Resensi Buku Bela Negara

June 29, 2017 | Autor: Nur Annisaa Pratiwi | Categoria: International Relations
Share Embed


Descrição do Produto

IDENTITAS BUKU

Judul Buku : Bela Negara: Peluang dan Tantanan di Era Globalisasi

Penulis : Dr. Agus Subagyo, S.I.P., M.Si.

Tebal Buku : 117 halaman

Penerbit : Graha Ilmu

Terbit : Januari 2015

Ukuran buku : 16 x 23

Cetakan : Cetakan I, tahun 2015

ISBN : 978-602-262-400-4

Jumlah Halaman : xii + 105 halaman

Jumlah Bab : 6 Bab

Harga Buku : Rp 54.800,00

Text Bahasa : Bahasa Indonesia



















PENDAHULUAN

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, resensi itu sendiri diartikan sebagai
pertimbangan atau pembicaraan tentang buku dan sebagainya. Secara garis
besar resensi diartikan sebagai kegiatan untuk mengulas atau menilai sebuah
hasil karya baik itu berupa buku, novel, maupun film dengan cara memaparkan
data-data, sinopsis, dan kritikan terhadap karya tersebut. Resensi
bermanfaat agar kita mengetahui tentang banyak hal, selain itu juga
bermanfaat agar dapat melatih kita untuk membaca dan menilai suatu karya
dari orang lain. Selain manfaat membaca yang menambah wawasan, membaca juga
dapat membuka pemikiran kita terhadap permasalahan agar permasalahan yang
kita hadapi dapat dipecahkan dengan pemikiran yang luas dan tidak terbatas.

Manfaat merensensi buku Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era
Globaliasi ini selain kita dapat mengerti apa arti bela negara yang
sesungguhnya, kita juga dapat mengerti bahwa semakin canggih dan majunya
suatu negara terlebih dalam menghadapi arus globalisasi maka akan semakin
banyak juga tantangan yang dihadapinya karena biasanya nilai-nilai luhur
bela negara akan mudah tergerus zaman terlebih jika kita tidak bisa memilih
yang mana yang baik dan yang mana yang kurang baik untuk kemajuan kita ke
depannya.

Jika dilihat sekarangpun khusunya bagi generasi muda, melakukan bela
negara adalah hal yang sangat sulit karena banyak masuknya trend barat.
Jika dilihat di negara kita sendiri, yaitu Indonesia hal serupa banyak
terjadi. Minimnya pengetahuan tentang bela negara dan kurangnya kesadaran
membuat ini terjadi. Tinggal bagaimana kita sebagai generasi muda bisa
mempertahankan nilai luhur peninggalan nenek moyang untuk mempertahankan
nilai-nilai luhur yang mereka tinggalkan demi generasi yang akan datang.










ISI / SUBSTANSI BUKU

1. BAB I (Pendahuluan)
Filosofi Bela Negara
Setiap warga negara diminta untuk selalu berpikir, bertindak, berjuang
dan berupaya membela negara. Negara perlu dibela suaya tidak terancam
oleh berbagai ancaman dan serangan musuh di era kapitalisme global saat
ini. Setiap warga negara harus setiap saat wajib membela negara dan
setiap warga negara tanpa memandang jabatan apapun wajib membela negara.
Ada hubungan timbal balik antara negara dan warga negara. Negara
memberikan keamanan (security) dan kesejahteraan (prosperity) kepada
warga negara dan warga negara harus memberikan pembelaan kepada negara
ketika negara dalam kondisi terancam oleh ancaman musuh baik langsung
maupun tidak langsung.
Secara filosofis, bela negara merupakan sebuah implementasi dari teori
kontrak sosial atau teori perjanjian sosial tentang terbentuknya negara.
Teori kontrak sosial dinyatakan bahwa negara terbentuk karena keinginan
warga negara atau masyarakat untuk melindungi hak dan kewajibannya dalam
kehidupan bermasyarakat agar supaya terjalin hubungan yang harmonis,
damai dan tentram.
Negara memiliki tujuan untuk meselaraskan kepentingan antar warga
negara di tengan interaksi masyarakat. Negara pun lahir kareana adanya
kesepakatan antar warga negara. Hubungan antar negara dan warga negara
bersifat komplomenter.
Bela negara harus dipahami dalam konteks yang luas dimana setiap warga
negara merupakan entitas yang hidup didalam sebuah bangunan negara
sehingga secara hakiki warga negara wajib untuk menjaga, memelihara, dan
mengayomi setiap pranata, institusi, dan perangkat kelengkapan negara.
Berbeda dengan negara yang otoriter atau negara yang tidak amanah
terhadap kepentingan rakyat.
Regulasi Bela Negara
Dasar bela negara di Indonesia sudah temaktub dalam berbagai perundang-
undangan, khususnya di dalam UUD NRI 1945.
a) Pasal 30 ayat 1: "Setiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pertahanan dan keamanan negara".
b) Pasal 30 ayat 2: "Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan
melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan
Polri sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung".
UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara dalam pasal 9 diamanahkan
secara jelas tentang aturan bela negara bagi masyarakat Indonesia.
a) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela
negara yang diwujudkan dalam peyelenggaraan pertahanan negara.
b) Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui:
- Pendidikan kewarganegaraan;
- Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib;
- Pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara
sukarela atau secara wajib; dan
- Pengabdian sesuai dengan profesi.
c) Ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar
kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi
diatur dengan undang-undang.
Dalam regulasi hukum tentang dasar hukum pelaksanaan bela negara yang
ada di Indonesia adalah:
a) Tap MPR No. VI Tahun 1973 tentang Konsep Wawasan Nusantara dan
Keamanan Nasional.
b) Undang-Undang No. 29 Tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan
Rakyat.
c) Undang-Undang No. 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam
Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
d) Tap MPR No. VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
e) Tap MPR No. VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
f) Amandemen UUD '45 Pasal 30 dan Pasal 27 ayat 3.
g) Undang-Undang No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Unsur-unsur bela negara adalah: Cinta Tanah Air, Kesadaran Berbangsa &
Bernegara, Yakin akan Pancasila sebagai Ideologi Negara, Rela Berkorban
untuk Bangsa dan Negara, dan Memiliki Kemampuan Awal Bela Negara.

Wacana "Wajib Militer"
Sejak tahun 2002 indonesia sudah menyiapkan RUU tentang wajib militer
yang disebut dengan RUU Komcad (Komponen Cadangan). RUU Komcad ini yang
wajib mengikuti wajib militer/kompoen cadangan ini adalah warga negara
Indonesia yaitu: Pasal 8 ayat (1) Pegawai Negeri Sipil, pekerja dan/atau
buruh yang telah memenuhi persyaratan wajib menjadi anggota Komponen
Cadangan. Ayat (2) mantan prajurit TNI yang telah memenuhi persyaratan
dan dipanggil, wajib menjadi anggota Komponen Cadangan. Ayat (3) warga
negara selain Pegawai Negeri Sipil, pekerja dan/atau buruh dan mantan
prajurit TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dapat
secara sukarela mendaftarkan diri menjadi Anggota Komponen Cadangan
sesuai dengan persyaratan dan kebutuhan.
Wajib militer ini berlangsung selama 5 tahun sesuai pasal 17 ayat (1)
dalam RUU Komponen Cadangan (1) Anggota Komponen Cadangan wajib
menjalani masa bakti Komponen Cadangan selama 5 (lima) tahun dan setelah
masa bakti berakhir secara sukarela dapat diperpanjang paling lama 5
(lima) tahun.

Wajib Militer di Negara Lain
Wajib militer atau seringkali disingkat sebagai wamil adalah kewajiban
bagi seorang warga negara berusia muda, biasanya antara 18-27 tahun
untuk menyandang senjata dan menjadi anggota tentara dan mengikuti
pendidikan militer guna meningkatkan ketangguhan dan kedisiplinan
seorang itu sendiri.
Negara-negara yang melaksanakan Wajib Militer di dunia dapat disebutkan
sebagai berikut:
Mesir, Republik Cina (Taiwan), Korea Selatan, Malaysia, Singapura,
Rusia, Swiss, Brasil, Israel, Turki, Aljazair, dsb.


Selain negara-negara diatas, adapun negara-negara lain yang
melaksanakan wamil yaitu :

"No "Negara "No "Negara "
"1 "Angola "17 "Norwegia "
"2 "Austria "18 "Beralus "
"3 "Bolivia "19 "Kazakhstan "
"4 "Chili "20 "Armenia "
"5 "Eritrea "21 "Moldova "
"6 "Estonia "22 "Uzbekistan "
"7 "Finlandia "23 "Paraguay "
"8 "Georgia "24 "Polandia "
"9 "Iran "25 "Romania "
"10 "Korea Utara "26 "Seychelles "
"11 "Kroasia "27 "Siprus "
"12 "Kuba "28 "Suriname "
"13 "Kuwait "29 "Suriah "
"14 "Myanmar "30 "Swedia "
"15 "Thailand "31 "Ukraina "
"16 "Venezuela "32 "Yunani "

2. BAB II (Globalisasi, Modernitas dan Nasionalisme)
Modernitas, Humanisme, dan Krisis Kemanusiaan
Proyek modernitas peradaban Barat yang dibalut oleh temali kapitalisme
global dan mengangkut nilai-nilai individual-liberal serta dikemas dalam
tema globalisasi sangat terasa dan kentara dalam kehidupan sosial
masyarakat ketimuran.
Kisah-kisah agung modernitas yang dirajut oleh para ilmuwan barat
tentang kemajuan zaman modern telah melahirkan faham humanisme, ditandai
dengan pergeseran perkembangan manusia dari makhluk spiritual menjadi
makhluk materiallis.
Dalam perkembangannya humanisme modern terbelah ke dalam dua sempalan.
Pertama, humanisme seimbang atau moderat yang menjunjung tinggi
keluhuran manusia, keterbukaan nilai, toleransi, universalisme dan
religionalitas yang dekat dengan alam. Kedua, humanisme sekular atau
anti agama. Artinya agama difahami sebagai takhayul, ilusi, candu,
bentuk keterasingan manusia, dan keterikatan manusia pada irasionalitas.
Ciri dan karakteristik modernitas memiliki tiga dimensji kecendrungan
yaitu: Dimensi kemanusiaan yang tidak bertuhan (humanisme), Dimensi
materi yang tidak bertuhan (materialisme), dan Dimensi perilaku yang
tidak bertuhan (atheisme).

Multikulturalisme di Tengah Kultur Monolitik dan Uniformitas Global
Masyarakat multikultural tidak bersifat homogen, namun memiliki
karakteristik heterogen, dimana pola-pola hubungan sosial antar individu
dalam masyarakat bersifat toleran dan harus menerima kenyataan untuk
hidup berdampingan secara damai (peace co-existence).
Jadi multikulturalisme merupakan suatu konsep yang ingin membawa
masyarakat dalam kerukunan dan perdamaian, tanpa ada konflik dan
kekerasan, meskipun didalamnya terdapat kompleksitas perbedaan.
Penetrasi globalisasi membawa tiga dampak signifikan yaitu: Pola
tekanan ke atas, Pola tekanan ke bawah, dan Pola desakan ke samping.


Radikalisme Etnis Merembet ke Radikalisme Teroris
Konsepsi multikulturalisme yang intinya menekankan pada pengakuan dan
penghormatan terhadap kebhinekaan dan perbedaan sedang berhadapan secara
tajam dengan isu-isu terorisme, dimana mereka tidak mengedepankan pada
kebersamaan dan pluralisme, melainkan hanya menekankan pada uniformitas
yang monolitik.
Melihat betapa bahayanya permasalahan terorisme di Indonesia, salah
satu cara yang efektif untuk itu adalah langkah penguatan masyarakat
sipil (civil society). Tujuan utama dibentuknya negara adalah kontrak
sosial dengan seluruh elemen masyarakat untuk secara bersama
mendelegasikan kekuasaan kepada negara untuk menciptakan kondisi yang
kondusif bagi interaksi hak dan kewajiban antar individu dalam
masyarakat.

Sumpah Pemuda atau Pemuda di Sumpah?
Makna yang dapat kita ambil dari peringatan sumpah pemuda kali ini
adalah semangat dari para pemuda Indonesia diseluruh tanah air ketika
itu yang menyatakan diri untuk bersatu dalam tumpah darah bangsa
Indonesia.
Namun, berbagai gejala disintegrasi bangsa harus dipahami sebagai
sebuah gejala arus balik. Terdapat dua faktor yang menyebabkan gejala
terjadinya arus balik yaitu: Pertama adalah semakin menguatnya fenomena
etnisitas dan etnonasionalisme sempit berbasis pada primordialisme.
Kedua adalah kuatnya penetrasi global yang senantiasa masuk melalui
media-media tertentu diseluruh dimensi kehidupan. Momentum hari sumpah
pemuda sudah seharusnya dijadikan sebagai sarana untuk refleksi
sekaligus ajang untuk menjadikan pemuda disumpah; Sumpah nasionalisme
atau Sumpah kebangsaan.

3. BAB III (Krisis Bela Negara)
Pendidikan Bela Negara
Pendidikan bela negara sangat penting bagi masyarakat agar supaya semua
komponen masyarakat memahami, menyadari, dan menjiwai tentang
nasionalisme, patriotisme, dan wawasan kebangsaan.
Pada pendidikan tinggi di berbagai perguruan tinggi, para mahasiswa
harus dibekali dan ditanamkan pendidikan bela negara. Banyak mata kuliah
yang dapat menyisipikan materi bela negara kepada para mahasiswa dan
tercantum dalam UU No. 11 Tahun 2012
Materi yang diajarkan dalam pendidikan bela negara harus disampaikan
secara komunikatif, dialogis, dan interaktif. Bela negara adalah
komponen penting dalam sebuah tegaknya negara menjadi berdaulat, adil,
dan makmur. Tanpa bela negara, negara tidak akan mampu menjadin super
power.

Bela Negara di Kalangan Generasi Muda
Kunci sukses dalam bersaing di tengah arus globalisasi dan membawa nama
Indonesia di tengah percaturan global adalah landasan semangat bela
negara yang tinggi bagi generasi muda penerus bangsa.
Peran pemuda sangat besar dalam upaya pembelaan negara. Pentingnya
pemuda ini dalam konteks negara sampai ada dagium terkenal, yakni:
"siapa yang menguasai pemuda, maka ia akan menguasai masa depan suatu
bangsa".
Para muda saat ini lebih banyak terjebak pada kegiatan pragmatis jangka
pendek dan terkooptasi oleh kepentingan politik elit yang menawarkan
berbagai limpahan materi yang menggiurkan dan melupakan semangat bela
negara.
Namun, saat ini para pemuda generasi bangsa tidak memiliki wawasan
kebangsaan dan jiwa nasionalisme. Hal ini terjadi karena kurangnya
perhatian pemerintah terhadap para pemuda untuk dididik dan dilatih bela
negara yang benar.
Kalangan pemuda sekarang ini telah tergelincir pada sikap pragmatis,
hedonis, materialistis, dan apatis, sehingga jauh dari karakter pemuda
yang seharusnya berkarakter, progresif, idealis, revolusioner, radikal,
dan inovatif.

Elit Politik dan Bela Negara
Ditangan para elit politik kemajuan bangsa Indonesia dipertaruhkan.
Elit politik merupakan supra struktur politik yang memproduksi kebijakan
dan aturan perundang-undangan sehingga merahbirunya negerti saat ini
sangat ditentukan oleh elit politik.
Posisi elit politik sebenarnya sangat berpengaruh dalam menumbuhkan
semangat kebangsaan, rasa nasionalisme, dan cinta tanah air. Dalam
budaya masyarakat Indonesia yang ketimuran dan memegang teguh etika
moral, para elit politik tidak mampu mengembangkan budaya malu (quilt
culture) dan budaya salah (shame culture).

Empat Pilar Kebangsaan dan Bela Negara
Empat pilar kebangsaan adalah: Pancasila, UUD RI 1945, Bhinneka Tunggal
Ika, dan NKRI. Ini merupakan consensus nasional yang telah dibuat,
diperjuangkan dan dipatrikan oleh para founding fathers.
Empat pilar kebangsaan merupakan jati diri bangsa Indonesia di tengah
konstelasi global yang tidak dimiliki oleh negara lain selain Indonesia,
dan merupakan salah satu sarana yang dapat menumbuhkembangkan semangat
bela negara. Bela negara membutuhkan empat pilar kebangsaan sebagai
bangunan yang kokoh.

4. BAB IV (Meneropong Bela Negara di Indonesia)
Pendahuluan
Di era reformasi saat ini, kesadaran bela negara masyarakat Indonesia
sedang diuji. Maraknya konflik vertical dan horizontal yang berdimensi
politik, ekonomi, dan sosial budaya menunjukkan bahwa kepentingan
individu, kepentingan kelompok, dan kepentingan partai lebih ditonjolkan
daripada kepentingan bangsa dan negara.
Asumsinya, semakin tinggi bela negara yang ada dalam hati sanubari
masyarakat Indonesia, maka semakin rendah potensi konflik yang terjadi.
Dan demikian pula sebaliknya.

Bela Negara: Pengertian, Nilai dan Dasar Yuridis
Dalam konteks Indonesia, bela negara dipahami sebagai sikap dan
perilaku warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu, dan berlanjut
yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa dan
bernegara serta keyakinan akan Pancasila sebagai ideologi negara guna
menghadapi ancaman baik yang berasal dari luar maupun dari dalam negeri.
Dasar hukum bela negara adalah Pasal 27 Ayat (3) UUD 1945 yang
berbunyi: "Bahwa tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya bela negara" dalam Pasal 30 Ayat (1) dan (2) UUD 1945 berbunyi
"Bahwa tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui Sistem Pertahanan
dan Keamanan Rakyat Semesta oleh TNI dan Kepolisian sebagai Komponen
Utama, Rakyat sebagai Komponen Pendukung" dalam UU No. 39 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 6B dinyatakan "Setiap warga negara wajib
ikut serta dalam upaya pembelaan negara, sesuai dengan ketentuan yang
berlaku" UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara Pasal 9 Ayat (1)
menegaskan bahwa "Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan
negara" Pasal 9 Ayat (2) ditegaskan bahwa "Keikutsertaan warga negara
dalam upaya bela negara dimaksud Ayat (1) diselenggarakan melalui:
Pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran, pengabdian
sebagai prajurit TNI secara sukarela atau wajib dan pengabdian sesuai
dengan profesi.

Indonesia: Karut Marut Bela Negara Kita
Pada aspek ideologi, bukan membela Pancasila sebagai ideologi negara,
melainkan membela ideologi lain, seperti bela kapitalisme, bela
liberalisme, bela komunisme, bela anarkisme, dan bela radikalisme.
Pada aspek politik, semangat membela diri dan kelompoknya tercermin
dalam sikap dan perilaku seperti bela partai, bela korupsionisme, bela
kleptokrasisme, bela ormas, bela LSM, bela diri, dan bela kelompok.
Pada aspek ekonomi, kehidupan ekonomi yang sudah dikooptasi oleh pasar
bebas melahirkan kompetisi yang tidak sehat dan menimbulkan kesenjangan
antar masyarakat. Sehingga terjadi sikap seperti bela usahanya, bela
bisnisnya, bela kongsinya, bela perusahaannya, bela uangnya, bela
investasinya, dan bela hasil korupsinya.
Pada aspek sosial budaya, sikap dan perilaku seperti bela agamanya,
bela konconya, bela keluarganya, bela dinastinya, bela sukunya, bela
etnisnya, dan bela daerahnya.

Menelisik Faktor yang Mempengaruhi Bela Negara
Bela negara merupakan sebuah semangat yang bersifat dinamis, dan
merupakan sebuah kesadaran diri. Ada kalanya bela negara di satu daerah
lebih tinggi dibandingkan dengan bela negara di masyarakat yang lain, da
nada pula bela negara orang yang satu lebih tinggi dibandingkan dengan
orang yang lain. Tingkat kesadaran bela negara dan tingkat kualitas
pemahaman bela negara antar satu pihak dengan pihak lain tentunya
berbeda-beda, tergantung dari berbagai faktor. Faktor penyebab lemahnya
bela negara di Indonesia antara lain:
1) Faktor ideologi, maraknya ideologi liberalisme, kapitalisme,
sosialisme, komunisme dan berbagai ideologi lain yang berbasis pada
agama telah mempengaruhi pola piker dan mindset pada masyarakat
Indonesia.
2) Faktor politik, kegiatan politik praktis yang seringkali dipenuhi
dengan ketegangan, konflik, kekerasan, provokasi dan mobilisasi yang
tidak mengindahkan berbagai nilai dan norma ditengah masyarakat
telah mendorong lemahnya bela negara.
3) Faktor ekonomi, kondisi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan
yang terjadi dimasyarakat mendorong lemahnya bela negara ditengah
masyarakat.
4) Faktor sosial budaya, kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia
yang saat ini terkena virus hedonisme, konsumerisme, individualisme,
dan materialisme, menyebabkan masyarakat Indonesia tidak lagi hirau
dan peduli dengan semangat bela negara.

Alternatif Meningkatkan Bela Negara
Melihat gambaran umum bela negara di Indonesia, maka sangat penting dan
menjadi prioritas untuk melakukan upaya peningkatan bela negara di
tengah masyarakat agar supaya tidak mudah tersulut konflik dan
terprovokasi untuk melakukan aksi separatisme, radikalisme, dan
terorisme.
Bela negara di masyarakat Indonesia harus ditingkatkan dengan cara
membuat kebijakan yang komprehensif, holistik, dan integralistik baik
dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan-
keamanan. Pendekatan keamanan dan kesejahteraan merupakan senyawa yang
harus dipegang teguh bagi para pengambil kebijakan dalam mengelola bela
negara di tengah masyarakat.

5. Bela Negara di Wilayah Perbatasan
Karakteristik Masyarakat Perbatasan
Masyarakat perbatasan sangat rawan dengan berbagai pentrasi dan
infitrasi asing karena secara geografis langsung bersentuhan dengan
negara lain dan secara ekonomi terdapat interaksi atau interaksi ekonomi
serta secara sosial kultural terdapat hubungan kekerabatan yang erat.
Karakteristik masyarakat di wilayah perbatasan di lihat dari aspek
ideologi adalah masih rendahnya pemahaman terhadap ideologi Pancasila,
dan masih kurang memahami empat pilar kebangsaan. Dalam aspek politik
dapat digambarkan bahwa masyarakat di wilayah perbatasan sangat terkesan
apatis dalam kehidupan politik dan dimanfaatkan oleh elit politik lokal.
Dalam aspek ekonomi, masyarakat di wilayah perbatasan sangat
memprihatinkan. Dalam aspek sosial budaya, dapat dilihat dari potret
rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan, masih kuatnya primordialisme,
sentimen etnik, dan rawan konflik sosial. Dalam aspek pertahanan
keamanan, masyarakat perbatasan sangat rawan terhadap aksi kesahatan,
khususnya kejahatan transnasional (illegal fishing, illegal logging,
illegal mining).

Arti Penting Bela Negara di Perbatasan
Perbatasan negara yang merupakan etalase negara, jendela negara dan
pintu gerbang negara harus terus ditanamkan. Pendekatan kesejahteraan
(prosperity approach) dan pendekatan keamanan (security approach) harus
selalu dikedepankan. Masalah pertahanan negara diatur dalam UU No. 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.
Terbentuknya Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) sangat
diharapkan dapat mengelola wilayah perbatasan secara cepat, tepat,
komprehensif dan terinegrasi sehingga mampu menghilangkan saling serang
konflik kewenangan antar instansi dalam membangun wilayah perbatsan.

Kesadaran Bela Negara di Perbatasan
Kesadaran bela negara di wilayah perbatasan sangat penting ditumbuhkan
oleh berbagai pemangku kepentingan mengingat wilayah perbatasan
merupakan wilayah pintu gerbang dan wajah bangsa Indonesia dalam
bertatap mka atau berhadapan langsung dengan negara lain di dunia.
Pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan di tengah masyarakat akan
sangat mempengaruhi tinggi rendahnya bela negara di wilayah perbatasan.
6. Agenda Besar Bela Negara ke Depan
Sinergitas Komponen Bangsa
Bela negara merupakan modal dasar bagi bangsa Indonesia mencapai cita-
cita sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan UUD NRI 1945. Bela negara
dapat pula dijadikan sebagai "filter" bagi ancaman separatisme,
terorisme, dan radikalisme. Meningkatkan bela negara di seluruh lapisan
komponen bangsa, maka diperlukan kerjasama, komunikasi, dan koordinasi
antar stakeholder terkait.
Dalam kaitan ini, sangat penting dilakukan sinergi antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan program bela negara
di berbagai daerah sesuai dengan kondisi wilayah dan karakteristik
masyarakatnya masing-masing.

Membangun Benteng Terakhir Bangsa
Semua lapisan bangsa Indonesia sebenarnya harus menjadi benteng trakhir
bangsa apabila bangsa Indonesia menghadapi peperangan dengan negara
lain. Satu-satunya harapan yang kita harapkan potensial menjadi benteng
terakhir bangsa adalah komponen TNI. TNI adalah komponen utama
pertahanan negara yang dapat diandalkan dalam menghadapi berbagai upaya
dan gerakan yang ingin menghancurkan bangsa Indonesia. TNI merupakan
komponen penting dalam struktur NKRI sebagai garda terdepan menghadapi
berbagai ancaman yang muncul sangat komplek di era globalisasi saat ini.
TNI dan bela negara ibarat dua sisi dari satu keping uang yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lainnya.
Belajar dari Sejarah
Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menghargai sejarah. Para
pemuda sekarang harus ulet, gigih, arief, bijaksana, dan memiliki mental
baja dalam mengisi kemerdekaan sebagaimana halnya para pahlawan nasional
yang gigih dan ulet melawan penjajahan.
Bela negara merupakan salah satu contoh bagaimana aplikasi dari
pentingnya belajar sejarah. Budaya malu (shame culture) dan budaya salah
(quilt culture) selalu dipegang teguh oleh para pemimpin pemerintahan di
negara-negara Asia Timur.









KEKUATAN & KELEMAHAN BUKU

1. Kekuatan Buku
Menurut saya buku ini sangat bagus, karena mudah dipahami dan bahasa
yang digunakan pun komunikatif dan ringan. Dari isi segi materi pun buku
ini bisa menjadi referensi bagaimana seharusnya kita bertindak dalam
menghadapi krisis bela negara, dan bagaimana keadaan bela negara kita saat
ini. Buku ini pun membuka mata saya untuk lebih peka terhadap apa yang
terjadi diluar sana dan lebih membuka saya untuk lebih peka terhadap rasa
nasionalisme dan cinta tanah air. Karena saya yang sebagai generasi muda
pun mengakui bahwa saya belum memiliki rasa bela negara yang seperti
diharapkan oleh para leluhur kita.

2. Kelemahan Buku
Menurut saya buku ini memiliki kekurangan yaitu tidak adanya gambar
satupun yang terdapat dalam buku, sehingga sedikit membosankan dan membuat
saya pun sempat mengantuk ketika membacanya terlalu lama. Dan didalam buku
ini juga ada beberapa kesalahan dalam penulisan kata, identitas dalam buku
ini juga kurang lengkap sehingga saya mengalami sedikit kesulitan ketika
memperoleh data buku untuk di resensi, seperti tidak terteranya design
cover dan perwajahan isi.



















KONTRIBUSI BUKU TERHADAP STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

Menurut saya kontribusi buku ini terhadap studi hubungan internasional
sangat banyak, terlebih untuk mahasiswa Hubugan Internasional karena
diantaranya dapat menambah wawasan tentang bela negara, bagaimana cara
membela negara, karena sebagai mahasiswa Hubungan Internsional yang akan
menjadi perwakilan negara di negara lain, maka sifat bela negara ini sangat
dibutuhkan agar bisa membela tanah air tercinta. Disamping efek terhadap
negara kita sendiri, buku ini memiliki efek terhadap negara lain. Karena
memang bela negara bukan hanya penting untuk negara kita sendiri, tetapi
seluruh negara dibelahan bumi manapun memerlukan bela negara untuk keutuhan
dan kemajuan bangsa sendiri, seperti yang dikatakan didalam buku, jika kita
tidak memiliki rasa bela negara. Negara kita tidak akan bisa menjadi negara
super power dan keutuhan negara tidak akan bisa dijaga karena banyaknya
tindakan separatis dan gerakan-gerakan kemerdekaan yang menurut saya
sebenarnya tidak terlalu penting, mereka terlalu memperhatikan keegoisan
masing-masing dan kepentingan golongan. Padahal belum tentu mereka bisa
merdeka jika tidak dinaungi satu negara dan satu bangsa yang memperjuangkan
mereka. Mereka tidak memikirkan dan terlalu memahami arti perjuangan dan
bela negara sesungguhnya sehingga mereka menganggap bahwa itu adalah hal
yang sangat sepele. Padahal jika kita ingat kembali perjuangan para pendiri
negara atau founding fathers perjuangan mereka sangat tidak ternilai.
Arti bela negara itu sendiri sangat penting untuk seluruh negara,
menurut saya suatu negara bisa disegani dan ditakuti oleh negara-negara
lain jika memiliki rasa nasionalisme atau rasa bela negara yang sangat
tinggi. Dan jika seluruh negara memiliki rasa bela negara yang tinggi maka
saya yakin bahwa di dunia tidak akan ada lagi peperangan perebutan wilayah
ataupun wilayah yang ingin melepaskan diri seperti banyaknya kasus
pemberontakan, terorisme, dan sebagainya karena dimasing-masing negara atau
masing-masing individu sudah tertanam rasa saling menghargai dan
menghormati antar sesama umat manusia, baik dalam perjuangan mereka atau
dari aspek lainnya.
Kontribusi dalam hubungan internasional adalah ternyata wilayah yang
perbatasannya berbatasan langsung dengan negara lain memiliki rasa bela
negara yang berbeda dengan wilayah atau daerah yang berada jauh dari
perbatasan. Karena memang saya pun baru menyadari bahwa banyak penduduk
yang tinggal di daerah perbatasan memiliki rasa nasionalisme atau rasa bela
negara yang rendah dibanding dengan wilayah yang berada jauh dari
perbatasan, terlebih jika negara tetangganya itu lebih maju, sejahtera dan
menguntungkan baik dari segi sosial, finansial, dan ekonomi.
Dan menurut saya ini menjadi suatu permasalahan yang sebenarnya besar
dan rumit jika dibahas. Karena hal ini tidak terjadi di satu atau dua
negara, banyak negara yang mengalami hal yang sama. Terlebih semakin
majunya teknologi dan semakin banyaknya arus globalisasi yang tidak bisa
dibendung dan tidak bisa di filter secara keseluruhan semakin membuat
krisis bela negara terjadi dimana-mana.
Bela negara sebenarnya adalah masalah global, atau bisa disebut juga
masalah internasional. Kenapa demikian? Karena bela negara menurut saya
sendiri adalah pondasi awal untuk suatu negara membangun wilayah dan
kekuatan nya masing-masing. Memang dilihat dari budaya, baik dari segi
budaya barat dan segi budaya timur memiliki perbedaan yang mencolok
sehingga, ketika masuknya globalisasi ke wilayah timur, maka budaya barat
lah yang mendominasi. Banyak yang menganggap bahwa peradaban atau budaya
barat lebih unggul dibanding budaya timur, padahal karena memiliki sejarah
yang berbeda dan wilayah berbeda otomatis cara mereka menghormati dan
membela negara memiliki respon berbeda masing-masing. Kita tidak bisa
mengadaptasi sepenuhnya budaya barat untuk masuk ke dalam wilayah kita
yaitu wilayah timur.
Disinilah peran ilmu hubungan internasional, selain dalam segi hubungan
diplomatik bilateral maupun multilateral, kita juga harus bisa memanage dan
memisah mana yang budaya barat dan mana yang budaya timur, karena jika
masalah ini tidak di tanggapi secara serius maka bukan hanya suatu negara
yang hancur, tapi akan banyak negara yang hancur. Jika kita pikirkan baik-
baik, tidak semua budaya baik dari barat dan timur bisa diadaptasi oleh
satu sama lain, karena perbedaan sejarah dan latar belakang yang akan
membuat perbedaan disuatu negara disadari ataupun tidak. Inilah yang harus
dikaji lebih lanjut oleh para penstudi Hubungan Internasional, karena
seberapa jauh pentingnya bela negara dalam suatu hubungan internasional
adalah sangat penting.
Lihat lebih banyak...

Comentários

Copyright © 2017 DADOSPDF Inc.