bak fiber berisi karang yang berfungsi sebagai filter kimia, bak fiber tersekat menjadi tiga bagian untuk mengoptimalkan pH. Di dalam karang air disaring melalui poripori karang dan bercampur dengan senyawa kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan mineral lain. Kalsium berfungsi membantu pembentukan tulang ikan pada saat pertumbuhan, magnesium berfungsi membantu pembentukan jaringan dan senyawa lain yang berfungsi menangkap zat-zat beracun dan membantu proses pertumbuhan (Watson dan Shireman, 2002 dalam Subchan 2011). Selain itu, karang berfungsi untuk meningkatkan pH. Berdasarkan pengamatan, satu kilogram karang jahe dapat meningkatkan pH 0,5 pada 5.261 liter air selama satu minggu dengan system air berputar dan terus stabil (wawancara dengan peneliti BPPBIH). Air yang keluar dari karang mengalir ke bak filter yang berisi dakron atau kapas yang berfungsi sebagai filter mekanis. Di dalam dakron air tersaring lagi

dari partikel-partikel kecil yang terbawa air. Partikel yang terbawa dapat berupa pasir atau partikel lain yang berasal dari pengikisan karang. Setelah meewati filter-filter tersebut, air dipompa keatas melewati UV yang berfungsi sebagai sterilisasi menuju tandon air.ketika air di alirkan ke dalam UV secara langsung maka bakteri akan mati akan mati oleh sinar ultra violet. Setelah semua proses tersebut, air masuk ke dalam tandon yang kemudian disalurkan kembali ke akuarium melalui pipa masuk dan kran air masuk dengan debit 17,6 detik/liter.

4.5.

Kontrol Kualitas dan Kuantitas Air Kontrol kualitas air dan kuantitas air dilakukan pada kegiatan budidaya

mulai dari tendon air sampai pada sistem resirkulasi. Setelah proses penyaringan, dilakukan pengecekan kualitas air mulai dari suhu, pH, dan kadar amoniak, jika air kualitasnya bagus maka dapat langsung disalurkan menuju system resirkulasi. Kontrol kualitas dan kualitas air pada sistem resirkulasi dilakukan dengan pengukuran kualitas air secara berkala untuk mengetahui perkembangan kualitas air tersebut. Pengukuran suhu dilakukan setiap pagi jam 08.00 dan sore hari sekitar jam 16.00. hal tersebut dilakukan untuk mengetahui fluktuasi suhu harian. Begitu juga dengan pengukuran pH, DO, juga dilakukan setiap hari paga pagi hari jam 08.00. sedangkan untuk pengukuran ammoia, nitrit dan kesadahan, dilakukan setiap hari rabu satu minggu sekali untuk mengetahui parameter kualitas air diatas. Penanganan resirkulasi lainnya dilakukan pengecekan debit air dan volume air. Jika debit dan volume air berkurang karena beberapa faktor seperti

penguapan dan air yang masuk kurang maka dilakukan penambahan air. Hal tersebut dilakukan setiap hari untuk menjaga system resirkulasi agar tetap stabil. Alat yang digunakan utuk mengukur kualitas air diantaranya adalah DO meter untuk mengukur DO, thermometer untuk mengukur suhu, refraktometer untuk

mengetahui

kadar

salinitas,

pH

tetes

untuk

mengukur

pH,

spectrophotometer digunakan untuk mengetahui kadar nitrit dan ammonia, sedangkan untuk mengetahui kesadahan dilakukan metode titrasi. Sedangkan untuk menjaga agar kualitas air tetap stabil setiap harinya dilakukan penyipona akuarium untuik membuang kotoran dalam akuarium seperti feses ikan dan sisa pakan. Perbandingan kualitas air sistem resirkulasi dan non resirkulasi dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Data kualitas air sistem resirkulasi dan non resirkulasi

Tanggal Keterangan Suhu (C) Resirkulasi 26,2 29-0114 Non 24,8 Resirkulasi Resirkulasi 27,6 05-0214 Non 27,1 Resirkulasi Resirkulasi 27,6 12-0214 Non 27,7 Resirkulasi

DO PH (ppm) 7,04 7,0

NH3 NO2 Kesadahan (Mg/l) (Mg/l) 0,722 0,16 -

6,94

7,0

0,706

1,343

-

7,19

7,0

0,293

0,210

4,7

5,83

6,0

1,391

0,474

10,2

6,69

7,5

1,411

-0,160

0,25

5,56

5,5

0,236

-0,038

3,95

Data kualitas air yang di uji di laboratorium BPPBIH menunjukkan perbedaan di beberapa lokasi yang berbeda. Pada hangar yang non resirkulasi/ stagnant memilki kisaran suhu 24°C - 27°C, sedangakan suhu pada akuarium resirkulasi 26-27°C. Kisaran pH pada akuarium resirkulasi 7, sedangkan pada akuarium non resirkulasi 6-7.Hal tersebut dikarenakan karena pada sistem resirkulasi terdapat karang jahe yang dapat melepaskan ion-ion yang mambantu menstabilkan pH. Kadar oksigen terlarut (DO) pada akuarium resirkulasi adalah 6-7 ppm, sedangkan pada akuarium non resirkulasi adalah 5-6 ppm.perbedaan jumlah oksigen terlarut ini dikarenakan pada sistem resirkulasi terdapat aerasi sehingga memudahkan proses difusi oksigen kedalam air. Sedangkan kadar amoniak, nitrit dan kesadahan pada akuarium resirkulasi maupun non resirkulasi masih tergolong stabil. Sedangkan untuk parameter salinitas, baik pada akuarium resirkulasi dan non resirkulasi adlah 0 ppt. Pengontralan kualitas air diatas sangat mempengaruhi proses budidaya ikan botia, karena dapat mencegah timbulnya penyakit dan memperbaiki media air sebagai tempat hidup ikan botia.

4.6

Parameter Kualitas Air Kualitas air yang baik merupakan sarat mutlak berlangsungnya budidaya

untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi. Dilihat dari segi fisika, kimia dan biologi, air mempunyai beberapa fungsi dalam menunjang kehidupan ikan dan udang serta pakan alaminya yaitu :

a. Dari segi fisika air merupakan tempat hidup dan menyediakan ruang gerak bagi ikan atau udang. b. Dari segi kimia sebagai pembawa unsur-unsur hara, vitamin maupun gas-gas terlarut lainnya. c. Dari segi biologi merupakan media yang baik untuk kegiatan biologis serta pembentukan dan penguraian bahan organik. Parameter kualitas air adalah beberapa ukuran yang digunakan untuk mengetahui kualitas air. Kualitas air dapat dinilai secara fisik dan kimiawi. 4.6.1

Parameter Kimia

Secara kimiawi, kualitas air ditentukan oleh : 1. Salinitas. Salinitas adalah jumlah total garam terlarut yang terukur dalam sampel air dalam satuan ppt (part per thausand). Garam lautan berasal dari garam di pegunungan yang terbawa oleh aliran air hujan dan sungai. Satuan ppt artinya bagian per seribu. Sedangkan air payau adalah percampuran antara air tawar dengan air laut, atau mempunyai salinitas 15-25 ppt. Setiap jenis ikan mempunyai salinitas optimal untuk hidupnya. 2. DO (Dissolved Oxygen) Oksigen memegang peranan penting bagi mahluk hidup. Bagi hewan air pemenuhan kebutuhan oksigen dipenuhi dengan oksigen yang terlarut dalam air, maupun langsung dari udara pada beberapa jenis hewan tertentu (misalnya lele). Ikan dan udang memerlukan oksigen untuk menghasilkan energi

untuk

beraktivitas, pertumbuhan, reproduksi dan lain-lain. Jumlah oksigen yang ada dalam air dinyatakan dalam satuan ppm (part per million/bagian per sejuta). Besarnya DO optimal untuk budidaya adalah 4 – 7,5 ppm, karena sesuai dengan kebutuhan udang/ikan. Jika DO terlalu tinggi (apalagi jika banyak tumbuhan air/plankton pekat) maka pada malam hari akan terjadi air kekurangan oksigen sebab pada malam hari tumbuhan juga membutuhkan oksigen. Sumber DO air berasal dari udara melalui proses difusi dan dari proses fotosintesis tumbuhan dalam air. Besar-kecilnya DO ditentukan oleh temperatur air dan udara, tekanan barometrik udara, jumlah tumbuhan air baik yang berupa tumbuhan besar maupun dalam bentuk phytoplankton, kadar mineral dan Biological Oxygen Demand (BOD). Cara untuk melarutkan oksigen dari udara diantaranya dengan cara : 1. Penggunaan aerasi. Dengan aerasi maka air permukaan tambak dipecahpecah menjadi butiran kecil, sehingga luas permukaan air menjadi lebih luas sehingga permukaan air yang kontak langsung dengan udara menjadi besar sehingga oksigen dapat larut dalam air dalam jumlah yang banyak. 2. Air mengalir. Air yang selalu bergerak akan mempunyai kandungan DO selalu tinggi, karena selalu kontak dengan udara bebas. 3. Derajat Keasaman (pH). Tingkat keasaman air dinyatakan dalam pH air. Besarnya pH air yang optimal untuk kehidupan ikan botia adalah 6,5 – 7 (netral), karena pada kisaran tersebut menunjukkan imbangan yang optimal antara oksigen dan karbondioksida serta berbagai mikrooranisme yang merugikan sulit berkembang. Kondisi pH air dapat berubah-ubah selama budidaya, hal ini yang berakibat buruk bagi ikan atau udang.

Air yang pH-nya terlalu rendah (asam) dapat menyerap fosfat yang berperan dalam kesuburan air, sehingga kesuburan kolam dapat menurun. Penurunan pH dapat diatasi melalui pengapuran dengan dosis 100 – 250 kg/ha. 3. Kesadahan Kesadahan (hardness) disebabkan adanya kandungan ion-ion logam bervalensi banyak (terutama ion-ion bervalensi dua, seperti Ca, Mg, Fe, Mn, Sr). Kation-kation logam ini dapat bereaksi dengan sabun membentuk endapan maupun dengan anion-anion yang terdapat di dalam air membentuk endapan/karat pada peralatan logam. Kesadahan air berkaitan erat dengan kemampuan air membentuk busa. Semakin besar kesadahan air, semakin sulit bagi sabun untuk membentuk busa karena terjadi presipitasi. Busa tidak akan terbentuk sebelum semua kation pembentuk kesadahan mengendap. Pada kondisi ini, air mengalami pelunakan atau penurunan kesadahan yang disebabkan oleh sabun. Endapan yang terbentuk dapat menyebabkan pewarnaan pada bahan yang dicuci. Pada perairan sadah (hard), kandungan kalsium, magnesium, karbonat, dan sulfat biasanya tinggi (Brown, 1987 dalam Effendi, 2003). Jika dipanaskan, perairan sadah akan membentuk deposit (kerak). 4. Nitrat Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari

proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat merupakan proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Oksidasi amonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Kedua jenis bakteri tersebut merupakan bakteri kemotrofik, yaitu bakteri yang mendapatkan energi dari proses kimiawi.(Novotny dan Olem, 1994 dalam Effendi, 2003). Amonifikasi, nitrifikasi, dan denitrifikasi merupakan proses mikrobiologis yang sangat dipengaruhi oleh suhu dan aerasi (Novotny dan Olem, 1994 dala Effendi 2003). Nitrat merupakan salah satu sumber utama nitrogen di perairan. Kadar nitrat pada perairan alami tidak pernah lebih dari 0,1 mg/liter. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/liter menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Konsumsi air yang mengandung kadar nitrat yang tinggi akan menurunkan kapasitas darah untuk mengikat oksigen, terutama pada bayi yang berumur kurang dari lima bulan. Keadaan ini dikenal sebagaimethemoglobinemia atau blue baby disease yang mengakibatkan kulit bayi berwarna kebiruan (cyanosis) (Davis dan Cornwell, 1991; Mason, 1993 dalam Effendi, 2003).

5. Nitrit Di perairan alami, nitrit (NO2) ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, lebih sedikit daripada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan (intermediate) antara amonia dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dengan gas nitrogen (denitrifikasi) yang berlangsung pada kondisi anaerob. (Novotny dan Olem, 1994 dalam Effendi, 2003). Pada denitrifikasi, gas N2 dilepaskan dari dalam air ke udara. Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik yang memiliki kadar oksigen terlarut sangat rendah. Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik. Kadar nitrit pada perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Di perairan, kadar nitrit jarang melebihi 1 mg/liter (Sawyer dan McCarty, 1987). Bagi manusia dan hewan, nitrit bersifat lebih toksik dari pada nitrat. 6. pH pH merupakan suatu parameter penting untuk menentukan kadar asam/basa dalam air. Penentuan pH merupakan tes yang paling penting dan paling sering digunakan pada kimia air. pH digunakan pada penentuan alkalinitas, CO2, serta dalam kesetimbangan asam basa. Pada temperatur yang diberikan, intensitas asam atau karakter dasar suatu larutan diindikasikan oleh pH dan aktivitas ion hidrogen. Perubahan pH air dapat menyebabkan berubahnya bau, rasa, dan warna. Pada proses pengolahan air seperti koagulasi, desinfeksi, dan pelunakan air, nilai pH harus dijaga sampai rentang dimana organisme partikulat terlibat.

Skala pH berkisar antara 0 – 14. Klasifikasi nilai pH adalah sebagai berikut : 1. pH = 7 menunjukkan keadaan netral 2. 0 < pH < 7 menunjukkan keadaan asam 3. 7 < pH < 14 menunjukkan keadaan basa (alkalis) Pengukuran pH dapat dilakukan menggunakan kertas lakmus, kertas pH universal, larutan indikator universal (metode Colorimeter) dan pHmeter (metode Elektroda Potensiometri). Pengukuran pH penting untuk mengetahui keadaan larutan sehingga dapat diketahui kecenderungan reaksi kimia yang terjadi serta pengendapan materi yang menyangkut reaksi asam basa. Elektroda hidrogen merupakan absolut standard dalam penghitungan pH. Karena elektroda hidrogen mengalami kerumitan dalam penggunaannya, ditemukanlah elektroda yang dapat dibuat dari gelas yang memberikan potensial yang berhubungan dengan aktivitas ion hidrogen tanpa gangguan dari ion-ion lain. Penggunaannya menjadi metode standard dari pengukuran pH. Mackereth et al. (1989) dalam Effendi, 2003 berpendapat bahwa pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam (pH rendah) bersifat korosif. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Toksisitas logam memperlihatkan peningkatan pada pH rendah (Novotny dan Olem, 1994 dalamEffendi 2003).

8. Asiditas Asiditas adalah kapasitas kuantitatif air untuk bereaksi dengan basa kuat sehingga menstabilkan pH hingga mencapai 8,3 atau kemampuan air untuk mengikat OH- untuk mencapai pH 8,3 dari pH asal yang rendah. Semua air yang memiliki pH < 8,5 mengandung asiditas. Pada dasarnya, asiditas (keasaman) tidak sama dengan pH. Asiditas melibatkan dua komponen, yaitu jumlah asam, baik asam kuat maupun asam lemah (misalnya asam karbonat dan asam asetat), serta konsentrasi ion hidrogen. Menurut APHA (1976) dalam Effendi (2003), pada dasarnya asiditas menggambarkan kapasitas kuantitatif air untuk menetralkan basa sampai pH tertentu, yang dikenal dengan base-neutralizing capacity (BNC); sedangkan Tebbut

(1992)

dalam

Effendi

(2003)

menyatakan

bahwa

pH

hanya

menggambarkan konsentrasi ion hidrogen.

9. Alkalinitas Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa menurunkan

pH

larutan

atau

dikenal

dengan

sebutan acid-neutralizing

capacity (ANC) atau kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas merupakan hasil reaksi terpisah dalam larutan dan merupakan analisa makro yang menggabungkan beberapa reaksi. Alkalinitas merupakan kemampuan air untuk mengikat ion positif hingga mencapai pH 4,5. Satuan alkalinitas dinyatakan dengan mg/liter kalsium karbonat (CaCO3) atau mili-ekuivalen/liter. Selain bergantung pada pH, alkalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion. Nilai alkalinitas perairan alami

hampir tidak pernah melebihi 500 mg/liter CaCO3. Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh oragnisme akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium yang tinggi. Alkalinitas berperan dalam hal-hal sebagai berikut :

Sistem penyangga (buffer) Bikarbonat yang terdapat pada perairan dengan nilai alkalinitas total tinggi berperan sebagai penyangga (buffer capacity) perairan terhadap perubahan pH yang drastis. Jika basa kuat ditambahkan ke dalam perairan, maka basa tersebut akan bereaksi dengan asam karbonat membentuk garam bikarbonat dan akhirnya menjadi karbonat. Jika asam ditambahkan ke dalam perairan, maka asam tersebut akan digunakan untuk mengonversi karbonat menjadi bikarbonat dan bikarbonat menjadi asam karbonat. Fenomena ini menjadikan perairan dengan nilai alkalinitas total tinggi tidak mengalami perubahan pH secara drastis (Cole, 1988 dalam Effendi 2003). Pada sistem penyangga, CO2 berperan sebagai asam dan ion HCO3- berperan sebagai garam. Koagulasi kimia Bahan kimia yang digunakan dalam proses koagulasi air atau air limbah bereaksi dengan air membentuk presipitasi hidroksida yang tidak larut. Ion hidrogen yang dilepaskan bereaksi dengan ion-ion penyusun alkalinitas, sehingga alkalinitas berperan sebagai penyangga untuk mengetahui kisaran pH optimum bagi penggunaan koagulan. Dalam hal ini, nilai alkalinitas sebaiknya berada pada

kisaran optimum untuk mengikat ion hidrogen yang dilepaskan pada proses koagulasi. Pelunakan air (water softening) Alkalinitas adalah parameter kualitas air yang harus dipertimbangkan dalam menentukan jumlah soda abu dan kapur yang diperlukan dalam proses pelunakan (softening) dengan metode presipitasi yang bertujuan untuk menurunkan kesadahan. Perubahan pH yang terjadi pada perairan yang memiliki nilai alkalinitas rendah cukup besar, sedangkan perubahan pH yang terjadi pada perairan yang memiliki nilai alkalinitas sedang relatif rendah. Hal ini menunjukkan bahwa alkalinitas yang lebih tinggi memiliki sistem penyangga yang lebih baik. Alkalinitas biasanya dinyatakan sebagai : Alkalinitas phenophtalein Alkalinitas phenophtalein dapat diketahui dengan titrasi asam sampai mencapai pH dimana HCO3- merupakan spesies karbonat dominan (pH = 8,3). Alkalinitas total Alkalinitas total dapat diketahui dengan titrasi asam untuk mencapai titik akhir metil orange (pH = 4,5) dimana spesies karbonat dan bikarbonat telah dikonversi menjadi CO2. Alkalinitas pada air memberikan sedikit masalah kesehatan. Alkalinitas yang tinggi menyebabkan rasa air yang tidak enak (pahit). Pengukuran asiditasalkalinitas harus dilakukan sesegera mungkin dan biasanya

dilakukan di tempat pengambilan contoh. Batas waktu yang dianjurkan adalah 14 hari.

4.6.2

Parameter Fisika

Parameter fisika kualitas air ditentukan oleh : 1. Kecerahan (transparansi) air. Kecerahan pada hakekatnya menunjukkan populasi plankton dan kandungan material terlarut dalam air, diukur dengan secci disk. Kecerahan yang baik berkisar antara 30 – 40 cm, karena pada kondisi itu populasi plankton cukup ideal untuk pakan alami dan material terlarut cukup rendah. Pada awal budidaya, biasanya kecerahan air tinggi (50 cm hingga dasar kolam) karena populasi plankton masih rendah dan air masih bersih. Semakin lama usia budidaya, kecerahan makin rendah (hingga 10 cm). Untuk mempertahankan kecerahan yang ideal, selalu dilakukan ganti air baru secara rutin atau setiap ada indikasi penurunan kecerahan dan dilengkapi dengan perlakuan bahan-bahan pembuat stabil kondisi air (stabilizer). Kecerahan yang ideal juga menunjukkan kondisi air yang baik, karena penurunan kualitas air banyak disebabkan oleh tingginya kadar bahan organik dan anorganik terlarut. Disamping itu, plankton yang terlalu tinggi populasinya menyebabkan tingginya pH pada siang hari dan punurunan drastis kadar DO pada malam hari terutama jika plankton yang dominan adalah phytoplankton.

2. Suhu Suhu air juga sangat penting bagi kehidupan ikan atau udang karena suhu air sangat berpengaruh terhadap kehidupan jasad renik (mikroorganisme), sehingga dapat mempengaruhi kehidupan ikan dan udang. Suhu ideal untuk budidaya adalah 25 – 310 C. Jika suhu berfluktuasi secara drastis, dapat berakibat buruk bagi pertumbuhan embrio ikan. Suhu air dipengaruhi oleh radiasi cahaya matahari, suhu udara, cuaca dan lokasi. Air mempunyai kapasitas yang besar untuk menyimpan panas sehingga suhunya relatif konstan dibandingan dengan suhu udara, perbedaan suhu air antara pagi hari dan siang hari hanya 20 C. Suhu air akan mempengaruhi densitas/kepadatannya (dalam gr/cm3. Perbedaan densitas air antara lapisan atas dan lapisan bawah dapat menyebabkan terjadinya stratifikasi air menjadi 3 lapisan, yaitu epilimnion (lapisan atas yang suhunya tinggi), hypolimnion (lapisan bawah yang dingin) dan thermocline (lapisan antara keduanya yang suhunya turun drastis). Stratifikasi air ini dipengaruhi oleh kedalaman kolam/tambak dan radiasi cahaya matahari.

3. Kedalaman air. Untuk kolam budidaya, kedalaman air yang ideal yaitu 70 – 120 cm. Air yang terlalu dangkal menyebabkan perubahan suhu terlalu besar. Jika air terlalu dalam mengakibatkan perbedaan suhu yang menyolok antara air bagian atas dengan bagian bawah dan sinar matahari tidak dapat mencapai air bagian bawah sehingga pertumbuhan phytoplankton terhambat. Seperti yang telah dikemukaan di muka bahwa kolam/tambak yang terlalu dalam dapat menyebabkan terjadinya

stratifikasi suhu air sehingga harus diusahakan agar berada dalam kisaran kedalaman yang ideal.

V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Sistem resirkulasi pada budidaya ikan botia di BPPBIH menggunakan sistem resirkulasi tertutup, yaitu mengolah air buangan agar tetap layak untuk proses budidaya. 2. Air keluar dari pipa outlet di tampung pada bak penampungan air yang terdapat filter biologis yang berupa karang jahe, dan bioball. 3. Pengukuran parameter kualitas air di BPPBIH meliputi pengukuran suhu menggunakan thermometer digital, DO menggunakan DO meter, salinitas menggunakan refraktometer, pH menggunakan pH tetes, kesadahan, NH3, dan NO2 menggunakan spectrophotometer. 4. Pengukuran DO, suhu, dan pH dilakukan setiap

pagi dan sore hari.

Sedangkan untuk parameter kesadahan, NO2, dan NH3 dilakukan setiap seminggu sekali. 5. Hasil pengukuran kualitas air selama Praktek Kerja Lapang pada budidaya ikan botia sistem resirkulasi diperoleh kisaran suhu 26-27ºC, DO 6-7 ppm, pH 7, salinitas 0 ppt, dan untuk parameter NH3, NO2, dan kesadahan tergolong stabil.

5.2 Saran 1. Alat penunjang kegiatan budidaya seperti centong, selang sifon, baskom, dll sebaiknya ada di setiap ruang terpal. 2. Sterilisasi alat sebelum di gunakan, agar memperkecil kemungkinan penebaran penyakit.

DAFTAR PUSTAKA Afrianto, E. dan Liviawati, E. 1988. Beberapa Metode Budidaya Ikan. KanisiusYogyakarta. Alaerts, G., S. dan S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya Amsyari, F. 2006. Membangun Lingkungan Sehat. Airlangga University Press. Hutabarat.,dan Evans. 2002. Nutrient Requirements of Fish National Academic Press Washington D.C Aras, A. K. 2011. Penggunaan Paparan Medan Listrik 10 Volt dan Salinitas 3 ppt terhadap Kinerja Produksi Ikan Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker) dengan Kepadatan Berbeda. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. BRBIH. 2010. Pembenihan Ikan Botia Chromobotia macracanthus Blekeer Skala Laboratorium. BRBIH. Depok. Jawa Barat. Brotowidjoyo, M. D, Tribawono, DJ. dan Mulbyantoro , E. 2005. Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Liberty, Yogyakarta Buwono, I., D. 2003. Tambak Udang Windu . Sistem Pengelolaan Berpola Intensif\Kanisius. Yogyakarta. Central Proteinaprima, PT, 2006. Revitalisasi Tambak dengan Budidaya Udang Vannamei Trandisional Plus dan Semi Intensif. Prodi Budidaya Perairan FPK, Universitas Airlangga Chumaidi., Y. Suryani dan A. Priyadi. 2005. Pemeliharaan Ikan Botia (Botia macracanthus) dengan Pemberian Pakan Komersial dan Pakan Hidup (Pheretima sp.). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 6(2) : 47-51. Chumaidi., Nurhidayat dan A. Priyadi. 2009. Pemeliharaan Larva Ikan Botia (Chromobotia macracanthus) Menggunakan Pakan Alami yang Diperkaya Nutrisinya. Jurnal Akuakultur Indonesia, 8(1): 11-18. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta Effendi, I., T. Prasetya, A.O. Sudrajat, N. Suhenda dan K. Sumawidjaja. 2003. Pematangan Gonad Induk Ikan Botia (Botia macracanthus) dalam Kolam. Jurnal Akuakultur Indonesia, 2(2): 51-54.

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. hal 67-151. Ghufran, M,H. dan Kordi K.2004. Penanggulangan Hama Penyakit Ikan. Rineka Cipta dan Bina Adiaksara. Jakarta. Handajani H, Hastuti S., D, 2002. Budidaya Perairan. Bayu Media danUMM Press Malang. Indrawati, S.W., Herlina dan Misbach. 2007. Handout Mata Kuliah Psikodiagnostik (Observasi). Universitas Pendidikan Indonesia. 13 hal. Kenoue, H. dan T. Kafuku, 1992. Modern Methods Of Aquaculture InJapan Second Revised Edition, Elsevier. Amsterdam. Kusumah, R. V. 2007. Struktur Populasi dan Sejarah Kolonisasi Ikan Botia (Chromobotia macracanthus bleeker) Berdasarkan Sequence (Urutan Basa) Intron dari Gen Aldolase B. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 69 hal. Lesmana D,S. dan Dermawan, I. 2001. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer. Penebar Swadaya. Jakarta. Lingga, P., dan Susanto, H. 1997. Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya Jakarta. Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar. 2009. Pembenihan Ikan Botia. Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan. Depok Mukti, A,T, Arief, M., dan Hastuti, W. 2012. Diktat Kuliah . Dasar-Dasar Akuakultur Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautann, Universitas Airlangga. Nazir, M. 2011.Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor. Panjaitan, E. F. 2004. Pengaruh Suhu Air yang Berbeda terhadap Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia (Botia macracanthus bleeker). Skripsi. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 55 hal. Priyadi, A., R. Ginanjar, A. Permana dan J. Slembrouck. 2009. Tingkat Densitas Larva Botia (Chromobotia macracanthus) dalam Satuan Volume Air pada Akuarium Sistem Resirkulasi. Lembaga Penelitian. Balai Riset Budidaya Ikan Hias. Depok. 8 hal.

Rahardi, F, Kristiawati,. dan R. Nazarudin, 2003. Agribisnis Perikanan. Penebar Swadaya Jakarta. Satyani, D., N. Meilisza dan L. Solichah. 2006. Gambaran Pertumbuhan Panjang Benih Ikan Botia (Chromobotia macracanthus) Hasil Budidaya pada Pemeliharaan dalam Sistem Hapa dengan Padat Penebaran 5 ekor per liter. Lembaga Penelitian. Balai Riset Budidaya Ikan Hias. Depok. 8 hal. Satyani, D., Mundriyanto H, Subandiyah S, Chumaidi, Sudarto, Taufik P, Slembrouck J, Legendre M, dan Pouyaud L,. 2006. Teknologi Pembenihan Ikan Hias Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker) Skala Laboratorium. Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar. Depok. Sjafei, D. S., M. F. Rahardjo., R. Affandi., M. Brojo., dan Sulistiono. 1991/1992. Fisiologi Ikan II Reproduksi Ikan. Subagja, J., O. Komarudin dan J. Efendi. 1997. Efek Implantasi Hormon LHRH–a pada Ikan Botia (Botia macracanthus bleeker) terhadap Keragaan Pematangan Gonadnya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 3(2) Subchan, M. 2010. Manajemen kualitas air siyem resirkulasi pada budidaya ikan discus. Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga Sukamajaya, Y, dan Suharjo, I, 2003. Ikan Air Tawar. Komoditas Perikanan Prospektif.Agromedia Pustaka. Tangerang. Wibowo, S. 2010. Teknik Budidaya Ikan Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker). Paper. Program Studi Teknologi Akuakultur Jurusan Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta Zonneveld, N., Huisman, E.A. and Boon,J.H. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Lampiran 1.Peta Lokasi Rencana Praktek Kerja Lapang di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat

(Skala 1: 200.000) (Sumber : https://maps.google.co.id/) (Diakses: 15 Nopember 2013 pukul 9.20 WIB)

Lampiran 2.Denah Lokasi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat

Lampiran 3.Struktur Organisasi Balai Peneleitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat

STRUKTUR ORGANISASI BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN HIAS Kepala Drs. I. Wayan Subamia, M.Si Sub Bagian Tata Usaha Endah Susiyanti, S.P.

Koor. Kepegawaian Heri Dwi Yulianto

Seksi Tata Operasional Anjang Bangun Prasetio,M.P.

Koor. Program Nina Meilisza, S.Pi

Koor. Monitoring dan Evaluasi Nur Hidayat, M.Si.

Koor. Keuangan Asnawi

Seksi Pelayanan Teknis Armin Hidayat, S.E.

Koor. Kerjasama Lili Sholichah, S.Pi

Kelompok Jabatan Fungsional

Koor. Pelayanan Jasa dan Informasi Misnen, S.Sos

Koor. Sarana dan Prasarana Mustamin, A.Pi.

Lampiran 4. Alat dan Bahan

DO Meter

Timbangan

pH Tetes

Thermometer Digital

Wadah Sample

Tabung Reaksi

Spectrophotometer

Labu Elemenyer

Gelas Ukur

Mikroskop

Eppendroff

Mikropipet

Refraktometer

Konduktifity

Kertas pH

Larutan A

Larutan B

Aquades

Oxytetraxiclyn

Garam

RGh

Lampiran 5.Sarana dan Prasarana Sarana dan Prasarana BPPBIH Depok Gedung Administrasi

Luas

Jumlah

- Ruang Kepala

15 m2

1 unit

- Aula

54 m2

1 unit

- Bendahara PNBP

9 m2

1 unit

- Ruang Administrasi

18 m2

1 unit

- Ruang Bendahara

6 m2

1 unit

- Ruang KTU

6 m2

1 unit

Gedung Peneliti

Luas

Jumlah

- Peneliti

278,1 m2

1 unit

Gedung Teknis

Luas

Jumlah

- Perpustakaan

36 m2

1 unit

- Lab Basah

84 m2

1 unit

- Laboratorium

68 m2

1 unit

Lab. Biologi

Luas

Jumlah

- Ruang Alga

10,95 m2

1 unit

- Ruang Foto

9,45 m2

1 unit

Green House

Luas

Jumlah

- Hatchery Botia

150 m2

1 unit

Ket

Hanggar 2

Luas

Jumlah

- Ruang Gen Set

19,6 m2

1 unit

- Ruang Peneliti

41,5 m2

1 unit

- Ruang Pembenihan

59,5 m2

1 unit

- Ruang Teknisi

58,1 m2

1 unit

- Ruang Peneliti

5 m2

1 unit

- Kamar Mandi

9,99 m2

1 unit

- Bak Pembenihan

5,0 m x 1,80 m

2 bh

- Bak Tandon Air

7,0 m x 2,0 m

1 bh

- Resirkulasi

11 set

- Gen Set

2 bh

- Blower

2 bh

- Frezeer

1 bh

Lab. Basah 3

Luas

Jumlah

- Ruangan Kantor

14,0125 m2

1 bh

- Bak Beton

2,30 m x 2,30 6 bh m

- Bak Beton

4,90 m x 3,30 1 bh m

- Bak Beton

3,20 m x 2,0 m

2 bh

Kolam

Luas

Jumlah

- Kolam Tanah

17 m x 12 m

23 bh

Kerja sama 12 bh

- Kolam Tanah

11.50 mx 8,60 8 bh m

- Kolam Tanah

8 m x 9,8 m

12 bh

- Kolam Tanah

43 m x 7 m

1 bh

- Bak Resirkulasi

13 m x 17 m

1 bh

- Kolam Batu

8 m x 9,8 m

1 bh

Kerja sama

Kerja sama

Sumber : BRBIH (2010)

Gedung Utama

Lab. Pakan Alami

BPPBIH

Lab. IRD

Hanggar Botia

Lab. Kualitas Air

Mushola

Tandon air

LAB Karantina

Ruang Penelitian

Ruang Kultur Artemia

Bak Biofilter

Bak Pembesaran

Akuarium Pembesaran

Bak Indukan

Ruang Mini Resirkulasi

Ruang Inkubasi

Pompa

Lampiran 6.Kegiatan Praktek Kerja Lapang

Pengukaran DO dan Suhu

Pengukuran NH3 dan NO2

Uji Kesadahan

Uji Ammonia

Persiapan Media

Sterilisasi Alat

Pembersihan Akuarium

Kultur Artemia

Penyuntikan Induk

Persiapan Media Larva

Sampling Benih

Seleksi Induk

Lampiran 6 (Lanjutan)

Penyifonan Akuarium

Pengamatan larva

Pemberian obat

Sortir

Pengujian Kualitas Air di LAB

Pencampuran sperma dan telur Penebaran telur

Pengukuran salinitas

Penyifonan bak indukan

Lampiran 7. Data kualitas air

Tanggal

DO PH (ppm) -

NH3 (Mg/l) -

NO2 (Mg/l) -

Kesadahan

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

6,45 6,18

7,0 7,0

-

-

-

25-01-14

Keterangan Suhu (C) Resirkulasi Non Resirkulasi Resirkulasi Non Resirkulasi Resirkulasi Non Resirkulasi Resirkulasi 26,1 Non 25,9 Resirkulasi Resirkulasi -

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

26-01-14

Non Resirkulasi Resirkulasi

26,4

6,16

7,0

-

-

-

26,2

5,85

7,0

-

-

-

27-01-14

Non Resirkulasi Resirkulasi

27,2

5,57

7,0

-

-

-

25,6

6,50

7,0

-

-

-

28-01-14

Non Resirkulasi Resirkulasi

26,5

5,5

7,0

-

-

-

26,0

5,91

7,0

-

-

-

29-01-14

Non Resirkulasi Resirkulasi

26,2

7,04

7,0

0,722

0,16

-

24,8

6,94

7,0

0,706

1,343

-

30-10-14

Non Resirkulasi Resirkulasi

27,4

6,18

7,0

-

-

-

25,8

6,22

7,0

-

-

-

31-01-14

Non Resirkulasi Resirkulasi

26,3

6,24

7,0

-

-

-

26,7

5,94

7,0

-

-

-

01-02-14

Non Resirkulasi Resirkulasi

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

02-02-14

Non Resirkulasi Resirkulasi

-

-

-

-

-

-

21-01-14

22-01-14

23-01-14

24-01-14

-

-

-

-

-

-

-

03-02-14

Non Resirkulasi Resirkulasi

26,8

6,16

7,0

-

-

-

27,1

6,24

7,0

-

-

-

04-02-14

Non Resirkulasi Resirkulasi

26,9

6,73

7,0

-

-

-

27,4

5,91

7,0

-

-

-

05-02-14

Non Resirkulasi Resirkulasi

27,6

7,19

7,0

0,293

0,210

4,7

27,1

5,83

6,0

1,391

0,474

10,2

06-02-14

Non Resirkulasi Resirkulasi

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

07-02-14

Non Resirkulasi Resirkulasi

27,1

6,43

7,0

-

-

-

26,3

6,55

7,0

-

-

-

08-02-14

Non Resirkulasi Resirkulasi

26,9

6,27

7,0

-

-

-

25,8

6,42

7,0

-

-

-

09-02-14

Non Resirkulasi Resirkulasi

26,8

7,18

7,0

-

-

-

25,3

6,78

7,0

-

-

-

10-02-14

Non Resirkulasi Resirkulasi

26,4

6,83

7,0

-

-

-

27,4

5,65

6,5

-

-

-

11-02-14

Non Resirkulasi Resirkulasi

26,3

6,42

7,0

-

-

-

25,2

6,61

6,5

-

-

-

12-02-14

Non Resirkulasi Resirkulasi

27,6

6,69

7,5

1,411

-0,160

0,25

27,7

5,56

5,5

0,236

-0,038

3,95

13-02-14

Non Resirkulasi Resirkulasi

27,3

7,22

7,0

-

-

-

27,8

6,87

6,5

-

-

-

14-02-14

Non Resirkulasi Resirkulasi

27,7

6,18

7,0

-

-

-

27,3

5,79

6,5

-

-

-

15-02-14

Non Resirkulasi Resirkulasi

26,5

6,6

7,0

-

-

-

Non Resirkulasi

24,6

6,09

7,0

-

-

-

Lampiran 7. (lanjutan)

Grafik Perbandingan Suhu 28

27.6 27.7

27.6

27.5

27.1

27

Suhu (⁰C)

26.5

26.2

26 Resirkulasi

25.5 25

24.8

Non Resirkulasi

24.5 24 23.5 23 29/1/2014

5/1/2014

12/2/2014

Grafik 1. Perbandingan suhu pada sistem resirkulasi dan non resirkulasi

Grafik Perbandingan Dessolved oxygen 8 7

DO (ppm)

6 5

Resirkulasi

4

Non Sirkulasi

3 2 1 0

29/1/2014

5/2/2014

12/2/2014

Grafik 2. Perbandingan DO pada sistem resirkulasi dan non resirkulasi

8

7.5 7

7

7

7 6 6

5.5

pH

5 4

Resirkulasi

3

Non Resirkulasi

2 1 0

29/1/2014

5/2/2014

12/2/2014

Grafik Perbandingan pH

Grafik 3. Perbandingan pH pada sistem resirkulasi dan non resirkulasi

Grafik Perbandingan NH3 1.6

1.391

1.411

1.4 1.2

mg/l

1 0.8

Resirkulasi 0.722 0.706

Non Resirkulasi

0.6 0.293

0.4

0.236

0.2 0 29/1/2014

5/2/2014

12/2/2014

Grafik 4. Perbandingan NH3 pada sistem resirkulasi dan non resirkulasi

Grafik Perbandingan NO2 1.6 1.343

1.4 1.2 1

mg/l

0.8 0.6

0.474

0.4

0.21

0.16

0.2 0 -0.2

-0.16

-0.4

29/1/2014

5/2/2014

-0.038

12/2/2014

Resirkulasi

0.16

0.21

-0.16

Non Resirkulasi

1.343

0.474

-0.038

Grafik 5. Perbandingan NO2 pada sistem resirkulasi dan non resirkulasi

Grafik Perbandingan Kesadahan 12

10.2

10 8 Resirkulasi 6

4.7 3.95

Non Resirkulasi

4 2 0

0.25

0

0 29/1/2014

5/2/2014

12/2/2014

Grafik 6. Perbandingan kesadahan pada sistem resirkulasi dan non resirkulasi

68

Lampiran 8.Laporan hasil uji kualitas air LABORATORIUM KUALITAS AIR BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN HIAS BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

LAPORAN HASIL UJI ( LHU ) No. 02/LHU/LKA/II/2014

Hari / TanggalTerima : 12 Februari 2014 Pembimbing : AsepPermana PenerimaHasil : Zulfa (UnAir)

No.

Komoditas Hari / TanggalAnalisa Hari / TanggalSelesai

:Botia : Rabu / 29 Januari 2014 : Rabu / 29 Januari 2014

Kode Resirkulasi

Suhu ( °C ) 26,2

DO (ppm) 7,04

pH 7,0

NH3 (ppm) 0,722

NO2 (ppm) 0,16

Non Resirkulasi

24,8

6,94

7,0

0,706

1,343

1

2

PenerimaHasil

Petugas Lab.

( Zulfa )

( Yusni )

69

LABORATORIUM KUALITAS AIR BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN HIAS BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

LAPORAN HASIL UJI ( LHU ) No. 08/LHU/LKA/II/2014

Hari / TanggalTerima : Rabu/ 12 Februari 2014 Pembimbing : AsepPermana, S.Pi PenerimaHasil : Zulfa (UnAir)

No.

Komoditas Hari / TanggalAnalisa Hari / TanggalSelesai

:Botia : Rabu / 5Februari 2014 : Rabu / 5Februari 2014

Kode Resirkulasi

Suhu ( °C ) 27,6

DO (ppm) 7,19

pH 7,0

NH3 (ppm) 0,293

NO2 (ppm) 0,210

Kesadahan 4,7

Non Resirkulasi

27,1

5,83

6,0

1,391

0,474

10,2

1 2 PenerimaHasil

( Zulfa )

Petugas Lab.

( Yusni )

70

Lampiran 8. (lanjutan) LABORATORIUM KUALITAS AIR BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN HIAS BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

LAPORAN HASIL UJI ( LHU ) No. 08/LHU/LKA/II/2014

Hari / TanggalTerima : Rabu/ 12 Februari 2014 Pembimbing : AsepPermana, S.Pi PenerimaHasil : Zulfa (UnAir)

No.

Komoditas Hari / TanggalAnalisa Hari / TanggalSelesai

:Botia : Rabu / 12Februari 2014 : Rabu / 12Februari 2014

Kode Resirkulasi

Suhu ( °C ) 27,6

DO (ppm) 6,69

pH 7,5

NH3 (ppm) 1,411

NO2 (ppm) -0,160

Kesadahan 0,25

Non Resirkulasi

27,7

5,56

5,5

0,236

-0,038

3,95

1 2 PenerimaHasil

( Zulfa )

Petugas Lab.

( Yusni )

71

Lampiran 9. Layout Sistem Resirkulasi

72

73

74

75

Lihat lebih banyak...

Comentários

Copyright © 2017 DADOSPDF Inc.