Prespektif Islam Tentang Korupsi

July 10, 2017 | Autor: Kamal Sudrajat | Categoria: Papers
Share Embed


Descrição do Produto

Pandangan Islam tentang korupsi “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, Kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” (Q.S. Al Imran [3] : 161) “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.” (Q.S. Al Baqarah [2] : 188)

Dua ayat di atas memang tidak secara langsung berbicara tentang tindak pidana korupsi, tetapi menjelaskan tentang mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan, seperti yang terjadi pada tindak pidana korupsi. Korupsi pada hakikatnya juga mengambil harta orang lain dengan berbagai cara yang tidak dibenarkan. Ayat pertama menjelaskan salah satu contoh mengambil harta orang lain tanpa hak, yaitu penggelapan harta rampasan perang. Kalau diamati kasus-kasus korupsi yang diberitakan oleh berbagai media, maka penggelapan adalah sebagai salah satu dari bentuk korupsi. Ayat ini menjelaskan betapa buruknya perbuatan ini, dengan menyatakan bahwa perbuatan itu tidak mungkin dilakukan oleh seorang nabi yang mempunyai kepribadian yang mulia, bersifat amanah dan terpelihara dari berbuat yang buruk. Kemudian buruknya perbuatan ini dipertegas dengan hukuman yang ditetapkan Allah bagi pelaku penggelapan nanti di hari kiamat. Mereka akan dipermalukan dengan memanggul barang yang mereka gelapkan itu, agar perbuatan yang dahulu mereka lakukan secara sembunyi-sembunyi itu diketahui oleh orang banyak , sehingga aibnya terbuka, yang membuat semakin pedihnya azab. Kemudian Allah menegaskan bahwa tidak ada satu perbuatanpun yang akan luput dari pembalasan. Selanjutnya, pada ayat yang kedua dijelaskan larangan memakan harta orang lain secara batil. Larangan ini menunjukkan pada hukum haram. Artinya, haram memakan/mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak sesuai

dengan aturan syari’at, seperti riba, risywah/suap/gratifikasi, penggelapan, korupsi, pencurian, perampokan, penipuan dan lain sebagainya. Di awal surat Al Imran [3] : 161 Allah menegaskan bahwa tidaklah mungkin seorang Nabi, yang Allah telah memelihara mereka dari segala perilaku tidak terpuji (ma’shuum), berkhianat dalam urusan harta rampasan perang, seperti yang dikhawatirkan oleh segolongan pasukan pemanah pada perang Uhud yang melanggar perintah Nabi Saw, dengan meninggalkan posisi mereka, ketika melihat tanda-tanda kekalahan pasukan musuh di awal-awal peperangan, karena khawatir tidak akan mendapatkan harta rampasan perang, karena akan dimonopoli oleh pasukan lain yang ada di depan kalau mereka tidak mengambilnya sendiri. Dengan demikian, awal ayat ini menjawab keragu-raguan segolongan sahabat Nabi dan sekaligus memberi penegasan bahwa: Dalam keadaan bagaimanapun tidak mungkin seorang Nabi manapun berkhianat, termasuk dalam pembagian harta rampasan perang, karena salah satu sifat mutlak nabi itu adalah amanah. Karena Nabi adalah contoh teladan utama bagi umatnya, maka umatnya pun semestinya tidak wajar melakukan pengkhianatan, berupa penggelapan, korupsi, risywah dan lain sebagainya. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa seseorang dilarang mencari kekayaan dan penghidupan dengan cara-cara yang dilarang oleh syari’at, karena hal itu akan merugikan orang lain. Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan beberapa perawi lain dari Ummu Salamah, disebutkan bahwa ketika dua orang yang bersengketa tentang satu objek harta datang kepada Nabi, Beliau bersabda: “Sesungguhnya aku adalah manusia seperti kalian; dan kalian mengadukan sesuatu kepada saya. Boleh jadi salah seorang di antara kalian lebih pintar dalam memberikan argumentasi dari yang lain, lalu aku memutus sesuai dengan keterangan yang aku dengar. Siapa yang aku putuskan baginya sesuatu dari hak saudaranya, lalu ia mengambilnya, berarti aku telah memberikan kepadanya sepotong api neraka.” Mendengarkan penjelasan Nabi ini, maka kedua orang itu menangis, lalu yang satu berkata kepada saudaranya: “Kepunyaanku terserah kepada temanku ini.” Kemudian Rasul berkata kepada keduanya: “Pergilah kalian, capailah tujuan dengan cara yang benar. Lakukanlah undian, dan sesudah itu hendaklah kalian saling memaafkan.”

Ayat dan hadits ini, menjadi panduan yang berharga bagi orang yang beriman dalam masalah hukum yang menyangkut hak/harta, menjadi siapapun dia, apakah hakim, pembela, penggugat, ataupun tergugat. Para hakim dituntut memutus secara benar, jangan pernah mau disogok dan ditekan, para pembela jangan hanya berfikir yang penting kliennya menang, para penggugat dan tergugat, jangan pernah mau menggugat dan mengambil yang bukan haknya. Sumber : http://tabligh.or.id/2013/korupsi-dalam-pandangan-islam/

Lihat lebih banyak...

Comentários

Copyright © 2017 DADOSPDF Inc.