TA AKHIR COMPLETE.docx

May 22, 2017 | Autor: Rere Maulidina | Categoria: Pharmacy
Share Embed


Descrição do Produto


103





51



52

109





113



2

vi







112



v

iv

111

LAPORAN TUGAS AKHIR
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


RERE MAULIDINA














PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2017

LAPORAN TUGAS AKHIR
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER



Oleh
RERE MAULIDINA
NIM. 1513019020


TUGAS AKHIR
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker
pada program studi profesi apoteker fakultas farmasi universitas mulawarman



















PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2017
HALAMAN PENGESAHAN


Judul Tugas Akhir : Laporan Tugas Akhir Praktik Kerja Profesi
Apoteker

Penulis
Nama : Rere Maulidina
NIM : 1513019020
Program Studi : Profesi Apoteker
Jenjang : Profesi

Telah dipertahankan tanggal 21-23 februari 2017 dihadapan tim penguji



Disetujui Oleh:


Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II



Adam M. Ramadhan, M.Sc., Apt. Welinda Dyah Ayu, M.Sc., Apt.
NIP. 19860523 201212 1 002




Diketahui Oleh:

Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Mulawarman



Dr. Laode Rijai, M.Si., Drs.
NIP. 19591231 198803 1 020







KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir Praktik Kerja Profesi Apoteker yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker (Apt) pada Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman.
Laporan ini disusun berdasarkan hasil kegiatan PKPA yang telah dilakukan kurang lebih 6 bulan di beberapa instansi seperti Apotek, Pedagang Besar Farmasi, Balai Besar POM Samarinda, Puskesmas, dan Rumah Sakit.
Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan PKPA hingga tersusunnya laporan tugas akhir ini, penulis banyak mengalami hambatan, namun berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak maka laporan tugas akhir ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
Bapak Agus Suriansyah, SH, mami Andi Kasmawati, adik Rara Qutrunada tercinta yang telah memberikan dukungan, doa, dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini.
Bapak Dr. Laode Rijai, M.Si., Drs. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman.
Ibu Nur Mita, M.Si., Apt. selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman.
Bapak Adam M. Ramadhan, M.Sc., Apt. selaku Pembimbing Utama dan Ibu Welinda Dyah Ayu, M.Sc., Apt. selaku Pembimbing Pendamping yang telah banyak memberikan arahan dan membimbing serta motivasi bagi penulis sehingga penyusunan laporan tugas akhir ini dapat terselesaikan.
Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman yang telah banyak memberi ilmu selama proses perkuliahan maupun dalam proses kegiatan PKPA.
Seluruh staf dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman yang telah memberikan pelayanan administrasi yang baik.

Ibu Ishmatul Aulaa, S. Farm., Apt. selaku Apoteker Pembimbing Lapangan dari Apotek Kimia Farma Imam Bonjol.
Ibu Shinta Naufalia, S.Farm., Apt. selaku Apoteker Pembimbing Lapangan dari Apotek Julia.
Bapak Ahmad Alwy, S.Farm., Apt. selaku Apoteker Pembimbing Lapangan dari Kimia Farma Trading & Distribution Samarinda.
Ibu Dra. Romlah, Apt. selaku Apoteker Pembimbing Lapangan dari Balai Besar POM Samarinda.
Bapak Drs. M. Nasrudin, Apt. selaku Apoteker Pembimbing Lapangan dari Rumah Sakit Umum Abdul Wahab Sjahranie.
Teman-teman Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman angkatan III tahun 2016/2017.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat baik bagi penulis maupun pembaca. Penulis menyadari masih terdapat beberapa kekurangan dalam penulisan dalam laporan ini sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penulisan laporan kedepannya lebih baik lagi.

Samarinda, Februari 2017



Penulis










DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL UTAMA 0
HALAMAN SAMPUL PENDUKUNG i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH iii
DAFTAR ISI v
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Tujuan Praktik Kerja Kefarmasian 3
Tujuan Umum 3
Tujuan Khusus 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pendidikan Apoteker 4
Praktik Kerja Kefarmasian 4
Apotek 4
Rumah Sakit 12
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan 27
Puskesmas 29
Industri Farmasi 35
Pedagang Besar Farmasi 39
BAB III PRAKTIK KERJA KEFARMASIAN
Praktik Kerja di Apotek 53
Praktik Kerja di Rumah Sakit 63
Praktik Kerja di Balai Besar POM 73
Praktik Kerja di Pedagang Besar Farmasi 95
BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS
Analisis 104
Analisis Materi Praktik Kerja Kefarmasian 105
Analisis Tugas Apoteker pada Sarana Praktik Kerja 105
Sintesis 107

Sintesis dari Materi Praktik Kerja Kefarmasian 107
Sintesis Tugas Apoteker pada Sarana Praktik Kerja 109
BAB V KESIMPULAN
Kesimpulan 112
Saran 113
DAFTAR PUSTAKA 114






































BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Profesi apoteker dalam pelayanan kesehatan di Indonesia perannya harus diakui belum sesuai dengan kompetensi yang telah dimiliki, karena sejarah perkembangan peran profesi apoteker pernah dialihkan kepada dokter. Peran apoteker sebagai suatu profesi yang diperlukan masyarakat seharusnya bukanlah karena suatu peraturan pemerintah melainkan secara keahlian memang profesi tersebut diperlukan oleh masyarakat. Tenaga profesi adalah tenaga yang memiliki keahlian khusus yang hanya dapat diperoleh berdasarkan pendidikan dan pengalaman kerja dan tidak mudah ditiru oleh pihak yang tidak terlibat dalam pendidikan dan pengalaman kerja tersebut.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi dari "drug oriented" menjadi "patient oriented" yang mengacu kepada Pharmaceutical Care dan Good Pharmacy Practice. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Dengan adanya perubahan paradigma tersebut, Apoteker sebagai salah satu tenaga kefarmasian dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya agar mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lain secara aktif dan juga berinteraksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut yaitu pemberian informasi untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error). Apoteker diharapkan mampu berkontribusi secara nyata dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, sehingga eksistensi Apoteker semakin diakui oleh semua pihak.
Selain melaksanakan pekerjaan kefarmasian, seorang Apoteker juga memiliki peran terhadap penjaminan dan pengawasan mutu produk farmasi sebelum edar dan setelah edar serta pengawasan bahan baku dan produk makanan yang beredar dimana pengawasan tersebut dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. Didalam menjalankan tugas dan fungsinya di daerah, maka dibentuk unit pelaksana teknis (UPT) BPOM di daerah, yaitu Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan dan Balai Pengawas Obat dan Makanan.
Sebagai bentuk pendidikan dan latihan bagi Mahasiswa untuk memahami dan mengerti peran dan tanggung jawab Apoteker serta mengetahui segala kegiatan yang dilakukan di Apotek, Pedangang Besar Farmasi, Rumah Sakit dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan, maka Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman bekerja sama dengan Apotek, PBF, Rumah Sakit dan BBPOM untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker. Dengan program PKPA diharapkan akan lahir Apoteker yang kompeten, yaitu Apoteker yang mampu memberikan pelayanan kefarmasian langsung kepada pasien serta mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker sesuai kode etik profesi Apoteker dan juga peran Apoteker di BBPOM dalam pengawasan sediaan farmasi.


Tujuan Praktik Kerja Kefarmasian
Tujuan Umum
Memberikan pengalaman kepada Mahasiswa mengenai gambaran kegiatan pengelolaan kefarmasian.
Meningkatkan pemahaman Mahasiswa tentang peran, fungsi, dan tanggung jawab Apoteker dalam pekerjaan kefarmasian.
Membekali Mahasiswa agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
Mempersiapkan Mahasiswa dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional dan ikut berperan serta dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat terutama di Rumah Sakit.
Memberikan pengalaman Mahasiswa dalam melaksanakan pekerjaan penjaminan dan pengawasan mutu produk farmasi dan setelah edar.

Tujuan Khusus
Mempelajari kegiatan pengelolaan unit kerja kefarmasian di instansi kesehatan.
Mempelajari kegiatan administrasi kefarmasian yang dilakukan di instansi kesehatan.
Mempelajari kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi di instansi kesehatan.
Mempelajari kegiatan pelayanan farmasi klinik di instansi kesehatan.
Mempelajari kegiatan penjaminan dan pengawasan mutu produk farmasi sebelum dan setelah beredar.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pendidikan Apoteker
Penyelenggaraan pendidikan farmasi di Indonesia saat ini mengacu pada kurikulum nasional yang ditetapkan oleh APTFI (Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia) yaitu Kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Farmasi dan Kurikulum Program Pendidikan Apoteker Tahun 2008. Kurikulum Program Pendidikan Apoteker selanjutnya disepakati bersama dengan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) pada tahun 2009.
Standar kompetensi lulusan dan standar kurikulum pendidikan farmasi dibuat terintegrasi dengan memperhatikan perkembangan terkini paradigma pendidikan farmasi. Standar kompetensi lulusan pendidikan farmasi memuat kompetensi utama yang menjadi ciri program studi farmasi yaitu kemampuan dalam penyediaan obat (sediaan farmasi) yang aman, efektif, stabil dan bermutu, serta kemampuan dalam pelayanan kefarmasian yang berfokus pada keamanan dan kemanjuran penggunaan obat. Pendidikan apoteker lebih berfokus pada kemampuan untuk melakukan praktik profesi.
Standar kompetensi lulusan pendidikan profesi apoteker:
Optimalisasi keamanan penggunaan obat
Pelayanan Sediaan Obat
Pembuatan dan Pendistribusian Sediaan Farmasi.
Pelayanan Informasi Obat dan Pengobatan
Komunikasi dan Kolaborasi Interprofesional
Kepemimpinan dan manajemen
Praktik profesional, legal dan etik
Penguasaan Ilmu, Kemampuan Riset, dan Pengembangan Diri
(APTFI, 2013)

Praktik Kerja Kefarmasian
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Apotek
Pengertian
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014, Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker.
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, selain itu juga sebagai salah satu tempat pengabdian dan praktek profesi apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. Dalam hal membantu masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal, maka apoteker di apotek harus senantiasa hadir dan siap untuk melakukan tugas profesionalnya sesuai dengan ilmu yang dimilikinya, yaitu dengan melakukan konseling, pemberian informasi, dan edukasi kepada masyarakat tentang obat yang diterimanya
Tugas dan Fungsi
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek. Tugas dan fungsi apotek antara lain:
Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.
Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan oleh masyarakat secara meluas dan merata.
Sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya kepada masyarakat.
Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan.
Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
Penyimpanan
Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
Semua obat atau bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out)

Pemusnahan
Obat kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita acara pemusnahan resep dan selanjutnya dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama obat, tanggal kadaluarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
Pencatatan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.
Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik di apotek meliputi pengkajian resep, dispensing, pelayanan informasi obat, konseling, pelayanan kefarmasian di rumah, pemantauan terapi obat dan monitoring efek samping obat.
Pengkajian resep
Kegiatan pengkajian resep meliputi administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.
Kajian administratif meliputi:
Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan.
Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf.
Tanggal penulisan resep.
Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
Bentuk dan kekuatan sediaan.
Stabilitas.
Kompatibilitas (ketercampuran obat).
Pertimbangan klinis meliputi:
Ketepatan indikasi dan dosis obat.
Aturan, cara dan lama penggunaan obat.
Duplikasi dan/atau polifarmasi.
Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinik lain).
Kontra indikasi.
Interaksi.
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaiaan dari hasil pengajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis resep.
Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut:
Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep
Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep.
Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluarsa dan keadaan fisik obat.
Melakukan peracikan obat bila diperlukan
Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
Warna putih untuk obat dalam atau oral.
Warna biru untuk obat luar dan suntik.
Menempelkan label "kocok dahulu" pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.
Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah.

Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut:
Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep).
Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.
Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.
Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.
Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain.
Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil.
Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya.
Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh Apoteker (apabila diperlukan).
Menyimpan resep pada tempatnya.
Apoteker membuat catatan pengobatan pasien.
Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
Pelayanan informasi obat
Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal.
Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain.
Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).
Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi).
Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off).
Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin).
Pasien dengan polifarmasi, pasien menerima beberapa obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.
Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.


Pemantauan terapi obat
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Monitoring efek samping obat
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Rumah Sakit
Pengertian
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit menjelaskan bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai ini berdasarkan:
Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi.
Standar sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang telah ditetapkan.
Pola penyakit.
Efektifitas dan keamanan.
Pengobatan berbasis bukti.
Mutu.
Harga.
Ketersediaan di pasaran.
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf medis, disusun oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT) yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit.
Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
Anggaran yang tersedia.
Penetapan prioritas.
Sisa persediaan.
Data pemakaian periode yang lalu.
Waktu tunggu pemesanan.
Rencana pengembangan.
Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan dan pembayaran.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai antara lain:
Bahan baku obat harus disertai sertifikat analisa.
Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).
Perbekalan farmasi harus mempunyai nomor izin edar.
Expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai tertentu (vaksin, reagensia dan lain-lain).
Pengadaan dapat dilakukan melalui:
Pembelian
Untuk rumah sakit pemerintah pembelian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
Kriteria sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu obat.
Persyaratan pemasok.
Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
Produksi Sediaan Farmasi
Instalasi farmasi rumah sakit dapat memproduksi sediaan tertentu jika:
Sediaan farmasi tidak ada di pasaran.
Sediaan farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri.
Sediaan farmasi dengan formula khusus.
Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking.
Sediaan farmasi untuk penelitian.
Sediaan farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru (recenter paratus).
Sediaan yang dibuat di rumah sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di rumah sakit tersebut.
Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap penerimaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sumbangan/dropping/ hibah. Seluruh kegiatan penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dengan cara sumbangan/dropping/ hibah harus disertai dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dapat membantu pelayanan kesehatan, maka jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di rumah sakit. Instalasi farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit untuk mengembalikan atau menolak sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien rumah sakit.
Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.

Penyimpanan
Setelah barang diterima di instalasi farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi dan penggolongan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
Komponen yang harus diperhatikan antara lain:
Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluarsa dan peringatan khusus.
Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk kebutuhan klinis yang penting.
Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang harus disimpan terpisah yaitu:
Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda khusus bahan berbahaya.
Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat dan diberi penandaaan untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan:
Kelas terapi.
Bentuk sediaan.
Jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
Disusun secara alfabetis.
Prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.
Penyimpanan Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat.
Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah dan ketepatan waktu. Rumah sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di unit pelayanan. Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh instalasi farmasi.
Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan. Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola (diatas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan. Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan. Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi obat pada setiap jenis obat yang disediakan di floor stock.
Sistem Resep Perorangan
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai berdasarkan resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui instalasi farmasi.
Sistem Unit Dosis
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai berdasarkan resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.
Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi sistem persediaan lengkap dan sistem resep perseorangan atau resep perseorangan dan sistem unit dosis atau persediaan lengkap dan sistem unit dosis.
Pemusnahan dan Penarikan Perbekalan Farmasi
Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai bila:
Produk tidak memenuhi persyaratan mutu.
Telah kadaluarsa.
Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan.
Dicabut izin edarnya.
Penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan oleh BPOM atau pabrikan asal. Rumah sakit harus mempunyai sistem pencatatan terhadap kegiatan penarikan.
Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai. Pengendalian penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dapat dilakukan oleh instalasi farmasi harus bersama dengan KFT di rumah sakit.
Tujuan pengendalian persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai adalah untuk:
Penggunaan obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit.
Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi.
Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluarsa dan kehilangan serta pengembalian pesanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
Cara untuk mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai adalah:
Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving).
Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan berturut-turut (death stock).
Stock opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.
Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang telah dikerjakan. Kegiatan administrasi terdiri dari:
Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan. Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan instalasi farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester atau pertahun). Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Pencatatan dilakukan untuk:
Persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM.
Dasar akreditasi rumah sakit.
Dasar audit rumah sakit.
Dokumentasi farmasi.
Pelaporan dilakukan sebagai:
Komunikasi antara level manajemen.
Penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di instalasi farmasi.
Laporan tahunan.
Administrasi Keuangan
Apabila instalasi farmasi rumah sakit harus mengelola keuangan maka perlu menyelenggarakan administrasi keuangan. Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran, pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan pelayanan kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan, semester atau tahunan.
Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien sehingga kualitas hidup pasien terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:
Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error).
Persyaratan administrasi meliputi:
Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien.
Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter.
Tanggal resep.
Ruangan/unit asal resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan.
Dosis dan jumlah obat.
Stabilitas.
Aturan dan cara penggunaan.
Persyaratan klinis meliputi:
Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat.
Duplikasi pengobatan.
Alergi dan reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD).
Kontraindikasi.
Interaksi obat.
Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien. Kegiatan yang dilakukan adalah:
Penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien/keluarganya.
Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien.
Informasi yang harus didapatkan:
Nama obat (termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan, indikasi dan lama penggunaan obat.
Reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi.
Kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang tersisa).
Rekonsiliasi obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat. Tahap proses rekonsiliasi obat yaitu:
Pengumpulan data.
Komparasi.
Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi.
Komunikasi.
Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bisa, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar rumah sakit. Kegiatan PIO meliputi:
Menjawab pertanyaan.
Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter.
Menyediakan informasi bagi tim farmasi dan terapi sehubungan dengan penyusunan formularium rumah sakit.
Bersama dengan tim penyuluhan kesehatan rumah sakit (PKRS) melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap.
Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya.
Melakukan penelitian.
Konseling
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker. Pemberian konseling obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD) dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi pasien. Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling obat, yakni:
Kondisi pasien
Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan menyusui). Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi dan lain-lain). Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (penggunaan kortiksteroid dengan tappering down/off). Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, phenytoin).
Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi).
Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
Sarana dan peralatan
Ruangan atau tempat konseling.
Alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling).
Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya. Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program rumah sakit yang biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care).

Pemantauan Terapi Obat
Pemantauan terapi obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Kegiatan dalam PTO meliputi:
Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD).
Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat.
Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat.
Tahapan PTO:
Pengumpulan data pasien.
Identifikasi masalah terkait obat.
Pekomendasi penyelesaian masalah terkait obat.
Pemantauan.
Tindak lanjut.
Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring efek samping obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek samping obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi penggunaan obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Kegiatan praktek EPO:
Mengevaluasi pengggunaan obat secara kualitatif
Mengevaluasi pengggunaan obat secara kuantitatif
Dispensing sediaan steril
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di instalasi farmasi rumah sakit dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat. Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi:
Pencampuran obat suntik.
Penyiapan nutrisi parenteral.
Penanganan sediaan sitostatik.
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter. Tujuan dilakukan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD) adalah:
Mengetahui kadar obat dalam darah.
Memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat.
Kegiatan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD) meliputi:
Melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan pemeriksaan kadar obat dalam darah (PKOD).
Mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan pemeriksaan kadar obat dalam darah (PKOD).
Menganalisis hasil pemeriksaan kadar obat dalam darah (PKOD) dan memberikan rekomendasi.

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM)
Pengertian
Badan POM
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementrian. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan Lembaga Pemerintahan Non Kementrian (LPNK) yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintah tertentu dari Presiden. BPOM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan dalam melaksanakan tugasnya dikoordinasi oleh Menteri Kesehatan.
Balai Besar POM
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Balai Pengawas Obat dan Makanan merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang bertugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan, yang meliputi pengawasan atas produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen serta pengawasan atas keamanan pangan dan bahan berbahaya. Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan terdiri atas Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan dan Balai Pengawas Obat dan Makanan.
Tugas dan Fungsi
Tugas
Badan POM
Berdasarkan Pasal 67 Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, BPOM melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.
Balai Besar atau Balai POM (Unit Pelaksana Teknis)
Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Kepala BPOM No. 14 Tahun 2014, Unit Pelaksana Teknis di lingkungan BPOM mempunyai tugas melaksanakan kebijakan dibidang pengawasan obat dan makanan, yang meliputi pengawasan atas produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan serta pengawasan atas keamanan pangan dan bahan berbahaya.

Fungsi
Badan POM
Berdasarakan Pasal 68 Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, BPOM mempunyai fungsi:
Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM.
Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bindang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
Balai Besar atau Balai POM (Unit Pelaksana Teknis)
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Kepala BPOM No. 14 Tahun 2014, Unit Pelaksana Teknis di lingkungan BPOM mempunyai fungsi:
Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan.
Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan, pangan dan bahan berbahaya.
Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi.
Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi.
Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.
Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.
Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.
Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya.
Puskesmas/Dinas Kesehatan
Pengertian
Menurut Permenkes RI No. 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Tugas dan Fungsi
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Pasal 8 dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat menegaskan salah satu fungsi puskesmas adalah sebagai wahana pendidikan tenaga kesehatan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugasnya, puskesmas menyelenggarakan fungsi:
Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya, dengan wewenang sebagai berikut:
Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.
Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.
Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan.
Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerja sama dengan sektor lain terkait.
Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat.
Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia puskesmas.
Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.
Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu dan cakupan pelayanan kesehatan.
Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit.
Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya, dengan wewenang sebagai berikut:
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif, berkesinambungan dan bermutu.
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif.
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung.
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi.
Melaksanakan rekam medis
Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses pelayanan kesehatan.
Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan.
Mengkoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya.
Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem rujukan.
Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Perencanaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi obat dan bahan medis habis pakai untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan puskesmas. Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:
Perkiraan jenis dan jumlah obat dan bahan medis habis pakai yang mendekati kebutuhan.
Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai di puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh ruang farmasi di puskesmas. Proses seleksi obat dan bahan medis habis pakai dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi obat periode sebelumnya, data mutasi obat, dan rencana pengembangan. Proses seleksi obat dan bahan medis habis pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional. Proses seleksi ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program yang berkaitan dengan pengobatan.
Proses perencanaan kebutuhan obat per tahun dilakukan secara berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat puskesmas di wilayah kerjanya, menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan waktu kekosongan obat, buffer stock, serta menghindari stok berlebih.
Permintaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Tujuan permintaan obat dan bahan medis habis pakai adalah memenuhi kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai di puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat.
Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Penerimaan obat dan bahan medis habis pakai adalah suatu kegiatan dalam menerima obat dan bahan medis habis pakai dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai dengan permintaan yang telah diajukan. Tujuannya adalah agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh puskesmas.
Semua petugas yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan bertanggung jawab atas ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan obat dan bahan medis habis pakai berikut kelengkapan catatan yang menyertainya. Petugas penerimaan wajib melakukan pengecekan terhadap obat dan bahan medis habis pakai yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah obat, bentuk obat sesuai dengan isi dokumen (LPLPO), ditandatangani oleh petugas penerima, dan diketahui oleh Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka petugas penerima dapat mengajukan keberatan. Masa kedaluarsa minimal dari obat yang diterima disesuaikan dengan periode pengelolaan di puskesmas ditambah satu bulan.
Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai merupakan suatu kegiatan pengaturan terhadap obat yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Tujuannya adalah agar mutu obat yang tersedia di puskesmas dapat dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
Bentuk dan jenis sediaan.
Stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban).
Mudah atau tidaknya meledak/terbakar.
Narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus.
Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
Pendistribusian obat dan bahan medis habis pakai merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat dan bahan medis habis pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi puskesmas dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan obat sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat. Sub-sub unit di puskesmas dan jaringannya antara lain:
Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan puskesmas.
Puskesmas pembantu.
Puskesmas keliling..
Posyandu.
Polindes.
Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain) dilakukan dengan cara pemberian obat sesuai resep yang diterima (floor stock), pemberian obat per sekali minum (dispensing dosis unit) atau kombinasi, sedangkan pendistribusian ke jaringan puskesmas dilakukan dengan cara penyerahan obat sesuai dengan kebutuhan (floor stock).
Pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengendalian obat dan bahan medis habis pakai adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar. Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar. Pengendalian obat terdiri dari:
Pengendalian persediaan.
Pengendalian penggunaan.
Penanganan obat hilang, rusak, dan kadaluarsa.
Pencatatan, Pelaporan dan Pengarsipan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat dan bahan medis habis pakai secara tertib, baik obat dan bahan medis habis pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di puskesmas atau unit pelayanan lainnya. Tujuan pencatatan, pelaporan dan pengarsipan adalah:
Bukti bahwa pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai telah dilakukan;
Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian; dan
Sumber data untuk pembuatan laporan.
Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk:
Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan.
Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai.
Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
Industri Farmasi
Pengertian
Menurut Permenkes No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Fungsi industri farmasi adalah pembuatan obat/bahan obat, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan.
Setiap industri farmasi wajib memiliki izin industri farmasi dari Direktur Jenderal. Wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan harus memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Persyaratan lain untuk memperoleh izin industri farmasi terdiri atas:
Berbadan usaha berupa perseroan terbatas.
Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat.
Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang Apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu.
Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.
Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB.
Perngajuan permohonan persetujuan prinsip untuk pendirian usaha industri farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal.
Setiap industri farmasi wajib melakukan farmakovigilans. Bila industri farmasi menemukan obat dan atau bahan obat hasil produksinya yang tidak memnuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat/keamanan dan mutu, industri farmasi wajib melaporkan hal tersebut kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Izin usaha industri farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai persyaratan CPOB. Izin industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Setelah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip, industri farmasi dapat mengajukan permohonan izin industri farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Surat permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh direktur utama dan Apoteker penanggung jawab pemastian mutu dengan kelengkapan sebagai berikut:
Fotokopi persetujuan prinsip industri farmasi.
Surat persetujuan Penanaman Modal untuk Industri Farmasi dalam rangka Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri.
Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan.
Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya.
Fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan/Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Rekomendasi kelengkapan administrasi izin industri farmasi dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari Kepala Badan.
Daftar pustaka wajib seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir.
Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing Apoteker penanggung jawab produksi, Apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan Apoteker penanggung jawab pemastian mutu.
Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing Apoteker penanggung jawab produksi, Apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan Apoteker penanggung jawab pemastian mutu.
Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) daari masing-masing Apoteker penanggung jawab produksi, Apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan Apoteker penanggung jawab pemastian mutu.
Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang kefarmasian.
Persyaratan registrasi obat dalam negeri menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1010/Menkes/Per/XI/2008 sebagai berikut:
Registrasi obat produksi dalam negeri hanya dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki izin industri farmasi yang dikeluarkan oleh Menteri.
Industri farmasi yang dimaksud tersebut harus memenuhi persyaratan CPOB.
Pemenuhan persyaratan CPOB yang dimaksud dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang dikeluarkan oleh Kepala Badan.
Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama Industri Farmasi yang bersangkutan masih berproduksi daan memenuhi ketentuan peraturan perundang – undangan. Industri farmasi yang menghasilkan obat atau bahan obat dapat mendistribusikan atau menyalurkan hasil produksinya langsung kepada Pedagang Besar Farmasi, Apotek, Instalasi farmasi rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, klinik, dan toko obat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jika industri farmasi melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Rrepublik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010, dapat dikenakan sanksi administratif berupa:
Peringatan secara tertulis.
Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu.
Perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu.
Penghentian sementara waktu.
Pembekuan izin industri farmasi atau pencabutan izin industri farmasi.
Pedagang Besar Farmasi (PBF)
Pengertian
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34 Tahun 2014 yang menggantikan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1148 Tahun 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF) menyebutkan bahwa Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tugas dan Fungsi
Tugas
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34 Tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi, menjelaskan bahwa tugas PBF antara lain:
Tempat menyediakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang meliputi obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetik dan alat kesehatan.
Sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan farmasi ke sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi apotek, rumah sakit, toko obat berizin dan sarana pelayanan kesehatan masyarakat lain serta PBF lainnya.
Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan, penyaluran, perbekalan farmasi sehingga dapat dipertanggung jawabkan setiap dilakukan pemeriksaan. Untuk toko obat berizin, pendistribusian obat hanya pada obat-obatan golongan obat bebas dan obat bebas terbatas, sedangkan untuk apotek, rumah sakit dan PBF lain melakukan pendistribusian obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras dan obat keras tertentu.
Fungsi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34 Tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi, menjelaskan bahwa fungsi PBF antara lain:
Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri farmasi.
Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif ke seluruh tanah air secara merata dan teratur guna mempermudah pelayanan kesehatan.
Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat kesempurnaan penyediaan obat-obatan untuk pelayanan kesehatan.
Sebagai penyalur tunggal obat-obatan golongan narkotika oleh PBF khusus, yang melakukannya adalah Kimia Farma Trading & Distribution.
Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja.
Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) harus diterapkan dalam setiap Pedagang Besar Farmasi (PBF) sesuai dengan kebijakan pemerintah yaitu Surat Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK 00.05.3.2522 tahun 2003 tentang Penerapan Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik. Standar distribusi obat yang baik diterapkan untuk memastikan bahwa kualitas produk yang dicapai melalui CPOB dipertahankan sepanjang jalur distribusi. Tujuan diterapkannya CDOB di setiap PBF antara lain:
Menjamin penyebaran obat secara merata dan teratur agar dapat diperoleh yang dibutuhkan pada saat diperlukan.
Terlaksananya pengamanan lalu lintas obat dan penggunaan obat tepat sampai kepada pihak yang membutuhkan secara sah untuk melindungi masyarakat dari kesalahan penggunaan atau penyalahgunaan.
Menjamin keabsahan dan mutu obat, agar obat yang sampai ke tangan konsumen adalah obat yang efektif, aman, dan dapat digunakan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Menjamin penyimpanan obat aman dan sesuai kondisi yang dipersyaratkan, termasuk selama transportasi.
Aspek-aspek yang terdapat dalam CDOB/GDP antara lain:
Manajemen mutu
Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup prinsip manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan kepemimpinan dan partisipasi aktif serta harus didukung oleh komitmen manajemen puncak.
Organisasi, manajemen, dan personalia
Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil yang menjalankannya. Harus ada personil yang kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi.
Harus ada struktur organisasi untuk tiap bagian yang dilengkapi dengan bagan organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar semua personil harus ditetapkan dengan jelas.
Tugas dan tanggung jawab harus didefinisikan secara jelas dan dipahami oleh personil yang bersangkutan serta dijabarkan dalam uraian tugas. Kegiatan tertentu yang memerlukan perhatian khusus, misalnya pengawasan kinerja, dilakukan sesuai dengan ketentuan dan peraturan. Personil yang terlibat di rantai distribusi harus diberi penjelasan dan pelatihan yang memadai mengenai tugas dan tanggung jawabnya.
Personil yang bertanggungjawab dalam kegiatan manajerial dan teknis harus memiliki kewenangan dan sumber daya yang diperlukan untuk menyusun, mempertahankan, mengidentifikasi dan memperbaiki penyimpangan sistem mutu.
Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari risiko terhadap mutu obat dan/atau bahan obat.
Harus tersedia aturan untuk memastikan bahwa manajemen dan personil tidak mempunyai konflik kepentingan dalam aspek komersial, politik, keuangan dan tekanan lain yang dapat berpengaruh terhadap mutu pelayanan atau integritas obat dan/atau bahan obat.
Harus tersedia prosedur keselamatan yang berkaitan dengan semua aspek yang sesuai, misal keamanan personil dan sarana, perlindungan lingkungan dan integritas obat dan/atau bahan obat.
Bangunan dan peralatan
Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman.
Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan obat yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat dan/atau bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kadaluarsa dari obat dan/atau bahan obat yang dapat disalurkan.
Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan/atau bahan obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika).
Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai.
Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang. Langkah pencegahan dapat berupa sistem alarm dan kontrol akses yang memada.
Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah dan debu, dirancang dan dilengkapi sehingga terlindung dari masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan lain.
Operasional
Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan. Fasilitas distribusi harus menggunakan semua perangkat dan cara yang tersedia untuk memastikan bahwa sumber obat dan/atau bahan obat yang diterima berasal dari industri farmasi dan/atau fasilitas distribusi lain yang mempunyai izin sesuai peraturan perundang-undangan untuk meminimalkan risiko obat dan/atau bahan obat palsu memasuki rantai distribusi resmi.
Kualifikasi pemasok
Fasilitas distribusi harus memperoleh pasokan obat dan/atau bahan obat dari pemasok yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari fasilitas distribusi lain, industri farmasi dan industri non-farmasi yang memproduksi bahan obat dengan standar mutu farmasi, maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan Pedoman CDOB.

Kualifikasi pelanggan
Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat hanya disalurkan kepada pihak yang berhak atau berwenang untuk menyerahkan obat ke masyarakat. Bukti kualifikasi pelanggan harus didokumentasikan dengan baik.
Fasilitas distribusi harus memantau tiap transaksi yang dilakukan dan melakukan penyelidikan jika ditemukan penyimpangan pola transaksi obat dan/atau bahan obat yang berisiko terhadap penyalahgunaan, serta untuk memastikan kewajiban pelayanan distribusi obat dan/atau bahan obat kepada masyarakat terpenuhi.
Penerimaan
Proses penerimaan bertujuan untuk memastikan bahwa kiriman obat dan/atau bahan obat yang diterima benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama transportasi. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh diterima jika kadaluarsa, atau mendekati tanggal kadaluarsa sehingga kemungkinan besar obat dan/atau bahan obat telah kadaluarsa sebelum digunakan oleh konsumen. Obat dan/atau bahan obat yang memerlukan penyimpanan atau tindakan pengamanan khusus, harus segera dipindahkan ke tempat penyimpanan yang sesuai setelah dilakukan pemeriksaan. Nomor bets dan tanggal kadaluarsa obat dan/atau bahan obat harus dicatat pada saat penerimaan, untuk mempermudah penelusuran.
Penyimpanan
Penyimpanan dan penanganan obat dan/atau bahan obat harus mematuhi peraturan perundang-undangan. Obat dan/atau bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat dan/atau bahan obat dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus diberikan untuk obat dan/atau bahan obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus. Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan dan memungkinkan penyimpanan secara teratur sesuai kategorinya; obat dan/atau bahan obat dalam status karantina, diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau diduga palsu. Harus diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stok sesuai dengan tanggal kadaluarsa obat dan/atau bahan obat mengikuti kaidah First Expired First Out (FEFO). Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan disimpan sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan campur-baur. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh langsung diletakkan di lantai. Obat dan/atau bahan obat yang kadaluarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan diblokir secara elektronik. Penarikan secara fisik untuk obat dan/atau bahan obat kadaluarsa harus dilakukan secara berkala. Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stock opname secara berkala berdasarkan pendekatan risiko.
Pemusnahan obat dan atau bahan obat
Pemusnahan dilakukan terhdap obat yang tidak memenuhi persyaratan untuk didistribusikan. Obat dan/atau bahan obat yang akan dimusnahkan harus diidentifikasi secara tepat, diberi label yang jelas disimpan secara terpisah dan terkunci serta ditangani dengan prosedur tertulis. Proses pemusnahan obat dan/atau bahan obat termasuk pelaporannya harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang undangan dan didokumentasikan serta dilaporkan.


Pengambilan
Pengambilan obat dan/atau bahan obat harus dilaksanakan dengan tepat sesuai dengan dokumen yang tersedia. Obat dan/atau bahan obat yang diambil harus mempunyai masa simpan yang cukup sebelum kadaluarsa dan berdasarkan FEFO.
Pengemasan
Obat dan/atau bahan obat harus dikemas sedemikian rupa sehingga kerusakan, kontaminasi dan pencurian dapat dihindari. Kemasan harus memadai untuk mempertahankan kondisi penyimpanan obat dan/atau bahan obat selama transportasi.
Pengiriman
Pengiriman obat harus ditujukan kepada pelanggan yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang undangan dimana harus tersedia prosedur tertulis untuk pengiriman dan dokumen untuk pengiriman harus disiapkan.
Inspeksi diri
Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak lanjut langkah-langkah perbaikan yang diperlukan. Program inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, pedoman dan prosedur tertulis. Inspeksi diri tidak hanya dilakukan pada bagian tertentu saja. Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara yang independen dan rinci oleh personil yang kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan. Audit eksternal yang dilakukan oleh ahli independen dapat membantu, namun tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya cara untuk memastikan kepatuhan terhadap penerapan CDOB. Audit terhadap kegiatan yang disubkontrakkan harus menjadi bagian dari program inspeksi diri.
Semua pelaksanaan inspeksi diri harus dicatat. Laporan harus berisi semua pengamatan yang dilakukan selama inspeksi. Salinan laporan tersebut harus disampaikan kepada manajemen dan pihak terkait lainnya. Jika dalam pengamatan ditemukan adanya penyimpangan dan/atau kekurangan, maka penyebabnya harus diidentifikasi dan dibuat CAPA. CAPA harus didokumentasikan dan ditindaklanjuti.
Keluhan, obat dan atau bahan obat kembalian, diduga palsu dan penarikan kembali
Keluhan
Semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/atau bahan obat berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki sesuai prosedur tertulis.
Obat dan/atau bahan obat kembalian
Harus tersedia prosedur tertulis untuk penanganan dan penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian dengan memperhatikan hal berikut:
Penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian harus berdasarkan surat pengiriman barang dari sarana yang mengembalikan.
Jumlah dan identifikasi obat dan/atau bahan obat kembalian harus dicatat dalam catatan penerimaan dan pengembalian barang.
Fasilitas distribusi harus menerima obat dan/atau bahan obat kembalian sesuai dengan persyaratan dari industri farmasi/ fasilitas distribusi lain. Kedua belah pihak harus bertanggung jawab untuk memastikan bahwa proses pengembalian obat tidak memungkinkan masuknya obat dan/atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi. Harus dilakukan penilaian risiko terhadap obat dan/atau bahan obat yang bersangkutan, terkait persyaratan penyimpanan khusus dan waktu yang diperlukan sejak pengiriman dari pelanggan sampai diterima oleh industri farmasi.
Persyaratan obat dan/atau bahan obat yang layak dijual kembali antara lain jika:
Obat dan/atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang memenuhi syarat serta memenuhi ketentuan.
Obat dan/atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan penyimpanan ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan.
Obat dan/atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh penanggung jawab atau personil yang terlatih, kompeten dan berwenang.
Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran asal-usul obat dan/atau bahan obat termasuk identitas obat dan/atau bahan obat untuk memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat kembalian tersebut bukan obat dan/atau bahan obat palsu.
Semua penanganan obat dan/atau bahan obat kembalian termasuk yang layak jual atau yang dapat dimusnahkan harus mendapat persetujuan penanggung jawab dan terdokumentasi. Transportasi yang digunakan untuk obat dan/atau bahan obat kembalian harus dipastikan sesuai dengan persyaratan penyimpanan dan persyaratan lainnya yang relevan. Obat dan/atau bahan obat kembalian yang layak jual harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga sistem pengeluaran barang dapat dijamin sesuai dengan FEFO.
Obat dan/atau bahan obat diduga palsu
Harus tersedia prosedur tertulis untuk penanganan dan penerimaan obat dan/atau bahan obat diduga palsu. Fasilitas distribusi harus segera melaporkan obat dan/atau bahan obat diduga palsu kepada instansi yang berwenang, industri farmasi dan/atau pemegang izin edar. Setiap obat dan/atau bahan obat diduga palsu harus dikarantina diruang terpisah, terkunci dan diberi label yang jelas. Untuk obat dan/atau bahan obat diduga palsu, penyalurannya harus dihentikan, segera dilaporkan ke instansi terkait dan menunggu tindak lanjut dari instansi yang berwenang. Setelah ada pemastian bahwa obat dan/atau bahan obat tersebut palsu, maka harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan instruksi dari instansi yang berwenang. Semua kegiatan tersebut harus terdokumentasi.
Penarikan kembali obat dan/atau bahan obat
Harus tersedia prosedur tertulis untuk penanganan obat dan/atau bahan obat yang ditarik kembali. Penanggung jawab harus membentuk tim khusus yang bertangggung jawab terhadap penanganan obat dan/atau bahan obat yang ditarik dari peredaran. Semua obat dan/atau bahan obat yang ditarik harus ditempatkan secara terpisah, aman dan terkunci serta diberi label yang jelas. Proses penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang ditarik harus sesuai dengan persyaratan penyimpanan sampai ditindak lanjuti. Perkembangan proses penarikan obat dan/atau bahan obat harus didokumentasikan dan dilaporkan, serta dibuat laporan akhir setelah selesai penarikan, termasuk rekonsiliasi antara jumlah yang dikirim dan dikembalikan.
Pelaksanaan proses penarikan kembali harus dilakukan segera setelah ada pemberitahuan. Fasilitas distribusi harus mengikuti instruksi penarikan yang diharuskan oleh instansi berwenang atau industri farmasi dan/atau pemegang izin edar. Fasilitas distribusi harus mempunyai dokumentasi tentang informasi pelanggan (antara lain alamat, nomor telepon, fax) dan obat dan/atau bahan obat (antara lain bets, jumlah yang dikirim). Dokumentasi pelaksanaan penarikan obat dan/atau bahan obat harus selalu tersedia pada saat pemeriksaan dari instansi berwenang. Efektivitas pelaksanaan penarikan obat dan/atau bahan obat harus dievaluasi secara berkala.
Pelaksanaan penarikan obat dan/atau bahan obat harus diinformasikan ke industri farmasi dan/atau pemegang izin edar. Informasi tentang penarikan obat dan/atau bahan obat harus disampaikan ke instansi berwenang baik di pusat maupun daerah. Pada kondisi tertentu, prosedur darurat penarikan obat dan/atau bahan obat dapat dilaksanakan. Semua dokumen penarikan obat dan/atau bahan obat harus didokumentasikan oleh penanggung jawab sesuai dengan kewenangan yang tercantum pada uraian tugas. Semua proses penanganan ini harus terdokumentasi dengan baik.
Transportasi
Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasi di atas. Apapun moda transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika merencanakan rute transportasi.
Fasilitas distribusi berdasarkan kontrak
Kontrak antara fasilitas distribusi dengan penyedia jasa antara lain transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya. Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB.
Di dalam persyaratan kontrak harus mencakup antara lain:
Penanganan kehilangan/kerusakan selama pengiriman dan dalam kondisi tidak terduga
Kewajiban penerima kontrak untuk mengembalikan obat dan/atau bahan obat jika terjadi kerusakan selama pengiriman dengan menyertakan berita acara kerusakan.
Kehilangan selama pengiriman oleh penerima kontrak wajib melaporkan kepada pihak kepolisian dan pemberi kontrak.
Pemberi kontrak berhak melakukan audit terhadap penerima kontrak setiap saat.
Dokumen kontrak harus dapat ditunjukkan kepada petugas yang berwenang pada saat pemeriksaan.
Dokumentasi
Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen mutu. Dokumentasi harus jelas terkait dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu. Dokumen harus disimpan minimal 3 tahun, harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to date. Dokumen distribusi harus mencakup informasi tanggal, nama obat dan/atau bahan obat, nomor bets, tanggal kadaluarsa, jumlah yang diterima atau disalurkan, nama dan alamat pemasok/pelanggan
BAB III
PRAKTIK KERJA KEFARMASIAN

Praktik Kerja di Apotek
Apotek Kimia Farma Imam Bonjol
Kegiatan PKPA yang dilakukan di Apotek Kimia Farma Imam Bonjol ialah melaksanakan kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan perbekalan sediaan farmasi dan pelayanan farmasi klinik berupa pengkajian resep, dispensing, dan pelayanan informasi obat kepada pasien atau keluarga pasien.
Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat. Perencanaan didasarkan dari daftar obat yang tercantum dalam buku defekta dan analisis pareto. Buku defekta adalah buku yang berisi nama obat-obat yang stoknya telah mencapai jumlah minimal atau sama sekali telah kosong dan analisis pareto merupakan perencanaan barang dengan melihat jumlah penjualan sebelumnya.
Pengadaan
Pengadaan adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan agar tersedianya sediaan farmasi dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Pengadaan barang apotek dapat berasal dari beberapa sumber, yaitu pengadaan rutin, pengadaan cito, dropping antar Apotek Kimia Farma, pembelian mendesak, dan konsinyasi.
Pemesanan barang ke Pedagang Besar Farmasi (PBF) dilakukan melalui Bisnis Manajer (BM) Unit Samarinda. Asisten apoteker yang bertanggung jawab dalam pembelian atau pengadaan melakukan pemeriksaan kembali kesesuaian antara data pada buku defecta dengan persediaan yang ada untuk menentukan jumlah barang yang akan dipesan. Pemesanan barang dilakukan tiap dua minggu sekali yaitu pada minggu pertama dan minggu ketiga, dengan mengirimkan BPBA (Bon Permintaan Barang Apotek) melalui program Kimia Farma Information System (KIS) secara online ke Apotek Administrator atau BM. Kemudian Surat pesanan akan dikeluarkan oleh BM. BM akan merekap BPBA dari setiap Apotek Pelayanan menjadi surat pesanan (SP) gabungan. BM mengirim SP gabungan dan rincian apoteknya ke Pedagang Besar Farmasi (PBF).
Untuk obat-obat narkotika, permintaan barang harus menggunakan surat pesanan (SP) khusus rangkap empat yang dalam satu SP hanya dapat memesan satu macam obat dan harus ditandatangani oleh Apoteker penanggung jawab. Sedangkan untuk obat-obat psikotropika, permintaan barang harus menggunakan SP khusus rangkap dua dan dalam satu SP dapat memesan beberapa jenis psikotropika dan harus ditandatangani oleh Apoteker penanggung jawab atau Apoteker pendamping.
Penerimaan
Perbekalan farmasi yang telah di siapkan oleh BM dikirim langsung ke Apotek Kimia Farma Imam Bonjol, sedangkan perbekalan farmasi yang telah dipesan dari PBF resmi akan dikirim ke gudang BM Samarinda dan selanjutnya di droping ke apotek sesuai jumlah BPBA masing-masing apotek yang diterima oleh petugas gudang BM. Penerimaan barang yang berasal dari BM diperiksa kembali kesesuaian jumlah barang dan jenis barang yang datang dengan BPBA.
Penyimpanan
Penyimpanan barang di Apotek Kimia Farma Imam Bonjoldilaksanakan berdasarkan sistem FIFO (first in first out) dan FEFO (first expired first out). Sistem FIFO (first in first out) adalah penyimpanan barang dimana barang yang datang lebih dulu akan disimpan di depan sehingga akan dikeluarkan lebih dulu dari yang lainnya, sedangkan barang yang terakhir datang ditaruh dibelakang, demikian seterusnya. Sistem FEFO (first expired first out) adalah penyimpanan barang dimana barang yang mendekati tanggal kadaluarsanya diletakkan di depan sehingga akan dikeluarkan lebih dulu dari yang lainnya, sedangkan barang yang tanggal kadaluarsanya masih lama diletakkan dibelakang, demikian seterusnya. Sistem ini digunakan agar perputaran barang di apotek dapat terpantau dengan baik sehingga meminimalkan banyaknya obat-obat yang mendekati tanggal kadaluarsanya berada di apotek. Jika obat telah mencapai masa kadaluarsanya sebelum dapat dijual maka apotek akan mengalami kerugian. Selain itu sistem penyimpanan obat di Apotek Kimia Farma Imam Bonjolberdasarkan golongan obat, bentuk sediaan, efek farmakologinya dan sifat fisika-kimia obat (obat termolabil).
Penyaluran
Penyaluran sediaan farmasi di apotek Kimia Farma Imam Bonjol dilakukan melalui pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian di apotek Kimia Farma Imam Bonjol meliputi pelayanan resep dan tanpa resep. Pelayanan obat tanpa resep dokter, yaitu berdasarkan permintaan pasien untuk Upaya Pengobatan Diri Sendiri (UPDS) dan produk-produk swalayan
Pemusnahan
Untuk obat-obat yang telah rusak atau sampai masa kadaluarsanya akan dilakukan pemusnahan. Pemusnahan obat-obat rusak dan kadaluarsa ini dilakukan setiap 3 tahun. Obat-obat yang telah rusak atau kadaluarsa tersebut dikumpulkan dan disimpan terlebih dahulu di apotik selama 3 tahun, tetapi pelaporan obat-obat rusak dan kadaluarsa ke BM tetap dilakukan mengikuti jadwal stock opname yaitu berkala setiap 3 bulan. Setelah terkumpul selama 3 tahun, obat-obat rusak dan kadaluarsa tersebut kemudian diserahkan ke BM untuk dimusnahkan, kolektif bersama obat-obat rusak dan kadaluarsa dari apotik kimia farma yang lainnya. Sebelum pemusnahan dibuat berita acara dan surat pemberitahuan yang ditujukan kepada Kepala Kantor Dinas Kesehatan Kota setempat bahwa akan dilakukan pemusnahan obat-obat rusak dan kadaluarsa serta tembusan kepada Dinas Kesehatan Provinsi, Balai POM dan Manager Bisnis Apotek setempat. Pemusnahan disaksikan oleh masing-masing APA Kimia Farma dan perwakilan dari dinas kesehatan kota. Setelah dilakukan pemusnahan maka dibuat laporan pemusnahan obat-obat rusak dan kadaluarsa tersebut.
Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan di Apotek Kimia Farma Imam Bonjolmeliputi pengkajian resep, dispensing, dan pelayanan informasi obat (PIO).
Pengkajian resep
Kegiatan pengkajian resep yang dilakukan saat PKPA di Apotek Kimia Farma Imam Bonjolmeliputi persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Jika ditemukan adanya
ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis resep. Jika pengkajian telah sesuai maka dilakukan penyiapan obat (dispensing). Penyiapan obat meliputi penyiapan obat sesuai permintaan resep, melakukan peracikan obat bila diperlukan, memberikan etiket, dan memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat. Setelah penyiapan selesai maka dilakukan penyerahan obat. Penyerahan obat dilakukan disertai dengan pemberian informasi obat dan hal-hal lain yang terkait dengan obat.
Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Kegiatan pelayanan informasi obat (PIO) yang dilakukan saat PKPA di Apotek Kimia Farma Imam Bonjolmeliputi pemberian informasi obat mengenai dosis, bentuk sediaan, rute dan metode pemberian, farmakologi, terapeutik, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas dan harga. Selain itu PIO juga dilakukan dengan cara menjawab pertanyaan dari pasien mengenai pengobatan dan memberikan informasi serta edukasi kepada pasien. Pemberian informasi mengenai obat tidak hanya dilakukan terhadap obat resep, namun juga dilakukan terhadap obat bebas dan herbal. Salah satu contoh pemberian informasi yang diberikan apoteker untuk obat – obat yang penggunaanya khusus yang diberikan apoteker ialah obat asma yang menggunakan inhaler contohnya MDI (Metered Dose Inhaler) yaitu MDI sebelum digunakan harus dihomogenkan terlebih dahulu dengan mengocok kearah atas bawah, Posisi badan disarankan berdiri atau duduk dengan tegak dan kepala ditegakkan kemudian pegang MDI dengan posisi mouthpiece menghadap ke bawah (posisi canister terletak di atas). Tarik nafas dan hembuskan nafas perlahan melalui mulut Letakkan mouthpiece pada bagian antara gigi dan tutup bibir dengan rapat (kondisi mulut tertutup rapat). Tarik nafas dalam-dalam dan bersamaan perlahan-lahan menekan bagian atas metal canister untuk mengeluarkan dosis. Tahan napas selama 10 detik. Hembuskan nafas secara perlahan-lahan melalui mulut.
Apotek Julia
Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Perencanaan
Perencanaan pengadaan obat di Apotek Julia berdasarkan catatan di buku defekta dan sistem komputer yang mencatat minimal stok minimum penjualan barang. Obat yang biasanya dibeli/dipesan yaitu obat yang stok persediaannya sedikit atau hampir habis. Obat yang digunakan di Apotek Julia disesuaikan dengan pola konsumsi dan pola penyakit.
Pengadaan
Pengadaan barang di Apotek Julia dilakukan dengan sistem pembelian terbatas, pembelian berencana maupun dengan sistem konsinyasi. Pembelian barang/obat dalam jumlah terbatas untuk memenuhi kebutuhan dalam jangka waktu pendek, hal ini untuk menghindari penumpukan barang. Adanya penumpukan barang tidak menjamin penambahan omzet, lebih baik dana yang ada digunakan untuk pengadaan barang lainnya agar perputaran modal tidak terhenti.
Pengadaan barang apotek dapat berasal dari beberapa sumber, yaitu:
Pengadaan rutin
Pengadaan barang di Apotek Julia samarinda melalui Apotek Julia cabang di Apotek Julia Hasan basri Samarinda yang di pesan melalu sistem Komputerisasi apotek Julia, setelah Itu Apotek Julia HB akan merekapitulasi permintaan dan membuat Surat Pesanan (SP) yang dikirim ke Pedagang Besar Farmasi (PBF). Pedagang besar farmasi akan mengirim barang yang dipesan ke apotek Julia HB sesuai SP, dan barang pesanan akan diambil oleh Loper ke apotek Julia HB untuk dibawa ke apotek Julia A.Yani.
Pengadaan cito
Pengadaan cito dilakukan untuk menghindari penolakan langsung atau resep yang memang harus dipenuhi segera obatnya. Dimana, pemesanan dilakukan langsung ke PBF (Pedagang Besar Farmasi) melalui telepon, lalu barang sampai di apotek. Serta tetap melakukan prosedur administrasi ke Apotek Julia HB sebagai Bukti pelaporan pemesanan langsung (Cito).
Dropping antar Apotek Julia
Dropping antar apotek dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan apotek dan juga untuk menghindari penolakan resep apabila obat yang diminta pasien mengalami kekurangan atau tidak tersedia di apotek. Dropping dilakukan antar sesama Apotek Julia dengan menuliskan obat serta jumlah obat yang diminta pada lembar pemesanan Obat. Sebelumnya petugas melakukan pemeriksaan terlebih dahulu melalui telepon mengenai ketersediaan obat yang dibutuhkan.
Konsinyasi
Konsinyasi merupakan suatu bentuk kerjasama antara Apotek Julia dengan distributor yang ingin menitipkan produknya untuk dijual di apotek, seperti suplemen kesehatan, perbekalan kesehatan yang baru beredar di pasaran, dan lain-lain. Pengadaan produk konsinyasi harus melalui persetujuan PSA terlebih dahulu dan pembayaran dilakukan setelah produk terjual, apabila produk yang dikonsinyasi kadaluarsa maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab distributor yang bersangkutan.
Penerimaan
Barang pesanan dari PBF yang datang diterima oleh petugas penerimaan barang dan harus disesuaikan dengan faktur dan SP. Pemeriksaan dilakukan terhadap nama barang, jenis barang, jumlah barang, tanggal kadaluarsa obat, serta kondisi fisik barang. Apabila barang sesuai dengan pemesanan, faktur diberi stempel apotek, tanggal dan ditandatangani oleh petugas pembelian. Faktur yang asli dikembalikan kepada PBF yang akan digunakan sebagai bukti penagihan, sedangkan satu lembar salinan disimpan untuk arsip di apotek dan satu lembar salinan diserahkan ke Apotek Julia HB. Data mengenai hasil pemeriksaan tersebut kemudian di masukkan ke dalam komputer sehingga stok obat atau produk dapat langsung dijual. Jika barang tidak sesuai dengan SP atau ada kerusakan fisik, maka bagian pembelian akan membuat nota pengembalian barang atau retur dan mengembalikan barang tersebut ke PBF yang bersangkutan untuk ditukar dengan barang yang sesuai.
Penyimpanan
Apotek Julia menata obat-obat berdasarkan penggolongan berikut:
Kapsul, Kaplet dan Tablet dalam kemasan strip atau blister disimpan dalam kotaknya dengan nama obat pada bagian luar dan disusun di rak berdasarkan abjad.
Obat-obat dalam bentuk sirup disimpan dalam kemasannya dan disusun pada rak tersendiri berdasarkan abjad.
Obat tetes mata dan tetes telinga disimpan dalam kemasannya masing-masing dan disusun pada rak berdasarkan abjad.
Salep dan Krim disusun pada rak tersendiri berdasarkan abjad.
Obat-obatan dalam penyimpanan memerlukan kondisi khusus seperti vaksin dan suppositoria disimpan dalam kulkas.
Obat Narkotika dan Obat Psikotropika (OKT) disimpan dalam lemari khusus masing-masing dan terkunci.
Obat-obatan generik disusun pada rak berdasarkan abjad.
Bahan-bahan baku untuk keperluan peracikan serta wadahnya disimpan pada rak tersendiri.
Obat-obat bebas dan alat kesehatan disimpan dalam etalase dibagian penerimaan resep.
Pemusnahan
Pemusnahan obat kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.
Pencatatan dan Pelaporan
Kegiatan pencatatan dan pelaporan di Apotek yaitu termasuk mencatat jumlah barang yang masuk dari pembelian barang dan jumlah barang yang keluar dari hasil penjualan, serta jumlah barang yang masih tersedia di Apotek. Pencatatan ini untuk mempermudah pengawasan terhadap persediaan obat dan kebutuhan masing-masing obat, serta mengawasi arus barang agar penyalurannya mengikuti aturan FIFO (first in first out) dan FEFO (first Expired first out) sehingga mengurangi resiko obat-obat kadaluarsa. Pada umumnya pencatatan stok barang dilakukan dengan mengisi kartu stok yang tersedia pada setiap rak obat, pada saat terjadi penambahan atau pengurangan jumlah obat serta jumlah sisa obat yang tersedia. Kegiatan Stock opname juga dilakukan, Stock opname adalah pemeriksaan jumlah dan kondisi fisik barang. Dimana dilakukan setiap tiga bulan secara berkala. Pemeriksaan dilakukan untuk mengecek apakah jumlah fisik barang sesuai dengan data stok barang di komputer.
Dalam hal pencatatan dan pelaporan narkotika dan psikotropika Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan narkotika dan psikotropika setiap bulan. Dalam laporan tersebut diuraikan mengenai pembelian/pemasukan dan penjualan/pengeluaran narkotika dan psikotropika yang ada dalam tanggung jawabnya, dan ditandatangani oleh APA. Laporan tersebut terdiri dari empat rangkap, satu rangkap Dinas Kesehatan Kota, satu rangkap Dinas Kesehatan Provinsi, satu rangkap BPOM dan satu rangkap arsip Apotek.
Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan di Apotek Julia meliputi pengkajian resep, dispensing, dan pelayanan informasi obat (PIO).
Pengkajian resep
Kegiatan pengkajian resep yang dilakukan saat PKPA di Apotek Julia meliputi persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis resep. Jika pengkajian telah sesuai maka dilakukan penyiapan obat (dispensing). Penyiapan obat meliputi penyiapan obat sesuai permintaan resep, melakukan peracikan obat bila diperlukan, memberikan etiket, dan memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat. Setelah penyiapan selesai maka dilakukan penyerahan obat. Penyerahan obat dilakukan disertai dengan pemberian informasi obat dan hal-hal lain yang terkait dengan obat.
Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Kegiatan pelayanan informasi obat (PIO) yang dilakukan saat PKPA di Apotek Julia meliputi pemberian informasi obat mengenai dosis, bentuk sediaan, rute dan metode pemberian, farmakologi, terapeutik, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas dan harga. Selain itu PIO juga dilakukan dengan cara menjawab pertanyaan dari pasien mengenai pengobatan dan memberikan informasi serta edukasi kepada pasien. Pemberian informasi mengenai obat tidak hanya dilakukan terhadap obat resep, namun juga dilakukan terhadap obat bebas dan herbal. Salah satu contoh pemberian informasi yang diberikan apoteker ialah untuk obat – obat yang penggunaanya khusus seperti suppositoria yaitu dengan mencuci bersih tangan sebelum memegang obat, buka lapisan obat dan pegang dari ujung yang tumpul, masukan ke dubur dengan posisi jongkok atau rebah ke salah satu sisi tubuh dengan satu kaki ditekuk dan satu kaki lainnya lurus, Lalu dorong cukup jauh sehingga suppositoria tidak keluar kembali. Tahan dan rapatkan kaki dengan duduk atau berbaring diam selama beberapa menit. Kemudian cuci kembali tangan. Usahakan agar tidak BAB selama setidaknya satu jam, kecuali obat suppositoria tersebut adalah jenis pencahar.

Praktik Kerja di Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie
Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pemilihan
Pemilihan perbekalan farmasi di RSUD Abdul Wahab Sjahranie berdasarkan Formularium Rumah Sakit. Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf medis, disusun oleh KFT yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit. Selain itu pemilihan sediaan farmasi juga berdasarkan pada pola penyakit serta berdasarkan efektivitas dan keamanannya.
Perencanaan kebutuhan
Perencanaan kebutuhan sediaan farmasi dan alat kesehatan di RSUD Abdul Wahab Sjahranie dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi dan metode morbiditas. Perencanaan dengan metode konsumsi didasarkan pada data konsumsi perbekalan farmasi periode yang lalu dan sisa stok yang ada. Perencanaan dengan metode morbiditas didasarkan pada beban kesakitan yang harus dilayani dan berdasarkan pola penyakit. Perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi mengacu pada Formularium Rumah Sakit, Formularium Nasional dan Formularium Inhealth.


Pengadaan
Pengadaan perbekalan farmasi di RSUD Abdul Wahab Sjahranie dilakukan menggunakan sistem e-Purchasing. E-Purchasing adalah tata cara pembelian Barang/Jasa melalui sistem catalog elektronik (e-Catalogue). E-Catalogue adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai penyedia Barang/Jasa Pemerintah. Proses pengadaan dilakukan oleh Pejabat pengadaan. obat yang tidak terdapat e-Catalogue maka akan dilakukan pemesanan dengan pembelian langsung untuk pembelian bernilai dibawah 200 juta sedangkan pembelian diatas 200 juta menggunakan sistem tender. Selain secara online, pengadaan juga dapat dilakukan secara offline dengan pemesanan langsung kepada distributor yang telah ditunjuk. Obat-obat yang tidak termasuk ke dalam e-Catalogue maka pejabat pengadaan dapat melakukan pembelian langsung dengan menunjuk langsung distributor obat sebagai penyedia. Pejabat pengadaan mengajukan surat pesanan kepada distributor serta mengeluarkan surat perintah kerja.
Penerimaan
Kegiatan penerimaan barang di RSUD Abdul Wahab Sjahranie dilakukan saat barang sampai digudang umum. Petugas gudang umum akan memeriksa kesesuaian barang yang diterima dengan faktur dan Surat Perintah Kerja (SPK) meliputi kesesuaian sediaan, jumlah yang dipesan, nomor batch dan kadaluarsa obat. Ketika barang sudah diterima, petugas gudang umum kemudian menghubungi petugas gudang farmasi untuk mengambil barang. Petugas gudang farmasi kemudian mengambil barang ke gudang umum dan memeriksa kembali kesesuaian barang yang diterima dengan faktur. Barang kemudian dibawa ke gudang farmasi untuk disimpan.
Kegiatan penerimaan perbekalan farmasi juga dilakukan di setiap depo farmasi. Petugas depo yang bertanggung jawab terhadap stok perbekalan farmasi akan melakukan permintaan perbekalan farmasi yang dibutuhkan ke gudang farmasi dengan menggunakan surat permintaan/pengeluaran obat-obatan dan alkes (SPPO). Petugas gudang farmasi menyiapkan perbekalan farmasi sesuai permintaan dan menyerahkan perbekalan farmasi tersebut kepada petugas penanggung jawab stok perbekalan farmasi di depo. Petugas depo akan memeriksa kesesuaian perbekalan farmasi yang diterima dengan SPPO. Bila perbekalan farmasi yang diterima telah sesuai dengan permintaan maka petugas depo akan menyimpan dan menyusun perbekalan farmasi sesuai dengan persyaratan penyimpanan perbekalan farmasi.
Penyimpanan
Kegiatan penyimpanan perbekalan farmasi RSUD Abdul Wahab Sjahranie dilakukan berdasarkan bentuk sediaan (tablet, salep/krim, injeksi, sirup, cairan), sifat obat (High Alert, LASA, narkotika, psikotropika, prekursor bahan berbahaya, sitostatika, obat termolabil), alat kesehatan, obat generik dan obat paten. Semua perbekalan farmasi yang disimpan di gudang farmasi masih dalam bentuk kemasan dus besar dan diletakkan diatas rak obat. Penyimpanan dan penyusunan perbekalan farmasi dilakukan secara alfabetis dengan memperhatikan prinsip penyimpanan FIFO dan FEFO. Untuk obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus dengan pintu ganda dan kunci ganda. Untuk obat termolabil disimpan di lemari pendingin yang dilengkapi termometer dan dijaga suhunya antara 2-8 °C. Untuk cairan infus disimpan dan disusun diatas pallet kayu yang kuat dan disusun maksimal 8 dus besar. Setiap perbekalan farmasi yang disimpan dilengkapi kartu stok. Petugas gudang farmasi akan mencatat bila ada penerimaan atau pengeluaran barang tersebut di kartu stok.
Penyimpanan perbekalan farmasi di depo farmasi hampir sama dengan yang dilakukan di gudang farmasi, yang membedakan adalah perbekalan farmasi untuk pelayanan rutin disimpan dirak tersendiri yang lebih kecil dalam bentuk kemasan primernya (per-strip, per-ampul, per-botol dan per-buah).
Untuk obat-obat yang termasuk dalam obat-obat High Alert disimpan terpisah dalam wadah tersendiri dan diberi penandaan yang jelas. Penandaan yang diberikan berupa stiker bertuliskan "High Alert" yang ditempelkan pada setiap kemasan obat dan selotip merah yang ditempelkan di sekeliling tempat penyimpanan obat-obat High Alert tersebut. Penyimpanan obat-obatan dengan nama dan rupa yang mirip ditempel dengan stiker bertuliskan "LASA" disimpan tidak berdekatan/diberi jarak penyimpanan antar obat-obat LASA tersebut untuk menghindari terjadinya kesalahan pengambilan obat. Penyimpanan obat-obat yang termasuk dalam golongan narkotika dan psikotropika juga ditempeli dengan stiker bertuliskan "High Alert", diletakkan pada lemari khusus yaitu lemari dengan pintu ganda (pintu luar dan pintu dalam) dengan kunci masing-masing di setiap pintunya. Lemari tersebut diletakkan terpisah dari obat-obat High Alert yang lain dan selalu dalam keadaan terkunci. Penyimpanan obat-obat yang termasuk dalam golongan sitostatika ditempeli dengan stiker bertuliskan "obat sitostatika" dan stiker bertuliskan "High Alert", diletakkan pada lemari pendingin khusus yang juga ditempeli stiker obat sitostatika dan selotip merah disekelilingnya. Lemari tersebut diletakkan terpisah dari obat-obat High Alert yang lain.
Pendistribusian
Kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi di RSUD Abdul Wahab Sjahranie dimulai dari gudang farmasi dimana permintaan perbekalan farmasi dari depo farmasi dilayani menggunakan lembar surat permintaan/pengeluaran obat-obatan dan alkes (SPPO) perbekalan farmasi yang diterima oleh petugas gudang farmasi satu hari sebelum jadwal pengambilan. Petugas gudang farmasi akan menyiapkan perbekalan farmasi yang diminta sesuai dengan kondisi stok di gudang farmasi. Petugas gudang kemudian menyerahkan perbekalan farmasi tersebut kepada petugas depo dan menandatangani lembar SPPO. Petugas depo memeriksa kesesuaian perbekalan farmasi yang diterima, jika telah sesuai petugas depo menandatangani lembar SPPO, kemudian menyerahkan lembar SPPO asli ke petugas gudang farmasi dan lembar SPPO salinan untuk disimpan di depo sebagai arsip. Pendistribusian perbekalan farmasi reguler dapat dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian, sedangkan pendistribusian perbekalan farmasi yang termasuk golongan narkotika, psikotropika dan prekursor dilakukan oleh Apoteker koordinator gudang farmasi.
Kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi di depo farmasi adalah sebagai berikut:
Depo Rawat Jalan
Pendistribusian di depo farmasi rawat jalan merupakan penyerahan obat pada pasien rawat jalan dari poliklinik di RSUD AWS dengan sistem resep perorangan/individual (individual prescribing). Untuk obat-obat penyakit degeneratif obat diberikan untuk kebutuhan satu bulan, sedangkan untuk pasien rawat jalan pascabedah, obat biasanya disiapkan untuk kebutuhan 3 hari.
Depo Rawat Inap
Pendistribusian di depo farmasi rawat inap yaitu dokter memberikan resep kepada pasien yang berisi obat-obatan dan alkes yang diperlukan pasien dalam sehari (One Daily Dose Dispensing). Dan untuk pasien pulang penyerahan obat dilakukan dengan sistem resep perorangan/individual (individual prescribing).
Depo IGD
Pendistribusian di depo IGD dilakukan dengan sistem resep perorangan/individual (individual prescribing). Pemberian obat untuk pasien rawat inap dan rawat jalan hanya diberikan untuk kebutuhan pengobatan pasien selama 1 hari, khusus untuk pasien IGD rawat jalan hanya obat antibiotik yang dapat diberikan untuk kebutuhan pengobatan pasien selama 3-5 hari. Untuk obat-obat narkotika dan psikotropika, depo farmasi IGD hanya melayani jika ada resep aslinya dan lengkap dengan nama dokter, tanda tangan dokter serta alamat pasien.
Depo Sakura
Sistem distribusi obat yang diterapkan di depo farmasi sakura yaitu Individual Prescription (IP) atau distribusi obat kepada pasien secara perorangan, One Daily Dose Dispensing (ODDD) atau distribusi obat kepada pasien untuk kebutuhan pasien selama 24 jam, dan persediaan di ruangan (Floor Stock) atau distribusi obat-obatan yang sifatnya diperlukan segera. Pada pelayanan pasien rawat inap sistem distribusi obat yang diterapkan adalah kombinasi sistem distribusi obat One Daily Dose Dispensing (ODDD) dan Individual Prescription (IP). Untuk penanganan obat sitotoksik (cytotoxic handling) menggunakan sistem distribusi obat Individual Prescribring (IP). Untuk pasien Intensive Care Unit (ICU) menggunakan kombinasi sistem distribusi obat Floor Stock (FS) dan ODDD. Sedangkan untuk OK Sakura menggunakan sistem distribusi obat Floor Stock (FS).




Pemusnahan dan penarikan
Kegiatan penarikan perbekalan farmasi di RSUD Abdul Wahab Sjahranie dilakukan terhadap perbekalan farmasi dengan masalah produksi dan perbekalan farmasi yang rusak, mendekati kadaluarsa atau telah kadaluarsa. Untuk perbekalan farmasi dengan masalah produksi, instalasi farmasi menerima surat pemberitahuan dari supplier jika ada penarikan kembali perbekalan farmasi. Kepala instalasi akan meneruskan surat tersebut ke bagian gudang farmasi. Bagian gudang farmasi akan berkoordinasi dengan depo pelayanan farmasi, ruang perawatan dan poliklinik untuk mengumpulkan perbekalan farmasi yang akan ditarik dan menyerahkannya ke bagian gudang farmasi. Koordinator gudang farmasi melakukan rekapitulasi jumlah perbekalan farmasi yang ditarik kemudian dilaporkan ke kepala instalasi farmasi. Kepala instalasi kemudian membuat berita acara daftar perbekalan farmasi yang ditarik kembali, kemudian menyerahkannya ke supplier.
Untuk perbekalan farmasi yang rusak, mendekati kadaluarsa atau telah kadaluarsa, kepala ruangan/kepala instansi/koordinator depo farmasi akan mengumpulkan dan memisahkannya dari perbekalan farmasi lainnya. Untuk perbekalan farmasi yang mendekati kadaluarsa minimal enam bulan sebelum tanggal kadaluarsa. Perbekalan farmasi tersebut kemudian dibuat daftarnya dan dikembalikan ke gudang farmasi. Gudang farmasi menerima dan membuat berita acara pengembalian perbekalan farmasi. Untuk perbekalan farmasi yang ditarik, instalasi farmasi akan menggantinya dengan perbekalan farmasi yang sama tetapi dengan waktu kadaluarsa yang lebih panjang Koordinator gudang farmasi akan membuat laporan rekapitulasi perbekalan farmasi yang rusak atau kadaluarsa kepada kepala instalasi farmasi. Instalasi farmasi akan menindaklanjuti apakah perbekalan farmasi yang ditarik akan dikembalikan ke distibutor atau dimusnahkan. Jika perbekalan farmasi diputuskan untuk dimusnahkan maka Kepala Instalasi Farmasi memberikan laporan tersebut kepada Direktur berikut usulan rencana pemusnahan perbekalan farmasi. Direktur akan memberikan disposisi mengenai rencana pemusnahan perbekalan farmasi kepada Tim Pemusnahan Perbekalan Farmasi dan akan dibuat perencanaan pemusnahannya. Tim Pemusnahan Perbekalan Farmasi terdiri dari Bagian Umum/Rumah Tangga, Instalasi Farmasi, Instalasi K3 dan saksi dari Pemerintah Provinsi dan Kepolisian. Pemusnahan perbekalan farmasi dilakukan di dalam incinerator (tanur) lalu didokumentasikan dan dibuat berita acara pemusnahan. Pembuatan berita acara dilakukan oleh Kepala Intalasi Farmasi dan ditandatangani oleh saksi yang berasal dari gudang farmasi dan depo farmasi lainnya.Berita Acara di ketahui oleh Direktur Rumah Sakit dan untuk pemusnahan narkotika, psikotropika dan prekursor disaksikan oleh BBPOM di Samarinda.
Pengendalian
Pengendalian perbekalan farmasi di RSUD Abdul Wahab Sjahranie dilakukan terhadap perbekalan farmasi yang mendekati kadaluarsa (enam bulan sebelum kadaluarsa), perbekalan farmasi yang jarang digunakan (slow moving) selama enam bulan dan perbekalan farmasi yang tidak digunakan (death stock) selama tiga bulan berturut-turut. Pengawasan dan pengendalian mutu perbekalan farmasi tersebut dilakukan dengan cara melakukan stock opname setiap bulan. Pada saat stock opname dilakukan perhitungan jumlah persediaan perbekalan farmasi dan evaluasi terhadap persediaan perbekalan farmasi slow moving, death stock dan perbekalan farmasi yang telah mendekati masa kadaluarsanya (enam bulan sebelum waktu kadaluarsa yang tercantum di kemasan).Data hasil stock opname dan evaluasi tersebut kemudian dilaporkan kepada koordinator depo untuk dibicarakan dalam rapat koordinasi bersama koordinator depo farmasi lain, pengelola gudang farmasi dan kepala instalasi farmasi. Dalam rapat tersebut akan dibicarakan mengenai perbekalan farmasi slow moving, death stock dan yang telah mendekati masa kadaluarsa yang masih bisa dijalankan di depo farmasi. Jika di salah satu depo terdapat perbekalan farmasi yang slow moving atau death stock maka perbekalan farmasi tersebut diserahkan ke depo farmasi lain yang masih bisa menjalankan perbekalan farmasi tersebut. Tetapi jika tidak ada depo farmasi lain yang bisa menjalankan perbekalan farmasi tersebut maka perbekalan farmasi tersebut direncanakan untuk dikembalikan (diretur) ke distributor asalnya.
Pencatatan dan pelaporan
Kegiatan pencatatan di depo farmasi RSUD Abdul Wahab Sjahranie dilakukan setiap hari di kartu stok perbekalan farmasi, buku pelayanan resep dan billing komputer. Pencatatan juga dilakukan pada saat kegiatan stock opname. Dari pencatatan inilah kemudian akan dibuat laporan rutin setiap bulan. Laporan tersebut meliputi laporan stok perbekalan farmasi, laporan rekap lembar resep, laporan pelayanan obat generik dan non generik, laporan penggunaan narkotika, psikotropika dan prekursor, dan laporan obat tidak terlayani. Laporan pelayanan obat generik dan non generik dikirimkan ke Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur setiap 3 bulan sekali. Laporan penggunaan narkotika, psikotropika dan prekursor dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kota setiap bulan dengan tembusan kepada kepala BBPOM di Samarinda.
Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan selama PKPA di RSUD Abdul Wahab Sjahranie meliputi pelayanan resep (pengkajian dan penyiapan obat), penelusuran riwayat pengobatan dan rekonsiliasi obat, konseling, pemantauan terapi obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

Pelayanan resep (pengkajian dan penyiapan obat)
Pada pengkajian resep dilakukan pengkajian persyaratan administrasi dan persyaratan farmasetik, serta persyaratan klinis. Jika semua persyaratan sudah dicek dan dapat disediakan obat. Penyiapan obat (dispensing) meliputi peracikan obat untuk obat racikan, pengambilan obat dan pengemasan. Untuk memastikan kebenaran antara resep dan obat yang disiapkan, maka dilakukan pemeriksaan. Selanjutnya tahap penyerahan resep, pada tahap penyerahan resep apoteker melakukan pemastian indentitas pasien. Kemudian melakukan pemeriksaan lagi (double check) nama obat dan dosis, serta cara pemberian dan waktu pemberian yang tertulis dietiket.
Penelusuran riwayat pengobatan dan rekonsiliasi obat
Apoteker melakukan penelusuran riwayat pengobatan dan rekonsiliasi dengan teknik wawancara langsung dengan pasien serta melihat rekam medis. Apoteker mengisi lembar rekonsiliasi yang memuat nama obat, dosis, riwayat alergi obat dan obat yang baru diminum/digunakan oleh pasien.
Konseling
Konseling yang dilakukan diruang khusus konseling. Untuk pasien rawat inap konseling dilakukan oleh apoteker atau perawat ruangan dengan mendatangi pasien atau bedsite counseling. Pada pasien rawat jalan konseling dilakukan di ruang konseling yang disiapkan. Untuk pasien rawat jalan, konseling yang sering dilakukan adalah untuk pasien yang menggunakan obat-obatan polifarmasi, serta pasien yang menggunakan terapi khusus, seperti insulin, dan inhaler. Saat melakukan konseling pasien dibekali informasi mengenai kondisi penyakitnya, kondisi sosial yang harus diperbaiki agar terapi berhasil dan memberikan edukasi mengenai cara penggunaan obat serta waktu penggunaan obat sehingga pasien patuh dalam terapi. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap dapat dilakukan atas inisiatif apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarga.
Pemantauan Terapi Obat (PTO) dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
PTO dan MESO di Rumah Sakit Umum Abdul Wahab Sjahranie dilakukan terhadap obat-obat yang baru, yang masuk kedalam formularium rumah sakit. Apoteker memonitoring adanya efek samping obat yang umum maupun yang tidak. Sehingga dapat mendeteksi efek samping obat yang jarang atau belum pernah terjadi sedini mungkin, mencegah keterulangan terjadinya efek samping obat tersebut dan meminimalkan resiko terjadinya serta mengenal faktor yang dapat menyebabkan terjadinya efek samping obat. Jika terdapat efek samping obat yang belum pernah terjadi atau efek samping obat yang tidak umum, maka apoteker membuat laporan dan mengevaluasi laporan ESO tersebut. Selanjutnya laporan efek samping obat tersebut didiskusikan dengan tim/subtim farmasi dan terapi. Jika kasus efek samping obat tersebut adalah efek samping obat dengan tingkat kejadian yang sering maka efek samping obat tersebut dilaporkan kepusat MESO Nasional.

Praktik Kerja di Balai Besar POM
Laboratorium Obat dan NAPZA
Salah satu parameter pengujian yang dilakukan di Laboratorium Obat dan NAPZA Balai Besar POM di Samarinda ialah :
Penetapan Kadar tablet Asam Mefenamat
Tujuan
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan kadar tablet asam mefenamat.
Prinsip
Prinsip dari pengujian ini adalah menentukan kadar tablet asam mefenamat.

Acuan
Metode yang digunakan sesuai British Pharmacopeia tahun 2013 halaman 3113.
Alat
Batang pengaduk
Buret 50 ml
Corong
Erlenmeyer 250 ml
Gelas kimia 100 ml
Labu takar
Pipet tetes
Pipet volume
Propipet
Syringe filter
Statif dan Klem
Timbangan analitik
Ultrasonik
Bahan
Sampel
Tablet asam mefenamat Merek "X"
Reagen
Etanol
Indikator PP
Kalium Biftalat 250 mg
NaOH 0,1 N
Prosedur
Pembuatan Larutan Uji
Ditimbang 20 tablet asam mefenamat merek X
Diserbukkan hingga homogen
Dimasukkan kedalam labu erlenmeyer
Ditambahkan 80 mL etanol absolute hangat yang telah dinetralkan dengan PP
Disonikasi dan dipanaskan hingga larut, lalu didinginkan
Ditambahkan etanol absolute yang telah dinetralkan hingga 100 mL
Penetapan Kadar
Dititrasi larutan dengan menggunakan NaOH 0,1 N menggunakan indikator PP hingga terlihat perubahan warna
Tiap 1 mL NaOH 0,1 N setara dengan 24,13 mg asam mefenamat

Hasil pengujian
Penetapan Kadar
Interpretasi Hasil :
Jumlah asam mefenamat dalam cuplikan dalam mg (W).
W= V × N0,1 × 24,13
Kadar asam mefenamat dalam tablet dihitung terhadap jumlah yang tertera pada etiket
K= WBu × BrKe ×100%
Keterangan :
V : Volume larutan NaOH yang digunakan dalam mL
N : Normalitas larutan NaOH
Bu: Bobot cuplikan yang ditimbang dalam mg
Br: Bobot rata-rata tablet dalam mg
Ke: Jumlah asam mefenamat per tablet yang tertera pada etiket dalam mg
Diketahui :
V1 = 10,60 mL
V2 = 10,60 mL
Br = 630,735 mg
Ke = 500 mg
N = 0,0959 N
Bu1=315,68
Bu2=315,67
W1= V1× N0,1 × 24,13
W1= 10.60 mL × 0,09590,1 × 24,13
W1= 245,2911
K1 = W1Bu1 × BrKe ×100%
K1= 245,2911315,68× 630,735500 × 100%
K1= 98,0193 %
W2= V2× N0,1 × 24,13
W2= 10.60 mL × 0,09590,1 × 24,13
W2= 245,2911
K2 = W2Bu2 × BrKe ×100%
K2= 245,2911315,67× 630,735500 × 100%
K2= 98,0224 %
Kadar sampel x=K1 + K22 ×100%
Kadar sampel x = 98,0208%

Penentuan kadar tablet asam mefenamat dilakukan dengan metode titrasi asam basa. Hasil dari penetapan kadar titrasi yang dilakukan duplo atau sebanyak dua kali, kadar pertama sampel x ialah sebesar 98,0193 % dan kadar kedua sampel x ialah sebesar 98,0224%. Persyaratan untuk kadar tablet asam mefenamat adalah 95,0 % - 100,0%. Dari hasil pengujian didapatkan kadar rata-rata sampel x sebesar 98,0208% sehingga dapat dikatakan sampel dengan merek "X" memenuhi persyaratan kadar yang telah ditentukan.
Laboratorium Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan
Parameter pengujian yang dilakukan di Laboratorium Obat dan NAPZA Balai Besar POM di Samarinda antara lain :
Identifikasi deksametason dalam obat tradisional sediaan padat secara Kromatografi Lapis Tipis
Prosedur
Larutan uji
sampel uji dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan air
ditambahkan ammonium hidroksida dan dikocok selama 30 menit
disaring dan filtratnya dimasukkan kedalam corong pisah
diasamkan dengan HCl sampai lalu diekstraksi dengan etil asetat
ekstrak etil asetat diuapkan sampai kering, sisa pengupan tersebut dilarutkan dengan etanol (Larutan A)
Larutan baku
dengan cara melarutkan Deksametasone BPFI (deksametason baku) dalam etanol (Larutan B)
Larutan Spiked Sample
Dengan cara yang sama dengan larutan uji, diekstraksi satu dosis sampel yang ditambah baku deksametason
Cara penetapan
Secara KLT
Larutan uji, larutan baku dan larutan spiked sampe ditotolkan secara terpisah dan dilakukan KLT sebagai berikut:
Fase diam : lempeng silika gel 60 F254 ukuran 20 x 10 cm atau disesuaikan
Fase gerak
Eluen A: etil asetat – metanol – amonia
Eluen B: kloroforn – metanol
Aplikasi sampel: volume penotolan 10 µL, tipe penotolan pita/titik
Tabel 3.1 elusi deksametason dalam obat tradisional sediaan padat

Otomatis
Manual
Jarak Rambat
7,5 cm
15 cm
Waktu Penjenuhan
20 menit
Deteksi penjenuhan dengan kertas saring
Waktu Pengeringan
5 menit
Dikeringkan pada suhu ruang
Deteksi bercak : cahaya ultra violet pada panjang gelombang 254 nm
Interpretasi Hasil
Secara KLT
Hasil uji dinyatakan negatif jika nilai Rf dari bercak larutan uji tidak sama dengan bercak larutan baku dan larutan spiked sample.
Pembahasan Hasil
Hasil uji identifikasi deksametason dalam obat tradisional sediaan padat secara Kromatografi Lapis Tipis dapat dilihat pada tabel berikut ini :







Tabel 3.2 elusi deksametason dengan eluen A
No. Sampel
Harga Rf
A
0,96
B
0,94
C+
0,94 0,85
D
0,94
E
0,93
F+
0,93 0,83
Baku
0,81
G
0,93
G+
0,93 0,84

Tabel 3.3 elusi deksametason dengan eluen B
No. Sampel
Harga Rf
A
0,91
B
0,89
C+
0,89 0,49
D
0,89
E
0,89
F+
0,91 0,45
Baku
0,48
G
0,92
G+
0,93 0,55

Identifikasi Difenhidramin Hidroklorida dalam Obat tradisional sediaan padat
Prosedur
Larutan uji
Satu dosis cuplikan yang telah diserbuk halus, dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 125 ml, ditambah 20 ml air
Dikocok selama 30 menit dan disaring
Filtrat ditampung dalam corong pisah 125 ml, dibasakan dengan natrium hidroksida 2 N
Diektraksi 3 kali, setiap kali dengan 30 ml kloroform
Kumpulan ekstrak kloroform diuapkan diatas tangas air sampai kering, sisa penguapan dilarutkan dalam 5 ml etanol (A)
Dengan cara yang sama diekstraksi satu cuplikan yang telah ditambahkan 25 mg difenhidramin hidroklorida BPFI (B)
Larutan baku
Dibuat larutan baku difenhidramin hidroklorida BPFI 0,5% b/v dalam etanol (C)
Identifikasi
Cara KLT
Larutan A, B, C ditotolkan secara terpisah dan dilakukan kromatografi lapis tipis sebagai berikut :
Fase diam: silika gel GF254
Fase gerak: Metanol – amonia 10%
Dikloroetan – metanol
Penjenuhan: dengan kertas saring
Volume penotolan: larutan A, B, C masing-masing 15 µl
Jarak rambat : 15 cm
Penampak bercak: cahaya ultraviolet 254 nm, terjadi peredaran fluoresensi.
Interpretasi Hasil
Secara KLT
Hasil uji dinyatakan negatif jika nilai Rf dari bercak larutan uji tidak sama dengan bercak larutan baku dan larutan spiked sample.
Pembahasan Hasil
Hasil uji identifikasi Difenhidramin Hidroklorida dalam Obat tradisional sediaan padat dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.4 elusi difenhidramin dengan eluen A
No. Sampel
Harga Rf
A
0,88
B
0,88
C+
0,86 0,52
D
0,89
E
0,87
F+
0,87 0,52
Baku
0,52
G
0,90
G+
0,91 0,49

Tabel 3.5 elusi difenhidramin dengan eluen B
No. Sampel
Harga Rf
A
0,94
B
0,88
C+
0,94 0,87 0,53
D
0,70
E
0,92
F+
0,91 0,70 0,53
Baku
0,53
G
0,91
G+
0,92 0,51

Pembahasan Hasil Uji
Identifikasi deksametason dalam obat tradisional sediaan padat secara Kromatografi Lapis Tipis
Hasil uji sampel dengan KLT menggunakan dua eluen tersebut diatas dapat dilihat dari tabel menunjukkan semua sampel tidak ada yang memiliki nilai RF yang sejajar dengan larutan baku deksametason, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel yang telah diuji negatif mengandung deksametason dan memenuhi syarat (MS).
Identifikasi Difenhidramin Hidroklorida dalam Obat tradisional sediaan padat
Hasil dari pengujian sampel dengan KLT menggunakan dua eluen tersebut diatas menunjukkan semua sampel tidak ada yang memiliki nilai Rf sejajar dengan larutan baku difenhidramin hidroklorida. Dapat disimpulkan bahwa semua sampel negatif mengandung difenhidramin hidroklorida dan memenuhi syarat (MS).

Laboratorium Kosmetik
Salah satu parameter pengujian yang dilakukan di Laboratorium Kosmetika Balai Besar POM di Samarinda ialah :
Identifikasi raksa dalam produk kosmetik sediaan solid,semisolid dan cair secara Reinsch Test.
Tujuan
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk identifikasi raksa dalam produk kosmetik sediaan solid,semisolid dan cair secara Reinsch Test.
Prinsip
Prinsip dari pengujian ini adalah raksa bereaksi dengan tembaga membentuk amalgam berwana lapisan perak yang mengkilap.
Acuan
Metode yang digunakan sesuai dengan peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No HK 03.1.23.08.11.07517 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetik Lampiran V Halaman 113.
Alat
1) Batang pengaduk
2) Batang tembaga
3) Corong
4) Gelas kimia 100 ml
5) Labu ukur
6) Penangas air
7) Pipet tetes
8) Pipet volume
9) Propipet
10) Mikropipet
11) Timbangan analitik
e. Bahan
1) Sampel
a) Produk Kosmetika
2) Reagen
a) HCL
b) Raksa (II) Klorida
f. Prosedur
1) Pembuatan Larutan Uji
a) Ditimbang 2 g sampel.
b) Ditambahkan Pelarut (Larutan A).
2) Pembuatan Baku
a) Ditimbang Raksa (II) Klorida.
b) Dimasukkan kedalab labu ukur.
c) Dilarutkan dan diencerkan dengan aqua bebas mineral.
d) Dikocok larutan hingga homogen (larutan b).
e) Dipipet larutan b dan dimasukkan ke dalam Pelarut (Larutan B).
3) Pembuatan Spiked sample
a) Ditimbang 2 g sampel.
b) Ditambahkan larutan b dan dimasukkan ke dalam pelarut (Larutan C).
4) Penetapan
a) Dibersihkan atau diamplas batang tembaga hingga mengkilap.
b) Dicelupkan ke dalam larutan A, B, C.
c) Dipanaskan di atas penangas air kemudian batang tembaga dikeluarkan.
d) Dibersihkan dengan air mengalir dan dikeringkan.
e) Dilakukan pengamatan pada batang tembaga.
g. Interpretasi hasil
Terbentuknya lapisan berwarna perak mengkilap pada batang tembaga menunjukkan adanya raksa.Persayaratn produk kosmetika tidak boleh mengandung raksa. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh hasil bahwa kelima sampel yang diuji memenuhi syarat karena batang tembaga tidak terbentuk lapisan berwarna perak mengkilap. Penggunaan batang tembaga sembagai alat untuk mendeteksi adanya raksa pada suatu produk kosmetik karena batang tembaga termasuk logam yang dapat dilarutkan oleh merkuri atau Hg, larutan logam dalam raksa disebut amalgam.
Laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya
Salah satu parameter pengujian yang dilakukan di Laboratorium Pangan Balai Besar POM di Samarinda ialah identifikasi senyawa pestisida golongan organofosfat dan karbamat dalam makanan.
Tujuan
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk identifikasi senyawa pestisida golongan organofosfat dan karbamat dalam makanan.
Prinsip
Prinsip dari pengujian ini adalah KLT berdasarkan adsorpsi dan partisi, dimana sampel akan berpisah berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan.
Alat
Batang pengaduk
Gelas kimia
Lampu UV 254 nm dan 366 nm
Mikropipet
Penutup chamber
Pipet volume
Water bath
Bahan
Baku Pestisida Diazinon
Baku Pestisida Dursban
Baku Pestisida Fenitroin
Baku Pestisida Malathion
Baku Pestisida Propoxyphene
Kertas Saring
Pereaksi NaHCO3
Pereaksi Rhodamin B
Plat KLT
Sampel Sayuran A
Sampel Sayuran B
Sampel Sayuran C
Sampel Sayuran D
Sampel Sayuran E
Prosedur
Pembuatan Larutan Uji
Dipotong kecil-kecil sampel uji
Ditimbang sejumlah sampel uji dan dimasukkan ke dalam gelas kimia
Direndam dengan larutan heksan selama 1 hari 1 malam
Disaring dan dimasukkan ke dalam gelas kimia lalu di keringkan dengan water bath
Uji KLT
Ditotolkan larutan uji dan baku pestisida yaitu diazinon, propoxyphene, dursban, malathion, dan fenitroin. diatas plat KLT dengan jarak 2 cm dari bagian bawah
Dimasukkan kedalam chamber plat KLT yang berisi fase gerak n-heksan : aseton dengan perbandingan 9 : 1 dan n-heksan : aseton : kloroform dengan perbandingan 8 : 1 : 1 yang telah jenuh
Dibiarkan fase gerak (pelarut) naik ke atas
Dikeringkan plat KLT
Disemprot dengan pereaksi NaHCO3 dan rhodamin B
Digunakan lampu UV 254 nm dan 366 nm untuk mengetahui noda
Dihitung nilai Rfnya
Interpretasi hasil
Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman atau hasil-hasil pertanian. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), tentang batas maksimum residu pestisida pada tanaman, residu pestisida untuk golongan organofosfat (klorpirifos) dan karbamat masih diperbolehkan ada di dalam tanaman dalam konsentrasi yang telah ditentukan, khusus untuk sayuran batas konsentrasi residu yang diperbolehkan yaitu 0,5 mg. Berbahayanya penggunaan pestisida organofosfat dan karbamat dalam sayuran yang berlebihan dikarenakan pestisida akan menempel pada enzim cholinesterase didalam darah. Karena cholinesterase tidak dapat memecahkan acetylcholin, impuls syaraf mengalir terus (konstanta) menyebabkan kejang-kejang yang cepat dan akhirnya mengarah kepada kelumpuhan. Dengan terbentuknya senyawa-senyawa tersebut maka terjadi penurunan aktivitas cholinesterase, sehingga enzym tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Pengujian identifikasi senyawa pestisida golongan organofosfat dan karbamat dalam makanan yang dilakukan terhadap jenis sayur-sayuran dengan baku pestisida yaitu diazinon, propoxyphene, dursban, malathion, dan fenitroin. Pada pengujian ini jika nilai Rf sampel sama dengan baku mengindikasikan adanya kandungan pestisida dalam sampel tersebut. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), tentang batas maksimum residu pestisida pada tanaman, residu pestisida untuk golongan organofosfat (klorpirifos) dan karbamat masih diperbolehkan ada di dalam tanaman dalam konsentrasi yang telah ditentukan, khusus untuk sayuran batas konsentrasi residu yang diperbolehkan yaitu 0,5 mg. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh hasil bahwa kelima sampel yang diuji memenuhi persyaratan karena tidak adanya nilai Rf yang sama dengan baku pestisida.
Laboratorium Mikrobiologi
Pengujian yang dilakukan di laboratorium mikrobiologi ialah terdiri dari sampel pangan, obat, obat tradisional dan kosmetik serta produk komplemen.
Beberapa alat dan sarana yang digunakan di laboratorium mikrobiologi antara lain autoclave, Bio Safety Cabinet (BSC), bunsen, Colony counter, Hot plate, inkubator suhu 20 °C – 25 °C, inkubator suhu 35 °C – 37 °C, inkubator suhu 41 °C – 42 °C, inkubator suhu 45 °C, Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), lemari es, oven 180 °C, pipet, plastik steril, pompa vakum, timbangan top loading, vortex, waterbath dan alat – alat gelas lainnya.
Metode sterilisasi yang digunakan adalah sterilisasi panas basah dan sterilisasi panas kering. Metode sterilisasi panas dengan menggunakan uap air disebut metode sterilisasi panas lembab atau sterilisasi basah. Metode sterilisasi panas tanpa kelembaban (tanpa penggunaan uap air) disebut metode sterilisasi panas kering (Pratiwi, 2009). Sterilisasi panas basah dilakukan dengan menggunakan pemanasan autoclave suhu 121°C selama 15 menit atau 115°C selama 30 menit. Sedangkan sterilisasi panas kering dilakukan dengan menggunakan pemanas oven 180°C selama 2 jam.
Penanganan limbah hasil pengujian yang dilakukan di laboratorium mikrobiologi sebelum dibuang yaitu didestruksi terlebih dahulu dengan autoclave 121°C selama 15 menit untuk menghindari adanya pencemaran biologis dan kimiawi.
Salah satu persiapan yang dilakukan sebelum pengujian ialah pembuatan media. Cara pembuatan media padat atau media agar adalah dengan melarutkan serbuk atau padatan media dalam aquades sambil dipanaskan hingga homogen. Setelah itu ditutup mulut erlenmeyer menggunakan kapas dan aluminium foil dan disterilkan. Sedangkan cara pembuatan media cair atau media broth adalah dengan melarutkan serbuk atau padatan medium dalam aquades tanpa pemanasan karena tidak ada agar yang perlu diproses menjadi padat. Sterilisasi media dilakukan menggunakan autoclave pada suhu 121 °C selama 15 menit.
Prinsip uji identifikasi dalam mikrobiologi diawali dengan menggoreskan sampel uji dan kontrol positif pada suatu media yang bertujuan untuk membandingkan bentuk hasilnya. Hasil dari pengujian yang menunjukkan pertumbuhannya tapi tidak spesifik terhadap kontrol positif maka uji tidak dilanjutkan, tetapi jika pertumbuhan menunjukkan pertumbuhan yang spesifik terhadap kontrol positif maka uji akan dilanjutkan agar mendapatkan hasil yang akurat.
Salah satu pengujian yang dilakukan di laboratorium mikrobiologi BBPOM Samarinda ialah pengujian angka lempeng total pada makanan dan minuman, kosmetik serta obat tradisional. Menurut SNI Prinsip metode ini adalah apabila satu sel mikroorganisme yang masih hidup ditimbulkan pada media yang sesuai, maka sel tersebut berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan mata pada media yang digunakan setelah dilakukan inkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Setelah masa inkubasi selesai, maka terbentuk koloni-koloni pada cawan tersebut dalam jumlah yang dapat dihitung. Prosedur kerja pada sampel pangan dimulai dengan homogenisasi sampel, sampel secara aseptik dipipet X ml atau ditimbang sebanyak Y gram ke dalam wadah steril yang sesuai, kemudian ditambahkan pengencer Z mL, dihomogenkan sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran yang ditentukan. Hasil dari homogenisasi pada penyiapan sampel kemudian dibuat pengenceran selanjutnya hingga tingkat pengenceran yang diperlukan. Ke dalam setiap cawan petri dituangkan sejumlah media tertentu dengan suhu 44 – 47 ºC. Cawan petri segera digoyang dan diputar sedemikian rupa hingga suspensi tersebar merata. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji kontrol (blanko). Pada suatu cawan diisi sejumlah pengencer dan media agar, pada cawan yang lain diisi media agar yang sama. Diamkan cawan sampai memadat tidak lebih dari 10 menit setelah media memadat, cawan diinkubasi pada 30 ± 1 ºC selama 72 ± 3 jam dengan posisi dibalik. Kemudian jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung.
Cara perhitungan ALT pada obat tradisional mempunyai 9 persyaratan antara lain :
Dipilih cawan petri dari salah satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 25-250 setiap cawan. Hitung rata-rata jumlah koloni dan kalikan dengan faktor pengenceran. Hasil dinyatakan sebagai Angka Lempeng Total dalam tiap gram atau ml sampel.
Bila salah satu dari cawan petri menunjukkan kurang 25 atau lebih besar dari 250, hitung rata-rata jumlah koloni, kalikan dengan faktor pengenceran. Hasil dinyatakan sebagai ALT dalam tiap gram atau ml sampel.
Jika hasil cawan – cawan dari 2 tingkat pegenceran yang berurutan menunjukkan jumah koloni berturut-turut antara 25-250 koloni, hitung jumah koloni dari masing-masing pengenceran, kemudian dikalikan dengan faktor pengencerannya. Apabila hasil perhitungan pada tingkat yang lebih tinggi diperoleh jumlah koloni rata-rata lebih besar dari 2 kali jumlah koloni rata-rata pengenceran di bawahnya, maka ALT dipilih dari tingkat pengenceran yang lebih rendah (misal: pada pengenceran 10-2 jumlah koloni rata-rata 140, pada pengenceran 10-3 jumlah koloni rata-rata 32, maka dipilih jumlah koloni 140 x10-2).
Bila hasil perhitungan pada tingkat pengenceran lebih tinggi diperoleh jumlah koloni rata-rata kurang dari 2 kali jumlah rata-rata pada pengenceran di bawahnya maka ALT dihitung dari rata-rata jumlah koloni kedua tingkat pengenceran tersebut (misal: pada 10-2 jumlah koloni rata-rata 240, pada pengenceran 103jumlah koloni rata-rata 41), maka ALT adalah:
240+4102×102=325×102
Bila tidak satupun koloni dalam cawan maka angka lempeng toal dinyatakan sebagai < dari satu dikalikan faktor pengenceran terendah.
Jika seluruh cawan menunjukkan jumlah koloni dari semua pengenceran lebih dari 250 koloni, maka setiap 2 cawan petri dengan pengenceran tertinggi dibagi ke dalam 2, 4 atau 8 sektor. Hitung jumlah koloni dalam 1 bagian atau lebih. Untuk mendapatkan jumlah koloni dalam satu cawan petri, hitung rata-rata jumlah koloni dan kalikan dengan faktor pembagi dan pengenceran. Nyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri perkiraan per milliliter atau gram.
Jika dalam 1/8 bagian cawan petri terdapat lebih dari 200 koloni, maka angka lempeng total dinyatakan lebih besar dari 200 x 8 dikalikan faktor pengenceran.
Penghitungan dan pencatatan hasil angka lempeng total hanya ditulis dalam dua angka. Angka berikutnya dibulatkan ke bawah bila kurang dari 5 dan dibulatkan keatas apabila lebih dari 5.
Sebagai contoh : 523 x 10 3 dibulatkan menjadi 52 x 10 4 kol/g atau kol/mL
Untuk 83,6 x 10 3 dibulatkan menjadi 84 x 10 4 kol/g atau kol/mL
Jika dijumpaia koloni "spreader" meliputi seperempat sampai setengah bagian cawan, maka dihitung koloni yang tumbuh di luar daerah spreader. Jika 75% dari seluruh cawan mempunyai koloni spreader seperti diatas, maka dicatat sebagai "spr". Untuk keadaan ini harus dicari penyebabnya dan diperbaiki cara kerjanya (pengujian diulang).
Jika dijumpai koloni spreader tipe rantai maka tiap satu deret koloni yang terpisah dihitung sebagai satu koloni dan bila dalam kelompok spreader terdiri dari beberapa rantai, maka tiap rantai dihitung sebagai satu koloni.
Perhitungan ALT untuk produk kosmetik antara lain sebagai berikut:
Cawan petri dari satu pengenceran dipilih yang menunjukkan jumlah koloni antara 30 – 300. Jumlah koloni rata-rata dari kedua cawan dihitung lalu dikalikan dengan faktor pengencerannya. Hasil dinyatakan sebagai angka lempeng total per g sampel menggunakan rumus (I) sebagai berikut :
N = m / (V x d)N = m / (V x d)
N = m / (V x d)
N = m / (V x d)

N: jumlah mikroba dalam sampel
V: volume dimasukkan inokulum ke dalam masing-masing cawan
m: rata-rata hitungan yang diperoleh dari kedua cawan satu pengenceran
d : faktor pengenceran
Jika terdapat cawan-cawan dari dua tingkat pengenceran yang berurutan menunjukkan jumlah koloni antara 30-300, maka dihitung jumlah koloni dari masing-masing tingkat pengenceran kemudian dikalikan dengan faktor pengencerannya.
Bila tidak satupun koloni dalam cawan maka angka lempeng total dinyatakan sebagai N l/ (V x d) koloni per g atau per mL. sampel d adalah faktor pengenceran dari suspense awal dan V adalah 1 (untuk perhitungan dengan metode tuang).
Jika jumlah koloni kurang dari 30 pada cawan,hasil dinyatakan sebagai berikut:
Untuk sampel sedikitnya 1 g, volume inokulum sedikitnya 1 mL maka perkiraan angka lempeng total total per g sampel adalah:
Contoh :
Hitungan koloni yang diperoleh pada pengenceran 10-1 adalah 0 dan 3 Perkiraan angka lempeng total
N m / (V x d)
1,5 / 1x 10-1
15
Perhitungan ALT untuk pangan antara lain sebagai berikut:
Dipilih cawan petri dari dua pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni 10-300 per cawan (θ = 90 mm).
Perhitungan untuk jumlah koloni yang rendah
Jika cawan petri menunjukkan jumlah koloni antara 4-10 koloni, mengikuti rumus
N = C(V(n1 + 0,1 n2) x d)N = C(V(n1 + 0,1 n2) x d)
N = C(V(n1 + 0,1 n2) x d)
N = C(V(n1 + 0,1 n2) x d)



Hasil dinyatakan sebagai : angka perkiraan N per gram atau milliliter sampel
Jika cawan petri menunjukkan jumlah koloni antara 1-3 koloni, maka hasil dinyatakan sebagai : Mikroorganisme ada tetapi kurang dari (4 x 1/d) per gram atau mL atau kurang dari 40
Bila tidak satupun koloni tumbuh dalam cawan maka angka lempeng total dinyatakan sebagai kurang dari 1/d
Perhitungan untuk kasus tertentu
Apabila jumlah koloni pada pengenceran pertama (d1) lebih besar dari 300 dan jumlah pada pengenceran kedua (d2) kurang dari 10
Apabila pengenceran pertama (d1) berada diantara 300-334 digunakan metode perhitungan umum
Apabila pengenceran pertama (d1) lebih besar dari 334, maka hanya dihitung jumlah koloni pada pengenceran kedua saja dan dinyatakan sebagai angka perkiraan, kecuali bila jumlah koloni pada pengenceran kedua (d2) kurang dari 8 maka hasil tidak dapat diterima.
Jika terjadi pertumbuhan koloni spreader maka dihitung sebagai satu koloni. Jika koloni spreader kurang dari ¼ bagian cawan maka koloni di hitung dari ½ bagian cawan dan dikalikan 2. Jika koloni spreader lebih dari ¼ bagian cawan maka cawan tidak masuk dalam perhitungan.
Bulatkan hasil yang dihitung ke dalam 2 angka. Untuk ini, jika angka terakhir adalah di bawah 5, angka sebelumnya tidak diubah. Jika angka terakhir adalah 5 atau lebih, angka sebelumnya dinaikkan satu unit. Apabila angka didepannya ganjil maka dinaikkan satu unit dan jika angka di depannya genap maka diturunkan. Teruskan sampai diperoleh 2 angka yang signifikan. Catat jumlah N yang didapat.
Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan
Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan terdiri dari 2 seksi yaitu Seksi Pemeriksaan dan Seksi Penyidikan. Dalam melaksanakan tugasnya bidang pemeriksaan dan penyidikan menyelenggarakan fungsi:
Menyusun rencana dan program pemeriksaan dan penyidikan obat dan makanan.
Pelaksanaan pemeriksaan setempat pengambilan contoh untuk pengujian dan pemeriksaan sarana produksi, distribusi dan pelayanan kesehatan dibidang produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan, pangan dan bahan berbahaya.
Pelaksanaan penyidikan kasus pelanggaran hukum dibidang produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan, pangan dan bahan berbahaya.
Evaluasi dan penyusunan laporan pemeriksaan dan penyidikan obat dan makanan.
Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan terdiri atas:
Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk pengujian, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, pemantauan periklanan produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional kosmetik, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya
Seksi Penyidikan mempunyai tugas melakukan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya.
Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen
Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu, dan layanan informasi konsumen.
Dalam melaksanakan tugasnya, bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen (Serlik) menyelenggarakan fungsi:
Penyusunan rencana dan program sertifikasi produk, dan layanan informasi konsumen
Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu
Pelaksanaan layanan informasi untuk konsumen
Evaluasi dan penyusunan laporan sertifikasi produk, dan layanan informasi konsumen.
Serlik dipimpin oleh seorang Kepala Bidang Serlik yang membawahi 2 (dua) Kepala Seksi yaitu Seksi Sertifikasi dan Seksi Layanan Informasi Konsumen.
Sub Bagian Tata Usaha
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 14 Tahun 2014 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksanaan Teknis di Lingkungan Badan POM disebutkan bahwa tupoksi utama Sub Bagian Tata Usaha adalah melaksanakan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan. Secara garis besar pelaksanaan tugas di Sub Bagian Tata Usaha dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian umum dan perlengkapan, bagian kepegawaian, serta bagian perencanaan dan keuangan.
Bagian umum dan perlengkapan memiliki kegiatan khusus, yaitu penatausahaan surat masuk dan surat keluar, pengelolaan layanan tamu,
pengelolaan sampel baik sampel internal maupun sampel dari pihak ketiga, pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) meliputi pengelolaan aset (gedung, halaman gedung, inventaris kantor, alat pengolah data, kendaraan, dan peralatan laboratorium) dan persediaan (ATK, computer supplies, reagen, media mikrobiologi, suku cadang dan glassware/peralatan gelas), penyediaan keperluan pokok sehari-hari perkantoran, ATK, dan computer supplies serta pengelolaan teknologi informasi.
Bagian kepegawaian memiliki kegiatan khusus, yaitu pengelolaan kenaikan pangkat pegawai, cuti pegawai, pensiun pegawai, mutasi pegawai, pengelolaan usulan tugas belajar dan izin belajar pegawai, pengelolaan evaluasi Sasaran Kinerja Pegawai (SKP), penyusunan daftar urutan kepangkatan (DUK) pegawai, mengupdate data pegawai pada aplikasi SI ASN, pengelolaan jabatan fungsional, penyusunan rencana dan pelaksanaan kompetensi pegawai, penyusunan peta jabatan, penerbitan surat keputusan gaji berkala (KGB), pengelolaan daftar hadir pegawai, serta menyiapkan dan melaksanakan kegiatan keprotokoleran seperti pelantikan dan pelaksanaan upacara.
Bagian perencanaan dan keuangan memiliki kegiatan khusus, yaitu penatausahaan pertanggungjawaban keuangan baik yang dikelola melalui uang persediaan (UP) maupun pembayaran langsung (LS), melaksanakan pelaksanaan usulan revisi anggaran, menyusun perencanaan kebutuhan anggaran untuk tahun berikutnya, membuat laporan realisasi anggaran setiap bulan, membuat monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran meliputi Monev Bappenas dan Monev DJA, melakukan rekonsiliasi dengan KPPN dan Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan, serta menyusun laporan keuangan baik laporan semesteran dan tahunan.

Praktik Kerja di Pedagang Besar Farmasi
Pengelolaan obat dan alat kesehatan di KFTD Samarinda dilakukan dengan memperhatikan 10 aspek menejerial dan harus memperhatikan CDOB. Tujuan utama dari pelaksanaan CDOB adalah terselenggaranya suatu sistem jaminan kualitas oleh distributor, yakni:
Terjaminnya penyebaran obat secara merata dan teratur agar dapat diperoleh pada saat diperlukan.
Terlaksananya pengamanan dan lalu lintas penggunaan obat tepat sampai kepada pihak yang membutuhkan secara sah untuk melindungi masyarakat dari kesalahan penggunaan atau penyalahgunaan.
Meningkatkan pemahaman dan kemampuan peserta dalam melaksanakan prinsip-prinsip CDOB.
Menjamin penyimpanan obat aman dan sesuai kondisi yang dipersyaratkan, termasuk selama transportasi.
Untuk berhasilnya penerapan CDOB diperlukan komitmen yang tinggi dari semua pihak yang terlibat dalam proses pendistribusian sediaan farmasi dan makanan, baik produsen, distributor ataupun pemerintah. Berikut 10 aspek menejerial yang meliputi:
Perencanaan
Perencanaan pengadaan barang di KFTD cabang Samarinda didasarkan pada kondisi stok barang di gudang dengan mengacu kepada kondisi level stock, buffer stock dan indeks stock di gudang. Level stockadalah stok minimal yang efektif untuk memenuhi kebutuhan dalam periode waktu tertentu. Buffer stock adalah stok penyangga yang digunakan sebagai cadangan apabila stok barang mulai menipis. Indeks stock(umur stok) digunakan untuk mengetahui waktu habisnya real stock yang ada di gudang. Rumus indeks stock ialah real stock dibagi rata-rata penjualan. Contohnya real stockdi gudang 46 box, rata-rata penjualan 25 box per bulan, maka 46/25 = 1,84, Jadi diperkirakan dalam waktu 1,84 bulan barang itu sudah habis. Indeks stock yang baik adalah indeks stock yang mendekati nol.
Hal lain yang menjadi dasar perencanaan pengadaan barang yaitu dilihat dari laporan penjualan bulan sebelumnya. Untuk barang yang dinilai laku (fast moving) maka dapat dilakukan pengadaan kembali, namun untuk barang yangkurang laku atau tidak laku tidak akan dilakukan pengadaan atau hanya sesuai kebutuhan. Perencanaan pengadaan barang dilakukan oleh petugas logistik ke pihak-pihak yang telah disetujui oleh KFTD pusat sebagai pemasok yang sah dalam melakukanpembelian, yaitu Principal Perusahaan Induk (PT. Kimia Farma Tbk.) yang memasok Obat Generik Berlogo (OGB), Over The Counter Drugs (OTC), dan narkotika-psikotropika, Principal Pihak III (Industri Farmasi atau PBF lain yang telah bekerja sama dengan KFTD pusat) dan Principal Lokal (Industri Farmasi atau PBF lain yang telah bekerja sama dengan KFTD cabang dengan persetujuan KFTD pusat). Pengadaan ke principal perusahaan induk melalui Unit Logistik Sentral (ULS) dilakukan per tiga bulan sekali. Pengadaan ke principal pihak III dan principal lokal di KFTD cabang Samarinda dilakukan sesuai kebutuhan.
Seleksi
Seleksi merupakan lanjutan dari perencanaan dimana barang-barang yang sudah direncanakan kemudian diseleksi untuk ditentukan apakah akan dilakukan pemesanan atau tidak. Seleksi didasarkan pada beberapa banyak atau sedikitnya barang yang dipesan, faktor yaitu tempat yang memadai, dana yang mencukupi, expire date dari suatu barang dekat atau jauh, dimana tempat pemesanannya dan minat pasar. Banyak atau sedikitnya barang yang dipesan, jika barang yang dipesan terlalu banyak maka akan berhubungan dengan memadai atau tidaknya tempat yang akan digunakan untuk menyimpan barang. Jika barang yang dipesan terlalu sedikit maka akan membuat cost biaya transportasi yang tinggi. Tempat yang memadai berhubungan dengan kondisi gudang dan tata letak pada gudang jadi saat melakukan perencanaan kita harus menyeleksi apakah gudang yang tersedia cukup untuk meletakkan barang-barang yang akan kita pesan. Dana yang mencukupi berhubungan dengan pemesanan yang akan dilakukan ke principal pihak III dan principal lokal yang nantinya akan dihitung sebagai hutang dagang. Expire date yang jauh ataupun dekat perlu diperhatikan khususnya untuk barang-barang yang slow moving, oleh karena itu perlu diseleksi dengan baik agar KFTD tidak mempunyai barang rusak atau ED yang terlalu banyak. Dimana tempat pemesanannya merupakan faktor penting dalam perencanaan pemesanan diamana tempat yang lebih jauh akan membutuhkan lead time yang lebih lama dan cost transportasi yang lebih besar. Kemudian faktor terakhir ialah minat pasar dimana kita harus pandai melihat dan menyeleksi apa yang paling dibutuhkan masyarakat.
Pemesanan
Pemesanan barang dilakukan menggunakan surat pesanan (SP). Untuk pemesanan narkotika wajib menggunakan SP khusus model N-9 dan untuk psikotropika dan prekusor menggunakan SP khusus psikotropika dan prekusor. Pemesanan yang telah dibuat oleh bagian pembelian ditandatangani oleh supervisor logistik dan kepala cabang sebagai persetujuan pengadaan barang. SP yang telah disetujui, di faksimile untuk dipesan, lalu diarsipkan. Untuk SP nakotika yang telah di faksimile seharusnya segera dikirimkan ke ULS melalui pos, namun pengiriman SP asli tidak segera dilakukan. Untuk SP narkotika satu SP hanya untuk memuat satu jenis obat sedangkan SP Psikotropik dan prekusor satu SP dapa memuat lebih dari satu jenis obat. Selain itu ada juga SP obat biasa yang tidak memerlukan SP khusus.
Penerimaan
Setelah pemesanan dilakukan, maka proses selanjutnya adalah penerimaan dan penyimpanan. Kegiatan penerimaan dilakukan di ruang penerimaan (transito in). Penerimaan barang dilakukan dengan pengecekan kesesuaian antara surat pesanan dengan faktur pembelian atau SKB (Surat Kirim Barang) meliputi item barang, jumlah barang, diskon, dan harga. Kemudian dilakukan pengecekan kembali antara faktur atau SKB dengan fisik barang meliputi item barang, jumlah barang, nomor batch, tanggal kedaluwarsa, dan kondisi fisik barang.


Penyimpanan
Barang yang telah diterima selajutnya disimpan di gudang dan dokumen barang atau faktur pembelian ditandatangani oleh bagian penerimaan dan APJ PBF. Kemudian dilakukan entry data barang masuk di sistem informasi oleh bagian logistik. Faktur pembelian kemudian diberikan ke kasir dan dijadikan sebagai hutang dagang. Sistem penyimpanan di gudang KFTD cabang Samarinda menggunakan sistem First Expired First Out (FEFO) dan sistem First In First Out (FIFO). Penyimpanan berdasarkan obat regular, obat narkotika, obat psikotropika dan prekusor, obat dengan suhu sejuk dan obat ARV. Kelengkapan alat penyimpanan obat regular dilengkapi dengan pallet, tangga, dan thermometer. Gudang narkotika, psikotropika dan prekusor di KFTD cabang Samarinda ditempatkan diruang terpisah dengan dua lapis pintu yang terkunci dan mempunyai atap yang dilapisi jeruji besi. Kunci gudang narkotika, psikotropika dan prekusor dipegang oleh APJ KFTD sekaligus sebagai penanggung jawab narkotika, psikotropika dan prekusor. Selain itu kunci juga dipegang oleh kepala gudang apabila sewaktu-waktu APJ KFTD tidak berada di tempat. Persyaratan untuk menyimpan narkotika, psikotropika dan prekusor telah sesuai dengan CDOB. Gudang sejuk berisi sediaan-sediaan topikal yang penyimpanannya harus pada suhu sejuk yaitu 2-8°C. Ruangan ini mempunyai AC sebagai alat pengendali suhu.
Distribusi
Kegiatan penjualan dan pelayanan di KFTD cabang Samarinda terdiri dari penjualan regular dan penjualan narkotika-psikotropika. Untuk penjualan yang bersifat regular maka pelanggan dapat langsung melakukan pemesanan melalui telepon, menggunakan Surat Pesanan (SP) yang di faksimile atau menggunakan SP yang dititipkan kepada salesman. Pada pemesanan narkotika, psikotropika dan prekusor wajib menggunakan SP Narkotika (Form N-9) asli atau SP Psikotropika asli atau SP prekusor asli yang ditandatangani oleh APJ sesuai dengan ketentuan CDOB.
Setelah SP diterima, selanjutnya dibuat sales order (SO) di sistem informasi untuk mengecek ketersediaan barang dalam memenuhi pesanan, kemudian dibuat surat kirim barang (SKB) dan faktur penjualan serta faktur pajak jika pembayaran secara COD (Cash On Delivery). Jika pembayaran secara kredit maka faktur pajak akan dibuat saat tukar faktur atau saat penagihan. SKB akan dicetak oleh petugas logistik untuk kemudian dilakukan penyiapan pesanan. Proses penyiapan diawali dengan pengambilan barang sesuai dengan SKB, mulai dari nama sediaan, jumlah, jenis atau bentuk sediaan, nomor batch sampai dengan pengecekan tanggal kedaluwarsa. Untuk meminimalkan kesalahan pengambilan barang (error) maka petugas penyiapan dan petugas pengemasan merupakan orang yang berbeda, dimana kedua orang tersebut melakukan pemeriksaan saat penyiapan dan saat pengemasan (double check).
Selanjutnya, petugas logistik akan mengeluarkan barang yang sudah dikemas ke ruang transito out dan barang selanjutnya diberikan kepada petugas penghantar barang. Penghantar barang kemudian menuliskan tanggal penghantaran, nomor faktur, nama pelanggan dan total harga barang yang harus dibayarkan di dalam buku ekspedisi penjualan. Buku ekspedisi ini merupakan dokumentasi penghantaran barang ke pelanggan. Setelah diisi, buku selanjutnya diperiksa kebenarannya oleh penanggung jawab logistik. Selain buku ekspedisi penjualan, penghantaran juga disertai dengan faktur penjualan dan SP dari pelanggan.
Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasinya. Apapun model transportasinya yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisiselama transportasi yang dapat mengurangi mutu. Pada aspek CDOB mengenai transportasi ini, pihak KFTD cabang Samarinda menerima barang dari ULS (yang berada di pelabuhan Palaran Samarinda) menggunakan transportasi roda 4 yakni mobil box. Sedangkan untuk menghantarkan barang pesanan ke pelanggan dilakukan menggunakan motor dan mobil box. Mobil box telah dilengkapi dengan kunci gembok guna menjaga keamanan dan mencegah pencurian obat dan penyelewengan lainnya selama transportasi. Sedangkan Untuk sediaan dengan suhu tertentu seperti vaksin, dalam penghantarannya digunakan cool box berisi ice pack untuk menjaga kondisi mutu sediaan sesuai dengan anjuran CDOB.
KFTD cabang Samarinda menjalin kontrak dengan beberapa perusahaan espedisi, guna mempermudah pelayanan dalam hal pengiriman barang ke pelanggan. Pihak ekspedisi yang bekerja sama denga pihak KFTD cabang Samarinda yakni diantaranya Indo Raya (untuk pengiriman wilayah Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur), Bimantara (untuk pengiriman wilayah Samarinda dan Kalimantan Utara). Pihak ekspedisi yang menjalin kerjasama dengan KFTD cabang Samarinda memiliki MOU atau perjanjian kontrak yang harus disetujui oleh kedua pihak, salah satunya yakni waktu yang ditentukan dalam proses pengembalian faktur ke KFTD. Pihak ekspedisi harus tepat waktu dalam hal pengembalian faktur, selain itu pihak espedisi mampu menjamin mutu kondisi obat-obatan selama proses pengiriman.
Pada penjualan regular, pembayaran dapat dilakukan secara tunai maupun non tunai (kredit) dengan tenggang waktu 30 hari. Sedangkan untuk sediaan narkotika dan psikotropika, pembayaran dilakukan secara tunai atau cash on delivery (COD) pada saat barang dihantarkan. Hal ini diberlakukan agar sediaan narkotika setelah dihantarkan secara sah telah menjadi tanggung jawab pelanggan dan bukan tanggung jawab KFTD lagi, serta menghindari penyalahgunaan narkotika oleh pihak yang tidak berwenang.
Pengontrolan
Pengontrolan yang dilakukan di KFTD cabang Samarinda ialah pengontrolan persediaan seperti melakukan stock opname setiap 3 bulan sekali untuk melihat barang yang mendekati expire date atau bahkan sudah expire. Selain itu stock opname dilakukan untuk menghindari adanya barang selisih atau tidak sesuai dengan stok yang seharusnya. Pengontrolan juga dilakukan terhadap keadaan penyimpanan barang digudang dengan cara melakukan kalibrasi berkala terhadap alat pengukur kelembaban dan alat pengukur suhu ruangan.
Hal yang utama dalam proses pengontrolan juga salah satunya adalah service level. Service level merupakan parameter level pelayanan kita terhadap customer. Service level di KFTD cabang Samarinda terbagi menjadi 2 yaitu service level pengiriman dan service level ketersediaan barang. Service level pengiriman biasanya ditujukan untuk bagian ekspedisi dimana jumlah service level tidak boleh kurang dari 85%. Angka ini dapat dihitung dengan membagi faktur yang kembali ke gudang (dikirim tepat waktu) dengan jumlah faktur yang seharusnya dikirim. Sedangkan service level pengiriman tidak boleh kurang dari 80%. Angka ini dapat dihitung dengan membagi SP yang terlayani dengan total SP yang masuk pada hari tersebut.
Pelaporan perbekalan
Pelaporan obat dilakukan ke dua instansi yang berbeda yaitu Kemenkes (DinKes Provinsi) dan Badan POM (Jakarta). Untuk pelaporan Kemenkes dilakukan online melalui e-report, dimana untuk obat biasa (pelaporan dinamika obat) dilakukan pelaporannya 3 bulan sekali sedangkan untuk NAPZA tiap 1 bulan sekali sebelum tanggal 10 dibulan berikutnya. Sedangkan laporan yang dilakukan ke Badan POM hanya jenis NAPZA melalui e-NAPZA yang harus dilaporkan setiap bulan.


Pengelolaan obat rusak
Perlakuan untuk obat yang rusak dan kedaluwarsa di KFTD cabang Samarinda telah dilakukan pemisahan dan ditempatkan di gudang yang terpisah. Ruangan obat rusak dan kadaluwarsa di KFTD cabang Samarinda terkunci dengan baik, hanya petugas logistik dan pihak berkepentingan yang diperbolehkan masuk.
Pemusnahan
Pemusnahan obat di KFTD cabang Samarinda dilakukan dengan disertai berita acara pemusnahan yang dibuat oleh APJ dengan disaksikan oleh BPOM, Dinas Kesehatan dan APJ. Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar atau diencerkan sesuai dengan sifat barang yang akan dimusnahkan setelah itu ditimbun di dalam tanah. Untuk narkotika biasa akan dikirim lagi ke ULS (Unit Logistik Sentral), dimana ULS yang akan melakukan pemusnahan.















BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS

Analisis
Analisis Materi Praktik Kerja Kefarmasian
Apotek Kimia Farma Imam Bonjol
Permasalahan yang ditemui selama PKPA adalah setiap kotak obat disediakan kartu stok, tetapi faktanya kartu stok untuk obat tersebut tidak selalu diisi setiap pengambilan dan tempat penyimpanan obat-obat termolabil sebaiknya lebih diperhatikan, terdapat termometer tetapi tidak terjaga suhunya.
Apotek Julia
Standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan apotek Julia telah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014 tentang standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek hanya saja dalam pelaksanaanya terdapat permasalahan dalam sarana dan prasarana dimana tempat penyimpanan obat-obatan yang belum terdapat alat pengatur suhu ruangan dan belum ada monitoring suhu dan kelembapan.
Pedagang Besar Farmasi (Kimia Farma Trading & Distribution)
Tidak ditemukan permasalahan selama PKPA di Kimia Farma Trading & Distribution Samarinda. Apoteker melakukan tugasnya sesuai dengan standar peraturan yang berlaku yaitu sesuai peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik dan permenkes No 3 tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
Balai Besar POM Samarinda
Tidak ditemukan permasalahan selama PKPA di Balai Besar POM Samarinda. Apoteker melakukan tugasnya sesuai dengan standar peraturan yang berlaku di Balai Besar POM. Untuk masing-masing laboratorium memilki standar panduan dan peraturan untuk melakukan pengujian. Begitu
juga untuk bidang PEMDIK dan SERLIK memiliki standar prosedur operasional untuk menjalankan tugas-tugasnya.
Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie
Permasalahan yang ditemui selama PKPA adalah belum adanya tempat penyimpanan obat dengan suhu sejuk atau 8-15ºC sehingga obat-obat yang harusnya dimasukkan dalam suhu sejuk diletakkan di tempat penyimpanan suhu dingin atau 2-8 ºC.
Analisis Tugas Apoteker pada Sarana Praktik Kerja Kefarmasian
Apotek Kimia Farma Imam Bonjol
Permasalahan tugas apoteker di Apotek Kimia Farma Imam Bonjol adalah kurang maksimalya peran apoteker dan kurangnya jumlah apoteker sehingga hanya dapat melayani penyerahan obat dan pelayanan informasi obat saja. Sedangkan berdasarkan permenkes No 35 tahun 2014 pelayanan farmasi klinis di apotek harus dilakukan seperti pengkajian resep, PIO, konseling, monitor efek samping obat hal ini tidak dapat dilakukan karena keberadaan apoteker hanya dapat ditemui diwaktu tertentu saja, dikarenakan jumlah apoteker yang hanya ada satu dan mempunyai tugas yang cukup banyak. Sebaiknya pelayanan farmasi klinik dapat dilakukan bertujuan untuk memenuhi standar pelayanan kefarmasian di apotek dan menurut PP 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian pasal 20 dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
Apotek Julia
Permasalahan tugas apoteker di Apotek Julia adalah pelayanan farmasi klinik berupa pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care), konseling, pemantauan terapi obat, dan monitoring efek samping obat belum berjalan sesuai dengan Permenkes No. 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu yang dimiliki oleh Apoteker dan juga sarana yang kurang mendukung yaitu tidak tersedianya meja dan kursi ataupun ruangan khusus untuk melakukan konseling.
Pedagang Besar Farmasi (Kimia Farma Trading & Distribution)
Tidak ditemukan permasalahan selama PKPA di PBF. Apoteker melakukan tugasnya sesuai dengan standar peraturan yang berlaku, yaitu melakukan pekerjaan kefarmasian di PBF sesuai peraturan perundang-undangan, melakukan pencatatan yang berkaitan dengan distribusi, sebagai penanggung jawab pada bagian pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu, melakukan program kendali mutu dan kendali biaya yang dilakukan oleh audit kefarmasian serta bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat.
Balai Besar POM Samarinda
Tidak ditemukan permasalahan selama PKPA di BBPOM di Samarinda. Pelaksanaan tugas dan kegiatan oleh seluruh pegawai baik dengan latar pendidikan apoteker maupun non apoteker di masing-masing bidang yang ada di BBPOM di Samarinda telah berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie
Pelayanan farmasi klinik di RSUD Abdul Wahab Sjahranie telah memenuhi beberapa Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit yaitu Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan konseling. Namun ada beberapa yang belum berjalan dengan baik seperti visite, Pemantauan Terapi Obat (PTO), dispensing sediaan steril, MESO, EPO dan PKOD hal ini dikarenakan keterbatasan tenaga profesi apoteker dan banyaknya tanggung jawab yang dilakukan hal inilah yang membuat tidak semua pelayanan kefarmasian klinik yang tedapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit kurang dapat terpenuhi.


Sintesis
Sintesis Materi Praktik Kerja Kefarmasian
Apotek Kimia Farma Imam Bonjol
Berdasarkan Permenkes no. 35 tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek untuk pengedalian persediaan dan penyimpanan obat. Pengedalian persediaan dilakukan dengan menggunakan kartu stok, dimana kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok tersebut memuat nama obat, tanggal kadaluarsa obat, jumlah persediaan obat, barang masuk, dan barang keluar. Di Apotek Kimia Farma Imam Bonjol kartu stok di isi setiap 1 bulan sekali pada saat stok opname sebaiknya membuat catatan kartu stok per hari untuk menghindari terjadinya selisih barang. Walaupun, pada Apotek Kimia Farma Imam Bonjol terdapat KIS (Kimia Farma Information System) yang merupakan aplikasi inventaris kimia farma. Namun, pencatatan kartu stok secara fisik merupakan hal yang diperlukan apabila terjadi kesalahn pada input sistem KIS sehingga dapat menggunakan kartu stok.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, sarana dan prasarana dalam hal ini ruang penyimpanan sediaan farmasi harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas. Tindakan yang dilakukan adalah lebih memperhatikan barang atau obat sehingga kondisinya tetap terjaga dengan baik.
Apotek Julia
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, sarana dan prasarana dalam hal ini ruang penyimpanan sediaan farmasi harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas. Tindakan yang dilakukan adalah megadakan alat pengontrol suhu ruangan agar obat-obat dapat terjamin mutunya dan melakukan pengawasan berkala pada suhu dan kelembapan untuk menjamin kualitas sediaan farmasi tetap terjaga dengan baik.
Pedagang Besar Farmasi (Kimia Farma Trading & Distribution)
Kimia Farma Trading & Distribution telah sesuai dengan standar peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik dan Permenkes no 3 tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
Balai Besar POM Samarinda
Balai Besar POM di Samarinda telah memiliki standar dan pedoman dalam pelaksanaan seluruh kegiatannya yaitu Peraturan Kepala Badan POM RI. Selain itu seluruh staf yang ada di BBPOM memiliki job description dan tugasnya masing-masing sehingga pelaksanaan kegiatan di BBPOM di Samarinda berjalan dengan baik. Dalam hal pengujian sampel di laboratorium BBPOM di Samarinda juga memiliki pedoman antara lain metode analisis PPOMN, Farmakope Indonesia, United States Phamacopeia (USP), British Pharmacopeia (BP), ASEAN Cosmetic Method (ACM) dan pedoman atau standar lainnya yang telah ditetapkan untuk digunakan.
Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie
Berdasarkan Undang - undang no 44 tahun 2009 tentang rumah sakit pasal 15 ayat 1 yang menyatakan bahwa harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau, sebaiknya diadakan tempat penyimpanan obat untuk suhu sejuk yaitu 8-15ºC pengelolaan dan penyimpanan obat yang belum baik dapat menyebabkan kerusakan obat sehingga dapat mempengaruhi kualitas sediaan farmasi dan pelayanan farmasi di Rumah Sakit Umum.

Sintesis Tugas Apoteker pada Sarana Praktik Kerja Kefarmasian
Apotek Kimia Farma Imam Bonjol
Tindakan yang dilakukan adalah sebaiknya menambah shift malam untuk Apoteker Penanggung Jawab (APA) atau memperkerjakan Apoteker Pendamping (APING) sehingga pelayanan kefarmasian bisa dilaksanakan setiap wkatu tidak hanya diwaktu-waktu tertentu saja karena pasien di apotek Kimia Farma Imam Bonjol lebih banyak jumlahnya ketika ada dokter praktek tetapi apoteker tidak ada sehingga tidak terjalinnya komunikasi antara tenaga kesehatan yang dapat menyebabkan kesembuhan pasien secara paripurna.
Apotek Julia
Tindakan yang dilakukan adalah sebaiknya membuat rencana jadwal kegiatan selama satu bulan sehingga pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care) dapat dilaksanakan serta meningkatkan pelayanan farmasi klinik lainnya yang belum dapat dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek sehingga kedepannya dapat memaksimalkan peran dan tugas apoteker di apotek dan juga untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Selain itu juga perlu ditambah meja dan kursi atau ruang khusus untuk melaksanakan kegiatan konseling.
Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie
Pelayanan farmasi klinik di RSUD Abdul Wahab Sjahranie yang sudah berjalan dengan baik yaitu pelayanan resep dan pelayanan informasi obat (PIO). Namun yang belum berjalan dengan maksimal adalah penelusuruan riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, konseling, visite, pemantauan terapi obat (PTO), monitoring efek samping obat (MESO), dan evaluasi penggunaan obat (EPO) yang disebabkan karena kurangnya SDM di RSUD Abdul Wahab Sjahranie. Dimana tujuan dari peran farmasi klinik adalah untuk meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan resiko terjadinya efek samping obat serta meningkatkan kualitas hidup pasien. Pimpinan diharapkan memfasilitasi para apoteker untuk dapat menjalankan peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan farmasi klinik yang belum dilakukan adalah dispensing sediaan steril dan penanganan obat sitostatika, serta pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD). Dispensing sediaan steril dan penanganan obat sitostatika belum dapat dilakukan karena keterbatasan ruangan khusus untuk melakukan dispensing sediaan steril dan penanganan obat sitostatika, sehingga jika memungkinkan perlu diajukan pengadaan ruangan khusus serta alat-alat yang diperlukan. Sedangkan untuk pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD) juga memerlukan ruangan khusus dan peralatan laboratorium yang memadai. Jika memungkinkan perlu diajukan pengadaan ruangan khusus dan peralatan yang diperlukan untuk pelayanan PKOD. Selain itu perlu dipertimbangkan untuk dilakukan pelatihan terhadap para apoteker terkait dispensing sediaan steril dan cara penanganan obat-obat sitostatika. Untuk PKOD pelatihan yang dapat dilakukan meliputi cara penanganan sampel biologis, cara analisis sampel, dan bagaimana interpretasi dari hasil pengujian.






















BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker yang dilaksanakan, maka penulis dapat membuat kesimpulan, yaitu:
Pengelolaan perbekalan farmasi meliputi pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi (pencatatan, pelaporan dan pengarsipan). Pengelolaan perbekalan farmasi di instansi kesehatan sebagian besar sudah sesuai dengan peraturan dan standar yang berlaku.
Pelayanan farmasi klinik yang telah dilaksanakan di Apotek antara lain pengkajian resep, dispensing, pelayanan informasi obat, dan konseling.
Pelayanan farmasi klinik yang belum dilaksanakan di Apotek antara lain pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care), pemantauan terapi obat, dan monitoring efek samping obat.
Pelayanan farmasi klinik yang telah dilaksanakan di Rumah Sakit antara lain pengkajian resep dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat, konseling, visite, pemantauan terapi obat, monitoring efek samping obat, dan evaluasi penggunaan obat.
Pelayanan farmasi klinik yang belum dilaksanakan di Rumah Sakit antara lain dispensing sediaan steril, penanganan obat sitostatika, dan pemantauan kadar obat dalam darah.
KFTD Cabang Samarinda merupakan Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang telah memenuhi semua aspek Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dalam kegiatannya, sehingga kualitas barang terjamin hingga ke tangan konsumen.
Balai Besar POM di Samarinda mempunyai tugas dalam menjamin dan mengawasi mutu obat dan makanan sebelum dan sesudah beredar, serta telah menjalankan tugas dan fungsinya sesuai peraturan yang berlaku.


Saran
Berdasarkan kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang telah dilakukan di beberapa Instansi, saran yang dapat diberikan penulis antara lain:
Meningkatkan pelayanan farmasi klinik terutama yang belum bisa dilakukan sehingga kedepannya pelayanan tersebut bisa dilakukan di beberapa tempat PKPA dan sesuai peraturan dan standar yang berlaku.
Adanya dosen pembimbing lapangan dari fakultas farmasi yang memantau secara langsung kegiatan PKPA mahasiswa Apoteker.
Diharapkan adanya kerja sama lebih lanjut antara pihak Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman dan pihak Instansi kesehatan tempat mahasiswa melakukan kegiatan PKPA agar pelaksanaan PKPA selanjutnya dapat lebih terstruktur dan terorganisir dengan baik.



















DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia. 2013. Naskah Akademik Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Kurikulum Pendidikan Farmasi. APTFI : Bandung.

Badan POM RI. 2012. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.031.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta.

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan. 2014. Laporan Tahunan Balai Besar POM di Samarinda. Samarinda.

BPOM RI. 2012. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta.

Departemen Kesehatan R.I, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1980. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1980 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1997. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Pelayanan Obat di Rumah Sakit. Jakarta.

Kemenkes. 2011. Pedoman Visite bagi Apoteker. Jakarta.

Kementerian Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pedang Besar Farmasi. Jakarta.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik indonesia No. 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta.

Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 03 Tahun 2013 tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Jakarta.



Lihat lebih banyak...

Comentários

Copyright © 2017 DADOSPDF Inc.