Sistem Transmisi Otomatis

Share Embed


Descrição do Produto

BAB I

PENDAHULUAN



1. Latar Belakang

Perkembangan teknologi otomotif saat ini terjadi sangat pesat,
sehingga mendorong manusia untuk mendapatkan sesuatu yang praktis. Manusia
dituntut agar selalu dapat menyesuaikan diri dengan segala kemajuan
teknologi otomotif agar dapat membantu dan mempermudah aktifitas yang
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti halnya didalam berkendara
masyarakat lebih menginginkan cara berkendara yang lebih praktis. Hal
inilah yang mendorong diciptakannya transmisi otomatis pada kendaraan
dengan transmisi automatik seperti pada sepeda motor Honda Scoopy.

Hal ini mendorong perusahaan-perusahaan untuk berlomba-lomba membuat
kendaraan bermotor yang dinikmati oleh banyak orang, yaitu dengan memberi
kelebihan diantaranya transmisi automatik dan kenyamanan saat
mengendarainya. Sistem transmisi automatik ini seakan menggeser sistem
transmisi manual yang selama ini digunakan.

Sistem transmisi automatik pada kendaraan saat inilah memicu penulis
untuk menggali lebih jauh tentang transmisi automatik pada kendaraan Honda
Scoopy, dan merupakan latar belakang penulis untuk meredesain transmisi
automatik pada kendaaraan Honda Scoopy.




1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, ada beberapa masalah yang
perlu untuk diangkat sebagai bahan analisa dan juga sebagai bahan laporan
yakni; bagaimana prinsip kerja dari sistem transmisi automatic Honda Scoopy
dan merancang elemen-elemen yang digunakan pada transmisi automatik Honda
Scoopy.

3. Batasan Masalah

Untuk lebih mengarahkan pembahasan, maka dalam perancangan elemen
mesin ini penulis mengambil batasan perencanaan mengenai analisis elemen-
elemen mesin yang terdapat pada transmisi automatik Honda Scoopy yang
meliputi analisis sabuk dan bearing.




4. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan Perancangan Elemen Mesin ini adalah :

1. Memenuhi syarat kelulusan perancangan elemen mesin.

2. Mengetahui hal-hal yang menjadi komponen transmisi automatik.

3. Menghasilkan data yang dapat digunakan untuk perancangan lebih lanjut.

























BAB II

DASAR TEORI



2.1. Sistem Transmisi Otomatis




Honda Scoopy menggunakan sistem transmisi CVT (Continuously Variable
Transmission) yaitu dengan menggunakan penggerak berupa V-belt yang tahan
lama seperti scooter. Sistem ini menghasilkan perbandingan reduksi secara
otomatis sesuai dengan kecepatan dan putaran mesin, sehingga pengendara
terbebas dari keharusan memindahkan gigi hingga lebih nyaman dan santai
dalam berkendaraan.

Mekanisme V-belt tersimpan dalam ruangan yang dilengkapi dengan
sistem pendingin untuk mengurangi panas yang timbul karena gesekan sehingga
bisa tahan lebih lama. Sistem aliran pendingin V-belt dibuat sedemikian
rupa sehingga terbebas dari kotoran atau debu dan juga air.

Kelebihan sistem CVT adalah dapat memberikan perubahan torsi dari
mesin ke roda belakang secara otomtis. Dengan perbandingan ratio yang
sangat tepat tanpa harus memindahkan gigi, seperti pada motor-motor biasa.
Sehingga dengan sendirinya tidak terjadi hentakan yang biasa timbul pada
pemindah gigi mesin-mesin konvensional.



keterangan gambar :
A. Crankshaft
B. Primary sliding sheave (pulley bergerak)
C. Weight / Pemberat
D. Secondary fixed sheave(pulley tetap)
E. Secondary sliding sheave (pulley bergerak)
F. Primary drive gear shaft
G. Clutch housing/Rumah kopling
H. Clutch carrier
I. V-belt
J. Primary fixed sheave


Pada CVT terdapat 2 buah puli, yaitu puli primer (depan) dan puli
sekunder (belakang). Antara puli primer dan sekunder dihubungkan oleh sabuk
(v-belt).





· Puli primer

Gambar komponen puli primer

- Puli sekunder

Gambar
komponen puli sekunder







CARA KERJA CVT

Putaran Langsam


Pada putaran ini motor sudah menyala tetapi roda belum berputar. Pada
saat ini putaran mesin masih rendah, Gaya centrifugal clutch carrier lebih
kecil dari gaya per penarik. Sehingga sepatu (kanvas centrifugal) belum
mengembang / tidak cukup tenaga menggerakan rumah kopling. Alhasil roda
belum berputar

Saat Mulai Berjalan


Pada saat ini putaran mesin bertambah, bertambahnya putaran mesin
menyebabkan Kopling centrifugal mulai mengembang menyentuh rumah kopling
sehingga roda pun sudah mulai berputar. Kopling centrifugal mulai
mengembang dari putaran 2.550 ke 2.950 rpm dan Kopling terkopel penuh pada
putaran 4.700 ke 5.300 rpm
Putaran Menengah

Pada saat ini putaran mesin bertambah tinggi, putaran puli primer
bertambah sehingga weigh/pemberat didalamnya terlempar (mengalami gaya
centrifugal) dan mendesak primary sliding sheave untuk bergerak keluar.
Puli primer mulai menyempit sehingga tapak v-belt pada puli juga bertambah
besar. Lihat gambar di atas, diameter v-belt pada puli primer dan sekunder
sama besar
Putaran Tinggi

Putaran mesin tinggi menyebabkan weight terlempar sepenuhnya, puli
primer menyempit dan v-belt berada pada diameter paling besar. Sedangkan
pada puli sekunder, diameter v-belt berada pada diameter terkecil sehingga
menghasilkan perbandingan putaran yang semakin meningkat .

Torsi Cam
Torsi cam adalah komponen yang terdapat pada puli sekunder yang
berfungsi untuk menaikkan torsi roda belakang ketika kendaraan menanjak



Secara teknis, roda bergigi konvensional dalam CVT diganti dengan dua
mangkok/drum yang ukurannya dapat berubah, dan selembar sabuk baja (steel
drive belt). Pergerakan sabuk baja ini dibentuk oleh setiap mangkok/drum.
Diameter dari setiap mangkok/drum diatur oleh sebuah komputer transmisi
yang menambah atau mengurangi tekanan minyak ke dalam setiap bagian yang
bergerak dari setiap mangkok/drum. Ini adalah rasio rendah (gigi 1).
Didalam gigi tinggi (top gear) tekanan tinggi minyak masuk ke dalam katrol
penggerak "drive pulley". Diameter mangkok/drum sekarang berputar balik
ssehingga katrol penggerak berputar lebih cepat dari katrol yang bergerak.
Di dalam kedua posisi ini, rasio terendah dan tertinggi, komputer transmisi
membantu menyeimbangkan tekanan minyak ke setiap mangkok/drum dan ini
menghasilkan rasio yang tepat ke kondisi jalanan dan posisi akselerasi
berkendaraan.

2.2. Sabuk-V (V-belt)

Sabuk-V terbuat dari karet dan mempunyai penampang berbentuk
trapesium. Tenunan tetoron atau semacamnya dipergunakan sebagai inti sabuk
untuk membawa tarikan yang besar. Sabuk-V dibelitkan disekeliling alur puli
yang berbentuk V pula. Bagian sabuk yang sedang membelit pada puli ini
mengalami lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya akan bertambah besar.
Gaya gesekan juga akan bertambah karena pengaruh bentuk baji, yang akan
menghasilkan transmisi daya yang besar pada tegangan yang relatif rendah.

Transmisi sabuk-V hanya dapat menghubungkan poros-poros yang sejajar
dengan arah putaran yang sama. Dibandingkan dengan transmisi roda gigi atau
rantai, sabuk-V bekerja lebih halus dan tak bersuara untuk mempertinggi
daya yang ditransmisikan, dapat dipakai beberapa sabuk-V yang dipasang
sebelah menyebelah.

Berikut ini konstruksi sabuk-V :











Gambar 2.2.1 Konstruksi sabuk-V

Ket : 1. terpal
2. Bagian penarik
3. Karet pembungkus
4. Bantalan karet




















Gambar 2.2.2. Ukuran dan Tipe Sabuk-V



2.2.1. Persamaan-persamaan yang dipakai pada Sabuk-V

1. Perbandingan Putaran (i)

Karena sabuk-V biasanya digunakan untuk menurunkan putaran, maka
perbandingan yang umum dipakai adalah perbandingan reduksi i (i>1) dimana :

(2.1)

dimana : N1 adalah putaran puli penggerak (rpm)

N2 adalah putaran puli yang digerakkan (rpm)

2. Daya Rencana (Pd)

Daya rencana adalah daya yang dipakai patokan untuk perencanaan
berikutnya. Dirumuskan sebagai berikut :

(2.2)

dimana : Pd = daya rencana (Kw)

fc = faktor koreksi

P = daya yang ditransmisikan (Kw)



3. Momen yang rencana (T)

Momen rencana disebut juga momen puntir yang dirumuskan sebgai
berikut :

(2.3)




4. Diameter luar puli penggerak (dk)

Rumus yang dipakai adalah :

(2.4)

dimana : dk = diameter luar puli penggerak (mm)

dp = diameter nominal puli penggerak (mm)







5. Diameter luar puli yang digerakkan (Dk)

Rumus yang dipakai adalah :


(2.5)

Dimana : Dk = diameter luar puli digerakkan (mm)

Dp = diameter nominal puli digerakkan (mm)



6. Kecepatan linear sabuk-V (v)




Rumus yang dipakai adalah :

(2.6)
















7. Panjang keliling sabuk-V (L)

Rumus yang dipakai adalah :

(2.7)

Dimana : L = panjang keliling sabuk-V (mm)

C = jarak sumbu poros (mm)



8. Sudut kontak dari sabuk-V

Rumus yang dipakai :


(2.8)




2.3 Bantalan

Bearing dapat diklasifikasikan berdasarkan gerakan yang diijinkan oleh
desain bearing itu sendiri, berdasarkan prinsip kerjanya, dan juga
berdasarkan gaya atau jenis beban yang dapat ia tahan. Berikut adalah macam-
macam bearing dilihat dari berbagai aspek:

1. Jika berdasarkan gesekan yang terjadi pada bearing, maka bearing
terbagi menjadi dua jenis yakni:

Anti-friction bearing : yaitu bearing yang tidak akan menimbulkan
gesekan. Contoh: roller dan ball bearing

Friction bearing : yakni bearing kerjanya dapat menimbulkan gesekan.
Contoh: bush dan plain bearing.







2. Jika dilihat dari beban yang ditahan oleh bearing, maka berikut
adalah jenis-jenisnya:

Journal Bearing: adalah bearing yang didesain untuk menahan beban yang
tegak lurus terhadap sumbu shaft horisontal.

Foot step atau pivot bearing: adalah bearing yang didesain pada poros
vertikal untuk menahan beban yang paralel terhadap sumbu poros tersebut.

Thrust bearing: adalah bearing yang didesain untuk menahan beban
horisontal yang paralel dengan sumbu poros horisontal.






Bantalan merupakan elemen mesin yang menumpu poros berbeban sehingga
putaran dapat berlangsung secara halus, aman dan tahan lama. Bantalan harus
cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja
dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi
seluruh sistem akan menurun atau tidak dapat bekerja secara semestinya.
Klasifikasi Bantalan,

Bantalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Atas Dasar Gerakan Bantalan Terhadap Poros

Bantalan luncur, bantalan ini terjadi gesekan luncur antara
poros dan bantalan karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan
bantalan dengan perantaraan lapisan pelumas. bantalan gelinding, pada
bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar
dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola (peluru), rol
atau rol jarum dan rol bulat.

2. Atas Dasar Arah beban dan poros

Bantalan Radial, arah bantalan ini adalah tegak lurus sumbu
poros

Bantalan radial, bantalan ini sejajar dengan sumbu poros Bantalan
gelinding khusus, bantalan ini dapat menumpi beban yang arahnya
sejajar dan tegak lurus sumbu poros.




2.3.1 Bahan bantalan

Bahan bantalan luncur harus memenuhi persyaratan berikut :

Mempunyai kekuatan cukup (tahan terhadap beban dan kekerasan)
Dapat menyusaikan diri terhadap lenturan poros yang tidak terlalu
besar atau terhadap perubahan bentuk yang kecil
Mempunyai sifat anti las (tidak menempel) terhadap poros jika terjadi
kontak atau gesekan antara logam dan logam
Sangat tahan karat.
Cukup tahan aus
Dapat mebenamkan kotoran atau debu kecil yang terkurung didalam
bantalan
Murah harganya
Tidak terlalu terpengaruh oleh temperature


Bahan bantalan Umum

a. Paduan Tembaga, termasuk dalam golongan ini adalah perunggu,
perunggu fosfor, dan perunggu timah hitam, yang sangat baik dalam
kekuatan, ketahanan terhadap karat, ketahanan terhadap kelelahan, dan
dalam penerusan panas. Kekakuannya membuat bahan ini sangat baik untuk
bantalan mesin perkakas. Kandungan timah yang lebih tinggi dapat
mempertinggi sifat anti las.

b. logam putih, termasuk dalam golongan ini adalah logam putih
berdasar Sn (yang biasa disebut logam babit) dan logam putih berdasar
Pb. Keduanya dipakai sebagai lapisan pada logam pendukungnya.







4. Poros
Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin.
Hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Peranan
utama dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros.




a. Macam-macam poros
Poros untuk meneruskan daya diklasifikasikan menurut pembebanannya
sebagai berikut:

Poros transmisi
Poros macam ini mendapat beban punter murni atau puntir dan
lentur. Daya ditransmisikan pada poros ini melalui kopling, roda gigi,
puli sabuk, atau sprocket rantai, dll.

Spindel
Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin
perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindel.
Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil
dan bentuk serta ukurannya harus teliti.

Gandar
Poros seperti yang dipasang diantara roda-roda kereta barang,
dimana tidak terdapat beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak boleh
berputar, disebut gandar. Gandar disini hanya mendapat beban lentur,
kecuali jika digerakkan oleh penggerak mula dimana akan mengalami
beban puntir juga.

Menurut bentuknya poros dapat digolongkan atas poros lurus umum,
poros engkol sebagai poros utama dari mesin torak, dll. Poros luwes
untuk transmisi daya kecil agar terdapat kebebasan bagi perubah arah,
dan lain-lain.



b. Hal-hal Penting Dalam Perencanaan Poros
Untuk merencanakan sebuah poros, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu :

Kekuatan poros
Suatu poros tranmisi dapat mengalami beban puntir atau lentur
atau gabungan antara puntir dan lentur. Juga ada poros yang mendapat
beban tarik atau tekan seperti poros baling-baling kapal atau turbin.
Kelelahan maupun tumbukan serta pengaruh kosentrasi tegangan bila
diameter poros diperkecil atau bila poros mempunyai alur pasak, harus
diperhatikan. Sebuah poros harus direncanakan hingga cukup untuk
menahan beban seperti diatas.




Kekakuan poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup tinggi
tetapi jika lenturan atau defleksi puntirnya terlalu besar akan
mengakibatkan ketidaktelitian atau getaran serta suara pada bagian
elemen mesin. Karena itu disamping kekuatan poros, kekakuannya juga
harus diperhatikan dan disesuaikan dengan macam mesin yang akan
dilayani poros itu.




Putaran kritis
Bila putaran suatu mesin dinaikkan maka pada suatu harga putaran
tertentu dapat terjadi getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini
disebut putaran kritis. Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor
torak, dll, dan dapat mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-
bagian lainnya. Poros harus direncanakan sedemikian rupa hingga
putaran kerjanya lebih rendah dari putaran kritisnya.




Korosi
Bahan-bahan tahan korosi harus dipilih umtuk poros propeller dan
pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang bersifat korosif.
Demikian untuk poros yang terancam kavitasi, dan poros-poros mesin
yang sering berhenti lama.




Bahan poros
Poros untuk mesin umum biasanya dibuat dari batang baja yang
ditarik dingin dan difinis, baja karbon untuk konstruksi mesin
(disebut bahan S-C) yang dihasilkan dari ingot yang di "kill" (JIS
G3213 Tabel 2.3.1). Meskipun demikian, bahan ini kelurusannya agak
kurang tetap dan dapat mengalami deformasi karena tegangan yang kurang
seimbang misalnya bila diberi alur pasak, karena ada tegangan sisa
didalam terasnya. Tetapi penarikan dingin membuat permukaan poros
menjadi keras dan kekuatanya bertambah besar. Harga-harga yang
terdapat didalam tabel diperoleh dari batang percobaan dengan diameter
25 mm, dalam hal ini harus diingat bahwa untuk poros yang diameternya
jauh lebih besar dari 25 mm, harga-harga tersebut akan lebih rendah
dari pada yang ada dalam tabel karena adanya pengaruh massa.

Poros-poros yang dipakai untuk meneruskan putaran tinggi dan
beban berat umumnya dibuat dari baja paduan dengan pengerasan kulit
yang tahan terhadap keausan. Beberapa diantaranya adalah baja khrom
nikel, baja khrom nikel molibden, dan lain-lain. (G4102, G4103, G4104,
G4105 dalam tabel 2.3.2). Sekalipun demikian pemakaian baja paduan
khusus tidak selalu dianjurkan jika alasannya karena putaran tinggi
dan beban berat. Dalam hal demikian perlu dipertimbangkan penggunaan
baja karbon yangdiberi perlakuaan panas secaratepat untuk memperoleh
kekuatan yang diperlukan. Baja tempa (G3201, ditempa dari ingot yang
dikil dan disebut bahan SF; kekuatan dijamin) yang juga sering
dipakai.

Poros-poros yang bentuknya sulit seperti poros engkol, besi cor
modul atau coran lainnya telah banyak dipakai. Gandar untuk kereta rel
dibuat dari baja carbon, khususnya yang dinyatakan dalam E4502 (tabel
2.3.3). demi keamanan perlu dipertimbangkan secara hati-hati.

Pada umumnya baja diklasifikasikan atas baja lunak, baja liat,
baja agak keras, baja keras. Diantaranya, baja liat dan baja agak
keras banyak dipilih untuk poros. Kandungan karbonnya adalah seperti
yang tertera dalam (tabel 2.3.4). baja lunak yang terdapat dipasaran
pada umumnya agak kurang homogen ditengah, sehingga tidak dapat
dianjurkan untuk dipergunakan sebagai poros penting. Baja agak keras
pada umumnya berupa baja yang dikil seperti telah disebutkan diatas.
Baja macam ini jika diberi perlakuan panas secara tepat dapat menjadi
bahan poros yang sangat baik.

Meskipun demikian, untuk perencanaan yang baik, tidak dapat
dianjurkan untuk memilih baja atas dasar kalsifikasi yang terlalu umum
seperti diatas. Sebaiknya pemilihan dilakukan atas dasar standar-
standar yang ada.

Nama-nama dan lambang-lambang dari bahan-bahan menurut standar
beberapa negara serta persamaannya dengan JIS (standar jepang) untuk
poros diberikan dalam (tabel 2.3.5)




Tabel 2.3.1. Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang
difinis dingin

"Standar dan "Lambang "Perlakuan "Kekuatan "Keterangan "
"Macam " "Panas "Tarik " "
" " " "(Kg/mm2) " "
"Baja Karbon "S30 "Penormalan "48 " "
"Konstruksi " " " " "
"Mesin " " " " "
"(JIS G 4501) " " " " "
" "S35 "- "52 " "
" "S40 "- "55 " "
" "S45 "- "58 " "
" "S50 "- "62 " "
" "S55 "- "66 " "
"Batang baja "S35-D "- "53 "Ditarik dingin,"
"yang difinis " " " "digerinda, "
"dingin " " " "dibubut atau "
" " " " "gabunngan "
" " " " "antara hal-hal "
" " " " "tersebut "
" "S45-D "- "60 " "
" "S55-D "- "72 " "


Tabel 2.3.2. Baja paduan untuk poros

"Standar dan "Lambang "Perlakuan "Kekuatan tarik "
"Macam " "Panas "(Kg/mm2) "
"Baja Khrom "SNC 2 "- "85 "
"Nikel " " " "
" "SNC 3 "- "95 "
" "SNC 21 "Pengerasan "80 "
" " "kulit " "
" "SNC 22 "Pengerasan "100 "
" " "kulit " "
"Baja Khrom "SNCM 1 "- "85 "
"Nikel " " " "
"Molibden " " " "
"(JIS G 4103) " " " "
" "SNCM 2 "- "95 "
" "SNCM 7 "- "100 "
" "SNCM 8 "- "105 "
" "SNCM 22 "Pengerasan "90 "
" " "kulit " "
" "SNCM 23 "Pengerasan "100 "
" " "kulit " "
" "SNCM 25 "Pengerasan "120 "
" " "kulit " "
"Baja Khrom "SCr 3 "- "90 "
"(JIS G 4104) " " " "
" "SCr 4 "- "95 "
" "SCr 5 "- "100 "
" "SCr 21 "Pengerasan "80 "
" " "kulit " "
" "SCr 23 "Pengerasan "85 "
" " "kulit " "
"Baja Khrom "SCM 2 "- "85 "
"Molibden " " " "
"(JIS G 4105) " " " "
" "SCM 3 "- "95 "
" "SCM 4 "- "100 "
" "SCM 5 "- "105 "
" "SCM 21 "Pengerasan "85 "
" " "kulit " "
" "SCM 22 "Pengerasan "95 "
" " "kulit " "
" "SCM 23 "Pengerasan "100 "
" " "kulit " "


Tabel 2.3.3 bahan poros untuk kendaraan rel

"Kelas "Lambang"Pemakaian "Perlakuan Panas"Batas "Kekuata"
" " "Utama " "mulur "n tarik"
" " " " "(Kg/mm2"(Kg/mm2"
" " " " ") ") "
"Kelas"A "SFA 55A"Poros "Penormalan "28 "55 "
"1 " " "pengikut "ataucelup " " "
" " " " "dingin dan " " "
" " " " "pelunakan " " "
" "B "SFA 55B" " " " "
" "A "SFA 60A"Gandar yang " "30 "60 "
" " " "digerakan dan" " " "
" " " "poros " " " "
" " " "pengikut " " " "
" "B "SFA 60B" " " " "
" "A "SFA 65A" "Celup dingin "35 "65 "
" " " " "dan pelunakan " " "
" "B "SFA 65A" " " " "
" "A "SFA QA " "Celup dingin "30 "60 "
" " " " "dan pelunakan " " "
" " " " "pada bagian " " "
" " " " "tertentu " " "
" "B "SFA QB " " " " "


Catatan : A= 0,035% P atau kurang B= 0,045% P atau kurang

0,040% S atau kurang 0.045% S atau kurang



Tabel 2.3.4 Penggolongan baja secara umum

"Golongan "Kadar C ( % ) "
"Baja lunak "-0,15 "
"Baja liat "0,2 – 0,3 "
"Baja agak keras "0,3 – 0,5 "
"Baja keras "0,5 – 0,8 "
"Baja sangat keras "0,8 – 0,12 "


Tabel 2.3.5 Standar baja

"Nama "Standar "Standar Amerika (AISI), inggris "
" "Jepang "(BS), "
" "(JIS) "Dan Jerman (DIN) "
"Baja karbon "S25C "AISI 1025, BS 060A25 "
"kontruksi mesin " " "
" "S30C "AISI 1030, BS 060A30 "
" "S35C "AISI 1035, BS 060A35, DIN C35 "
" "S40C "AISI 1040, BS 060A40 "
" "S45C "AISI 1045, BS 060A45, DIN C45, "
" " "CK 45 "
" "S50C "AISI 1050, BS 060A50, DIN St. "
" " "50.11 "
" "S55C "AISI 1055, BS 060A55 "
"Baja tempa "Sf 40,45 "ASTM A105=73 "
" "50,55 " "
"Baja nikel khrom"SNC "BS 653M31 "
" "SNC 22 "BS En36 "
"Baja nikel khrom"SNCM 1 "AISI 4337 "
"molibden " " "
" "SNCM 2 "BS 830M31 "
" "SNCM 7 "AISI , BSEn100D "
" "SNCM 8 "AISI 4340, BS 817M40, 816M40 "
" "SNCM 22 "AISI 4315 "
" "SNCM 23 "AISI 4320, BS En325 "
" "SNCM 25 "BS En39B "
"Baja khrom "SCr 3 "AISI 5135, BS 530A36 "
" "SCr 4 "AISI 5140, BS 530A40 "
" "SCr 5 "AISI 5145 "
" "SCr 21 "AISI 5115 "
" "SCr 22 "AISI 5120 "
"Baja khrom "SCM 2 "AISI 4130, DIN 34CrMo4 "
"molibden " " "
" "SCM 3 "AISI 4135, BS 708A37, DIN 34 "
" " "CrMo4 "
" "SCM 4 "AISI 4140, BS 708M40, DIN 32 "
" " "CrMo4 "
" "SCM 5 "AISI 4145, DIN 50 CrMo4 "


c. Poros Dengan Beban Puntir Dan Lentur
Poros pada umumnya meneruskan daya melalui sabuk, roda gigi, dan
rantai. Dengan demikian poros tersebut mendapat beban puntir dan lentur
sehingga pada permukaan poros akan terjadi tegangan geser karena momen
puntir dan tegangan tarik karena momen lentur.

Jika diketahui bahwa poros yang akan direncanakan tidak mendapat beban
lain kecuali torsi, maka diameter poros dapat lebih kecil dari pada yang
dibayangkan. Meskipun demikian, jika diperkirakan akan terjadi pembebanan
berupa lenturan, tarikan, atau tekanan, misalnya sebuah sabuk, rantai atau
roda gigi dipasangkan pada poros motor, maka kemungkian adanya pembebanan
tambahan tersebut perlu diperhitungakan dalam faktor keamanan yang diambil.

Jika P adalah daya nominal output dari motor penggerak, maka berbagai
macam faktor keamanan biasanya dapat diambil dalam perencanaan, sehingga
koreksi pertma dapat diambil kecil. Jika faktor koreksi adalah fc (tabel
2.3.6) maka daya rencana Pd (kW) sebagai patokan adalah

Pd = fc .P (kW)
(2.9)

dimana : Pd = daya rencana (Kw)

fc = faktor koreksi

P = daya yang ditransmisikan (Kw)




Tabel 2.3.6 Faktor-faktor koreksi yang akan ditransmisikan

"Daya yang akan ditransmisikan "fc "
"Daya rata-rata yang diperlukan "1,2-2,0 "
"Daya maksimum yang diperlukan "0,8-1,2 "
"Daya normal "1,0-1,5 "


Jika daya diberikan dalam daya kuda (PS), maka harus dikalikan dengan
0,735 untuk mendapatkan daya dalam kW.

Jika momen puntir (disebut juga sebagai momen rencana) adalah T
(Kg.mm) maka :

(2.10)

Sehingga


(2.11)

dimana : T = momen rencana disebut juga momen puntir (kg.mm)

n1 = putaran poros (rpm)

Bila momen rencana T (Kg.mm) dibebankan pada suatu diameter poros ds
(mm), maka tegangan geser ( (Kg/mm2) yang terjadi adalah


(2.12)

Tegangan geser yang diizinkan (a (Kg/mm2) untuk pemakain umum pada
poros dapat diperoleh dengan berbagai cara . di dalam buku ini (a dihitung
atas dasar batas kelelahan puntir yang besarnya diambil 40% dari batas
kelelahan tarik yang besarnya kira-kira 45% dari kekuatan tarik (B
(Kg/mm2). Jadi batas kelelahan puntir adalah 18% dari kekuatan tarik (B,
sesuai dengan standar ASME. Untuk harga 18% ini faktor keamanan diambil
sebesar 1/0,18 = 5,6. Harga 5,6 ini diambil untuk bahan SF dengan kekuatan
yang dijamin, dan 6,0 untuk bahan S-C dengan pengaruh masa, dan baja
paduan. Faktor ini dinyatakan dengan Sf1.

Selanjutnya perlu ditinjau apakah poros tersebut akan diberi alur
pasak atau dibuat bertangga, karena pengaruh konsentrasi tegangan cukup
besar. Pengaruh kekasaran permukaan juga hrus diperhatikan. Untuk memasukan
pengaruh-pengaruh ini dalam perhitungan perlu diambil faktor yang
dinyatakan sebagai Sf2 dengan harga sebesar 1,3 sampai 3,0. Dari hal-hal
diatas maka besarnya (a dapat dihitung dengan


(2.13)

dimana : = tegangan geser yang diijinkan (kg/mm2)

= kekuatan tarik (kg/mm2)

Sf1 = faktor keamanan untuk batas kelelahan puntir

Sf2 = faktor keamanan untuk pengaruh kekasaran permukaan




Kemudian, keadaan momen puntir itu sendiri juga harus ditinjau. Faktor
koreksi yang dianjurkan oleh ASME juga dipakai disini. Faktor ini dinyataka
dengan Kt, dipilih sebesar 1,0 jika beban dikenakan secara halus, 1,0 – 1,5
jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan, dan 1,5 – 3,0 jika beban
dikenakan dengan kejutan atau tumbukan besar.

Meskipun dalam perkiraan sementara ditetapkan bahwa beban hanya
terdiri atas momen puntir saja, perlu ditinaju pula apakah ada kemungkinan
pemakaian dengang beban lentur dimasa mendatang. Jika memang diperkirakan
akan terjadi pemakaian dengan beban lentur maka dapat dipertimbangkan
pemakaian faktor Cb yang nilainya antara 1,3 – 2,3. (jika diperkirakan
tidak akan terjadi pembebanan lentur maka Cb diambil sama dengan 1,0)

Dari persamaan (1.4) diperoleh rumus untuk menghitung diameter poros
ds (mm) sebagai berikut


(2.14)

dimana : Kt = faktor koreksi untuk momen puntir

Cb = faktor pemakaiam untuk beban lentur

Diameter poros harus dipilih dari tabel 2.16 ( buku Sularso hal. 9 ).
pada tempat dimana akan dipasang bantalan gelinding, pilihlah suatu
diameter yang lebih besar dari harga yang cocok di dalam tabel untuk
menyesuaikannya dengan diameter dalam dari bantalan. Dari bantalan yang
dipilih dapat ditentukan jari-jari filet pada tangga poros. Harga faktor
konsentrasi tegangan untuk alur pasak ( dan untuk poros bertangga ( dapat
diperoleh dengan diagram R.E.Peterson (gambar 2.2, 2.3). Bila ( atau (
dibandingkan dengan faktor keamanan Sf2 untuk kosentrasi tegangan pada
poros bertangga atau alur pasak yang ditaksir terdahulu, maka ( atau (
sering kali menghasilkan diameter poros yang lebih besar. Lakukan koreksi
pada Sf2 yang ditaksir sebelumnya untuk konsentrasi tegangan, dengan
mengambil (a . Sf2 /(( atau () sebagai tegangan yang diizinkan yang
dikoreksi. Bandingkan harga ini dengan (. Cb.Kt dari tegangan geser ( yang
dihitung atas dasar poros tanpa alur pasak, faktor lenturan Cb, dan faktor
koreksi tumbukan Kt, dan tentukan masing-masing harganya jika hasil yang
terdahulu lebih besar, serta lakukan penyesuaian jika lebih kecil.



Gambar 2.3.1 Faktor konsentrasi tegangan ( untuk pembebanan puntir statis
dari suatu poros bulat dengan alur pasak persegi yag diberi fillet



Gambar 2.3.2 Faktor konsentrasi tegangan ( untuk pembebanan puntir statis
dari suatu poros bulat dengan pengecilan diameter yang diberi fillet.



Tabel 2.3.7 Diameter poros (satuan mm)

" "10 "22,4* "40 "100 "224* "400 "
" "11 "24 "42 "(105) "240 "420 "
"4 "11,2* "25 "45 "110 "250 "440 "
"4,5 "12 "28 "48 "112* "260 "450 "
"5 "12,5* "30 "50 "120 "280 "460 "
"5,6* "14 "31,5* "55 "125 "300 "480 "
"6 "(15) "38 "56 "130 "315* "500 "
"6,3* "16 " "60 "140 "320 "530 "
" "(17) " "63 "150 "340 "560 "
"7 "18 " "65 "160 "335* "600 "
"7,1* "19 " "70 "170 "360 "630 "
" "20 " "71 "180 "380 " "
"8 "22 " "75 "190 " " "
" " " "80 "200 " " "
"9 " " "85 "220 " " "
" " " "90 " " " "
" " " "95 " " " "


Keterangan : 1. Tanda * menyatakan bahwa bilangan yang bersangkutan
dipilih

dari bilangan standar.

2. Bilangan di dalam kurung hanya dipakai untuk bagian dimana

akan dipasang bantalan gelinding.

Poros pada umumnya meneruskan daya pada sabuk, roda gigi dan rantai.
Dengan demikian poros tersebut mendapat beban puntir dan lentur sehingga
pada permukaan akan terjadi tegangan geser ( ( = T/Zp) karena momen puntir
T dan tegangan ( ( = M/Z) karena momen lentur.

Untuk bahan yang liat seperti pada poros, dapat dipakai teori tegangan
geser maksimum


(2.15)

Beban yang bekerja pada poros pada umumnya adalah beban berulang. Jika
poros tersebut mempunyai roda gigi untuk meneruskan daya besar maka kejutan
berat akan terjadi pada saat mulai atau sedang berputar.

Diagram aliran untuk memilih sabuk-V dan Poros dalam skema diagram dibawah
ini:



























































BAB III

ANALISA DAN PEMBAHASAN



Spesifikasi Honda Scoopy

Dimensi P x L x T : 1859 mm x 676 mm x 1053 mm

Jarak sumbu roda : 1240 mm

Berat kosong : 89.3 kg

Volume silinder : 110 cc

Diameter x Langkah : 50 x 55 mm

Perbandingan Kompresi : 9.2 : 1

Torsi maksimum : 0,85 kgf.m / 5500 rpm

Daya maksimum : 8.22 PS / 8000 rpm

Ban depan Lebar : 70 mm

Aspect ratio : 90 mm

Ban belakang Lebar : 80 mm

Aspect ratio : 90 mm

Transmisi : V-belt otomatis

Perbandingan reduksi primary 47/15 (3,133)

Perbandingan reduksi secondary 42/13 (3,321)

Bahan pinion AISI Type 4340 Normalized













3.1. SABUK-V

3.1.1. Perencanaan sabuk-V

Data untuk sabuk :

Daya yang ditransmisikan P : 8,22 PS = 6,041 KW

N1 = 8000 rpm (putaran puli penggerak)

N2 = 2500 rpm (putaran puli yang digerakkan)

Jarak sumbu poros C = 250 mm

Perhitungan sabuk-V :

Perbandingan putaran (i) =

Factor koreksi daya yang akan ditransmisikan (fc)

fc = 1,4 untuk daya normal

Daya rencana (Pd)

Pd = P . fc (KW)

= 6,041 . 1,4

= 8,457 KW

Momen yang direncanakan (T)

T1 = 9,74.105 kg.mm .

= 9,74.105 kg.mm .

= 1029,63 kg.mm







T2 = 9,74.105 kg.mm .

= 9,74.105 kg.mm .




























= 3340,04 kg.mm




Karena daya rencana 8,457 KW dan putaran 8000 rpm, ditentukan
perencanaan sabuk tipe A dilihat dari diagram. Diagram Pemilihan Sabuk-
V pada lampiran, dengan ukuran penampang 12,5 mm x 9,0 mm.

Perhitungan Puli :

Dilihat dari tabel : (diameter minimum puli yang diijinkan dan
dianjurkan) pada lampiran, untuk penampang sabuk-V tipe A, diameter
minimum

puli (dp) = 65 mm.

Diameter minimum puli yang digerakkan (Dp)

Dp = dp . i = 65 mm . 3,2

= 208 mm

Nilai k didapat dari tabel (ukuran puli sabuk-V) pada lampiran,

didapat k = 4,5 untuk penampang sabuk-V tipe A.

Diameter luar puli penggerak (dk)

dk = dp + 2 . k = 65 mm + 2 . 4,5

= 74 mm

Diameter luar puli yang digerakkan (Dk)

Dk = Dp + 2 . k = 208 mm + 2 . 4,5

= 217 mm

Kecepatan linier sabuk-V (v)



= 8,66 m/s



Tegangan geser yang diijinkan ( ijin) untuk puli



dengan : r = 74/2 = 37 mm
l = 20 mm

.

Bahan puli yang direncanakan dilihat dari tabel pada lampiran. Maka
didapat bahan yang cocok dipakai untuk puli adalah Baja Karbon Konstruksi
Mesin (JIS G 4501) S 30 C, dengan ijin adalah 48 kg/mm2.



Panjang keliling sabuk-V (L)





= 500 + 428,61 + 20,4

= 949, 01 mm

Berdasarkan tabel, (panjang sabuk-V standar) pada lampiran, didapat
sabuk no.38 dengan L = 965 mm.

Sudut kontak (θ) dari sabuk-V


' 1800 32,60

' 147,40



Maka tipe sabuk-V yang direncanakan adalah sabuk-V tipe A No.38,
dengan diameter luar puli penggerak 74 mm, dan luar diameter puli yang
digerakkan 217 mm



3.2 BANTALAN

3.2.1. Perencanaan Bantalan

Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban
sehingga putaran atau gerakan bolak-balik bekerja secara halus dan
aman. Bentalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros dan bagian-
bagian lainnya bekerja dengan baik.

Pada perencanaan ini dipakai bantalan pada ujung poros.
Bantalan tersebut diharapkan dapat menahan dan menjaga beban radial dan
sedikit beban aksial.

Berdasarkan besarnya diameter poros yaitu 20 mm, maka pada
perencanaan bantalan dipilih standar JIS 6024 untuk bantalan bola
glinding.

Data bantalan : (Sularso hal 143)

Kapasitas nominal bantalan dinamis (C) = 1000 kg

Kapasitas nominal statis (CO) = 635 kg

Diameter lubang (d) = 20 mm

Diameter luar (D) = 47 mm

Lebar cincin (B) = 14 mm

Jari-jari fillet (r) = 1,5 mm

Putaran transmisi = 7500rpm

Daya pada bantalan = 9.32 KW

Perhitungan Bantalan

Gaya-gaya reaksi yang terjadi pada bantalan A dan B adalah :

MB = 0

RA . L – WP . L/2 – WC . 15 = 0

120 RA – 3.485(60) – (1) (15) = 0

RA =1.867 kg

FY = 0

RA + RB – WP – WC = 0 Q

RB = WP + WC - RA
Ra
Rb



= 3.485+ 1 – 0,13 Gambar 4

= 2.617 kg DBB pada Poros



dimana :

A = Bantalan radial A

B = Bantalan radial B

C = Kopling

Q = Beban terbagi rata untuk poros

= =













a. Perhitungan beban bantalan

1. Kecepatan keliling roda gigi :
V = (Sularso hal 230)

=

= 46,3 m/det

dimana :

Drg = diameter roda gigi

= 118 mm = 0,118 m

n1 = putaran transmisi = 7500 rpm

2. Besarnya beban radial yang bekerja :
Fr = (Sularso hal 238)

=

= 20,62 kg

dimana :

P : daya yang bekerja = 9,36 Kw





3. Besarnya beban ekivalen dinamis :
Pr = x . v . Fr + y . Fa (Sularso hal 135)

= 1 . 1 . (20,62) + 0

= 20,62 kg

dimana :

Fr = beban radial = 20,62 kg

Fa = beban aksial = 0

x = faktor beban radial

= 1 (Sularso hal 135)

y = faktor bebamn aksial = 0

v = pembebanan pada cincin dalam yang berputar

= 1




b. Perhitungan umur bantalan

1. untuk bantalan gelinding.
a. faktor keamanan :

fn = (33,3/n)1/3 (Sularso hal 136)

= (33,3/7500)1/3 = 0,16



dimana :

n = putaran transmisi = 7500 rpm

b. faktor umur :

fh = fn . C/P (Sularso hal 135)

= (0,16).1000/20,62

= 8.1161

dimana :

C = kapasitas nominal dinamis = 1000 kg

c. umur nominal bantalan :

Ln = 500 fh3 (Sularso hal 136)

= 500. (8.1161)3

= 267308.7 jam



d. Keandalan umur bantalan, jika mengambil 99 % :

Ln = a1 . a2 . a3 . Lh (Sularso hal 136)

= (0,21) . 1 . 1 (267308.7)

= 56134.8 jam

dimana :

a1 = faktor keandalan 99%

= 0,21 (tabel 4.10 Lit 1 hal 137)

a2 = faktor bahan

= 1 (baja dicairkan secara terbuka)

a3 = faktor kerja = 1 (kondisi kerja normal)

e. Jika dalam satu hari bekerja selama 15 jam, maka umur bantalan
tersebut :

Lb =

= 10.52 tahun

jadi bantalan dapat diganti sekitar 8,75 tahun sekali.

2. Untuk bantalan pada batang pengangkat digunakan bantalan dengan
standar JIS 600 dengan data :
kapasitas normal dinamis (C) = 360 kg (Sularso hal 143)

kapasitas normal statis (CO) = 196 kg

diameter lubang (d) = 10 mm

diameter luar (D) = 26 mm

lebar cincin (B) = 8 mm

jari-jari fillet (l) = 0,5 mm

dalam hal ini untuk bantalan tersebut :

beban radial yang bekerja (Fr) = 20,62 kg

beban ekivalen dinamis (Pr) =20,62 kg

A. Faktor keamanan :

fn = (33,3/n)1/3
(Sularso hal136)

= (33,3/7500)1/3

= 0,16

dimana :

n = putaran transmisi = 7500 rpm



B. Faktor umur :

fh = fn . C/Fr (Sularso hal 135)

= (0,16) . 360 //20,62

= 2,96

dimana:

C = kapasitas nominal dinamis = 360 kg

C. Umur nominal bantalan :

Lh = 500 fh3 (Sularso hal 136)

= 500 . (2,96)3

= 12483,13 jam

D. keandalan umur bantalan jika mengambil 99 %

Ln = a1 . a2 . a3 . Lh (Sularso hal 136)

= (0,21) . 1 . 1 . (12483,13)

= 2621,45 jam

dimana :

a1 = faktor keandalan = 0,21

a2 = faktor bahan = 1

a3 = faktor kerja = 1

E. jika dalam satu hari berkerja selama 15 jam, maka umur bantalan
tersebut :

Lb =

= 0,47 tahun

jadi bantalan tersebut dapat diganti sekitar 0,49 tahun sekali.

















3.3 POROS

3.3.1. Perencanaan Poros



Data untuk poros :

P = 8,22 PS = 6,041 KW

N1 = 800 rpm



Perhitungan Poros

Faktor koreksi daya yang akan direncanakan (fc)

Fc = 1,2 (untuk daya normal)

Daya rencana (Pd)

Pd = fc . P

= 1,2 . 6,041

= 7,249 KW

Momen Rencana (T)

T = 9,74.105 kg.mm .

= 9,74.105 kg.mm .

= 8,825 kg.mm




Bahan poros yang diambil, dilihat dari tabel. Baja paduan untuk
poros, pada lampiran adalah Baja Khrom Nikel Molibden (JIS G 4103) SNCM 25.

σb ijin = 120 kg/mm2

Sf1 = 6,0 (harga 6,0 untuk bahan S-C dengan pengaruh massa, dan baja
paduan)

Sf2 = 2,0 (untuk pengaruh-pengaruh lainnya)

Tegangan geser yang diijinkan (τa)





= 10 kg/mm2





Diameter Poros (ds)



dimana : Kt = 1,0 (faktor koreksi untuk momen puntir)

Cb = 1,2 (faktor pemakaiam untuk beban lentur)





= 5811,8581/3

= 17,50 mm



Maka didapat diameter poros yang direncanakan adalah 17,50 mm dengan
bahan Baja Khrom Nikel Molibden (JIS G 4103) SNCM 25.








-----------------------
START



1. Daya yang akan
ditransmisikan P(kW)

Putaran poros n1 (rpm)

Perbandingan putaran i

jarak sumbu poros C (mm)



2. Faktor koreksi fe



3. Daya Rencana



4. Momen rencana T1, T2 (kg mm)



5. Bahan poros dan perlakuan panas



6. Perhitungan diameter poros ds1,ds2(mm)



7. Pemilihan penampang sabuk



8. Diameter minimum puli dmin (mm)



9. Diameter lingkaran

jarak bagi puli dp , Dp (mm)

Diameter luar puli dk ,Dk (mm)

Diameter naf dB DB (mm)



10. Kecepatan sabuk v (m/s)



11. 30










>



a



>







a



13. Pemilihan sabuk-V (standar atau sempit)

Kapasitas daya transmisi dari satu sabuk pokok (kW)



14. Perhitungan panjang keliling L (mm)



15.Nomor nominal dan panjang sabuk dalam perdagangan L (mm)



16. Jarak sumbu poros C (mm)





Sudut kontak ө (0)

Faktor koreksi Kө



18. Jumlah sabuk - V



19.Daerah penyetelan jarak poros C (mm), C(mm)



20. Penampang sabuk

Panjang keliling L (mm)

Jumlah sabuk N,

Jarak sumbu poros C (mm)

Daerah penyetelan

C, C, (mm)

Diameter luar puly Dk , Dk (mm)



STOP



END
Lihat lebih banyak...

Comentários

Copyright © 2017 DADOSPDF Inc.