Tugas p6.docx

May 22, 2017 | Autor: Choris Satun Nikmah | Categoria: Corruption
Share Embed


Descrição do Produto

unniversitas negeri semarang
2

Nama : Choris Satun Nikmah
NIM : 3312416014
Prodi : Ilmu Politik
Fakultas : Ilmu Sosial
Mata kuliah : Pendidikan Anti Korupsi
Dosen Pengampu : Natal Kristiono,S.Pd.,M.H.
Dr. Eko Handoyo, M.Si
Nugraheni Arumsari, S.Sos., M.Ikom

"Jadi Saksi Sidang E-KTP, Ganjar Pranowo Akui Pernah Ditawari Uang"

Liputan6.com, Jakarta-Mantan Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo mengaku pernah diberi uang oleh amantan anggota komisi II, Mustokoweni. Gubernur Jawa Tengah ini mengakuinya di sidang lanjutan perkara korupsi E-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.
"saya tidak mengetahui. Tapi memang pada saat di-BAP saya ditangan 'apakah Saudara pernah diberi atau ditawari uang?' Saya jawab pernah. Oleh ibu Mustokoweni. Tapi saya tidak terima," ujar Ganjar Pranowo di hadapan Majlis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/3/2017).
Ganjar disebut dalam dakwaan terhadap korupsi e-KTP Irman dan Sugiharto telah menerima aliran dana sebesar USD 520 ribu. Ganjar pun mengklaim dirinya pernah menerima uang tersebut. Ganjar juga mengaku tak tahu sudah berapa orang yang menawarinya uang seperti Mustokoweni.
"saya tidak terlalu ingat. Kalau tidak sekali, dua kali atau tiga kali. Dalam rapat, kata bu Mustoko, 'De, ini ada titipan'. Saya jawab nggak usah, ambil saja," kata Ganjar.
Dia juga pernah mengeku diberi goody bag oleh seseorang yang tak dikenal. Namun menyuruh stafnya untuk mengembalikan goody bag tersebut.
"suatu ketika setelah rapat, saya ngobrol dengan beberapa orang. Ada orang tiba-tiba datang, bilang 'Pak, ini ada titipan'. Awalnya saya kira itu dukuh, ternyata setelah dilihat kelihatannya tidak seperti dukuh. Saya suruh staf saya kembalikan," terang dia.
Namun, Ganjar tak tahu apakah goody bag tersebut berhasil dikembalikan staffnya atau tidak.
Sudah 3 tersangka
Diketahui, dua mantan anak buah Gamawan Fawzi, yakni Irman dan Sugiharto didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama dalam proyek e-KTP. Irman dan Sugiharto didakwa merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.
Irman merupakan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sementara itu, Sugiharto ialah mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri.
Atas perbuatannya itu, Irman dan Sugiharto didakwa melanggar pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tenteng Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam dakwaan disebutkan nama-nama besar yang diduga ikut menikmati aliran dana megaproyek senilai Rp 5,9 triliun. KPK juga sudah menetapkan satu tersangka baru, Andi Agustinus alias Andi Narogong. Andi diduga sebagai Operator utama korupsi e-KTP. (sumber: m.liputan6.com, ditulis oleh Fachrur Rozie pada 30 maret 2017, 18:50 WIB)

PENDAHULUAN
Dewasa ini kejahatan luar biasa muncul kembali, yaitu Kasus korupsi megaproyek e-KTP. Dalam kamus besar bahasa Indonesia seperti yang dikutip dalam buku Pendidikan Anti Korupsi karangan Eko Handoyo dari Pusat bahasa Depdiknas menerangkan bahwa, korupsi berasal dari kata korup yang berarti: buruk, rusak, suka memakai barang orang lain (uang) yang dipercayakan kepadanya; dapat disogok (memakai kekuasaan untuk kepentingan pribadi). Dalam kamus besar bahasa Indonesia korupsi diartikan sebagai Penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Terlepas dari definisi tentang korupsi, korupsi sendiri merupakan sebuah penyakit yang sangat luar biasa bagi suatu bangsa. Korupsi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan politik bangsa. Di Indonesia banyak kasus korupsi yang telah terungkap ke publik mulai dari megaproyek hambalang, impor daging sapi dan lain sebagainya. Sementara itu dewasa ini kasus korupsi yang ramai diperbincangkan ialah kasus korupsi megaproyek e-KTP.
Korupsi e-KTP sendiri mencuat ke publik sekitar awal bulan Maret, Publik diresahkan kembali dengan tingkah para penguasa negara yang serakah. Kasus ini melibatkan berbagai pihak mulai Kementerian dalam negeri (Kemendagri), Komisi II DPR RI periode sebelumnya dan Dukcapil. Berbagai portal berita juga turut memberitakan kasus tersebut.
Liputan6.com memeberitakan mengenai salah satu jalannya sidang kasus korupsi e-KTP yang mendatangkan Ganjar Pranowo sebagai saksi dalam kasus tersebut. Ganjar yang sekarang masih menjabat seagai orang nomor satu di Jawa Tengah ini dimintai keterangannya sebagai mantan Wakil Ketua Komisi II DPR RI. Menurut pengakuannya beliau sempat ditawari uang oleh orang lain.
Kasus korupsi e-KTP telah merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun. Ganjar dijadikan sebagai saksi karena namanya disebut-sebut menerima aliran dana dari Irman dan Sugiharto senilai USD 520 ribu.
Bagaikan udara, kasus korupsi di Indonesia seakan tidak ada habisnya, satu kasus korupsi belum selsai sudah terdapat berta baru tentang kasus korupsi yang lain. Dalam tulisan kali ini penulis menyajikan analisis tentang berita diatas "Jadi Saksi Sidang E-KTP, Ganjar Pranowo Akui Pernah Ditawari Uang". Penulis akan menganalisis berita tersebut berdasarkan perspektif Pendidikan Anti Korupsi. Berita diatas diunduh dari portal berita online liputan6.com pada hari Minggu, 2 April 2017 pukul 09.24 WIB.

PEMBAHASAN
Dalam KBBI korupsi berasal dari kata korup artinya buruk, rusak, busuk. Handoyo (2013:20) mendefinisikan bahwa korupsi merupakan suatu tindakan yang melibatkan penyalahgunaan kepercayaan, yang umumnya melibatkan kekuasaan publik untuk keuntungan Pribadi. Korupsi memilliki tiga tingkatan, yaitu : Penghianatan kepercayaan, Penyalahgunaan Kekuasaan, dan Keuntungan Material. Lalu dimanakah letak dari kasus korupsi e-KTP dalam 3 tingkatan korupsi diatas?
Betrayal of Trust atau penghianatan kepercayaan merupakan tingkatan korupsi yang paling sederhana. Dalam tingkatan ini semua orang yang berkhianat dan merugikan orang lain dapat disebut sebagai koruptor. Tingkatan yang selanjutnya adalah penyalahgunaan kekuasaan atau Abuse of Power. Penyelahgunaan kekuasaan merupakan tingkatan korupsi yang menengah. Korupsi ini dilaksanakan dengan berbagai penyimpangan melalui struktur kekuasaan, baik tingkat negara maupun instruksi lainnya. Termasuk lembaga pendidikan, namun tingkatan korupsi ini tidak mendapakan keuntungan materi. Tingkat korupsi yang paling tinggi dan sering terjadi di Indonesia adalah Material benefit atau keuntungan materi. Dalam tingkat korupsi ini dilakukan dengan penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material baik bagi dirinya maupun orang lain.
Kasus mega proyek e-KTP termasuk dalam tingkatan korupsi material benefit. "Kasus korupsi e-KTP telah merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun", dalam kutipan dari berita tersebut menjelaskan bahwa para pelaku korupsi telah merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun. Dalam kalimat tersebut menyatakan bahwasannya terdapat keuntungan materi yang diambil oleh para pelaku korupsi. Selain itu kasus ini juga melibatkan penyimpangan kekuasaan. Hal ini dapat dibuktikan dengan para terdakwa yaitu Irman dan Sugiharto membunyai wewenang yang lebih dalam pengadan e-KTP di Indonesia. Irman merupakan mantan Direktur Jendral (Dirjen) Kependudukan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sedangkan Sugiharto adalah mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri.
"Irman merupakan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sementara itu, Sugiharto ialah mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri."
Mereka berdua mempunyai kekuasaan dan wewenang dalam penyelenggaraan e-KTP namun mereka menyelewengkan kekuasaan mereka untuk memperoleh keuntungan Material bagi mereka berdua yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kasus korupsi megaproyek e-KTP termasuk ke dalam tingkatan korupsi material benefit.
Selain itu menurut Kligaard, korupsi itu dapat terjadi apabila memenuhi rumus C= M+D-A (C= Korupsi, M= Monopoli, D= Wewenang, dan A= Akuntabilitas). Korupsi itu terjadi apabila terdapat monopoly kekuasaan yang disertai dengan wewenang besar pejabat yang tidak diimbangi dengan tanggung jawab atau akuntabilitas. Disamping itu terdapat tiga tiang penyangga korupsi yaitu Tekanan, Kesempatan, dan Rasionalisasi.
Tekanan biasanya berupa gaya hidup modern, kerugian materi atau uang, maupun terbelit hutang yang dapat mendorong seseorang melakukan tidakan korupsi. Tiang yang kedua adalah adanya kesempatan atau opportunity, kesempatan tersebut berupa kepemilikan kedududukan, jabatan, pangkat, pendidikan dan lain sebagainya. Yang terakhir adalah Rasionalisasi, orang yang memiliki otoritas untuk mengendalika suatu kegiatan serta mengetahui kelemahan di lingkungan Departemen , kantor dan pekerjaannya sehingga mereka dapat memenipulasi dan menyebabkan pihak lain tidak tahu bahwa mereka telah melakuan korupsi. Bahkan Albrect menyetakan bahwa ketiga tiang pengangga diatas merupakan segitiga kecurangan yang dapat mendorong seseorang melakuan tindakan korupsi. Dalam konteks ini, penulis lebih menekankan pada konteks tiang penyangga korupsi berupa kesempatan. Kedudukan yang dimiliki oleh Irman dan Sugiharto mendorong mereka untuk melakukan korupsi e-KTP tersebut. Begitu pula dengan jabatan yang dimiliki oleh Ganjar Pranowo sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR RI yang dapat menjerumuskan ia kedalam lingkaran korupsi.

Liputan6.com, Jakarta-Mantan Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo mengaku pernah diberi uang oleh amantan anggota komisi II, Mustokoweni. Gubernur Jawa Tengah ini mengakuinya di sidang lanjutan perkara korupsi E-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.

Disebutkan dalam berita acara tersebut bahwa, Ganjar merupakan mantan Wakil Ketua Komisi II DPR mengaku pernah ditawari uang oleh anggotanya yaitu Mustokoweni. Penggalan kalimat tersebut menerangkan bahwa sebuah kedudukan atau jabatan dapat mendorong seseorang melakukan tindakan curang atau korupsi. Namun dalam pernyataan Ganjar pada sidang tersebut beliau menerima tawaran uang dari mustokoweni dalam kajian Pendidikan Anti Korupri pemberian tersebut termasuk ke dalam Gratifikasi. Selain itu ketidaktahuan juga merupakan alasan mengapa korupsi dalam tumbuh dan berkembang di suatu negara.

"saya tidak mengetahui. Tapi memang pada saat di-BAP saya ditangan 'apakah Saudara pernah diberi atau ditawari uang?' Saya jawab pernah. Oleh ibu Mustokoweni. Tapi saya tidak terima," ujar Ganjar Pranowo di hadapan Majlis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/3/2017). Ganjar disebut dalam dakwaan terhadap korupsi e-KTP Irman dan Sugiharto telah menerima aliran dana sebesar USD 520 ribu. Ganjar pun mengklaim dirinya pernah menerima uang tersebut. Ganjar juga mengaku tak tahu sudah berapa orang yang menawarinya uang seperti Mustokoweni.

Dalam penggalan berita diatas menyatakan bahwa: pertama, Ganjar didakwa telah menerima uang dari aliran dana e-KTP sebesar USD 520 ribu. Kedua, ganjar tidak tahu kalau uang tersebut merupakan uang dari e-KTP. Ganjar mengaku pernah ditawari uang oleh mustokoweni tapi beliau tidak mengetahui kalau uang tersebut merupakan aliran dana dari korupsi e-KTP yang dilakukan Irman dan Sugiharto. Selain itu, di lain paragraf dalam berita dari liputan6.com menyebutkan bahwa Ganjar pernah dikirimi berbagai gratifikasi salah satunya yang dibugkus dalam sebuah goody bag. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa salah satu tindakan korupsi dapat disalurkan lewat gratifikasi dan aspek ketidaktahuan merupakan faktor utama dalam penerimaan gratifikasi.

KESIMPULAN
Korupsi e-KTP termasuk dalam tingkatan korupsi material benefit atau Keuntungan meterial
Keuntungan meterial merupakan tingkatan korupsi yang paling banyak terjadi di Indonesia
Adanya kesempatan melalui kedudukan yang dimiliki oleh para terdakwa kasus korupsi e-KTP merupakan faktor pendorong utama dalam korupsi ini.
Kesaksian dari Ganjar Pranowo menyebutkan bahwa gratifikasi merupakan cara penyaluran korupsi yang paling sering dilakukan di lingkungan pejabat karena ketidaktahuan akan gratifikasi merupakan salah satu tindakan dalam korupsi.

DAFTAR REFERENSI

m.liputan6.com
Handoyo,Eko.2013. "Pendidikan Anti Korupsi". Yogyakarta: Penerbit Ombak






[Author Name]

Lihat lebih banyak...

Comentários

Copyright © 2017 DADOSPDF Inc.