sintesis asetanilida

June 6, 2017 | Autor: Berta Sisilia | Categoria: Síntesis, Kimia Organik, Asetanilida, Sintesis Asetanilida, Asetilasi, Laporan Praktikum Sintesis
Share Embed


Descrição do Produto

ParafAsisten
ParafAsisten


LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK
Judul : Sintesis Asetanilida
TujuanPercobaan : Mempelajari reaksi asetalisai senyawa amina aromatis dan pemurnian
menggunakan teknik rekristalisasi.
Pendahuluan
Asetanilida merupakan suatu amida dengan bentuk berupa padatan kristal putih dengan massa jenis 1,21 gram/mL, titik lebur 113˚C - 114˚C, titik didih 305˚C, berat molekul 135,17 gram/mol. Asetanilida sangat larut dalam alkohol, sedangkan kelarutan dalam air adalah 0,53 gram dalam 100 mL dan kelarutan dalam eter adalah 7 gram dalam 100 mL (Morrison and Boyd, 1992). Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Asetanilida atau sering disebut fenilasetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3. Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara mereaksikan asethopenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime yang kemudian dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Tahun 1899 Beckmand menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H2O dengan katalis HCl. Tahun 1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan asam asetat. Asetanilida digunakan sebagai inhibitor dalam hidrogen peroksida dan digunakan untuk menstabilkan pernis ester selulosa. Asetanilid digunakan untuk produksi 4-asetamidobenzenesulfonil klorida, suatu perantara kunci untuk pembuatan obat sulfat. Berdasarkan fungsi dari asetanilida tersebut maka asetanilida perlu untuk disintesis (Kirk dan Othmer, 1981).
Proses sintesis asetanilida dapat dilakukan dalam beberapa proses salah satunya adalah dengan cara mereaksikan asam asetat anhidrat dengan anilin. Larutan anilin dan 1,4 bagian asam asetat anhidrid berlebih 150% dengan konversi 90% dan yield 65%, direfluks hingga tidak ada anilin yang tersisa pada temperatur 30˚C-110˚C. Campuran hasil reaksi disaring kemudian kristal dipisahkan dari air panasnya dengan proses pendinginan, sedangkan filtratnya digunakan kembali. Penggunaan asam asetat anhidrid dapat diganti dengan asetil klorida (Delvira, 2011).
Anilin merupakan senyawa turunan benzene yang dihasilkan dari reduksi nitrobenzen. Anilin memiliki rumus molekul C6H5NH2. Anilin merupakan cairan minyak tak berwarna yang mudah menjadi coklat karena oksidasi atau terkena cahaya, bau dan cita rasa khas, basa organik penting karena merupakan dasar bagi banyak zat warna dan obat toksik bila terkena, terhirup, atau terserap kulit. Senyawa ini merupakan dasar untuk pembuatan zat warna diazo. Anilin dapat diubah menjadi garam diazoinum dengan bantuan asam nitrit dan asam klorida (Groggins, 1958).
Struktur resonansi untuk anilin menunjukkan bahwa gugus NH2 itu bersifat melepas elektron secara resonansi meskipun N merupakan atom elekktronegatif. Adanya stabilisasi-resonansi anilina ialah bahwa cincin menjadi negatif sebagian dan sangat menarik bagi elektrofil yang masuk. Semua posisi (o-, m-, dan p-) pada cincin anilin teraktifkan terhadap substitusi elektrofilik, namun posisi o- dan p- lebih teraktifkan daripada posisi m-. Struktur resonansi terpaparkan diatas menunjukkan bahwa posisi-posisi o- dan p- mengemban muatan negatif parsial sedangkan posisi m- tidak. Struktur resonansi untuk anilina:









Gambar 1. Struktur anilina (Fessenden dan Fessenden, 1999).
Sebuah turunan asetil lebih mudah diperoleh dengan mereaksikan asam asetat anhidrida dengan anilina. Secara teori, asetanilida sederhana adalah dengan mereaksikan aniline dengan asam asetat anhidrid. Anilin merupakan amina aromatis primer. Reaksi substitusi terhadap amina aromatis dapat berupa substitusi pada cincin benzene atau substitusi pada gugus amina. Asetilasi amina aromatis primer atau sekunder banyak dilakukan dengan asam klorida dalam suasana basa atau dengan cara mereaksikan amina dengan asetat anhidrida. Aniline primer bereaksi dengan asetat anhidrida panas menghasilkan turunan mono asetat (amida). Persamaan reaksi antara aniline dan asetat anhidrida membentuk N-carboxyanilinium dan ion asetat, kemudian ion asetat ini menyerang atom hidrogen pada gugus amida menghasilkan asetanilida dan asam asetat (Alfina, 2013).
Acetic acidAcetalinideAnilineAcetic anhydride
Acetic acid
Acetalinide
Aniline
Acetic anhydride

Gambar 2. Reaksi asetilasi amina aromatis dengan asetat anhidrida (Alfina, 2013).
Reaksi asetat anhidrida dengan anilin membutuhkan proses refluks untuk dapat menghasilkan anhidrida asetanilida. Refluks adalah salah satu metode dalam ilmu kimia untuk men-sintesis suatu senyawa, baik organik maupun anorganik. Cara ini umumnya digunakan untuk mensistesis senyawa-senyawa yang mudah menguap atau volatil. Pelarut jika dipanaskan biasa pada keadaan ini maka pelarut tersebut akan menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai. Prinsip dari refluks ini adalah penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan pelarut lalu dipanaskan, uap-uap cairan pelarut terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan pelarut yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, kemudian pelarut akan kembali pada sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. Campuran reaksi disaring, kemudian kristal dipisahkan dari air panasnya dengan pendinginan, sedangkan filtratnya di recycle kembali. Pemakaian asam asetat anhidrad dapat diganti dengan asetil klorida (Sudjadi, 1986).
Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian komponen larutan organik. Ada tujuh metode dalam rekristalisasi yaitu: memilih pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna larutan, memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan, mengumpul dan mencuci kristal, serta mengeringkan produknya (hasil) (Williamson, 1999).
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, tetapi tak satupun dari ini akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Semakin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh apabila laju tinggi (Svehla, 1979).
Proses rekristalisasi pada dasarnya adalah melarutkan senyawa yang akan dimurnikan kedalam pelarut yang sesuai pada atau dekat titik didihnya, menyaring larutan panas dari molekul atau partikel tidak larut, biarkan larutan panas menjadi dingin hingga terbentuk kristal, dan memisahkan kristal dari larutan berair. Kristal yang terbentuk dikeringkan dan ditentukan kemurniannya dengan penentuan titik lebur, kromatografi dan metode spektroskopi. Pelarut dalam rekristalisasi merupakan penentu keberhasilan pemisahan, jika senyawa larut dalam keadaan panas maka penyaringan harus dilakukan dalam keadaan panas. Senyawa organik sering mengandung senyawa berwarna. Senyawa tersebut dapat dimurnikan dengan penambahan karbon aktif penghilang warna seperti norit (Damtith, 1994).
MekanismeReaksi
Tahap 1:

Tahap 2:

Tahap 3:


Alat
Labu alas bulat, set alat refluks, batang pengaduk, beaker glass, erlenmeyer 500 ml, gelas ukur 10 ml, corong Buchner, kertas saring, vacuum pump, corong biasa, cawan petri.
Bahan
Anilin, asetat anhidrida, abu zink, asam asetat glasial, air, karbon aktif (norit).
4 ml anilinSkema Kerja
4 ml anilin

dimasukkan dalam labu alas bulat 100 mL dan ditambahkan dengan 4 ml asetat anhidrat, 0,02 g abu zink dan 4 ml asam asetat glasial yang dilengkapi pendingin.direfluks selama 30 menit kemudian dituangkan dan diaduk-aduk secara cepat ke dalam gelas piala yang berisi air es.disaring kristal yang telah terbentuk dengan penyaring buchner penghisap dan dicuci dengan air dingin dan dikeringkan hasilnya.diujia titik leburnya.disiapkan erlenmeyer 500 mL dan corong yang sudah dihangatkan diatur kertas saring pada corong.disaring larutan asetanilida kemudian dicuci endapan karbon dengan air panas 5 mL.didinginkan filtrat dengan pelan-pelan memasukkan kedalam penangas air.disiapkan corong buchner dan dilakukan filtrasi.dicuci kristal pada corong buchner dengan sedikit air dingin.diletakkan kristal pada gelas arloji, kemudian dikeringkan pada suhu 100ºC sekitar 5-10 menit.ditimbang bobit kristal asetanilida murni.dilakukan pengukuran titik lebur dan dibandingkan dengan titik lebur crude asetanilida.
dimasukkan dalam labu alas bulat 100 mL dan ditambahkan dengan 4 ml asetat anhidrat, 0,02 g abu zink dan 4 ml asam asetat glasial yang dilengkapi pendingin.
direfluks selama 30 menit kemudian dituangkan dan diaduk-aduk secara cepat ke dalam gelas piala yang berisi air es.
disaring kristal yang telah terbentuk dengan penyaring buchner penghisap dan dicuci dengan air dingin dan dikeringkan hasilnya.
diujia titik leburnya.
disiapkan erlenmeyer 500 mL dan corong yang sudah dihangatkan
diatur kertas saring pada corong.
disaring larutan asetanilida kemudian dicuci endapan karbon dengan air panas 5 mL.
didinginkan filtrat dengan pelan-pelan memasukkan kedalam penangas air.
disiapkan corong buchner dan dilakukan filtrasi.
dicuci kristal pada corong buchner dengan sedikit air dingin.
diletakkan kristal pada gelas arloji, kemudian dikeringkan pada suhu 100ºC sekitar 5-10 menit.
ditimbang bobit kristal asetanilida murni.
dilakukan pengukuran titik lebur dan dibandingkan dengan titik lebur crude asetanilida.




























Hasil
Hasil

Prosedur Kerja
Anilin sebanyak 4 ml dimasukkan kedalam labu alas bulat 100 mL yang dilengkapi dengan pendingin, kemudian ditambahhkan 4 ml asetat anhidrida, 0.02 g abu zink dan 4 ml asam asetat glasial. Campuran tersebut direfluks selama 30 menit. Hasil refluks dituang sambil mengaduk secara cepat kedalam gelas piala yang beiri air dingin. Kristal yang terbentuk disaring dengan penyaring Buchner penghisap dan kristal dicuci dengan air dingin. Hasil kristal dikeringkan dan ditentukan titik leburnya setelah kristal tersebut kering.
Tahap rekristalisasi larutan asetanilida disiapkan erlenmeyer 500 ml dan corong yang sudah dihangatkan atau dipanaskan. Kertas saring pada corong diatur kemudian larutan asetanilida disaring. Endapan karbon dicuci dengan air panas 5 mL. Hasil filtrat didinginkan pelan-pelan, dimasukkan ke dalam penangas es. Dinding erlenmeyer digores-gores, apabila setelah pendinginan selama 25 menit tidak muncul kristal, agar kristal terbentuk.
Corong Buchner (lengkap dengan kertas saring kering yang sudah ditimbang) disiapkan untuk filtrasi atau penyaringan dan kristal dicuci pada corong Buchner dengan sedikit air dingin. Kristal diletakkan pada gelas arloji. Kristal dikeringkan pada suhu 100oC sekitar 5-10 menit, kemudian bobot kristal asetanilida murni ditimbang. Titik lebur diukur dan dibandingkan dengan titik lebur crude asetanilida.
Waktu yang dibutuhkan
No
Percobaan
Waktu yang digunakan
1
Preparasi alat dan bahan
20 menit
2
Proses pereflukan
30 menit
3
Penyaringan
10 menit
4
Pengeringan
30 menit
5
Proses rekristalisasi
30 menit
6
Pengeringan dengan oven
10 menit
7
Identifikasi senyawa
20 menit
Total waktu yang dibutuhkan
150 menit

Data dan Perhitungan
Data
No.
Bahan
Keterangan
1.
Volume Anilin
4 ml
2.
Massa jenis Anilin
1,14 g/cm3
3.
Volume asetat anhidrida
4 ml
4.
Massa jenis asetat anhidrida
1,08 g/cm3
5.
Volume asam asetat glasial
4 ml
6.
Massa jenis asam asetat glasial
1,05 g/cm3
7.
Massa abu zink
0,02 g
8.
Massa kristal yang diperoleh
1,6706 g
9.
Titik lebur kristal
114oC
Perhitungan
Anilin
ρ = mv
1,14 g/cm3 = m4 ml
m = 4,56 g
Mr anilin = 93,13 gram/mol
Mol anilin = mMr
= 4,56 g93,13 gram/mol
= 0,0489 mol

Asetat anhidrida
ρ = mv
1,08 g/cm3= m4 ml
m = 4,32 g
Mr asetat anhidrida = 102,09 gram/mol
Mol asetat anhidrida= mMr
= 4,32 g102,09 gram/mol
= 0,0423 mol


Reaksi:
Asam AsetatAsetanilidaAsetat AnhidridaAnilin
Asam Asetat
Asetanilida
Asetat Anhidrida
Anilin

M: 0,0489 mol 0,0423 mol - -
R: 0,0489 mol 0,0244 mol 0,0244 mol 0,0244 mol
S: 0 0,0178 mol 0,0244 mol 0,0244 mol
Asetanilida
Massa Asetanilda = 0,0244 mol x 135,17 gram/mol
= 3,298 gram
Massa hasil percobaan = 1,6706 gram

Rendemen =
=
Kemurnian:
Kemurnian hasil
= titik lebur eksperimen / titik lebur teoritis × 100%
= 114 ºC / 114 ºC × 100%
= 100 %

Hasil
No
Perlakuan
Keterangan
Hasil
1.
4 ml anilin
+ 4 ml asetat anhidrat
+ 0,02 g abu zink
+ 4 ml asam asetat glasial.
Ketiga larutan ketika dicampur menghasilkan panas (eksoterm), warna didominasi oleh anilin yaitu merah kecoklatan + abu zink menjadi lebih pudar.


2.
direfluks selama 30 menit.
Warna larutan tetap merah kecoklatan.

3.
Hasil refluks dituang sambil mengaduk secara cepat kedalam gelas piala yang beiri air dingin.
Pengadukan secara terus menerus membuat larutan semakin kental dan membentuk bubur warna coklat muda.

4.
Kristal yang terbentuk disaring dengan penyaring Buchner penghisap dan kristal dicuci dengan air dingin.
Diperoleh padatan berwarna coklat muda.

5.
Hasil kristal dikeringkan dan ditentukan titik leburnya setelah Kristal kering.
Titik didih 85oC

6.
Tahap rekristalisasi, endapan dimasukkan kedalam erlenmeyer.

Endapan dilarutkan dalam air panas hingga larut dan ditambah karbon, terbentuk larutan kuning pudar bening.

7.
Larutan asetanilida disaring kemudian didinginkan filtrat dengan memasukkan kedalam penangas air.
Terbentuk kristal berwarna putih.

8.
Filtrasi dan dicuci kristal pada corong buchner dengan sedikit air dingin.
Diperoleh kristal putih mengkilap pada kertas saring.

9.
Kristal dikeringkan pada suhu 100 ºC sekitar 5-10 menit.
Kristal berwarna putih mengkilap dengan massanya 1,6706 g.

10.
Uji titik lebur.
Titik lebur kristal 114oC.


Pembahasan
Praktikum kali ini yaitu sintesis asetanilida yang bertujuan untuk mempelajari reaksi asetilasi senyawa amina aromatis dan pemurniannya menggunakan teknik rekristalisasi. Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer. Amina aromatis yang digunakan dalam percobaan ini adalah anilin. Satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Sintesis asetanilida ini dilakukan dengan merekasikan sebanyak 4 ml anilin, 4 ml asetat anhidrida dan 4 ml asam asetat glasial. Anilin, asetat anhidrat dan asam asetat glasial berfungsi sebagai reaktan. Reaksi antara anilin dengan asetat anhidrida merupakan reaksi eksoterm, karena reaksi ini menghasilkan panas yang dilepas ke lingkungan, sehingga pencampuran kedua larutan tersebut harus dilakukan dengan hati-hati. Campuran antar reaktan diatas berwarna kecoklatan yang berasal dari anilin. Penambahan asam asetat glasial ke dalam labu alas bulat berfungsi sebagai pelarut yang bersifat asam (melepas ion H+/H3O+) dan sangat mempengaruhi reaksi untuk membentuk suatu garam amina, selain itu asam asetat glasial berfungsi sebagai katalis serta untuk menetralkan muatan oksida dari asetat anhidrida sehingga asetanilida yang terbentuk tidak terhidrolisis kembali, karena adanya pengaruh air. Campuran tersebut kemudian ditambah dengan 0,02 gram abu zink. Penggunaan abu zink berfungsi sebagai katalis positif yang dapat menurunkan energi aktivasi, sehingga dapat mempercepat reaksi. Abu zink juga berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi serta untuk mengikat kotoran yang ada dalam larutan ketika reaksi berlangsung.
Reaksi pencampuran di atas berjalan lambat sehingga dilakukan proses refluks. Proses refluks memiliki dua fungsi, yaitu untuk mempercepat reaksi karena adanya proses pemanasan. Pemanasan akan meningkatkan suhu dalam sistem sehingga tumbukan antar molekul akan lebih banyak dan cepat sehingga akan mempercepat reaksi atau mengontrol reaksi secara kinetik. Fungsi kedua adalah untuk menyempurnakan reaksi melalui proses pencampuran senyawa-senyawa yang dilakukan dengan pemanasan dalam suatu labu alas bulat. Tabung refluks dilengkapi dengan pendingin. Pendinginan tersebut menyebabkan uap yang terbentuk akan mengembun kembali dan mengalir ke labu alas bulat tanpa mengurangi konsentrasi atau volume larutan yang menghilang akibat pemanasan. Proses refluks dilakukan selama 30 menit dan setelah refluks campuran tidak mengalami perubahan. Proses refluks terjadi reaksi sebagai berikut:
AsetanilidaAsam AsetatAsetat AnhidridaAnilin
Asetanilida
Asam Asetat
Asetat Anhidrida
Anilin

Sintesis asetanilida sebagai suatu amida adalah merupakan suatu reaksi substitusi nukleofilik (SN) asil (addition/elimination) diantara anilin. Amina bersifat sebagai nukleofil dan gugus asil dari asetat anhidrida bersifat sebagai elektofil. Asetat anhidrida mengalami delokalisasi/resonansi memutuskan ikatan rangkap, dengan atom O memiliki muatan negatif dan atom C memiliki muatan positif akibat dari ion H+ dari pelarutnya (asam asetat glasial).




Karbokation sekunder ini lebih stabil dari pada karbokation primer karena lebih tersubtitusi, sehingga pada stuktur ini tidak mengalami penataan ulang (rearrangement). Pasangan elektron bebas dari atom nitrogen dari suatu amida tidak suka melakukan delokalisasi/resonansi disekitar cincin aromatis. Suatu amida distabilkan oleh resonansi yang menyertakan pasangan elektron non bonding dari atom nitrogen. Pasangan elektron bebas dari atom N sebagai nukleofil yang menyerang karbokation pada asam asetat anhidrida membentuk N-carboxyanilinium dan ion asetat, kemudian ion asetat ini menyerang atom hidrogen pada pada gugus amida N-carboxyanilinium sehingga terbentuk asetanilida dan asam asetat
Asetat AnhidridaAnilin
Asetat Anhidrida
Anilin

Asam AsetatAsetanilida
Asam Asetat
Asetanilida

Protonasi dari suatu amida terjadi pada atom oksigen dibanding atom nitrogen. Amida ini tersubstitusi pada orto-para. Elektron bebas nitrogen dari anilin sebagai nukleofil, lebih memilih menyerang karbokation sekunder dari asetat anhidrida yang bersifat sebagai elektrofil, serta menyebabkan perpindahan muatan dari atom C ke atom N yang kemudian N memiliki muatan positif. Elektron bebas dari O membentuk ikatan rangkap dua dengan C bersamaan ketika atom C melepas sepasang elektron ke atom O untuk membentuk struktur yang paling stabil yaitu dengan terbentuklah asetanilida dan ion asetat. Ion asetat tersebut mengambil atom H dari N-carboxyanilinium sehingga menghasilkan asetanilida dan asam asetat.
Hasil refluks dituangkan ke dalam gelas piala yang berisi air es sehingga terbentuk endapan dan larutan berubah dari warna pekat menjadi coklat pudar mendekati warna kuning. Larutan tersebut kemudian diaduk sampai larutan dingin kemudian kristal yang terbentuk disaring dengan menggunakan penyaring buchner dan dicuci dengan air dingin. Kristal yang diperoleh dikeringkan dalam oven. Hasil dari kristalisasi ini berupa kristal yang berwarna kekuning-kuningan yang belum murni dan masih ada pengotor di dalamnya, yaitu sisa reaktan ataupun hasil samping reaksi (abu zink, sisa garam anilin asetat, dan lain-lain), sehingga perlu dilakukan pemurnian kembali. Kristal yang dihasilkan pada tahap ini dilakukan identifikasi senyawa dengan uji titik leleh yaitu 85oC sedangkan berdasarkan literatur, titik leleh senyawa asetanilida adalah sebesar 114oC. Kristal dilakukan rekristalisasi karena senyawa masih mengandung pengotor yang ditandai titik leleh masih belum sesuai dengan senyawa asetanilida yang sebenarnya.
Rekristalisasi bertujuan untuk memperoleh kristal asetanilida yang lebih murni. Proses rekristalisasi pada dasarnya adalah melarutkan senyawa yang akan dimurnikan kedalam pelarut yang sesuai pada atau dekat titik didihnya, menyaring larutan panas dari molekul atau partikel tidak larut, dibiarkan larutan panas menjadi dingin hingga terbentuk kristal, dan memisahkan kristal dari larutan berair (Damtith, 1994). Proses rekristalisasi dilakukan dengan melarutkan kristal asetanilida dalam air akuades panas dan dipanaskan agar suhu larutan mendekati titik didih pelarutnya (air). Hal tersebut dimaksudkan agar semua kristal yang terbentuk larut menjadi sebuah larutan kembali. Asetanilida tersebut larut dalam air. Sambil didihkan larutan ditambahkan norit, yang berfungsi sebagai karbon aktif. Norit ini memiliki pori-pori yang besar sehingga mampu menyerap zat warna dan pengotor-pengotor yang berukuran besar. Penambahan norit ini diharapkan diperoleh kristal yang lebih bersih dan murni dari pada sebelumnya. Larutan disaring kembali menggunakan penyaring buchner dalam keadaan panas dicuci dengan 5 ml air panas. Penyaringan ini dilakukan sewaktu panas karena bila larutan dingin maka larutan mengkristal terlebih dahulu dan akan tertinggal di kertas saring dengan karbon aktif dan penggotor lainnya sehingga hasil akhir asetanilida yang diperoleh akan semakin sedikit.
Filtrat hasil penyaringan ditampung dalam erlenmeyer dan didinginkan dalam penangas air es hingga terbentuk kristal. Kristal yang terbentuk kemudian disaring kembali dengan penyaring buchner dan kristal dicuci dengan sedikit air dingin. Kristal yang didapat, selanjutnya dikeringkan dalam oven untuk menghilangkan air yang masih terkandung dalam kristal. Kristal asetanilida murni yang diperoleh berwarna putih mengkilap dari sebelumnya, karena itu untuk memperoleh asetanilida yang putih dan murni tidak cukup hanya satu kali rekristalisasi, tetapi dapat dilakukan berkali-kali. Massa kristal yang diperoleh sebesar 1,6706 gram dengan rendemen sebesar 50,65%. Titik leleh asetanilida dalam percobaan ini yaitu 114oC. Berdasarkan literatur titik leleh asetanilida sebesar 114oC sehingga tingkat kemurniannya 100%, hanya saja rendemen yang dihasilkan tidak 100% karena saat penyaringan corong yang digunakan tidak dipanaskan, sehingga asetanilida ada yang mengkristal di atas kertas saring saat dilakukan penyaringan.

Kesimpulan
Asetanilida dapat disintesis melalui reaksi asetilasi senyawa amina aromatis anilin dengan asetat anhidrida dengan perolehan kristal asetanilida sebesar 1,6706 gram, rendemennya 50,65%, tingkat kemurnian sintesis 100% dengan titik leleh sebesar 114oC dan sesuai literatur.

Referensi
Alfina, B.T., Lailatus S., Muthia N.R., Lalu H., dan Yoang E. 2013. Sintesis Asetanilida. Malang: Universitas Brawijaya.
Damtith, J. 1994. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta: Erlangga.
Delvira. 2011. Pra-prancangan Pabrik Pembuatan asetanilida dari anilin dan Asam asetat dengan Kapasitas Produksi 2500 ton/tahun. Sumatra: USU Respirator.
Fessenden, R.J. dan Fessenden J. S. 1999. Kimia Organik Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Erlangga.
Groggins P.H. 1958. Unit Process in Organic Syntetic 5th edition. Tokyo: McGraw-Hill, Ltd.
Kirk, R.E. dan Othmer, D.F. 1981. Encyclopedia of Chemical Engineering Technology. New York: John Wiley and Sons Inc.
Morrison, R.T. and Boyd, R.N. 1992. Organik Chemistry 5th Edition. London: Brook cole.
Svehla. 1979. Buku Ajar Vogel : Analisi Anorganik Kuntitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.
Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan, Fakultas Farmasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Williamson. 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiment. USA: Houghton Mifflin Company.
NamaPraktikan
Berta Yuda Sisilia Putri (131810301051)


Lihat lebih banyak...

Comentários

Copyright © 2017 DADOSPDF Inc.