na perda pilkades akhir.doc

May 19, 2017 | Autor: Chusnul Faozi | Categoria: Ilmu Pemerintahan
Share Embed


Descrição do Produto

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang


Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
membawa perubahan yang sangat mendasar pada pola pengaturan tentang desa,
masyarakat desa, pemerintah desa, lembaga desa, serta pengaturan kehidupan
masyarakat desa secara umum.
Isu-isu aktual tentang demokratisasi, pemilihan pemimpin secara
langsung, serta arah kebijakan Presiden Indonesia Joko Widodo dengan
Nawacita menguatkan arah kebijakan mengenai pentingnya kehidupan bernegara
yang bermartabat, maju, sejahtera berdasarkan tata kehidupan yang adil dan
demokratis. Kehidupan yang demokratis selalu diiringi dengan adanya
keterlibatan masyarakat dalam mengambil kebijakan baik secara langsung
maupun dengan sistem perwakilan.
Dua isu sentral tersebut, yaitu demokratisasi dan desa, harus
diselaraskan untuk mencapai tujuan kemajuan dan kesejahteraan di desa.
Nilai-nilai demokrasi di tingkat desa merupakan fundamen serta cerminan
kehidupan demokrasi yang sesungguhnya dalam kehidupan bemasyarakat dan
bernegara.
Desa sebagai entitas pemerintahan otonom yang paling dekat dengan
masyarakat memiliki nilai-nilai demokrasi lokal yang selaras dengan
kehidupan demokrasi negara.
Pengakuan terhadap proses demokrasi yang telah ada yang lahir bersama
dengan adanya desa tercermin dalam proses pengambilan keputusan dalam
pemilihan kepala desa, pemilihan anggota Badan Permusyawaratan Desa, serta
pengambilan keputusan lain melalui musyawarah desa.
Sejalan dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 tentang
Pemilihan Kepala Desa, mengatur tentang Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa
yang dilaksanakan secara serentak, secara bertahap sesuai dengan prinsip-
prinsip demokrasi yang berlandaskan nilai-nilai kebangsaan.
Pengaturan selanjutnya diserahkan pada Pemerintah Daerah dalam bentuk
penetapan Peraturan Daerah. Hal ini adalah upaya untuk tetap mengakui dan
mengakomodir nilai-nilai kebijaksanaan lokal yang ada di tingkat Kabupaten.

Dengan adanya pengaturan dalam Peraturan Daerah tersebut, diharapkan
dalam Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa secara serentak dapat terlaksana
dengan baik memadukan nilai-nilai demokrasi yang bertumpu pada nilai-nilai
kebangsaan dengan tetap mengakar pada nilai-nilai lokal masyarakat yang
tumbuh dan berkembang sesuai dengan karakteristik, tipologi sosial budaya
masyarakat.


B. Identifikasi Masalah
Masalah yang akan ditemukan dan akan diuraikan pada naskah akademik
ini antara lain :
1. Bahwa pelaksanaan pemilihan kepala desa di Kabupaten Pacitan belum
memiliki landasan hukum dalam bentuk peraturan daerah.
2. Pengaturan pelaksanaan pemilihan kepala desa di Kabupaten Pacitan perlu
mempertimbangkan aspek-aspek kebijakan lokal serta nilai-nilai sosial
budaya masyarakat Pacitan.
3. Apa yang menjadi landasan filosofis, sosiologis, serta yuridis
penyusunan Peraturan Daerah Tentang Pemilihan Kepala Desa.
4. Hal – hal apa saja yang mengabdi ruang lingup pengaturan dalam peraturan
daerah
5. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan,
dan arah pengaturan peraturan daerah tentang pemilihan kepala desa.


C. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dan kegunaan naskah akademik ini adalah :
1. Sebagai acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan Rancangan
Peraturan Daerah tentang pemilihan kepala desa.
2. Sebagai identifikasi pengaturan hal-hal yang menjadi kebijakan lokal
yang akan dijadikan acuan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah
tentang pemilihan kepala desa.
3. Untuk mengetahui landasan filosofis, sosiologis, serta yuridis
penyusunan peraturan daerah tentang pemilihan kepala desa.
4. Untuk mengetahui sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup
pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan peraturan daerah tentang
pemilihan kepala desa.


D. Metode
Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya merupakan suatu kegiatan
penelitian sehingga digunakan metode penyusunan Naskah Akademik yang
berbasiskan metode penelitian hukum atau penelitian lain. Penelitian hukum
dapat dilakukan melalui metode yuridis normatif dan metode yuridis empiris.
Metode yuridis empiris dikenal juga dengan penelitian sosiolegal.
Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah
(terutama) data sekunder yang berupa Peraturan Perundang-undangan, putusan
pengadilan, perjanjian, kontrak, atau dokumen hukum lainnya, serta hasil
penelitian, hasil pengkajian, dan referensi lainnya. Metode yuridis
normatif dapat dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus group
discussion), dan rapat dengar pendapat.
Metode yuridis empiris atau sosiolegal adalah penelitian yang diawali
dengan penelitian normatif atau penelaahan terhadap Peraturan Perundang -
undangan (normatif) yang dilanjutkan dengan observasi yang mendalam serta
penyebarluasan kuesioner untuk mendapatkan data faktor non hukum yang
terkait dan yang berpengaruh terhadap Peraturan Perundang-undangan yang
diteliti.
Pada penyusunan naskah akademis ini, metode yang digunakan adalah
Metode yuridis normatif melalui studi pustaka dengan menelaah data sekunder
yang berupa Peraturan Perundang-undangan dan dokumen hukum lainnya, serta
hasil penelitian, hasil pengkajian, dan referensi lainnya. Agar data dan
informasi yang diperoleh lebih komprehensif maka disamping menelaah data
sekunder juga dilakukan diskusi dengan para pemangku kepentingan yang
terkait dengan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Serentak.







BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis
1. Konsep Kepemimpinan
Pemilihan Kepala Desa memiliki tujuan untuk memilih pemimpin yang
terbaik melalui cara yang demokratis. Pemimpin tingkat desa dalam hal ini
Kepala Desa adalah pemimpin dengan posisi yang paling dekat dengan
konstituennya. Sehingga memiliki tuntutan-tuntutan untuk dapat merespon
dengan cepat kebutuhan masyarakat.
Studi mengenai kepemimpinan merupakan bidang yang bermanfat bagi manusia
dan mengalami perkembangan terus seiring berkembangnya ilmu pengetahuan.
Persoalan kepemimpinan bersifat merata, mencakup semua aspek kehidupan,
baik sosial, politik, ekonomi, atau spriritual.
Menurut Ismail (2011: 27) "Kepemimpinan adalah segala tindakan yang
menitikberatkan sumber-sumber ke arah tujuan yang benar-benar bermanfaat".
Sehingga akan berisi tindakan-tindakan yang telah diperhitungkan
konsekuensinya berbanding dengan tujuan manfaatnya.
Konsep kepemimpinan desa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, tidak hanya mendudukkan posisi kepala desa sebagai "leader"
tetapi juga menuntut kepala desa untuk menjalankan fungsi manajerial
"manager". Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
pengaturan desa dibangun dengan konstruksi menggabungkan antara konsep
local self governmnt dan self governing comunity.
Menurut Kolopaking dalam Satria (2011:135),
"Desa dalam kurun selama lebih dari 20 tahun, disamping menjalankan
konsep local self government dan self governing comunity juga
menjalankan fungsi dalam konsep desa sebagai local state goverment yang
mana pemerintah mendorong seluruh desa menjadi kepanjangan tangan negara
yang asasnya bukan hanya penyeragaman tetapi menjadi sarana
mengendalikan masyarakat dan desa."
Pada konsep self governing comunity pemerintah memberikan ruang bagi
masyarakat dan pemerintah desa untuk menjalankan pemerintahannya sendiri,
dengan mengakui hak-hak serta kewenangan-kewenangan desa yang ada
berdasarkan asal-usul yang ada. Sehingga dalam konsep ini kepala desa akan
lebih banyak memposisikan diri sebagai "leader". Hal ini masih sering
berlaku pada desa adat yang masih tetap ada dan diakui di Indonesia.
Sedangkan konsep local self government, desa diberikan peluang oleh
negara untuk mengembangkan potensinya menjadi pemerintah lokal yang otonom
berdasarkan prinsip otonomi yang asli. Sebagai pemimpin daerah otonom,
kepala desa diharapkan disamping bertindak sebagai leader, juga
mengembangkan diri untuk dapat berperan sebagai manager, yang menjalankan
fungsi – fungsi manajemen desa sebagai sebuah organisasi pemerintah yang
modern. Hal ini penting karena sebagai sebuah organisasi pemerintah yang
modern, desa dituntut untuk bergerak maju dan mandiri dengan prinsip-
prinsip bertanggungjawab, terencana, terbuka, dan akuntabel.
Fungsi sebagai leader dan manajer memang memiliki identifikasi yang
berbeda akan tetapi fungsi tersebut tidaklah saling meniadakan satu dengan
yang lain, akan tetapi dua sisi tersebut bisa secara bergantian
diaplikasikan sesuai dengan kondisi dan situasi yang berkembang. Karena
pada hakekatnya pola kepemimpinan adalah situasional, tergantung situasi.
Perbedaan antara Leader dengan Manajer
"Leader "Manajer "
"Berinovasi mencari cara "Menjaga sistem agar tidak "
"termudah mencapai tujuan "melenceng dari tujuan "
"Kreatif, berani mengambil "Memperhitungkan resiko terukur"
"tantangan, dan resiko "dalam bertindak "
"Beriorentasi ke depan "Memperhitungkan kondisi "
" "sekarang dan pelajaran pada "
" "masa lampau "
"Menginspirasi kepercayaan dan "Mengendalikan kontrol dan "
"komitmen "pengawasan "
"Kreatif dan original "Meniru dengan modifikasi "
"Melakukan sesuatu yang benar "Melakukan sesuatu dengan benar"
"Berfungsi sebagai pedal gas "Berfungsi sebagai pedal rem "


Dimodifikasi dari Warren Bennis (1994)


Sebagai seorang pemimpin, kepala desa memiliki kualitas tertentu dalam
dirinya yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Kualitas diri
yang berkolaborasi tersebut kemudian melahirkan karakter pemimpin.
Dalam era modern, kepala desa dituntut tidak hanya menjalankan fungsi
pemimpin, tetapi harus bisa menjalankan fungsi manajer yang akan mengurus
desa sebagai sebuah organisasi pemerintahan modern.


2. Konsep Pemilihan Umum dan Partisipasi Politik

Pemilihan umum adalah salah satu pilar utama dari sebuah demokrasi.
Salah satu konsepsi modern menempatkan penyelenggaraan pemilihan umum yang
bebas dan berkala sebagai kriteria utama bagi sebuah sistem politik agar
dapat disebut sebagai sebuah demokrasi. Dalam wilayah desa, partisipasi
politik masyarakat desa berkaitan erat dengan demokrasi suatu desa. Dalam
sistem demokratis, kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat, yang
melaksanaan melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan, serta
masa depan dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk
pimpinan.
Vox populai vox dei. Demikianlah sabda rakyat melalui tata/cara sistem
yang telah dilaksanakan secara konsisten dari tahun ke tahun. Pimpinan yang
dipilih, dalam hal ini kepala desa, adalah tokoh-tokoh pilihan berdasarkan
ujian sejarah masyarakatnya sendiri.
Nadjib (2009:46) menyampaikan bahwa :
"Dengan demikian bisa dipastikan merekalah yang paling layak
kepribadiannya, paling bermutu kepemimpinannya, paling unggul ilmu
dan wawasannya, paling kredibel kinerjanya, bahkan paling diridhoi
Tuhan dan direstui oleh makhluk-makhluk Allah non manusia.
Sistem budaya dan tata/cara sosial bangsa Indonesia yang telah
matang sejak puluhan abad yang lalu, memastikan bahwa pemimpin-
peminpin nasional mereka yang lahir dari demokrasi indonesia
adalah putra-putra terbaik bangsanya. Harus mereka yang memimpin.
Tak terbantahkan lagi. Bisa jadi, Tuhan sendiri pun tak mungkin
mengganti mereka, karena Ia mengikatkan diri pada kegembiraan dan
kebanggaan menyaksikan tingkat kematangan budaya demokrasi bangsa
dan negara Indonesia"
Masyarakat desa secara langsung memilih kepala desa. Dengan kata lain,
partisipasi langsung dari masyarakat yang seperti ini merupakan
pengejewantahan dan penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah dan oleh
rakyat, keikutsertaan masyarakat desa dalam berpartisipasi sangatlah
penting karena teori demokrasi menyebutkan bahwa masyarakat tersebut
sangatlah mengetahui apa yang mereka kehendaki. Hak-hak sipil dan kebebasan
dihormati serta dijunjung tinggi. Tiada demokrasi tanpa partisipasi politik
warga, sebab partisipasi merupakan esensi dari demokrasi. Partisipasi atau
keterlibatan masyarakat dalam berpolitik merupakan ukuran demokrasi.
Miriam Budhiardjo (1982:12) menjelaskan bahwa
"Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang
untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan cara jalan
memilih pimpinan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi
kebijakan pemerintah. Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan
suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu
partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan dengan pejabat
pemerintah atau anggota parlemen."
Partisipasi politik, menurut Herbet McClosky dalam Damsar (2010:180)
diartikan sebagai kegiatan sukarela dari warga masyarakat dimana mereka
mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau
tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum.
Dari beberapa definisi di atas, masyarakat desa dalam berpartisipasi pada
pemilihan kepala desa dapat melalui dua cara yaitu :
1. Partisipasi untuk memilih calon kepala desa, dan
2. Partisipasi untuk menjadi calon kepala desa.


3. Konsep Usia Produktif Manusia

Manusia sebagai bagian dari unsur manajeman memiliki posisi yang sangat
penting dalam menjalankan organisasi. Akan tetapi manusia juga memiliki
batas kemampuan dalam menjalankan fungsi dalam manajemen. Salah satu
batasan tersebut adalah masalah usia.
Robbins (2003: 45) menyatakan bahwa:
"Kinerja akan merosot dengan bertambahnya usia. Pekerja tua dianggap
kurang luwes dan menolak teknologi baru, namun begitu pekerja tua
punya pengalaman, etos kerja yang kuat dan komitmen terhadap mutu.
Umur juga berpengaruh terhadap produktivitas, di mana makin tua
pekerja makin merosot produktivitasnya, karena ketrampilan,
kecepatan, kecekatan, kekuatan dan koordinasi menurun dengan
berjalannya waktu.
Abdullah (2002:250) mendefinisikan penduduk usia produktif sebagai
penduduk yang berusia antara 15 sampai 64 tahun.
Diakui atau tidak,usia manusia sangat mempengaruhi kinerja seseorang.
Dalam aturan perundang-undanganan yang terkait dengan hubungan antara usia
dengan produktivitas manusia, baik itu dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparat Sipil Negara, atau Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa itu sendiri, terdapat sebuah batasan usia seseorang bekerja.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparat Sipil Negara,
batas usia pensiun bagi pegawai negeri sipil adalah
a. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pejabat Administrasi;
b. 60 (enam puluh) tahun bagi Pejabat Pimpinan Tinggi;
c. Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi pejabat
Fungsional.
Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa,
perangkat desa diberhentikan pada usia 60 tahun.
Dengan melihat pembatasan usia di atas, dapat disimpulkan bahwa penting
untuk diatur mengenai batas usia maksimal kepala desa.
Sehingga, perlu kiranya untuk dipertimbangkan pengaturan mengenai
batasan usia maksimal calon kepala desa.


4. Konsep Angka Harapan Hidup
Kualitas kesehatan Sumber Daya Manusia juga dapat ditunjukkan dengan
Angka Harapan Hidup (AHH). Hal ini menunjukkan sejauh mana rata-rata lama
hidup manusia di suatu wilayah. Badan Pusat Statistk mendefinisikan Angka
Harapan Hidup (AHH) sebagai rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani
oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun
tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan
masyarakatnya. Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi
kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya,
dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka Harapan Hidup yang
rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan,
dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi
dan kalori termasuk program pemberantasan kemiskinan.
Pada permasalahan ini, konsep Angka Harapan Hidup (AHH) dapat digunakan
untuk melihat seberapa lama rata-rata umur penduduk di suatu wilayah yang
memungkinkannya untuk hidup dan bekerja dengan baik.
Sesuai dengan data dari BPS, rata-rata Angka Harapan Hidup (AHH) Kab.
Pacitan adalah sebagai berikut :
"No "Tahun "AHH (tahun) "
"1. "2014 "72.42 "
"2. "2013 "71.90 "
"3. "2012 "71.58 "
"4. "2011 "71.47. "
"5. "2010 "71.26. "
"6. "2009 "71.04 "


Dari data di atas dapat diketahui bahwa rata-rata usia hidup masyarakat
Kab. Pacitan adalah 71.45 tahun.
Dengan demikian diharapkan, angka harapan hidup di atas dapat
dipertimbangkan dalam penentuan batas usia maksimal calon kepala desa,
sehingga pemilihan kepala desa mampu menghasilkan kualitas kepala desa yang
kompeten.


B. Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan norma.
Dalam mengatur pelaksanaan pemilihan kepala desa di Kabupaten Pacitan,
tujuan yang akan dicapai adalah terpilihnya kepala desa yang memiliki
kualifikasi pemimpin yang profesional yang mampu menjalankan fungsi sebagai
pimipinan dan manajer melalui tata/cara demokrasi yang langsung umum bebas
rahasia, jujur dan adil dengan mempertimbangkan efisiensi anggaran.
Sehingga prinsip-prinsip yang harus dipertimbangkan dalam menyusun norma
dalam peraturan tersebut antara lain :
1. Kejelasan, bahwa tata/cara pemilihan kepala desa harus jelas dan
transparan;
2. Demokrasi, pelaksanaan pemilihan harus mempertimbangkan nilai-nilai
dasar demokrasi dengan mengedepankan partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan kegiatan;
3. Partisipatif, peraturan daerah tentang pemilihan kepala desa sedapat
mungkin mengatur norma yang menjamin masyarakat dapat berperan serta
secara aktif dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa, sebagai misal
dengan larangan penganggaran yang dibebankan pada calon;
4. Kesamaan hak, setiap warga harus dijamin haknya untuk diberikan
kesempatan yang sama untuk berpartisipasi baik sebagai calon serta
hak untuk memilih calon;
5. Kualitas hasil pemilihan, peraturan daerah tentang pemilihan kepala
desa sedapat mungkin mengatur norma yang menjamin bahwa hasil
pemilihan merupakan hasil terbaik. Dengan memberikan persyaratan
tambahan sesuai yang diharapkan akan menjamin kualitas pemimpin yang
terpilih.

C. Kajian Empiris / Praktek Penyelenggaraan, Kondisi Yang Ada, Serta
Permasalahan yang Dihadap Masyarakat
Bahwa berdasarkan kondisi empiris yang ada di Kabupaten Pacitan,
pemilihan kepala desa setelah pemberlakuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang desa belum dapat terlaksana, sehingga sampai dengan bulan Agustus
2016 terdapat empat belas jabatan kepala desa yang kosong dan diisi oleh
penjabat kepala desa.


Kepala Desa yang telah Habis Masa Jabatannya
Per Agustus 2016
"No "Desa "Kecamatan "
"1. "Sukoharjo "Pacitan "
"2. "Sendang "Donorojo "
"3. "Bomo "Punung "
"4. "Mendolo Lor "Punung "
"5. "Kebonsari "Punung "
"6. "Dadapan "Pringkuku "
"7. "Poko "Pringkuku "
"8. "Pelem "Pringkuku "
"9. "Tumpuk "Bandar "
"10."Tegalombo "Tegalombo "
"11."Nogosari "Ngadirojo "
"12."Tamanasri "Pringkuku "
"13."Hadiwarno "Ngadirojo "
"14 "Gasang "Tulakan "


Berdasarkan data per Agustus 2016, kepala desa yang terpilih dapat
mencerminkan kondisi/gambaran sumber daya manusia kepala desa yang ada di
Kabupaten Pacitan. Berikut kami tampilkan data Kepala Desa berdasarkan
tingkat pendidikan serta usia.


Kepala Desa Berdasarkan Tingkat Pendidikan.
"No "Pendidikan "Jumlah "
"1. "SD dan SLTP "13 "
"2. "SLTA "95 "
"3. "Diploma "10 "
"4. "S-1 "33 "
"5. "S-2 "1 "


Kepala Desa Berdasarkan Usia.
"No "Usia "Jumlah "
"1. "30 s.d. 35 "7 "
"2. "35 s.d. 40 "7 "
"3. "40 s.d. 45 "32 "
"4. "45 s.d. 50 "53 "
"5. "50 s.d. 55 "29 "
"6. "55 s.d.60 "10 "
"7. "60 s.d. 65 "10 "
"8. "65 s.d. 70 "2 "
"9. ">70 "2 "

Adanya pengaturan pelaksanaan pemilihan kepala desa dalam peraturan
daerah sangat menentukan kelancaran pelaksanaan pemilihan kepala desa pada
masa yang akan datang. Hal ini terjadi karena seiring dengan berjalannya
waktu, proses demokrasi pemilihan kepala desa harus tetap dilaksanakan
sesuai dengan aturan yang berlaku.
Berikut kami sampaikan data jumlah kepala desa yang akan habis masa
jabatannya berdasarkan waktu pengangkatan.


"No "Selesai "Jumlah "
" "Tahun "Tanggal " "
" "2016 "22-07-2016 "14 "15 "
" " "21-10-2016 "1 " "
" "2017 "11-07-2017 "1 "1 "
" "2018 "23-05-2018 "14 "31 "
" " "18-06-2018 "3 " "
" " "19-06-2018 "6 " "
" " "25-06-2018 "1 " "
" " "28-09-2018 "2 " "
" " "10-12-2018 "5 " "
" "2019 "13-05-2019 "3 "115 "
" " "01-06-2019 "1 " "
" " "18-06-2019 "1 " "
" " "25-06-2019 "88 " "
" " "26-06-2019 "8 " "
" " "25-07-2019 "2 " "
" " "31-07-2019 "4 " "
" " "14-08-2019 "3 " "
" " "07-11-2019 "1 " "
" " "30-12-2019 "3 " "
" " "31-12-2019 "1 " "
" "2020 "30-01-2020 "1 "2 "
" " "24-11-2020 "1 " "
" "2021 "16-02-2021 "2 "2 "


D. Kajian Mengenai Implikasi Penerapan Sistem Baru

Dengan ditetapkannya peraturan daerah tentang pemilihan kepala desa,
diharapkan membawa implikasi positif terhadap kehidupan demokrasi tingkat
desa. Dengan pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak dimungkinkan untuk
diminimalisir dampak-dampak negatif pemilihan kepala desa.
Dengan adanya pengaturan pendanaan pemilihan kepala desa dalam APBD
kabupaten dan APBdesa ( dengan menekan pendanaan dari calon) diharapkan
akan lebih banyak anggota masyarakat yang akan berpartisipasi dalam proses
pencalonan kepala desa. Sehingga akan semakin banyak calon-calon yang
berkualitas dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa
tanpa adanya kewajiban untuk membiayai penyelenggaraan pemilihan kepala
desa.
Dengan adanya pengaturan mengenai tambahan syarat bagi calon kepala
desa, diharapkan akan lebih banyak calon – calon kepala desa yang
berkualitas dapat berpartisipasi dalam pemilihan kepala desa.
Hal ini akan lebih menjamin adanya perbaikan kualitas dari kepala desa
terpilih.
Pendanaan pemilihan kepala desa dari APBD Kabupaten, secara otomatis
akan membebani belanja APBD kabupaten, sehingga untuk menjamin keberhasilan
pelaksanaan kegiatan, dalam penjadwalan pemilihan kepala desa harus betul-
betul direncanakan penganggaran dalam APBD Kabupaten.
BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, adalah
wujud pengakuan pemerintah terhadap eksistensi desa sebagai sebuah daerah
otonom yang nyata dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan
pengakuan tersebut negara mengakui adanya nilai-nilai lokal yang ada pada
desa dengan tetap berlandaskan pada nilia-nilai kebangsaan yang ada sesuai
dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam Undang-Undang Desa, Pemerintah telah memberikan rambu-rambu
terkait dengan proses Pemilihan Kepala Desa, baik itu tata/cara pentahapan,
syarat-syarat calon kepala desa, pembiayaan pemilihan kepala desa,
kepanitiaan, dan lain-lain. Mencermati pengaturan dalam Undang-Undang Desa,
pemerintah berupaya memberikan standardisasi secara nasional mengenai hal-
hal yang penting, sehingga pelaksanaan pemilihan kepala desa memiliki
kesamaan standard secara nasional dalam batas-batas tertentu.
Kebijakan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Secara Serentak dan adanya
pembebanan sebagian pembiayaan pemilihan kepala desa dalam APBD kabupaten
merupakan upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas proses dan
hasil dari pemilihan kepala desa. dengan membebankan sebagian pembiayaan
pemilihan kepala desa pada APBD kabupaten, diharapkan akan menekan
penggunaan anggaran dana dari APBDesa serta dana partisipasi
masyarakat/calon. Bahkan seandainya dimungkinkan penganggarannya hanya
berasal dari APBD kabupaten dan APBDesa tanpa adanya pungutan – pungutan
kepada masyarakat atau calon.
Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
disebutkan bahwa "Khusus mengenai pemilihan Kepala Desa dalam Undang-
Undang ini diatur agar dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah
Kabupaten/Kota dengan maksud untuk menghindari hal negatif dalam
pelaksanaannya."
Hal-hal negatif yang akan dihidari tersebut antara lain :
1. Inefisiensi Anggaran Pemilihan Kepala Desa;
2. Timbulnya money politic; serta
3. Hal – hal negatif yang lain.
Pengaturan pelaksanaan pemilihan kepala desa secara serentak dijelaskan
lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015. Dimana
Pemerintah secara detail mengatur tata/cara serta tahapan Pemilihan Kepala
Desa.
Secara tegas pemerintah membatasi jangka waktu pentahapan Pelaksanaan
Pemilihan Kepala Desa. Hal ini menegaskan bahwa Pemerintah menginginkan
Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa melalui proses perencanaan yang matang
dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi.
Pemerintah juga berupaya agar Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Secara
Serentak, dapat dilaksanakan secara kontinyu dan konsisten. Sehingga
terdapat perubahan pola pengaturan Pemilihan Kepala Desa yang berhenti
sebelum berakhirnya masa jabatan.
Hal ini terlihat pada pemberlakuan kebijakan adanya pergantian antar
waktu kepala desa, dengan masa jabatan meneruskan sisa masa jabatan yang
diganti. Hal ini berbeda dengan pengaturan pemilihan kepala desa sebelumnya
yang mana pengganti kepala desa yang berhenti sebelum habis masa jabatannya
adalah enam tahun dengan tata/cara pemilihan kepala desa baru.
Dengan kebijakan tersebut, pemerintah berupaya sekali lagi menekan
biaya pemilihan kepala desa, sehingga akan lebih efisien.
Selanjutnya Pemerintah mengatur proses Pelaksanaan Pemilihan Kepala
Desa dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 112 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Kepala Desa.
Melalui Peraturan Menteri tersebut, Pemerintah memberikan pengaturan
yang lebih mendetail, tetapi tetap memberikan ruang kepada Pemerintah
Daerah untuk melakukan pengaturan terhadap hal-hal yang belum diatur.
Dalam Peraturan Menteri tersebut, Pemerintah memberikan pembatasan
mengenai jangka waktu serta hal-hal yang dapat dipertimbangkan oleh
Pemerintah Daerah dalam menyusun penjadwalan Pelaksanaan Pemilihan Kepala
Desa Secara Serentak. Pertimbangan tersebut antara lain:
1. Pengelompokan waktu berakhirnya masa jabatan Kepala Desa;
2. Kemampuan keuangan daerah untuk membiayai Pelaksanaan Pemilihan
Kepala Desa;
3. Ketersediaan Pegawai Negeri Sipil, yang dipersiapkan untuk mengisi
posisi sebagai Penjabat Kepala Desa.
Dengan adanya pertimbangan-pertimbangan tersebut, Pemerintah Daerah diberi
kesempatan untuk mengatur penjadwalan Pemilihan Kepala Desa Serentak.
Selanjutnya Peraturan Menteri tersebut mengatur mengenai detail
tahapan Pelaksanan Pemilihan Kepala Desa yang dilaksanakan oleh Panitia
Pemilihan Kepala Desa Kabupaten serta Panitia Pemilihan Kepala Desa
ditingkat desa yang dibentuk oleh BPD. Pada pasal 5, disebutkan bahwa salah
satu tugas panitia pemilihan kabupaten adalah memfasiltasi pencetakan dan
menyampaikan surat suara dan pembuatan kotak suara serta perlengkapan
pemilihan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan anggaran pemilihan
kepala desa dari dana APBD kabupaten dilaksanakan melalui belanja langsung.
Akan tetapi akan lebih mudah dan lancar apabila penggunaan dana dari APBD
dipertimbangkan dapat dilaksanakan melalui belanja tidak langsung melalui
tata/cara bantuan keuangan khusus dari pemerintah kabupaten kepada
pemerintah desa.
Selanjutnya peraturan tersebut mengatur pentahapan pelaksanaan
pemilihan kepala desa, mulai dengan pendaftaran, tata/cara pendataan
pemilih, dan lain-lain. Ketentuan tersebut dapat secara langsung
dipergunakan sebagai acuan tahapan pelaksananaan pemilihan kepala desa.
Agar pelaksanaan pemilihan kepala desa dapat berjalan dengan baik sesuai
dengan jadwal, maka perlu dipertimbangkan dan dipikirkan mengenai hal-hal
yang dapat mengganggu jalannya pelaksanaan pemilihan kepala desa serta
penanganan gugatan/perselisihan sedapat mungkin tidak menganggu jadwal
pelaksanaan pemilihan. Hal ini perlu dipertegas karena dalam peraturan
menteri tersebut ditegaskan bahwa pelaksanaan pemilihan dilaksanakan pada
hari yang sama.
Disamping hal tersebut, peraturan tersebut juga mengatur mengenai
syarat-syarat calon kepala desa. Dalam syarat-syarat tersebut telah
ditetapkan ketentuan persyaratan yang berlaku secara nasional, sekaligus
memberikan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk menambahkan persyaratan
sesuai dengan kebjiakan serta kondisi lokal daerah masing – masing dalam
peraturan daerah.
Hal yang tidak kalah penting untuk diatur adalah mengenai tata/cara
dan syarat pengangkatan Penjabat Kepala Desa. Sebagaimana diketahui bahwa
baik Undang - Undang Desa maupun aturan pelaksanaanya belum mengatur
mengenai tata/cara dan persyaratan penjabat kepala desa sehingga menjadi
penting untuk diatur dalam peraturan daerah.


BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan
hidup, kesadaran, dan cita-cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta
falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam peraturan daerah ini yang menjadi landasan filosofis adalah
bahwa Pemilihan Kepala Desa secara filosofis merupakan wujud dari
pelaksanaan kehidupan demokrasi di tingkat desa sebagai wujud dari konsep
desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang otonom serta diakui dan
dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


B. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya
menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan
masyarakat dan negara.
Dalam Peraturan Daerah ini yang menjadi landasan sosiologis adalah
bahwa pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa di Kabupaten Pacitan paska
pemberlakuan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, beserta aturan
pelaksanaanya belum dapat dilaksanakan dengan pengaturan sebagaimana
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa,
beserta aturan pelaksanannya. Sehingga perlu segera ditetapkan sebuah
ketetapan hukum dalam sebuah peraturan daerah.


C. Landasan Yuridis
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan
hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang
telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian
hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan
hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga
perlu dibentuk Peraturan Perundang-undangan yang baru. Beberapa persoalan
hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang
tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari
Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi
tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada.
Dalam Peraturan Daerah ini yang menjadi landasan yuridis adalah ketentuan
Pasal 31 ayat (2) dan Pasal 33 huruf m Undang – Undang Nomor 6 tahun 2014
serta Pasal 49 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014
tentang Pemilihan Kepala Desa yang memerintahkan untuk mengatur Pelaksanaan
Pemilihan Kepala dalam sebuah Peraturan Daerah Kabupaten.




BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN
DAERAH KABUPATEN


A. Jangkauan Materi Muatan Peraturan Daerah Kabupaten
Peraturan daerah tentang Pemilihan Kepala Desa di Kabupaten Pacitan
menjangkau pengaturan mengenai pelaksanaan pemilihan kepala desa di
Kabupaten Pacitan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat dan Pemerintan
Kabupaten Pacitan antara lain :
1. Untuk menjamin kualitas hasil pemilihan kepala desa, perlu ditetapkan
tambahan syarat-syarat kepala desa;
2. Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan pemilihan kepala desa, perlu
ditetapkan pentahapan tahun pelaksanaan pemilihan kepala desa sesuai
dengan pertimbangan anggaran, masa jabatan kepala desa, serta
ketersediaan penjabat kepala desa;
3. Untuk menjamin partisipasi masyarakat menjadi calon kepala desa, perlu
dipertimbangkan pembatasan pembiayaan dari masyarakat/calon;
4. Untuk menjamin tersedianya pembiayaan dari APBD kabupaten, perlu
diperhitungkan penjadwalan pemilihan kepala desa secara matang;
5. Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan pemilihan kepala desa, perlu
ditetapkan skema penanganan gugatan dan sengketa pemilihan kepala desa;
6. Untuk menjamin bahwa penjabat kepala desa yang dipilih oleh bupati dapat
menjalankan tugas dan fungsi dengan baik, perlu adanya pengaturan
mengenai syarat serta tata/cara pengangkatan penjabat kepala desa.


B. Arah Pengaturan Materi Muatan Peraturan Daerah Kabupaten
Peraturan Daerah tentang Pemilihan Kepala Desa di Kabupaten Pacitan
memiliki arah pengaturan materi berupa tujuan yang akan dicapai adalah
terpilihnya kepala desa yang memiliki kualifikasi pemimpin yang profesional
yang mampu menjalankan fungsi sebagai pimipinan dan manajer melalui
tata/cara demokrasi yang langsung umum bebas rahasia, jujur dan adil dengan
mempertimbangkan efisiensi anggaran.

C. Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan Daerah Kabupaten
Dalam peraturan daerah ini, ruang lingkup materi pengaturan antara
lain mencakup :
1. Ketentuan umum
Ketentuan-ketentuan umum yang akan dimuat antara lain mencakup
pengertian/definisi dari desa, pemerintah desa, Badan Permusyawaratan
Desa, Musyawarah Desa, Pemilihan kepala desa, kepala desa, Panitia
pemilihan kepala desa tingkat desa, panitia pemilihan kepala desa
tingkat kabupaten, calon kepala desa, calon kepala desa terpilih,
penjabat kepala desa, pemilih, daftar pemilih sementara, daftar pemilih
tambahan, daftar pemilih tetap, kampanye, hari, dan tempat pemungutan
suara.
2. Materi yang akan diatur
Dalam Peraturan Daerah ini, materi yang akan diatur adalah mengenai:
a. Kebijakan Pemilihan Kepala Desa Serentak Satu Kali atau Bergelombang
Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa disebutkan bahwa
Pemilihan Kepala Desa dilakukan secara serentak satu kali atau dapat
bergelombang. Dengan adanya ketentuan tersebut, berarti pemilihan
kepala desa tidak harus dilaksanakan satu kali untuk seluruh desa
(166 desa) tetapi dapat dilakukan secara bertahap/bergelombang dengan
berbagai pertimbangan dan alasan.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut adalah sebagaimana ketentuan pasal
4 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014
tentang Pemilihan Kepala Desa adalah sebagai berikut :
1. Pengelompokan waktu berakhirnya masa jabatan kepala desa di
wilayah Kabupaten
2. Kemampuan Keuangan daerah;dan/atau
3. Ketersediaan PNS di lingkungan Kabupaten yang memenuhi persyaratan
sebagai Penjabat Kepala Desa
Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut dapat kita peroleh gambaran
keuntungan dan kerugian apabila pelaksanaan pemilihan kepala desa
dilakukan secara serentak satu kali atau bergelombang, sebagai
berikut :

"Perbandingan Pemilihan Serentak Satu Kali dengan Serentak"
"Bergelombang "
" "Skema pemilihan"Kelebihan "Kekurangan "
"1. "Serentak satu "Hanya perlu satu "Memerlukan "
" "kali "kali pelaksanaan "persiapan "
" " "selama kurun aktu "penganggaran dalam "
" " "enam tahun "APBD yang besar "
" " "Adanya kesamaan "pada tahun "
" " "masa jabatan "tertentu. "
" " "kepala desa "Berakhirnya masa "
" " " "jabatan kepala desa"
" " " "berbeda-beda "
" " " "sehingga memerlukan"
" " " "persiapan personil "
" " " "PNS untuk menjadi "
" " " "penjabat "
" " " "Penjabat bisa "
" " " "melaksanakan tugas "
" " " "dalam waktu yang "
" " " "relatife lama "
" " " "karena menyesuaikan"
" " " "dengan jadwal "
" " " "penyerentakan "
" " " "pilkades "
" " " "Pengawasan relatif "
" " " "lebih sulit "
" " " "Tidak berkorelasi "
" " " "dengan adanya "
" " " "efisiensi anggaran "
" " " "Pelaksanaan menjadi"
" " " "lebih berat "
"2. "Serentak "Penganggaran yang "Waktu mulai "
" "bergelombang "menjadi beban APBD"menjabat bagi "
" " "tidak terfokus "kepala desa dapat "
" " "pada tahun "berbeda-beda. "
" " "tertentu "Pelaksanaan "
" " "Kebutuhan penjabat"pemilihan kepala "
" " "kepala desa dapat "desa dapa "
" " "diatur sesuai "dilaksanakan sampai"
" " "dengan tahun "dengan tiga kali "
" " "pelaksanaan "dalam kurun waktu "
" " "pelaksanaan dan "enam tahun "
" " "pengawasan dapat " "
" " "lebih fokus dengan" "
" " "jumlah peserta " "
" " "yang relatif lebih" "
" " "sedikit " "



Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka akan lebih baik
seandainya pelaksanaan pemilihan kepala desa dilaksanakan secara
serentak bergelombang.
b. Pentahapan Tahun Pemilihan Kepala Desa;
Pada peraturan daerah ini perlu ditentukan mengenai kapan dimulainya
pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak. Hal-hal yang dapat
dipertimbangkan adalah sebagaimana ketentuan pasal 4 Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala
Desa yaitu :
1) Pemilihan Kepala Desa secara bergelombang dapat dilaksanakan
dengan mempertimbangkan:
a. Pengelompokan waktu berakhirnya masa jabatan kepala desa di
wilayah Kabupaten
b. Kemampuan keuangan daerah;dan/atau
c. Ketersediaan PNS di lingkungan Kabupaten yang memenuhi
persyaratan sebagai Penjabat Kepala Desa
2) Pemilihan Kepala Desa secara bergelombang sebagai mana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) kali dalam
jangka waktu 6 (enam) tahun
3) Pemilihan Kepala Desa bergelombang sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan dengan interval waktu paling lama 2 (dua) tahun
Dengan mempertimbangkan bahwa ketersediaan anggaran ( dan distribusi
anggaran tiap tahun), PNS yang memenuhi syarat sebagai Penjabat
Kepala Desa, dan berakhirnya masa jabatan kepala desa yang ada saat
ini maka akan lebih mudah/baik perencanaannya apabila jumlah desa
peserta pemilihan kepala desa dapat terdistribusi secara merata tiap
tahun pelaksanaan pemilihan kepala desa.

Berikut kami sampaikan data jumlah kepala desa yang akan habis masa
jabatannya berdasarkan waktu pengangkatan.


"No "Selesai "Jumlah "
" "Tahun "Tanggal " "
" "2016 "22-07-2016 "14 "15 "
" " "21-10-2016 "1 " "
" "2017 "11-07-2017 "1 "1 "
" "2018 "23-05-2018 "14 "31 "
" " "18-06-2018 "3 " "
" " "19-06-2018 "6 " "
" " "25-06-2018 "1 " "
" " "28-09-2018 "2 " "
" " "10-12-2018 "5 " "
" "2019 "13-05-2019 "3 "115 "
" " "01-06-2019 "1 " "
" " "18-06-2019 "1 " "
" " "25-06-2019 "88 " "
" " "26-06-2019 "8 " "
" " "25-07-2019 "2 " "
" " "31-07-2019 "4 " "
" " "14-08-2019 "3 " "
" " "07-11-2019 "1 " "
" " "30-12-2019 "3 " "
" " "31-12-2019 "1 " "
" "2020 "30-01-2020 "1 "2 "
" " "24-11-2020 "1 " "
" "2021 "16-02-2021 "2 "2 "



Sesuai dengan data tersebut, dapat diketahui bahwa kepala desa yang
akan habis masa jabatannya paling banyak pada tahun 2018 sebanyak 31
desa dan pada tahun 2019 sebanyak 115 desa, sehingga sedapat mungkin
pemilihan kepala desa dilaksanakan pada tahun tersebut atau
setidaknya tahun tersebut dipertimbangkan dalam penetapan tahun
pelaksanaan pemilihan kepala desa.

Berikut beberapa pilihan tahun pelaksanaan pemilihan kepala desa
serentak bergelombang.

Pilihan tahun pelaksanaan adalah sebagai berikut :

1. Pelaksanan pada tahun 2018, 2019, 2021
Pemilihan kepala desa serentak dapat dilaksanakan pada tahun 2018,
2019, 2021 dengan pertimbangan:
a. Pelaksanaan berada pada tahun terbanyak jumlah kepala desa yang
akan habis masa jabatannya yaitu 2018 dan 2019
b. Penjabat desa yang ada saat ini menjalankan tugas sampai dengan
tahun 2018
c. Kepala desa akan akan habis masa jabatannya pada tahun 2020,
mengikuti pemilihan kepala desa pada tahun 2021
d. Distribusi pada pelaksanaan gelombang tiga (tahun 2021) kurang
merata
e. Tersedia lebih banyak waktu untuk sosialisasi peraturan/norma
baru
" "Jumlah desa peserta "
"Kebutuhan " "- "47 "115 "- "4 "
"PNS " " " " " " "
"sebagai " " " " " " "
"penjabat " " " " " " "
" "16 "2017 " " " " "
" "31 " "2018 " " " "
" "115 " " "2019 " " "
" "2 " " " "2020 " "
" "2 " " " " "2021 "
" " "




























Table pelaksanaan tahun 2018, 2019 dan 2021


2. Pelaksanan pada tahun 2017, 2018, 2019
Pemilihan kepala desa serentak dapat dilaksanakan pada tahun 2018,
2019, 2021 dengan pertimbangan :
a.
Jeda 1 tahunan ini mengakomodir agar penjabat kepala desa yanga
ada sekarang tidak terlalu lama menjabat serta pelaksanaan pada
tahun 2018 dan 2019 bisa dilaksanakan, distribusi peserta paling
merata.
Dengan beberapa pertimbangan tersebut maka pemerintah daerah
mengusulkan dalam draft raperda pemilihan kepala desa akan
dilaksanakan secara bergelombang dilaksanakan pada tahun 2017,
2018, dan 2019.
c. Syarat – syarat Tambahan calon Kepala Desa;
Syarat tambahan dalam peraturan daerah ini adalah sebagai berikut:
1. Kepala Desa harus memiliki kemampuan sumberdaya manusia untuk
mengatur pemerintahan yang baik, sementara untuk syarat tingkat
pendidikan sudah ditetapkan minimal SLTP atau sederajat, faktor
lain yang mempengaruh salah satunya adalah usia
2. Kepala Desa harus memiliki track record dalam kepemimpinan
pemerintahan yang baik
3. Syarat syarat calon kepala desa dalam undang – undang berlaku
secara nasional, sehingga nilai – nilai lokal sebisa mungkin
dipertimbangkan
sehingga syarat yang diusulkan dalam peraturan daerah adalah sebagai
berikut:
1. Batasan yang mungkin untuk mengukur tingkat kemampuan sumber daya
manusia ketika batasan syarat ijazah minimal sudah dikunci adalah
batas usia maksimal calon kepala desa, yaitu :
a. 64 tahun adalah sesuai dengan usia produktif manusia
b. 65 tahun adalah penyesuaian dengan rata – rata angka harapan
hidup masyarakat kabupaten pacitan (sekitar 71 Tahun)
c. 54 tahun adalah melihat usia pensiun perangkat desa atau ASN
60 tahun
d. Tidak dibatasi
2. Kepala Desa harus memiliki track record dalam kepemimpinan
pemerintahan yang baik
3. Tidak pernah diberhentikan dengan tidak hormat sebagai
kepala desa
4. Syarat yang dicabut pada pasal 33 huruf g Undang - undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh Mahkamah Konstitusi,
bahwa calon kepala desa harus terdaftar sebagai penduduk
dan bertempat tinggal di desa setempat paling 1 (satu)
tahun sebelum pendaftran maka syarat tambahan yang
diusulkan adalah : bersedia berdomisili atau bertempat
tinggal didesa setempat setelah terpilih dan dilantik
menjadi kepala desa
d. Pengaturan Ketentuan Teknis Pelaksanaan
Karena beberapa hal teknis sudah diatur dalam Undang – Undang
Nomor 6 Tahun 2014, Peraturan Pelaksanaan Undang – Undang Desa,
serta dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014,
hal – hal yang lebih teknis didelegasikan untuk diatur dalam
Peraturan Bupati.
Hal –hal teknis yang akan diatur dalam Peraturan Bupati :
1. Kepanitiaan Pemilihan Kepala Desa;
2. Tahapan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa;
3. Penetapan Pemilih;
4. Kepala Desa, Perangkat Desa, PNS sebagai Calon Kepala Desa;
5. Masa Jabatan Kepala Desa;
6. Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa;
7. Pemilihan Kepala Desa Antar Waktu melalui Musyawarah Desa;
8. Sengketa Pemilihan Kepala Desa;
9. Penjabat Kepala Desa; dan
10. Pembiayaan Pemilihan Kepala Desa.
3. Ketentuan sanksi
Pada Peraturan Daerah ini dapat diatur mengenai sanksi mengenai
pelanggaran pelaksanaan kampanye Pemilihan Kepala Desa.




4. Ketentuan peralihan
Pada Peraturan Daerah ini ketentuan peralihan mengatur bahwa pelaksanaan
pemilihan kepala desa sebelum diberlakukannya peraturan daerah ini tetap
sah sepanjang sesuai dengan peraturan yang mengatur sebelumnya.
BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan
Dari pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengaturan mengenai Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Serentak dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Pacitan adalah dalam rangka memberikan ruang
bagi Pemerintahan Kabupaten Pacitan untuk mengatur Pelaksanaan
Pemilihan Kepala Desa dengan mempertimbangkan karakteristik lokal,
kondisi sosial budaya masyarakat, serta aspek spesifik lokal yang lain.
2. Dalam rangka kelancaran pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Serentak,
perlu diatur penjadwalan pelaksanaan pemilihan kepala desa.
3. Dalam rangka meningkatkan kualitas hasil pemilihan, perlu diatur
mengenai syarat tambahan bagi calon kepala desa.
4. Dalam rangka meningkatkan kualitas hasil pemilihan, perlu diatur
mengenai penegasan pembiayaan pelaksanaan pemilihan kepala desa oleh
APBD Kabupaten dan APBdesa.


B. Saran
Dari pembahasan pada bab sebelumnya, agar Peraturan Daerah dapat
memberikan pengaturan sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan
hukum masyarakat, serta mampu melahirkan suatu proses dan hasil yang
optimal, perlu dipertimbangkan hal-hal sebagia berikut :
1. Pengaturan dalam Peraturan Daerah agar mempertimbangkan karakteristik
lokal, kondisi sosial budaya masyarakat, serta aspek spesifik lokal
yang lain.
2. Untuk meningkatkan hasil pemilihan, perlu dipertimbangkan pengaturan
pembiayaan pemilihan kepala desa yang tidak membebani masyarakat desa
atau calon kepala desa.
3. Untuk meningkatkan kualitas hasil pemilihan, perlu ditambahkan syarat-
syarat calon kepala desa.
DAFTAR PUSTAKA


Abdullah, Piter, dkk, 2002, Daya Saing Daerah, Konsep dan Pengukurannya Di
Indonesia, Yogyakarta: BPFE.
Bennis, Warren. 1989. On Becaming A Leader: The Leadership Classic. New
York : Bassic Book.
Budhiardjo, Miriam. 1982. Partisipasi dan Partai Politik. Jakarta:
PT.Gramedia.
Damsar. 2010. Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Ismail, Noor.1999. Manajemen Kepemimpinan Muhammad. Bandung: Mizan.
Nadjib, E.A. 2009. Demokrasi La Raiba Fih. Jakarta: Kompas.
Robbins, S., 2003, Perilaku Organisasi, Jakarta: PT. Indeks.
Satria, Arif. 2011. Menuju Desa 2030. Bogor: Crestpent Press.

Web:
sirusa.bps.go.id/index.php?r=indikator/view&id=48
http://jatim.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/150
Lihat lebih banyak...

Comentários

Copyright © 2017 DADOSPDF Inc.